Share

6. Nasib Buruk

Siang ini, Bagas---salah satu kakak kembar Amanda menelepon bahwa dia tidak bisa menjemput sang adik ke sekolah karena mereka ada pelajaran tambahan. Bukan semacam kursus atau semacamnya, tapi merupakan hukuman untuk mereka karena ketahuan lagi ngejahilin teman sekelas sampai pingsan. Benar-benar keusilan tingkat tinggi mereka.

Karena tidak ada jemputan, Amanda terpaksa naik bus kota yang penuh sesak dengan anak-anak SMA juga sama sepertinya. Untuk beberapa saat Amanda pun heran, apa dari ratusan bahkan ribuan anak sekolah di Jakarta ini semuanya naik bus kalau pulang sekolah? Kenapa bus selalu penuh begini? Dan kenapa juga pemerintah tidak menambah jasa angkutan bus umum saja?

Berdesak-desakan dengan orang-orang di dalam bus membuat Amanda merasa sesak dan juga panas. Apalagi bukan sekali atau dua kali kakinya keinjek sama orang lain. Maklumlah, kalau suasana bus yang penuh sesak itu pasti semua orang tersiksa di dalamnya.

Amanda adalah salah satu penumpang yang tidak beruntung hari ini. Dia tidak kebagian tempat duduk dan terpaksa harus berdiri di antara puluhan pelajar SMA dari berbagai sekolah yang berbeda.

Bus berbelok dan membuat tubuh Amanda oleng lalu menabrak salah satu penumpang di sebelahnya. Amanda yakin, kalau saja penumpang itu tidak bisa menahan keseimbangan tubuhnya, pasti mereka akan oleng berjamaah saat Amanda menubruknya.

Amanda bisa melihat dengan jelas cowok itu mengenakan seragam SMA yang sama dengannya. Dan saat rasa penasaran merasuki tubuhnya, dia mendongakkan kepalanya untuk melihat seperti apa wajah cowok itu. Alangkah kagetnya Amanda saat melihat cowok itu.

'Alvan?'

Cowok itu juga sedikit menundukkan kepalanya melihat Amanda. Wajahnya masih tetap datar seperti biasanya.

Alvan yang ternyata sejak tadi berdiri di sebelah Amanda dan Amanda tidak tahu? Bagaimana mungkin Amanda sampai tidak tahu? Saat naik ke bus dari halte tadi juga Amanda tidak tahu kalau cowok itu ikut naik.

Sekarang ini jarak mereka sangat dekat. Jauuh lebih dekat daripada duduk sebangku saat di kelas. Di antara kerumunan penumpang yang berdesak-desakan itu, Amanda tidak bisa menjauhkan tubuhnya meskipun setengah senti saja. Semuanya penuh sesak.

'Duuuhh ... gimana, nih?'

Amanda mendadak merasakan detak jantungnya sangat cepat dan membuatnya tidak nyaman.

“PAK!! PAK!! BERHENTI!!!” teriakan Amanda membahana di seluruh ruangan bus yang penuh sesak.

Teriakan Amanda didengar oleh kenek dan juga langsung mengisyaratkan pada sopir untuk menghentikan busnya.

Amanda dengan susah payah menerobos kerumunan penumpang untuk cepat turun dari bus.

Tidak tahan berada lama-lama di dekat Alvan. Jantungnya bisa copot. Dan Amanda pun akhirnya turun sebelum sampai di tujuan.

***

Amanda sedang rebahan di kasur empuknya. Kelelahan. Kedua kakinya terasa mau lepas dari tubuhnya setelah berjalan sekitar 500 meter sebelum mendapatkan angkot. Badannya pegal-pegal dan otaknya ruwet tidak karu-karuan memikirkan besok ada ulangan Kimia. Tapi malam ini sama sekali tidak ada tenaga untuk Amanda belajar.

Jangankan untuk belajar Kimia, untuk bangun saja tidak kuat. Capek. Ngantuk. Hari ini jauh lebih capek dari biasanya karena Amanda turun dari bus sebelum sampai tujuan dan penderitaan pun masih belum berakhir sebelum Amanda berhasil berlayar ke alam mimpinya.

Karena mengantuk, Amanda memutuskan untuk tidur saja dulu sebentar.

