Mahesa mengangkat wajah Damaira dengan tangannya, dipandangi wajah ayu wanita itu penuh kasih sayang. Namun, Damaira tak berani menatap sang lawan.
"Ra! Tatap aku. Aku serius!" ujar Mahesa.Perlahan Damaira membalas tatapan mata Mahesa."Aku akan meminta restu lebih dulu pada Isa, aku akan meminta maaf padanya, aku tahu dia sangat marah padaku, kalau perlu ibuku–""Sssttt!"Damaira menghentikan ucapan Mahesa dengan meletakkan jari telunjuk di bibir pria itu.Mahesa menarik tangan Damaira dan meletakkan di pipinya, lalu kembali memandang wajah paras cantik wanita yang ada di hadapannya.Kemudian Mahesa meletakkan tangan Damaira di atas dada bidangnya dengan jantung yang berdetak tak karuan."Kamu bisa merasakan detak jantungku, Ra. Aku sangat gugup mengatakan ini. Aku akan mengatakan ini sekali lagi, aku mencintaimu, mari kita menikah!"Damaira menarik tangannya dari dada Mahesa, lalu menyatakan tangannya dengan tangan pria itu.Dengan malu-malSetelah sedikit bersitegang, Damaira dan Negan duduk dalam diam di ruang tamu. Keduanya sama-sama menata emosinya."Ma." Suara lemah Ezra mengalihkan perhatian keduanya."Iya, Sayang?" Damaira bergegas mendekat ke arah Ezra, lalu mengusap kening yang penuh dengan keringat."Ada apa, Sayang?"Ezra melirik sekilas ke arah ayah kandungnya, membuat dia urung menanyakan keberadaan Mahesa."Kamu sudah lebih baik, Nak?" Negan ikut mendekat ke arah anaknya.Bocah cilik itu mengangguk lemah lalu tersenyum."Terima kasih, Papa. Papa sudah mau menjengukku," kata Ezra."Sama-sama, Sayang." Negan menepuk puncak kepala anaknya dan menatap sendu. Pikirannya berkecamuk, andai dia bisa menggendong Ezra, sudah pasti akan merasa sangat bahagia.Negan menyayangkan keadaannya saat ini, menyesal kala itu terlalu terbawa emosi dan tidak berkonsentrasi dalam menyetir sehingga menyebabkan dirinya mengalami kecelakaan.Pada akhirnya mereka membawa Ezra ke rumah sakit terdekat, setelah diperiksa tidak ada yang
Negan terkejut karena Celine ternyata masih berada di sekitarnya, dia lupa kebiasaan anaknya yang akan menunggu mobil berlalu hingga tak terlihat.'Apa dia mendengar kata-kataku?’ Tanya Negan dalam hati.Ekspresi wajah Celine benar-benar tidak bisa ditebak.“Ayo, kita masuk!” Dengan perasaan gelisah Negan mengajak anaknya untuk masuk ke dalam rumah.Biasanya anak itu akan melambai-lambaikan tangan pada orang yang mengantarnya dengan riang gembira, tapi berbeda dengan kali ini, Celine hanya diam membisu.Isa pun menyadari perubahan Celine, tapi pria itu memilih diam.Negan berusaha meraih tangan gadis cilik itu, namun Celine segera memutar tubuhnya tak menghiraukan ayahnya, dia segera membuka gerbang yang memang tidak dikunci jika siang hari. Celine berdiri di depan pintu rumah, dengan sabar menunggu ayahnya membuka kunci. “Celine!”Gadis cilik itu menghentikan langkah, lalu menoleh sebentar. Tanpa kata-kata Celine berjalan menuju kamarnya.Negan
Finnegan Cakrawala, pria itulah yang menelponnya. Meski enggan, Damaira tetap mengangkat panggilan tersebut, siapa tahu dia hanya ingin mengetahui keadaan anaknya.“Halo, Mas?”Damaira mengangkat panggilan video tersebut Setelah berada di dalam kamar anaknya.“Bagaimana keadaan Ezra, Ra?”“Sudah mendingan, Mas.”“Mama!” seru Celine yang baru saja menampakkan diri di layar pipih itu.“Hai, Celine.”“Ezra Mana, Ma?”“Ini!”Damaira memberikan ponselnya pada Ezra.“Hai, anak Ayah yang tampan. Bagaimana keadaanmu?”“Aku sudah lebih baik, Yah.”Damaira mengernyitkan keningnya, dalam hati bertanya, 'Bukankah ada Celine di sampingnya, apa tidak masalah berkata seperti itu?’“Ezra kamu harus cepat sembuh, nanti kita main wahana yang kamu suka.” Seru Celine.“Aku tidak yakin Kamu akan sanggup menaiki wahana yang aku suka. Kamu pasti akan menangis sambil mengompol lagi, seperti waktu itu,” Ezra menggoda Celine.Gadis cilik itu berteri
Mahesa memindai penampilan Damaira yang lebih rapi dari sebelumnya, terbesit rasa ingin menggodanya."Kenapa kamu berganti pakaian, padahal kamu tetap memesona meski berpenampilan berantakan," bisik Mahesa di dekat telinga Damaira.Membuat pipi Damaira seketika merah merona.Mahesa tersenyum jahil saat berhasil membuat calon istrinya tersipu malu."Ibu, Keysha, ayo kita segera turun, biarkan Ezra beristirahat," ujar Mahesa."Benar juga. Ezra harus segera istirahat." Ucap Bu Ajeng.Bu Ajeng berpamitan pada Ezra tak lupa memberi doa untuk kesembuhan anak itu."Keysha, jangan mengganggu adikmu terus, biarkan dia beristirahat. Lebih baik kita segera turun," ajak Ajeng.Gadis cilik itu masih sana menggoda Ezra meski sudah berpamitan."Cepat sembuh ya adikku sayang. Sampai jumpa lagi!""Terima kasih, Kak Key."Mahesa, Bu Ajeng, dan Keysha mengikuti langkah Damaira turun ke lantai bawah, sedangkan Isa tetap menemani Ezra. Damaira mempersilakan calon mertuannya duduk lebih dulu di ruang tengah
