"Ini lho, Mas, anak-anak nanti kan ke rumah lamanya, nemani ayahnya di sana daripada libur kegiatan. Prayogi sukanya makan sayur asem sama ikan pindang, jadi aku bikinno." Gayatri menjelaskan panjang lebar alau takut Rendra akan marah.Sekilas Rendra memang nampak lain.Wajahnya sedikit berubah, Walau kemudian dia bisa menguasai diri."Kamu ghak suka ya, aku bikinno buat Prayogi? Kalau ghak suka, biar ghak jadi kumasak saja," ujar Gayatri akhirnya merasa ghak enak hati."Bukan bukan begitu. Ghak apa kamu lanjutin aja," kata Rendra akhirnya."Ghak enak juga kenapa, Mbak, Lawong cuma masakkan saja, kok. Masih mending daripada terang-terangan Mbak Gayatri bawa Prayogi kemari," sindir Tanti."Tanti, tidak seperti yang kita lihat. Mas Rendra hanya,..""Sudahlah, Say, biarkan. Salahku juga ghak sedari awal mengatakan semuanya ke kalian." Rendra kemudian pergi dari dapur itu setelah menenggak air minum. Dengan Gayatri izin saja, baginya itu sudah hal yang baik, kenapa dia harus melarang. Kena
"Ya, ngomong soal keponakan saya. Namanya juga ghak pernah ketemu, Mbak ya,.. pas di sini duluh saya sampai ikut menguncingkan dia karena dia aku pikir merebut mas Rendra dari mbak Gayatri, ghak taunya itu keponakan saya.""Kania itu keponakan Tante?" tanya Galing ikutan bingung."Iya. Dari di hajatan saudara saya yang kemarin taunya. Lawong ponakan kok aku bahas dengan mencibirnya. Ghak taunya kasusnya begitu.""Galuh malah berhenti sejenak. "Begitu gimana ya, Te?""Adik aku kan nikahnya dengan orang Sumantra itu ghak disetujui sama orang tua kami. Ghak lama suaminya meninggal. Adikku jadi buruh di pabriknya Mas Rendra. Saat dia meninggal, dia memasrahkan Nia sama Mas Rendra, suruh nikahi walau cuma sebatas lisan. Agar Nia terlindung dari orang yang selalu ngejar dia, mau nikahi dia. Anaknya berandal. Padahal Nia itu sudah cinta sama Arya.""Silahkan duduk duluh, Bu Aries," ujar Gayatri. "Galuh, Galing, kamu pergi sekolah."Galuh yang merasa bersalah mendekati bundanya. "Jadi kemar
"Maksudnya kita?" tanya Gayatri dengan menatap ke Galing."Memangnya Bunda mau ke sana sendiri?" Galing balik bertanya."Terus menurut Kakak gimana? Bukannya Kakak sama Kak Rendra,.." gayatri mengagantungkan kalimatnya> Dia menegerti begaimana Galing bahkan tak sudi memanfang Rendra waktu itu."Iya, Bund, kita salah, kita akhir-akhri ini ghak baik sama Kak Rendra karena kita pikir soal Kak Rendra yang nyakiti Bunda. Tapi sekarang kami sudah mengerti yang sesungguhnya, makanya kita pingin dolan ke sana, minta maaf sama dia, sekalian jalan-jalan. Seumur hidup kita belum pernah naik pesawat. Iya kan, Kak.""Betul itu, Bund," sahut Galuh."Betul betul, betul," Radit ikut nimbrung. Suasana yang tadinya tegang jadi penuh gelak tawa."Kalau semua pergi, kita jadi sepi dong, San?" Tanti mencari dukungan "Lho, Sandra ya, libur Mbak," ujar Gayatri. "Emang dari kapapn duluh, pas awal libur sekolah nak-anak,kita sengaja libur. Jadi Sanda juga libur.""Apalagi Sandra libur. Tanti di rumah sendir
Rendra yang saat itu keningnya penuh peluh, tertegun melihat rombongan yang kini ada di depan matanya. Apalagi setelah Galuh dan Galing menyalaminya."Papa!" panggil Raditya dengan meminta turun dari gendongan Gayatri. Balita itupun menghambur ke pelukan Rendra."Anak Papa Sayang, sudah sampai sini, ya. Diajak siapa ke sini, Sayang?""Buda!""Wah, maaf, keringat Papa banyak. Bau ghak?"Raditya terkekeh."Bau acem!" ucapnya dengan menutup hidung.Galing dan Galuh yang kemudian mendekat setelah bersalaman dengan Rendra tadi, masih memandang Rendra dengan canggung. Rendra yang memandangnya segera memeluk kedua anak itu dengan terharu."Maafkan kami, Kak," ucap Galuh."Bukan kalian yang salah. Kakak yang kala itu dihinggapi rasa malu pada Bunda yang membuat Kakak tak bisa menjadi orang bijak.""Maafkan Tanti juga, Mas.""Ghak apa-apa, Tan. Aku justru bangga kamu sangat perduli pada hubungan kami.""La kita kan sudah kayak keluarga, Mas. Sakit keluarga itu, sakitku juga," kata Tanti yang
