Sahabatku, Ternyata Istri Rahasia Suamiku

Sahabatku, Ternyata Istri Rahasia Suamiku

Oleh:  BalqizAzzahra  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
4 Peringkat
22Bab
172Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Hati Widia hancur saat mengetahui Agam—suaminya—telah menikah secara diam-diam dengan Sarah—sahabat baiknya sendiri. Widia langsung meminta cerai pada Agam juga memutus tali persahabatannya dengan Sarah. Beberapa bulan setelah bercerai, Widia dijodohkan dengan pria bernama Dion anak dari teman dekat ayahnya. Widia dan Dion sama-sama merasa cocok dan ingin melangkah ke jenjang lebih serius. Akan tetapi, Agam muncul mengganggu hubungan mereka. Agam tak terima jika Widia memiliki hubungan dengan pria lain karena pria itu tidak bisa move on dari Widia. Bagaimanakah kelanjutan hubungan Widia dan Dion selanjutnya? Berhasilkah mereka berdua menghadapi segala gangguan dari Agam? Atau malah Widia kembali ke pelukan mantan suaminya?

Lihat lebih banyak
Sahabatku, Ternyata Istri Rahasia Suamiku Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Iftiati Maisyaroh
semangat Kak ...
2024-08-06 13:39:53
2
user avatar
Eka Damayanti Rifa'i
mantapppp, lanjut ya Thor
2024-08-06 10:14:51
3
user avatar
Adny Ummi
seru nihh. lanjut thoorr!
2024-08-05 22:51:12
3
user avatar
BalqizAzzahra
...............
2024-08-05 21:35:58
3
22 Bab

Istri Rahasia Suamiku

Widia baru saja keluar dari rumah, dan dia membawa kue buatannya untuk sahabat baiknya yang bernama Sarah.Wanita itu memang mempunyai hobby bereksperimen dalam hal per-baking-an. Sarah tak hanya sekedar sahabat bagi Widia, kedekatan mereka berdua bahkan lebih dari saudari kandung. "Kue sudah jadi. Waktunya meluncur ke apartemen Sarah untuk memberikan kejutan kecil ini," ucap Widia semringah. Widia menyetop taxi dan meluncur menuju ke apartemen Sarah yang letaknya tak begitu jauh dari rumahnya. Dua puluh menit kemudian, Widia tiba di tempat tujuan. Usai membayar ongkos taxi sesuai tarif, Widia melangkah dengan hati senang menuju kamar apartemen Sarah. Widia membayangkan bagaimana ekspresi wajah Sarah saat menerima kejutan darinya. Wanita itu paling suka diberi kejutan, khususnya dari Widia. Ting ...! Tong...! Widia menekan bell. Ia harus menunggu lumayan lama sampai akhirnya seseorang muncul membuka pintu kamar apartemen itu. "Wi–Widia ...?" Sarah memasang wajah kaget. Kedua
Baca selengkapnya

Hamil Dua Bulan

Cahaya mentari menerobos masuk lewat celah jendela kamar. Silaunya membuat ketenangan mata Widia yang tertutup jadi terusik. "Aduh, kepalaku sakit ...," keluh Widia sambil membuka mata dengan perlahan. Dia memperhatikan lingkungan sekitar sejenak dan tersadar kalau dirinya kini sedang berada di dalam kamar sebuah rumah sakit. Semalam Widia pingsan, suhu tubuhnya turun dan membuat Agam panik. Agam segera membawa Widia ke rumah sakit terdekat karena tidak mau terjadi apa-apa pada istri pertamanya itu. Agam sangat mencintai Widia, dia menikahi Sarah karena terpaksa atas desakan ibunya yang ingin segera memiliki cucu. Akan tetapi, pada akhirnya Agam jatuh hati juga pada Sarah, wanita kalem yang ternyata pandai menarik hati Agam dengan servis plus-plus-nya. "Akhirnya kamu bangun juga," ucap seseorang yang berjalan masuk ruangan menghampiri Widia. Meski lemah, Widia mencoba untuk bangkit dan duduk di atas ranjang saat melihat sosok ibu mertuanya datang. "Bu," lirih Widia menyapa.
Baca selengkapnya

Aku Mau Kita Cerai!

