Lelaki itu mendekat ke arah jenazah yang wajahnya masih terbuka dan hanya ditutup dengan kain panjang. "Maafkan, Rendra, Bude!" ucapnya tergugu sambil mencium kening mayat di depannya.Semua orang memandanginya, tak terkecuali dengan Gayatri yang memandangnya dengan rasa kecewa. Lalu membuntutinya saat pria itu ke rumahnya dan masuk ke kamarnya.Sandra yang tengah di dalam menjaga Raditya segera keluar begitu pasangan suami istri itu masuk. "Kamu sudah membuatku tak punya muka, Mas," ucap Gayatri dengan tangis tertahan setelah dia menutup pintu kamarnya."Maafkan aku, Say, maafkan!" ucap Rendra dengan memeluk Gayatri erat. Kedua orang itu kemudian salin bertangisan."Apa yang kamu lakukan di luar sana sampai kamu harus melakukan ini kepadaku?""Ada yang aku urus. Maaf, aku belum bisa mengatakannya kepadamu.""Bicaralah, Mas. Setidaknya buatlah aku mengerti dan tidak mencurigaimu yang bukan-bukan.""Jangan pernah meragukan aku, Say. Percaya aku. Aku tidak akan berbuat yang tidak-tid
"Sejak kapan orang itu datang kemari, Say?" tanya Rendra berbisik pada Gayatri. Dengan pandangan yang mengarah ke Prayogi yang tengah berada diantara orang-orang yang duluh mengenalnya di komplek ini. Bagaiamanapun Prayogi dikenal supel dari duluh. Dia selalu menyempatkan berbaur dengan lingkungannya jika libur kerja dengan hanya sekedar cangkruan di warung kopi dekat tempatnya tinggal duluh. Hanya setelah kasus perselingkuhannya yang mencuat, dia kemudian dikucilkan oleh masyarakat sekelilingnya. Terlebih oleh ibu-ibu di dekatnya yang menghargai penderitaan Gayatri sebagai sesama wanita."Sejak kamu belum pulang. Memangnya kenapa? Dia hanya kebetulan di komplek ini dan mendengar Bu Ratna meninggal. Itu saja. Kamu jangan terlalu curiga yang bukan-bukan apa," bisik Gayatri pula. Dia memang tak mengatakan kalau Prayogi sedang membangun rumahnya seperti kata-katanya. Bisa makin runyam pikiran suaminya jika dia tau Prayogi akan makin sering di komplek ini.Namun sikap Rendra yang masih m
"Menurutmu?" tanya Sasmita manja. Membuat Lion gemas dengan segera merengkuhnya. Mengcium keningnya dengan mesra."Kamu bisa meninggalkannya dan kembali bersamaku." Lion menjawab dengan mantap."Kita beda agama, Lion." "Apa bedanya bagimu. La kamu sendiri saja tidak pernah melakukan ibadah kamu. Masih mending aku, masih mau ke gereja tiap minggu."Sasmita terkekeh dengan ucapan Lion yang ada benarnya. Apa artinya ktp Islam baginya jika apa yang dia lakukan tak pernah sesuai dengan agama yang dia anut. Jangankan sholat, bahkan sekarang apa yang kini tengah dilakukannya, sama sekali tak sesuai dengan agamanya."Apakah akan selalu indah begini jika kita bersama?" tanya Sasmita kemudian, " apa kamu tidak lantas menyakitiku jika kita selalu bersama setiap saat?" tanya Sasmita dengan menatap Lion lekat."Kenapa kamu bertanya itu?""Karena aku mengerti karaktermu yang sepertinya hanya menginginkan sesuatu yang sesaat.""Tetapi yang sesaat itu kamu bisa menikmatinya, bukan?""Justru itu yan
