Hampir semalaman Gayatri sulit memejamkan matanya. Hinggah lelah akhirnya membuatnya tertidur juga. Baru saja dia memejamkan matanya, dilihatnya Rendra telah berada di sisinya, dengan pakaian yang sama saat dia pergi tadi.Gayatri beringsut. Dilihatnya Rendra dengan wajah yang penuh lelah. Gayatri menciumnya dengan air mata yang telah berderai. Kelelahan yang ditampakkan Rendra menampakkan hatinya yang sedang bingung dengan hidupnya.Gayatri bergegas ke kamar mandi. Dilihatnya waktu sudah mau azan Subuh. Dia segera menunaikan sholat Tahajud. Dihimpunnya do'a agar suaminya memiliki kekuatan untuk menghadapi esuk.Akhirnya azdan subuh sudah berkumandang. Gayatri berusaha membangunkan Rendra dan mengajaknya jamaah Subuh seperti biasanya. Namun lelaki yang biasanya sudah bangun sebelum Subuh itu kini hanya diam tak berkutit. Setelah berkali-kali membangunkan, akhirnya Gayatri lelah hinggah mengerjakan sholat Subuhnya sendiri.Gayatri telah menyelesaikan sholatnya. Dia kemudian. menengadahk
"Artinya aku tidak boleh lagi memperkerjakanmu," jawab Lion enteng."Lho, kok malah begitu?""Kalau wajah kamu itu sudah tertangkap vidio, itu sama artinya dengan kamu bisa ditangkap mereka. Setelah kamu ditangkap, jelas kamu akan ditanyai siapa yang menyuruhmu. Lalu aku?" Lion membuang pandangannya."Padahal aku sudah merusak cctv itu. Dasar tukang sooting sialan. Bukannya mereka biasanya hanya membuat vidio untuk pengantin, kenapa harus jalan-jalan segala ke tempat lain," gerutu Bram. Untuk perkawianan Geisha, yang menghadirkan hampir seluruh keluarga besar dia, Gayatri memang memakai konsep lain. Dia ingin dengan sootingnya mengabadikan semua kerabatnya, jadinya tukang sooting itu tidak hanya ada di depan panggung pengantin, tetapi juga sambil jalan-jalan. Tuhan memang telah mengatur semuanya dengan menghadirkan momen Rendra ditabrak orang di vidio itu."Ini uangmu. Itu jumlah yang tidak sedikit. Setelah ini kamu jangan lagi menampakkan batang hidungmu di sekitar sini. Kalau perlu
"Maksudnya?" tanya Gayatri tak habis pikir dengan perkataan Ibu penjual bubur itu."Tuh!" Mata penjual bubur itu mengarahkan penglihatan Gayatri. Nampak di sebrang jalan Prayogi sedang sarapan di warung soto daging, dan memang sedang menatapnya. Wajah tegasnya nampak makin terlihat dengan penampilannya yang makin parlente. Walau masih suka memakai celana jeans, dia terlihat lebih macho dengan baju yang pres bodi. Dia memang sekarang terlihat berbeda. Jauh sekali dengan beberapa tahun asaat masih bersama dengan Gayatri."Dari tadi dia sarapan di sana dan memperhatikan mbak Gayatri di sini," Gayatri yang masih terkejut segera menuju sepedanya. Namun kemudian dia merasa tak enak hati dengan sepeda yang kini dinaikinya. Jelas-jelas Prayogi memperhatikan sepeda itu.Kenapa juga dia ada di sini sepagi ini? Jangan-jangan, perkataan Galuh, juga Rendra, bahkan Ibu ini benar, bahwa dialah yang menghancurkan Rendra, bathin Gayatri. Tapi untuk apa dia melakukannya? Bukankah dia telah menikmati ap