Isa terbatuk dan nyaris menyemburkan teh yang baru saja dia seruput, saat mendengar pertanyaan dari calon iparnya.Damaira tersenyum menahan tawa sambil menutup mulutnya. Matanya tampak mengejek saudara kembarnya."Dia jomblo akut, Mas. Mungkin kalau Mas punya saudara yang belum menikah, bisa dikenalkan padanya, tapi dia ini sangat pemilih dan gigih sedikit sulit menaklukan hatinya, jadi harus wanita yang sangat sabar atau yang sangat cuek dan tidak mudah mengambil hati setiap perkataan dan tingkah lakunya." Oceh Damaira yang langsung mendapat tatapan tajam dari Isa.“Tutup mulutmu!” Kesal Isa. Damaira malah nyengir kuda."Kalau wanita yang cuek dan bebal sepertinya ada. Malah nggak jauh-jauh,” Mahesa menimpali.“Siapa, Mas?” tanya Damaira dengan antusias.“Aku tidak yakin kalian ingin mendengarnya.”“Jangan katakan kalau itu Dinda, dia sebentar lagi menikah dengan Zivan, Mas.”Mahesa menggeleng sembari tertawa renyah. Isa sendiri sudah memasang wajah
"Kalian ingin terus mengobrol di luar?" Isa memecah suasana panas yang tercipta di antara Dinda dan Negan.Mungkin jika Isa tak segera keluar, akan ada pertumpahan darah di depan rumah adiknya."Tentu saja tidak. Untuk apa aku terus berada di luar bersama pria arogan ini. Lebih baik aku masuk dan lihat keponakan tampanku." Dinda berjalan lebih dulu melewati Negan dengan wajah tak bersahabat, kemudian membuka gerbang.Negan yang juga lebih kesal dari pada Dinda ikut masuk ke dalam.Bagai rumah sendiri, Dinda langsung masuk ke ruang tengah, karena tak menemukan Damaira dia pun naik ke lantai dua.Hal itu sungguh berbanding terbalik dengan Negan yang harus menunggu dipersilakan lebih dulu.“Kalau ingin melihat keadaan Ezra naiklah lebih dulu, baru kita berangkat ke rumah sakit. Abang sudah sarapan?”Negan menggeleng, dia memang sengaja tidak sarapan di rumah agar Dina tidak terlalu lelah karena harus mengantar Celine ke sekolah. Negan meminta Dina untuk
“Ada apa? Memangnya aku salah bicara?”“Iya!” jawab Isa dan Dinda dengan kompak.Isa dan Dinda saling menatap dengan sengit.“Aku dan pria kutub utara ini kamu bilang cocok? Dih, nggak sudi, aku bisa mati membeku,” oceh Dinda.“Siapa juga yang sudi denganmu, jangan terlalu percaya diri Nona bebek.”“Hei–”“Sudah, sudah. Kalian ini bukan ABG lagi, kenapa labil sekali, masih saja bertengkar. Cepat habiskan makan kalian. Nanti mas Negan kesiangan sampai di rumah sakit.” Damaira melerai dua orang bagai kucing dan anjing itu.Usai menyantap sarapan, Negan kembali naik ke lantai dua untuk berpamitan pada anaknya.“Ez, Papa ke rumah sakit dulu, ya.”“Iya, Papa. Semoga semua hasilnya bagus Dan bisa beraktivitas kembali.”“Terima kasih, Sayang.”Negan membelai lembut puncak kepala Ezra lalu mengecup keningnya.Adegan yang hanya beberapa detik itu bisa membuat Negan kembali membayangkan keluarga yang utuh bersama Damaira.Negan segera menggelengkan kepala mengenyahkan pikiran itu, lalu beranjak
"Siapa ya?" Damaira bergumam.Dinda langsung tersenyum diiringi dengan cengiran kuda.Damaira langsung paham apa maksudnya itu, sontak wanita itu berdecak dan memicingkan sebelah bibirnya."Hehehe, biar aku yang buka pintu,” kata Dinda lalu berjalan keluar.“Suruh mampir dulu ke sini.” Dinda memberi kode dengan jari telunjuk dan ibu jari menyatu menjadi huruf O, 'OK’.Damaira beralih kepada Ezra.“Jadi, anak Mama mau apa?”“Aku bosan di kamar terus, Ma. Aku ingin di sini saja.”Ezra meletakkan kepalanya di atas meja makan.Damaira tersenyum, ingin mengajaknya berjalan-jalan di dekat komplek pun Hari sudah mulai siang, matahari sudah mulai terik.“Ya sudah di sini saja, yang penting kamu sudah tidak demam, tak harus selalu di kamar kalau bosan.”“Aku ingin cepat sembuh, agar bisa berangkat ke sekolah. Sakit ternyata tidak enak sama sekali.”Damaira tersenyum lalu ikut meletakkan kepalanya di atas meja.“Tentu saja, oleh sebab itu ka