Dia baru saja dua menit memejamkan matanya, proses untuk berlayar ke alam mimpi, tapi tiba-tiba wajah Alvan di bus kota tadi siang muncul di kepala Amanda. Membuat konsentrasi tidur Amanda buyar dan matanya membelalak seketika.

“Hah? Apaan tuh?” Amanda kaget dan langsung bangun dengan segera.

“Itu cowok freak ngapain sih, muncul-muncul di kepala gue? Dapet izin dari mana coba dia? Nggak sopan banget?” Amanda ngomel-ngomel sendiri. “Lagian tadi siang gue tuh kenapa, sih? Ngapain juga nih jantung gue pake berdebar-debar segala? Bikin keki aja, deh!”

Amanda pun pusing memikirkan hal yang sama sekali tidak dia mengerti. Lalu dia putuskan untuk menyerah saja dan lebih memikirkan mengistirahatkan tubuhnya yang rasanya masih remuk-remuk itu dengan kembali menjatuhkan tubuhnya ke kasurnya. Tidur lagi.

***

Waktu berjalan cepat. Setidaknya itu untuk Amanda. Maksudnya sih tadi malam Amanda hanya mau tidur sebentar untuk menghilangkan rasa lelahnya akibat berjalan jauh, tapi dia keterusan tidurnya dan terbangun di pagi hari.

Dia kelabakan sendiri karena lupa belum belajar untuk ulangan Kimia hari ini. Jangankan memikirkan ulangan kimia, bangun pun dia kesiangan hari ini. Dan tumben-tumbenan juga si kembar tidak usil lagi.

Baru kali ini Amanda berharap akan ada lima jam beker di kamarnya lagi. Karena tadi malam Amanda tidur tanpa rencana, dia juga belum menyalakan alarm jam beker.

Tidak ada yang bisa dia lakukan selain pasrah menerima nasib buruk apa lagi yang akan menimpanya hari ini. Hanya tinggal menghitung waktu saja menuju penderitaan Amanda berikutnya.

Di sekolah penderitaan Amanda pun dimulai. Saat ulangan Kimia, dia sama sekali tidak bisa mengerjakan satu soal pun. Bagaimana mau bisa? Belajar saja lupa. Gara-gara kelelahan Amanda jadi tidak punya tenaga buat melek tadi malam.

Dan semua itu gara-gara Alvan.

'Mampus deh, gue. Soal-soalnya susah banget, lagi. Mana gue nggak belajar sama sekali semalam. Gimana nih?'

Amanda dengan diam-diam menolehkan kepalanya yang kaku ke arah sebelah. Alvan terlihat sibuk mengerjalan soal ulangannya di tengah-tengah situasi kelas yang hening dan sunyi itu. Dia sama sekali tidak kelihatan bingung atau pusing dengan soal-soal Kimia yang susah itu.

Otak Amanda saja sudah hampir meledak, tapi itu cowok tetap santai-santai saja dan lancar-lancar saja mengerjakannya. Amanda pun berpikir kalau Alvan pastilah pintar. Sama seperti ‘dia’ yang juga pintar dalam pelajaran. Amanda pun mendesah pelan, kenapa dari dulu dia selalu berurusan dengan cowok yang jauh lebih pintar darinya?

Otak Amanda mulai bekerja lagi. Bukan untuk mengerjakan soal ulangan melainkan mencoba untuk melirik pekerjaan Alvan, siapa tahu ada satu atau dua soal yang bisa dia contek. Dengan pelan-pelan dia menggeser duduknya mendekat ke arah Alvan, tapi lagi-lagi dia dikejutkan dengan penggaris 30 cm di depan matanya.

“Oh My God.” Amanda kaget.

“Jaga jarak,” ujar Alvan tanpa melihat ke arah Amanda.

Meskipun kaget tapi Amanda juga heran juga sama Alvan. Dia tahu aja kalau Amanda menggeser duduknya mendekati dia tanpa menoleh sedikit pun.

'Apa mungkin tuh cowok punya indera keenam kali, ya?' Pikiran ngaco Amanda pun mulai bekerja gara-gara otaknya ruwet seruwet rumus-rumus Kimia.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status