"Kamu mau jawaban apa dariku, Mas?" tanya Gayatri nanar. Dia tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Rendra. Rasa cemburunya yang berlebihan seolah membuatnya tidak bisa mengendalikan diri lagi. "Kamu masih memikirkannya. Benar kan?""Pertanyaan apa yang kamu ajukan? Setelah apa yang kita lalui bersama kamu masih saja percaya kalau aku masih memikirkan pria itu.""Dia kin berbeda. Kamu dapat membandingkannya denganku sekarang. Aku sekarang hanya seorang pengangguran yang dikucilkan oleh lingkuangannya. Sedangkan dia? Apa kamu tidak bisa melihatnya tadi, bagaimana orang-orang begitu tertawa memujanya.""Kamu pikir aku wanita yang gampang terbujuk dengan kemewahan, Mas? Picik sekali kamu menilaiku.Dengan cepat Gayatri membawa anaknya yang menangis keluar. Belum juga dia membuka pintu, seseorang sudah mengetuk pintu mereka. Gayatri membuka pintu. Dilihatnya Tanti telah di depannya."Katanya tadi mas Rendra cari saya, Mbak."Gayatri yang sudah jengkel kepada Rendra tak hendak berbic
"Ayu, kami pamit duluh," ucap Garnis dan rombongannya. "Ini Geisha belum lama sampai sini, Ma. Kok sudah pulang aja," kata Gayatri yang kemudian mendekat ke Nadin. Dan mengelus perut wanita di depannya."Bakal jadi teman Raditya nanti Mbak," ucap Nadin dengan tersenyum ke Geisha."Iya, apalagi sama cowoknya. Bakal seru nanti," tambah Geisha."Mudah-mudahan semuanya ghak ngeselin kayak kamu, Sha. Dari kecil udah aktif, ghak ada diemnya. Mama sampai capek.""Itu sih sama kayak Rendra," tambah Artika sambil memandang anaknya yang dirasa sedari tadi bawaannya buram.Rendra hanya memandang mamanya sekilas hingga dia keluar, berusaha menghalau sumpeknya.Gayatri melihat kegelisahan Rendra. Sekeras apapun perlakuan yang tadi ditampakkan Rendra malah membuat Gayatri kasihan padanya. Dia tahu suaminya sedang mengalami hal yang tidak baik dalam hidupnya."Kira-kira bagaimana nasib rumah ini sepeninggal bu Ratna. Apa setelah ini Galing dan Galuh akan tinggal di rumah sebelah?" tanya Garnis"Sek
"Begini saja, Mas," ucap Gayatri, "aku dengar-dengar soal harga rumah ini, aku akan membayarnya saja. Bagaimanapun rumah ini adalah kenangan terbaik saya sekaligus bisa saya pakai usaha. Galing sama Galuh juga sudah nyaman tinggal di sini."Ketiga bersaudara itu salin tatap. Demikian juga dengan istri-istri mereka, selain istri Exel yang memang sering sibuk dengan anaknya yang berlari ke sana ke sini, tak mau diam. Melihatnya Gayatri suka membayangkan masa kecil Galing yang juga seperti itu. Mudah-mudahan Raditya tidak seaktif itu melihat kesibukanku. Bagaimanapun juga setelah ini aku makin sibuk, guman Gayatri. Jadwal dia sampai lima bulan ke depan sudah begitu banyak, dari WO sampai EO."Begini, Mbak,.." ucap Edgar dengan menatap kembali saudara-saidaranya. "kami sudah memiliki semua. Kehidupan kami pun bisa dibilang mapan. Mama bahkan sudah meninggalkan untuk kami tanah dan uang yang tidak sedikit. Tolong rumah ini diterima. Itu sudah keputusan dari wasiat Mama." "Bagaimanapun ka
"Assalamualaikum. Salam sejahtera. Selamat malam semuanya!". sapa seorang lelaki di atas panggung kehormatan.Gemuruh orang menjawab . Sebelumnya saya mengucapkan terimaksaih yang sebesar-besarnya untuk EO Ratna, yang telah menyusun acara malam ini dengan begitu mengesankan. Tepuk tangan untuk EO Ratna." Lelaki tinggi besar itu membuka pidatonya. Tepuk tangan pun meriah menggema di seluruh penjuru dengan sorot lampu yang mengarah ke Gayatri yang tengah berdiri di tepi bersama dengan Rendra.Rendra yang kemudian merasa tak nyaman setelah mengetahui siapa orang yang kini di atas panggung, hendak beranjak keluar, hinggah Gayatri menahan tangannya. Bagaimanapun di sini banyak pengusaha yang datang, hinggah tak ingin Gayatri dipermalukan lagi dengan perginya Rendra. Entah hanya untuk sandiwara atau bagaimana, Gayatri ingin Rendra masih tetap di sampingnya sampai lampu sorot itu tak lagi menyorot mereka."Ini adalah malam di mana saya akan membuka perusahaan saya yang baru yang bergerak