Keesokan harinya, Widia sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Agam langsung mengantarnya ke rumah orang tua Widia. Sepanjang perjalanan wanita itu terus menutup mulutnya. Pandangan matanya kosong dan tangannya sibuk meremas-remas ujung dress yang dia kenakan. Agam sedikit cemas, wanita itu pasti akan mengadu kepada orang tuanya tentang hubungan Agam dengan Sarah. Sudah pasti ayah dan ibu Widia akan mengamuk dan meminta Agam untuk menceraikan Widia. "Kamu mau menginap berapa hari di rumah Ibu?" tanya Agam memecah kesunyian. "Aku nggak tahu. Mungkin selamanya," sahut Widia sekenanya. "Aku nggak ngizinin kamu menetap di rumah ibu selamanya. Aku butuh kamu!" protes Agam. "Bukankah Mas sudah punya Sarah? Dia sedang hamil muda sekarang. Mas harus selalu ada untuknya," imbuh Widia sebal. "Apa ibuku yang memberitahumu soal itu?" tebak Agam tepat sasaran. "Iya." Widia memalingkan wajahnya ke arah lain. Dia mencoba menyembunyikan air mata yang hendak menetes dari Agam. "Widia
Baca selengkapnya

Bukan Kesayanganmu Lagi

Cafe DMD, pukul 10.00 pagi. Widia melihat ke segala penjuru cafe, mencari keberadaan Sarah, mantan sahabatnya. Rupanya wanita cantik itu sudah berada di sana, sedang duduk manis di kursi paling belakang dekat jendela sambil melamun. Entah apa yang sedang dipikirkan olehnya, yang jelas Widia tak lagi menaruh kepercayaan dan simpati terhadapnya. Widia menghampiri Sarah, dia menarik kursi dan duduk menghadap wanita berambut panjang itu. Sarah melempar senyum kecil, dia memasang wajah ramah seolah-olah tidak ada masalah dalam hubungan persahabatan mereka. "Hal apa yang mau kamu bicarakan denganku?" tanya Widia terus terang. "Aku mau minta maaf sama kamu. Aku harap hubungan persahabatan kita bisa kembali baik seperti dulu," ucap Sarah. "Aku sudah memaafkan kamu. Dalam kasus ini, suamiku yang paling bersalah. Tapi jangan harap hubungan kita bisa kembali harmonis seperti dulu," tegas Widia. Sarah menggigit ujung bibirnya, dia menangis tanpa suara. Jelas sekali ada penyesalan yang
Baca selengkapnya

Permohonan Cerai Dikabulkan

Rini memperhatikan Widia yang tengah sibuk menyiapkan makan malam di dapur. Dia nampak serius memotong sayur dan bahan makanan lainnya. Rasa iba muncul di hati Rini pada Widia, baru saja berumur dua puluh delapan tahun sudah mau jadi janda. Padahal, teman-temannya yang lain sudah memiliki anak dua atau bahkan tiga. Nasib orang memang tidak ada yang tahu, dan segala hal yang terjadi pada mahluk hidup di muka bumi ini sudah ada yang mengaturnya. Sebagai manusia, kita hanya bisa menjalaninya serta menerima dengan lapang dada. Tak terasa air mata Rini jatuh membasahi pipi, dia segera menyekanya sebelum Widia melihatnya menangis. "Mau Ibu bantu nggak, Wid?" tanya Rini sambil berjalan menghampiri putrinya. "Mau Bu, biar cepat selesai," sahut Widia. "Mau masak apa hari ini?" "Sup ayam, tahu goreng dan sambal tomat," "Di kulkas ada ikan bawal, kenapa nggak sekalian dimasak?" "Nggak Bu, Widia kesal kalo lihat ikan bawal. Jadi ingat sama Mas Agam Bu," ujar Widia. Karena memang Ag
Baca selengkapnya

Gosip Miring

Hari yang paling ditunggu oleh Widia tiba, hari dimana dia resmi menyandang gelar seorang janda. Proses perceraian keduanya berjalan lancar tanpa hambatan apapun. Widia juga tidak menuntut harta gono-gini pada mantan suaminya untuk menghindari gesekan dengan Sarah dimasa depan. Berita tentang perceraian Widia dan Agam tersebar, tetangga rumah Widia syok saat mendengarnya. Selama ini rumah tangga Widia terlihat adem ayem tanpa gosip miring dan isu buruk lainnya walaupun Widia belum punya anak setelah sekian lama menikah. "Nggak nyangka ya Bu, Widia bakal cerai sama suaminya," ucap salah seorang tetangga yang sedang belanja sayur pada penjual sayur keliling. Kebetulan penjual sayur itu biasa mangkal di depan gerbang rumah Widia. "Wajar sih Bu mereka berdua cerai, jarang sekali ada suami mau menerima istri mandul," sambung ibu-ibu yang lain. "Jadi Widia mandul?" si tukang sayur melongo tak percaya. "Sepertinya begitu Bang," sahut dua ibu-ibu tukang gosip itu kompak. Sayup-sayu
Baca selengkapnya