"Ini kejutan apalagi, Mbak?" tanya Kania begitu dia keluar dan di luar terjadi ramai-ramai. Dari orang yang memasang terop, sound system yang siap dibunyikan, sampai orang yang memasang pelaminan."Besuk kamu akan tau sendiri." Gayatri menyimpan senyumnya."Ini berlebihan, Mbak. Makasih, Mbak.'" Jangan terimakasih kepadaku. Besuk kamu akan tau siapa yang telah menyiapkan semua ini untukmu," ujar Gayatri yang sedang dipeluk pinggangnya oleh Rendra yang tadi juga kaget dengan keramaian yang tiba-tiba ada di depan pabriknya."Memang siapa yang menyiapkan semua ini, Say?" bisik Rendra.'Namanya juga kejutan. Kalau aku ngomong sekarang ghak kejutan lagi kan?"" Betul, betul, betul,.." Ucapan Raditya lagi-lagi membuat yang lain tertawa."Tapi aku da tau lho, Bund, ini dari siapa," ucap Galuh sambil mengerling."Sok tau,""Tau aja deh. Betul kan, Dik?" Galuh cari dukungan."Betul, betul, betul." Masih dengan ucapannya. Raditya berusaha turun dari gendongan Gayatri." Biarin jalan-jalan, S
"Galuh!" Gayatri memeluk anaknya. Air mata telah mengenang di pipinya. Sementara Rendra yang tak sabar segera mengambil sepeda motornya dan pergi. Ditelusurinya jalanan yang memungkinkan dilalui Galing dan Raditya. Bukankah tadi pagi mereka hanya bilang mau jalan-jalan di sekitar jalan desa ini untuk menghirup udara bebas dengan mengajak Raditya yang memang ingin ikut kakak-kakaknya. Belum juga jauh, Rendra telah mendapati Galing yang tertatih dengan badan yang penuh luka hajar. Bahkan dia menyeret kakinya saat dia berjalan."Galing, apa yang terjadi? " tanya Raditya cemas. Terlebih saat tidak melihat Raditya bersama dengan Galing. "Adikmu?" tanyanya dengan cemas."Ada tiga orang yang menghadang kami. Dia berusaha mengambil Raditya dari kami." Galing berudaha menjelaskan dengan sisa tenaganya."Kamu dengar mereka menyebut sebuah nama?"Galing nampak bingung. Kepalanya sudah tak lagi bisa kompromi untuk mengingat, terlebih yang dia kerjakan tadi adalah menghadang orang itu yang beusaha
"Om, kuda-kuda, Om," pinta Raditya untuk ke sekian kalinya."Om capek, emang kamu ghak capek apa? Mending kamu tidur sana, nanti kamu akan aku carikan teman." Sammy sudah merasa tak kuat dengan permintaan Raditya yang menyuruhnya menjadi kuda-kuda. Kalua Wit dia ghak mau karena ghak asik. mungkin karena tubuh Wit ayng pendek itu."Aku ghak bisa tidul kalau ghak disayang sama Bunda, Om," kelu Raditya. "Balikin aku sama Bunda, Om. Nanti Om aku kasih pelmen."Kedua orang yang menyekap Raditya tertawa."Ladit janji, Om."Sejenak kedua orang itu berpandangan. "Ini bagaimana? Kalau dia tidak tidur, kita bakal dijadikan kuda-kuda lagi," gerutu Wit, orang yang kepala botak."Bos juga sih, siapa suruh culik anak yang masih balita. kayak gini merepotkan saja," gerutunya lagi."Iya . Mending nyekap yang cewek itu, bisa menghangatkan aku," kata Sammy, orang berambut gondrong.Mereka pun terkekeh bersama."Jangan hanya tertawa, Om. Ayo cepat," kata Radit sambil mengayunkan sapunya memukul bokong
"Kalau begitu cepatlah kita bawa ke sana, aku sudah tidak tahan lagi dengan kelakuannya," ujar Sammy yang dari tadi kewalahan sama permintaan Raditya. "lagipula aku mau beli makan sendiri. Aku tidak bisa kenyang dengan hanya makan nasi saja seperti ini.""Kamu juga, menculik anak masih bingung mau diapain."" Mulanya sih karena aku marah dengan Rendra itu yang seolah-olah mempermainkan aku. Bayangin saja katanya dia yang menikahai Kania, kenyataannya kini Kania malah dinikahkan dia dengan orang lain.""Terus apa kaau tidak berfikir mau diapain dengan menculik itu?""Ya sudah sih," ucap Burhan dengan memelankan suaranya sambil melihat Raditya yang tengah makan dengan diaduk-aduk seolah dibikin permainan saja. Tidak nafsu. " Mulanya dia mau aku bunuh. Tapi aku kemudian takut masuk penjara lagi. Bagaimanapun kalian belum pernah merasakan jeruji besi. Bingung, mau makan apa ghak bisa, mau ke wanita kayak orang-orang macam kita juga ghak bisa. Iya kalau orang beruang bisa mendatangkan dari