"Ayo pulang, Mas. Kasihan Radit sudah mengantuk ghak bisa tidur," ucap Gayatri kemudian setelah memandang kedua lelaki yang pernah singgah di hidupnya itu.Rendra yang masih kesal kepada Prayogi segera berlalu dari hadapan pria yang kini tengah menyunggingkan senyumnya itu."Urusan kita belum berakhir. Aku akan buktikan apa yang aku katakan kepadamu adalah benar," teriak Rendra sebelum masuk mobilnya."Mas, apaan sih kamu? Kayak anak kecil saja terpancing emosi."Rendra menatap Gayatri sekilas. Lalu kembali fokus menyupir. Perempuan yang kini tengah menyusui anaknya yang sedang berusaha tidur itu, hanya membuang pandangannya ke luar jendela. Apa yang dilihatnya sudah bukan Rendra yang dikenalnya lagi. Diam-diam Gayatri dapat merasakan keperihan hati Rendra yang kini sedang di ambang kebingungan. Terlebih dengan hadirnya Prayogi yang selalu saja di sekitar mereka. Gayatri sendiri bingung dengan keberadaan mantan suaminya itu yang seolah-olah membayangi kehidupan mereka. Apakah dia ti
"Melamar siapa?" Galing yang masih mengucek matanya bertanya.Prayogi dan Galuh tertawa."Sana, cuci muka sana duluh, biar sadar. Ini sudah Subuh, kita sholat bareng," ucap Galuh dengan melihat adiknya yang masih mengantuk."Nanti sore Ayah jemput kalian. Kita melamar Tante Neysa.""Alhamdulillah!" ucap Galing dengan penuh gembira.Kegembiraan itu pun terpancar di wajah mereka saat mereka menyampaikan hal itu ke Gayatri dan Rendra."Alhamdulillah!" ucap Rendra dan Gayatri juga bersamaan.Setelah melihat handphone-nya yang dipegang Galing sesuai dengan serlok yang yang dikirim Neysa. Prayogi dan anaknya pun sampai di rumah gedung itu."Anak kami hanya tiga. dan Neysa adalah yang pertama. Bagaimana kami tak mengadakan pesta mewah di gedung jika ini adalah pernikahan yang pertama di keluarga kami?" ucap Nindi, ibunya Neysa."Tapi lihatlah saya, Bu. Saya sudah berusia 37 tahun dan beranak dua yang sudah remaja begini. Apa pantas saya duduk di pelamianan megah?""Sekarang ghak zaman orang
Dengan tatap mata yang menyelidik kemudian Galuh melihat ke arah kancing baju yang dikancing secara tidak benar itu. Mungkin karena tergesa hinggah yang seharusnya di atas malah di bawanya., Galuh kemudian berpindah menatap ayahnya yang kini tengah di sampingnya."Ayah, jelaskan apa yang telah Ayah lakukan dengan wanita yang nyata-nyata bukan istri Ayah?" tanya Galuh dengan mata bulat menahan marah. Di bibir ayahnya masih terlihat ada lipstik yang menempel."Maksud kamu apa, Luh?" tanya Prayogi bingung Dia memang tidak menyadari dengan pertanyaan Galuh. Hanya Neysa yang kemudian melihat apa yang dilihat di bibir Prayogi. Dia sebentar memejamkan matanya merasa dihakimi oleh Galuh, demikian juga dengan Galing yang juga menatapnya dengan tatap penuh selidik. Ternyata punya anak tiri besar, bikin bingung juga, ya, bathin Neysa dengan gelisah melihat dirinya yang begitu disegani di perusahaanya, kini dihakimi oleh dua orang bocah."Apa Ayah melakukan hal yang sama seperti yang pernah Ayah