Mencari Pekerjaan

Empat bulan kemudian.... Hari-hari yang Widia lalui tanpa Agam sungguh terasa berat. Semua kenangan manis yang pernah mereka lalui bersama terkadang masih melintas dalam ingatannya. Ternyata mencoba untuk segera move on itu tidak semudah membalikan telapak tangan, jerat rindu terasa sangat menyiksa jiwa dan raga. Sudah waktunya bagi Widia mencari aktifitas lain di luar rumah. Hari itu Widia memutuskan untuk pergi ke restoran milik temannya bernama Varo untuk mencari pekerjaan di sana. Hubungannya dengan Vina memang tidak begitu dekat, tapi Widia tau Varo adalah teman yang bisa diandalkan. Restoran Pesona Alam lumayan ramai siang itu. Wajar saja, Widia datang pas dengan jam makan siang. Widia mematung sejenak mencari keberadaan Vana diantara beberapa pegawai berseragam pink, beberapa menit kemudian akhirnya Widia bisa menemukan sosok pria bertubuh tinggi kurus itu. "Varo....!" panggil Widia sambil melambaikan tangan kanannya. Varo menoleh ke arah Widia, kemudian melempar senyum.
Baca selengkapnya

Dokter Dion

Widia menyambut paginya dengan ceria dan penuh semangat. Hari ini adalah hari pertamanya bekerja, dia harus melakukan segalanya dengan baik dan sempurna agar tidak mengecewakan teman sekaligus Bosnya. Awalnya Widia mengira berdiri selama tiga belas jam di dapur tidak akan menjadi masalah, tapi yang terjadi baru saja tiga jam berdiri kaki Widia terasa pegal dan kesemutan. Ini bukan faktor usia, tapi memang Widia tidak pernah berdiri dalam waktu lama. Sesekali Widia mengayun-ayunkan kan kakinya ke kanan dan ke kiri secara bergantian agar peredaran darahnya lancarnya. Dia terlihat seperti anak katak yang sedang belajar menari dan memancing tawa orang di sekitarnya. "Sepertinya kamu nggak biasa kerja keras," celetuk pria berseragam koki yang berdiri tak jauh dari widia. Dia berusaha menahan senyum karena ulah lucu Widia sambil membolak balik sayuran yang sedang dimasaknya di atas wajan. "Aku biasa kerja keras kok, hanya saja aku sudah lama nggak melakukannya," Widia meringis. "Oh
Baca selengkapnya

Teman Kecil

Pulang kerja, Widia merebahkan tubuh lelahnya di atas tempat tidur. Dia menutup matanya sebentar sambil menikmati sensasi pegal libu yang menjalar di sekujur tubuhnya. Susahnya cari uang, tapi lebih susah lagi kalau tidak punya uang. Pikiran Widia teringat pada omongan teman kerjanya tadi, nampak jelas kalau dia merasa iri dan dengki pada Widia. Padahal, Widia tidak melakukan apapun yang merugikan orang lain selama bekerja di sana. Sepertinya Widia harus banyak bersabar, dia juga tidak bisa memuaskan semua orang untuk suka padanya bukan? Merasa cukup beristirahat, Widia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia berganti pakaian, menunaikan solat isya lalu pergi ke dapur untuk mencari camilan. Widia sudah makan di tempat kerja, tapi saat ini mulutnya ingin ngemil makanan manis-manis. "Belum tidur Nak?" Rini muncul sambil menenteng gelas kosong. "Belum, aku lapar pengen ngemil," sahut Widia. "Di kulkas ada biskuit, Ibu baru beli tadi," "Kok Ibu belum tidur?" tanya Wid
Baca selengkapnya

Pernyataan Cinta

Ting .... Tong .... Bel berdering, Widia meninggalkan dapur untuk membuka pintu dan melihat siapa tamu yang datang. Alangkah terkejutnya Widia saat tau yang datang adalah Dokter Dion. 'Dari mana dia tau alamat rumahku? Mau apa dia datang kemari?' batin Widia. "Hallo, Wid. Kita bertemu lagi," Dion menyunggingkan senyum kecil. "Pak Dokter tau rumahku dari mana?" "Dari Bapakku lah, aku kesini mau ambil kacamata punya Bapak yang ketinggalan," "Bapak? Oh ..... Jadi Pak Dokter ini anaknya ...." "Iya, betul sekali. Pangling ya sama aku?" Widia memperhatikan Dion dari ujung kepala sampai ujung kaki, dia yang dulu berbeda sekali dengan dia yang sekarang. Wajar jika Widia tidak mengenali Dion, pria itu berubah begitu banyak. Ibarat kata, dulu Dion seperti burung hantu, sekarang berubah jadi burung merpati. "Kenapa melihatku seperti itu? Apa ada yang salah dengan penampilanku?" "Ah, nggak kok, nggak ada yang salah. Ayo masuk, aku ambilkan kacamatanya dulu," Dion masuk ke dal
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status