"Ibu, Mbak, Ibu,.." kata Tanti terbata dengan menunjukkan tangannya tak tentu arah.Gayatri segera mengambil anaknya yang tengah tidur dan digendonggnya dengan tergesa. Kakinya melangkah dengan cepat. Tanpa mengatakannya pun Gayatri telah tau ada yang terjadi dengan orang yang telah dianggapnya sebagai orang tua itu.Mengikuti langkah Gayatri, Tanti masih menangis dengan membekam mulutnya. Hinggah mereka tiba di kamar Bu Ratna yang terbuka. Galing dan Galuh sudah duduk di tepi ranjang dengan tangis yang tak jua berhenti. Demikian juga dengan Sandra.Gayatri mendekati Bu Ratna. Matanya telah buram menyaksian orang yang disayanginya melambaikan tangannya kepadanya."Rendra,.. Rendra,..!" ucapnya terbata dengan mata yang sayu."Mas tadi keluar ada urusan, Bu." Gayatri menggenggam tangan wanita di sampingnya dengan derai air mata yang tak lagi bisa ditahannya. Berbohong, hanya itu yang dapat dilakukan Gayatri tentang Rendra."Ja,..ngan mena,..ngis,... Ja,..ngan,.. la,..gi,.. mena,..ngis,"
Exel yang mengendarai sepeda motor KLX, segara menghentikan sepedanya manakala dilihatnya orang yang tidak asing baginya ada di sana. Dia kemudian melajukan sepedanya ke arah Rendra. Memarkir sepedanya untuk mendekati Randra."Kamu dari mana Rend, pagi-pagi begini kok di sini?" tanya Exel menyelidik. Apalagi dilihatnya Rendra yang kemudian nampak menyembunyikan raut mukanya yang kusut. Mungkin karena semalaman tidak tidur."Kamu sendiri dari mana, kenapa kamu seperti mengintrogasi seseorang?" dengan nada sedikit tersinggung, Rendra balik bertanya ke Exel. Orang yang biasanya kalau bertemu dengannya selalu bercanda itu kini seolah menjadi musuh dengan pertanyaannya."Kamu lupa apa pekerjaan saya? Saya bekerja tanpa kenal waktu, Rend. Ini tadi menyelidiki kasus sampai memburu seseorang hinggah malam baru bisa pulang. Ini pun seharusnya belum pulang. Hanya karena keadaan darurat aku pulang.""Iya, aku lupa kalau kamu seorang intel," ucap Rendra lalu segera masuk ke mobilnya untuk menghi
Garnis bahkan memindai pria di depannya dari atas sampai bawah. Prayogi sampai kikuk dibuatnya. Namun kepercayaan diri yang menopangnya kini telah mengalahkan rasa kikuknya yang hanya sebentar.Prayogi yang sekarang memang jauh berbeda dengan beberapa saat yang lalu saat Garnis pernah melihatnya, walau tidak sering. Kulitnya yang sawo matang tampak bersih. Tubuhnya pun terlihat lebih padat dengan tinggi badan 185 cm dia tampak gagah. Terlebih dengan pakaian yang membungkus badannya, yang semuanya bukan pakaian biasa."Kamu kok pagi sekali datang kemari?" tanya Gayatri untuk menjernihkan suasana. Sementara Garnis masih memandang sikap putrinya dengan mantan suaminya itu yang menurutnya sekarang lebih terbuka. Tidak bermusuhan lagi. Setidaknya jika hidup tanpa musuh, membuat hidup lebih indah, pikirnya."Beberapa hari ini aku sering di sini. Tadi pagi saat aku makan soto, aku mendengar orang membicarakan tentang meninggalnya Bu Ratna, jadi aku mampir ke sini." Prayogi mengerti pertanyaan
Lelaki itu mendekat ke arah jenazah yang wajahnya masih terbuka dan hanya ditutup dengan kain panjang. "Maafkan, Rendra, Bude!" ucapnya tergugu sambil mencium kening mayat di depannya.Semua orang memandanginya, tak terkecuali dengan Gayatri yang memandangnya dengan rasa kecewa. Lalu membuntutinya saat pria itu ke rumahnya dan masuk ke kamarnya.Sandra yang tengah di dalam menjaga Raditya segera keluar begitu pasangan suami istri itu masuk. "Kamu sudah membuatku tak punya muka, Mas," ucap Gayatri dengan tangis tertahan setelah dia menutup pintu kamarnya."Maafkan aku, Say, maafkan!" ucap Rendra dengan memeluk Gayatri erat. Kedua orang itu kemudian salin bertangisan."Apa yang kamu lakukan di luar sana sampai kamu harus melakukan ini kepadaku?""Ada yang aku urus. Maaf, aku belum bisa mengatakannya kepadamu.""Bicaralah, Mas. Setidaknya buatlah aku mengerti dan tidak mencurigaimu yang bukan-bukan.""Jangan pernah meragukan aku, Say. Percaya aku. Aku tidak akan berbuat yang tidak-tid