"Kok sepi ya, Ling? Mana Ayah? Lalu itu mobil siapa?" ucap Galuh begitu melihat rumah ayahnya yang terlibat lenggang. Dia yang datang dengan dibonceng Galing segera turun menapaki pelataran rumah ayahnya yang nampak asri dengan terdengar kicau burung. Prayogi dari duluh memang menyukai burung. Hinggah kini burung peliharaannya tak sekedar di halaman belakang rumahnya seperti duluh, tapi juga di depan rumahnya sudah ada burung yang berkicau, menyambut tamu dengan mengucap, 'Assalamualaikum!"Galing terkekeh " Tuh, Kakak sudah disapa sama saudara Kakak.""Ih, dasar burung kurang ajar, kita aja belum mengucap salam kamu duluan yang mengucap salam. Nyindir ya?" sungutnya."Ih, Kakak, malah bertengkar sama burung. Sudah bagus dia mengucap salam, ghak kasih tai ke muka Kakak.""Kamu juga," dengan sewot Galuh masih menelisik dengan hati-hati. Jangan-jangan ada seorang wanita berada di dalam bersama ayahnya. Sebagai gadis yang sudah dewasa, dia juga mengerti dan takut ada apa-apa ayahnya de
Kekhawatiran Rendra terbukti. Anaknya itu tidak mau lepas dari Nara. Demikian juga dengan Nara. Hinggah Rendra dan Gayatri harus membohongi mereka."Kapan-kapan kita balik ke sini, Radit. Radit kan tau, Yangkung lagi sakit. Papa harus segera ke sana untuk mengelola perusahaan Yangkung," bujuk Gayatri. "Tapi bener-bener jani lho, BUnd," ucapnya dengan masih terisak."PYa, Bunda janji bakal suruh papamu aak kamu kalau lagi ke sini." Hinggah akhirnya anaknya itu dengan masih menangis mau juga pergi.Kepulangan Gayatri dan Rendra yang taramat ditunggu oleh Hadiwijaya, akhirnya terjadi juga.Syukurlah kamu sudah bisa ke sini, Rend," ucap Hadiwijaya begitu malam-malam mereka datang ke rumahnya."Bagaimana keadaan Papa?" tanya Rendra kemudian. "Berkat kamu nginepi di sini beberapa hari, Papa langsung sembuh. Lihatlah, papa sudah bisa bicara normal. Jalan pun bisa dengan tongkat. Kapan hari malah ghak angung-bangun." ucap Hadiwijaya gembira. Termasuk orang yang kini tengah berdiri di dala
"Ada apa, Yah? Bukannya tadi kita sudah ngobrol di telpon? Dibilangi Galuh baik-baik saja dan menikmati libuaran di sini, kok," ucap Galuh setelah mendengar suara ayahnya mengucap salam dan dia menjawabnya."Iya, ini sebetulnya aku ada perlu sama Bunda. Kapan Bunda mau balik ke Gresik? Ada orang yang mau memakai jasa EO kalian," ucap Prayogi dengan ragu-ragu."Kenapa kok ghak telpon Bunda sendiri, Yah? Biasanya kan Ayah suka ngobrol sama Bunda?""Ghak apa-apa sih. Memangnya kapan kalian pulang?""Lusa kayaknya, Yah.""Baiklah. Nanti kalau kalian sudah tiba di rumah saja, Ayah akan pastikan kapan bisa ketemu dengan teman Ayah.""Baiklah, Yah. Sayang Ayah selalu.""Sayang Kakak juga."Galuh kemudian kembali meneruskan tujuannya, ke Naya."Assalamualaikum, Tante!" Galuh mengetuk pintu. Agak lama, baru pintu dibuka."Mbak Galuh. Ada apa kok malam-malam ke sini? itu adik sudah tidur. Tadi sudah dibujuk sama Mas rendra juga Mbak Gayatri untuk ke rumah saja, tapi masih tidak mau.""Ghak a
"Bagaimana ini, Mas, anak-anak kita kok ghak mau pisah?" tanya Gayatri bingung dengan keakraban Raditya dan Nara.Gayatri yang mengajak Raditya untuk tidur bersama mereka,masih tidak diperdulikan Raditya. Anak itu masih kerasan di kamar berukuran 5x5m yang merupakan mess pegawai yang tidak pulang."Radit, besok lusa kita sudah harus pulang, Nak," ujar Gayatri memberi pengertian. "sekarang kamu harus terbiasa tidur dengan Bunda dan Papa kembali."" Aku ghak ingin pisah sama, Nala, Bund," kata Raditya sudah berurai air mata." Di sini rumah Nara, Dit. Sedangkan rumah kita di sana. Terlebih sebentar lagi Raditya harus sudah masuk sekolah," bujuk Rendra."Iya, Nara juga sekolah, Radit. Kalian akan bertemu lagi saat liburan tiba," ucap Naya juga.Kedua anak itu masih sesenggukan menangis."Habis ini Papa kan sering bolak balik sini, jadi Papa pasti ajak Raditya juga."" Mas yakin sudah bisa meninggalkan tempat ini?" tanya Gayatri kemudian."Beberapa hari ini sudah aku siapkan semuanya, Say