"Sejak kapan orang itu datang kemari, Say?" tanya Rendra berbisik pada Gayatri. Dengan pandangan yang mengarah ke Prayogi yang tengah berada diantara orang-orang yang duluh mengenalnya di komplek ini. Bagaiamanapun Prayogi dikenal supel dari duluh. Dia selalu menyempatkan berbaur dengan lingkungannya jika libur kerja dengan hanya sekedar cangkruan di warung kopi dekat tempatnya tinggal duluh. Hanya setelah kasus perselingkuhannya yang mencuat, dia kemudian dikucilkan oleh masyarakat sekelilingnya. Terlebih oleh ibu-ibu di dekatnya yang menghargai penderitaan Gayatri sebagai sesama wanita."Sejak kamu belum pulang. Memangnya kenapa? Dia hanya kebetulan di komplek ini dan mendengar Bu Ratna meninggal. Itu saja. Kamu jangan terlalu curiga yang bukan-bukan apa," bisik Gayatri pula. Dia memang tak mengatakan kalau Prayogi sedang membangun rumahnya seperti kata-katanya. Bisa makin runyam pikiran suaminya jika dia tau Prayogi akan makin sering di komplek ini.Namun sikap Rendra yang masih m
"Melamar siapa?" Galing yang masih mengucek matanya bertanya.Prayogi dan Galuh tertawa."Sana, cuci muka sana duluh, biar sadar. Ini sudah Subuh, kita sholat bareng," ucap Galuh dengan melihat adiknya yang masih mengantuk."Nanti sore Ayah jemput kalian. Kita melamar Tante Neysa.""Alhamdulillah!" ucap Galing dengan penuh gembira.Kegembiraan itu pun terpancar di wajah mereka saat mereka menyampaikan hal itu ke Gayatri dan Rendra."Alhamdulillah!" ucap Rendra dan Gayatri juga bersamaan.Setelah melihat handphone-nya yang dipegang Galing sesuai dengan serlok yang yang dikirim Neysa. Prayogi dan anaknya pun sampai di rumah gedung itu."Anak kami hanya tiga. dan Neysa adalah yang pertama. Bagaimana kami tak mengadakan pesta mewah di gedung jika ini adalah pernikahan yang pertama di keluarga kami?" ucap Nindi, ibunya Neysa."Tapi lihatlah saya, Bu. Saya sudah berusia 37 tahun dan beranak dua yang sudah remaja begini. Apa pantas saya duduk di pelamianan megah?""Sekarang ghak zaman orang
Dengan tatap mata yang menyelidik kemudian Galuh melihat ke arah kancing baju yang dikancing secara tidak benar itu. Mungkin karena tergesa hinggah yang seharusnya di atas malah di bawanya., Galuh kemudian berpindah menatap ayahnya yang kini tengah di sampingnya."Ayah, jelaskan apa yang telah Ayah lakukan dengan wanita yang nyata-nyata bukan istri Ayah?" tanya Galuh dengan mata bulat menahan marah. Di bibir ayahnya masih terlihat ada lipstik yang menempel."Maksud kamu apa, Luh?" tanya Prayogi bingung Dia memang tidak menyadari dengan pertanyaan Galuh. Hanya Neysa yang kemudian melihat apa yang dilihat di bibir Prayogi. Dia sebentar memejamkan matanya merasa dihakimi oleh Galuh, demikian juga dengan Galing yang juga menatapnya dengan tatap penuh selidik. Ternyata punya anak tiri besar, bikin bingung juga, ya, bathin Neysa dengan gelisah melihat dirinya yang begitu disegani di perusahaanya, kini dihakimi oleh dua orang bocah."Apa Ayah melakukan hal yang sama seperti yang pernah Ayah
"Kok sepi ya, Ling? Mana Ayah? Lalu itu mobil siapa?" ucap Galuh begitu melihat rumah ayahnya yang terlibat lenggang. Dia yang datang dengan dibonceng Galing segera turun menapaki pelataran rumah ayahnya yang nampak asri dengan terdengar kicau burung. Prayogi dari duluh memang menyukai burung. Hinggah kini burung peliharaannya tak sekedar di halaman belakang rumahnya seperti duluh, tapi juga di depan rumahnya sudah ada burung yang berkicau, menyambut tamu dengan mengucap, 'Assalamualaikum!"Galing terkekeh " Tuh, Kakak sudah disapa sama saudara Kakak.""Ih, dasar burung kurang ajar, kita aja belum mengucap salam kamu duluan yang mengucap salam. Nyindir ya?" sungutnya."Ih, Kakak, malah bertengkar sama burung. Sudah bagus dia mengucap salam, ghak kasih tai ke muka Kakak.""Kamu juga," dengan sewot Galuh masih menelisik dengan hati-hati. Jangan-jangan ada seorang wanita berada di dalam bersama ayahnya. Sebagai gadis yang sudah dewasa, dia juga mengerti dan takut ada apa-apa ayahnya de
Kekhawatiran Rendra terbukti. Anaknya itu tidak mau lepas dari Nara. Demikian juga dengan Nara. Hinggah Rendra dan Gayatri harus membohongi mereka."Kapan-kapan kita balik ke sini, Radit. Radit kan tau, Yangkung lagi sakit. Papa harus segera ke sana untuk mengelola perusahaan Yangkung," bujuk Gayatri. "Tapi bener-bener jani lho, BUnd," ucapnya dengan masih terisak."PYa, Bunda janji bakal suruh papamu aak kamu kalau lagi ke sini." Hinggah akhirnya anaknya itu dengan masih menangis mau juga pergi.Kepulangan Gayatri dan Rendra yang taramat ditunggu oleh Hadiwijaya, akhirnya terjadi juga.Syukurlah kamu sudah bisa ke sini, Rend," ucap Hadiwijaya begitu malam-malam mereka datang ke rumahnya."Bagaimana keadaan Papa?" tanya Rendra kemudian. "Berkat kamu nginepi di sini beberapa hari, Papa langsung sembuh. Lihatlah, papa sudah bisa bicara normal. Jalan pun bisa dengan tongkat. Kapan hari malah ghak angung-bangun." ucap Hadiwijaya gembira. Termasuk orang yang kini tengah berdiri di dala
"Ada apa, Yah? Bukannya tadi kita sudah ngobrol di telpon? Dibilangi Galuh baik-baik saja dan menikmati libuaran di sini, kok," ucap Galuh setelah mendengar suara ayahnya mengucap salam dan dia menjawabnya."Iya, ini sebetulnya aku ada perlu sama Bunda. Kapan Bunda mau balik ke Gresik? Ada orang yang mau memakai jasa EO kalian," ucap Prayogi dengan ragu-ragu."Kenapa kok ghak telpon Bunda sendiri, Yah? Biasanya kan Ayah suka ngobrol sama Bunda?""Ghak apa-apa sih. Memangnya kapan kalian pulang?""Lusa kayaknya, Yah.""Baiklah. Nanti kalau kalian sudah tiba di rumah saja, Ayah akan pastikan kapan bisa ketemu dengan teman Ayah.""Baiklah, Yah. Sayang Ayah selalu.""Sayang Kakak juga."Galuh kemudian kembali meneruskan tujuannya, ke Naya."Assalamualaikum, Tante!" Galuh mengetuk pintu. Agak lama, baru pintu dibuka."Mbak Galuh. Ada apa kok malam-malam ke sini? itu adik sudah tidur. Tadi sudah dibujuk sama Mas rendra juga Mbak Gayatri untuk ke rumah saja, tapi masih tidak mau.""Ghak a
"Bagaimana ini, Mas, anak-anak kita kok ghak mau pisah?" tanya Gayatri bingung dengan keakraban Raditya dan Nara.Gayatri yang mengajak Raditya untuk tidur bersama mereka,masih tidak diperdulikan Raditya. Anak itu masih kerasan di kamar berukuran 5x5m yang merupakan mess pegawai yang tidak pulang."Radit, besok lusa kita sudah harus pulang, Nak," ujar Gayatri memberi pengertian. "sekarang kamu harus terbiasa tidur dengan Bunda dan Papa kembali."" Aku ghak ingin pisah sama, Nala, Bund," kata Raditya sudah berurai air mata." Di sini rumah Nara, Dit. Sedangkan rumah kita di sana. Terlebih sebentar lagi Raditya harus sudah masuk sekolah," bujuk Rendra."Iya, Nara juga sekolah, Radit. Kalian akan bertemu lagi saat liburan tiba," ucap Naya juga.Kedua anak itu masih sesenggukan menangis."Habis ini Papa kan sering bolak balik sini, jadi Papa pasti ajak Raditya juga."" Mas yakin sudah bisa meninggalkan tempat ini?" tanya Gayatri kemudian."Beberapa hari ini sudah aku siapkan semuanya, Say