"Lupakan aku, Gi," selintas Prayogi teringat kata-kata yang baru saja dia dengar pagi tadi dari pembicaraan telponnya dengan Gayatri. Apa benar aku harus melupakannya dan mengosongkan ruang hatiku untuk orang lain? guman Prayogi. Bagaimanapun aku lelaki normal, benar Neysa. Aku merasa kesepian dan membutuhkan kehangatan seorang wanita. Selama ini aku hanya melampiaskan dengan menghayalkan bisa bersama dengan Gayatri. Dan itu tidaklah nyata, bahkan menyakitkan. Aku hanya bisa sendiri. Dan tetap kedinginan jika malam mencekam."Kita bisa mulai dengan salin mengenal. Aku jamin, kamu tidak akan pernah merasa kecewa jika denganku." Kembali Neysa mengungkapkan isi hatinya."Kamu baru kali ini mengenalku, bagaimana kamu begitu yakin mengatakan ini?""Aku sudah begitu banyak mengenalmu. Aku mengikutimu di setiap sosmedmu. Terlebih aku sudah tertarik sejak kamu bersama Samita.""Apa?" ucap Prayogi spontan. Prayogi lalu menatap wanita cantik dan menarik di sampingnya. Semuanya sempurna untuk se
"Lho, kenapa balik lagi, Mas?" tanya Gayatri kaget begitu mendapati Rendra sudah di belakangnya."Laptopku ketinggalan. E, bisa-biasnya!" guman Rendra. "aku sampai tidak melihatnya sama sekali sejak kamu ada di sini.""Nyalahkan aku di sini? Apa aku balik saja ke Jawa?""Sayang!" Rendra sudah mendekat dengan mendaratkan ciumannya di leher Gayatri.Gayatri tergeliak dengan menperdengarkan suara lenguhan manakala lehernya diexpos oleh Rendra. "Pergi sana, udah mau kerja, ada aja yang kamu lakuin. Geli tau!"Rendra malah memeluknya dan mendaratkan ciuman terakhirnya di bibir Gayatri, "Tunggu nanti lagi ya, kalau aku pulang.""Ogah. Kamu sih, sukanya."Kembali tanpa sadar Gayatri belum mematikan telponnya. Prayogi yang di sebrang sana, memejamkan matanya dengan mata yang mengaca."Semua ini adalah hukuman bagiku. Bahkan sekarang pun, aku malah ihlas dijadikan yang kedua olehnya," rutuk Prayogi pada dirinya. Tidak kurang dar rekan bisnisnya yang menyodorkan gadis padanya. Wanita karier yan
Gayatri lalu menutupnya setelah mengirim WA. Kemudian dengan segera menghabus WA itu setelah tanda biru yang artinya sudah dibaca. Dengan langkah cepat dia kemudian ke kamar mandi dan mandi bersama Rendra seperti ajakan suaminya itu, dan seperti kebiasaan mereka sebelum terjadi pertengkaran."Siapa yang telpon, Say?" "Hanya salah orang kali, Mas. ngomong ghak jelas," ucap Gayatri dengan tak enak hati membohongi Rendra. Namun dia merasa tak ada pilihan. Bagaimana jadinya jika Rendra justru mengetahui kalau yang terlpon adalah Prayogi, akan jadi buntut panjang dan mungkin juga pertengkaran yang akan merusak suasana mereka. Bagaimanapun sikap Rendra telah berubah kapan hari saat bertemu dengan Prayogi, dia tak ingin menimbulkan masalah baru. Dia juga sudah berusaha melupakan rasa yang kapan hari timbul kembali saat bersama Prayogi. Rasa itu harus pergi. Tak Layak bagi Rendra mendapatkan hatinya yang terbelah. Diam -diam Gayatri menyesali perasaanya yang sempat terbagi itu terlebih de