"Lupakan aku, Gi," selintas Prayogi teringat kata-kata yang baru saja dia dengar pagi tadi dari pembicaraan telponnya dengan Gayatri. Apa benar aku harus melupakannya dan mengosongkan ruang hatiku untuk orang lain? guman Prayogi. Bagaimanapun aku lelaki normal, benar Neysa. Aku merasa kesepian dan membutuhkan kehangatan seorang wanita. Selama ini aku hanya melampiaskan dengan menghayalkan bisa bersama dengan Gayatri. Dan itu tidaklah nyata, bahkan menyakitkan. Aku hanya bisa sendiri. Dan tetap kedinginan jika malam mencekam."Kita bisa mulai dengan salin mengenal. Aku jamin, kamu tidak akan pernah merasa kecewa jika denganku." Kembali Neysa mengungkapkan isi hatinya."Kamu baru kali ini mengenalku, bagaimana kamu begitu yakin mengatakan ini?""Aku sudah begitu banyak mengenalmu. Aku mengikutimu di setiap sosmedmu. Terlebih aku sudah tertarik sejak kamu bersama Samita.""Apa?" ucap Prayogi spontan. Prayogi lalu menatap wanita cantik dan menarik di sampingnya. Semuanya sempurna untuk se
"Lho, kenapa balik lagi, Mas?" tanya Gayatri kaget begitu mendapati Rendra sudah di belakangnya."Laptopku ketinggalan. E, bisa-biasnya!" guman Rendra. "aku sampai tidak melihatnya sama sekali sejak kamu ada di sini.""Nyalahkan aku di sini? Apa aku balik saja ke Jawa?""Sayang!" Rendra sudah mendekat dengan mendaratkan ciumannya di leher Gayatri.Gayatri tergeliak dengan menperdengarkan suara lenguhan manakala lehernya diexpos oleh Rendra. "Pergi sana, udah mau kerja, ada aja yang kamu lakuin. Geli tau!"Rendra malah memeluknya dan mendaratkan ciuman terakhirnya di bibir Gayatri, "Tunggu nanti lagi ya, kalau aku pulang.""Ogah. Kamu sih, sukanya."Kembali tanpa sadar Gayatri belum mematikan telponnya. Prayogi yang di sebrang sana, memejamkan matanya dengan mata yang mengaca."Semua ini adalah hukuman bagiku. Bahkan sekarang pun, aku malah ihlas dijadikan yang kedua olehnya," rutuk Prayogi pada dirinya. Tidak kurang dar rekan bisnisnya yang menyodorkan gadis padanya. Wanita karier yan
Gayatri lalu menutupnya setelah mengirim WA. Kemudian dengan segera menghabus WA itu setelah tanda biru yang artinya sudah dibaca. Dengan langkah cepat dia kemudian ke kamar mandi dan mandi bersama Rendra seperti ajakan suaminya itu, dan seperti kebiasaan mereka sebelum terjadi pertengkaran."Siapa yang telpon, Say?" "Hanya salah orang kali, Mas. ngomong ghak jelas," ucap Gayatri dengan tak enak hati membohongi Rendra. Namun dia merasa tak ada pilihan. Bagaimana jadinya jika Rendra justru mengetahui kalau yang terlpon adalah Prayogi, akan jadi buntut panjang dan mungkin juga pertengkaran yang akan merusak suasana mereka. Bagaimanapun sikap Rendra telah berubah kapan hari saat bertemu dengan Prayogi, dia tak ingin menimbulkan masalah baru. Dia juga sudah berusaha melupakan rasa yang kapan hari timbul kembali saat bersama Prayogi. Rasa itu harus pergi. Tak Layak bagi Rendra mendapatkan hatinya yang terbelah. Diam -diam Gayatri menyesali perasaanya yang sempat terbagi itu terlebih de