Share

Ancaman Rajendra

Penulis: Zizara Geoveldy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-10 15:26:31

Livia menatap lembaran uang yang dilempar Rajendra ke hadapannya dengan tatapan memburam akibat sepasang matanya yang berselimut kabut air mata. Hatinya sedih lantaran cara Rajendra memperlakukannya dan hanya menilainya sebatas uang.

"Kenapa diam? Masih kurang uangnya? Berapa lagi yang kamu butuh, hah?" Rajendra membuka lagi dompetnya, mengambil kembali sejumlah uang dari sana, melemparnya ke muka Livia.

"Kenapa kamu jahat sama saya, Ndra? Salah saya apa?" tanya Livia lirih dengan air mata yang hampir berderai.

Rajendra berdecih. "Masih bisa bertanya salahmu apa?"

"Saya memang nggak tahu, Ndra."

"Itu karena kamu bodoh!" sergah Rajendra melampiaskan segala sakit hatinya. "Sekarang suruh orang itu pergi. Aku nggak mau ngeliat dia menginjakkan kaki di rumahku lagi!"

Livia cepat menggelengkan kepalanya. "Saya sudah terlanjur menerima uang dari Pak Ryuga," dustanya. Yang sebenarnya ia belum menerima sepeser pun dari Ryuga. Mereka baru sekadar berkenalan.

"Kembalikan!" Kata bernada perintah itu diucapkan dengan tegas.

"Nggak bisa, Ndra. Nggak enak. Saya yang malu jadinya."

Mengetahui sang istri tidak mau mematuhi perintahnya membuat Rajendra bertambah dongkol.

"Terbukti kalau kamu memang mata duitan. Lagian apa sih yang akan kamu lakukan? Mengajar? Gimana mau mengajar? Ngurus diri aja susah apalagi mengajar anak orang."

"Soal kaki saya nggak ada hubungannya dengan ilmu yang akan saya berikan," jawab Livia membela diri.

"Oh ya?"

"Iya."

Rajendra menaikkan dagunya. Menatap Livia lurus-lurus dengan sorotnya yang tegas. "Termasuk kalau aku yang melarangmu kamu tetap nggak akan mendengarkan?"

"Kalau kamu bisa melakukan apa pun kenapa saya nggak boleh? Bahkan yang saya lakukan adalah hal yang positif. Saya hanya mengajar les. Sedangkan kamu menghamili perempuan lain. Saya baru akan mendengarkan kamu jika kamu berhenti berhubungan dengan dia."

Rajendra tersenyum sinis. Pria itu memajukan langkahnya hingga jaraknya hanya seujung kuku dengan Livia. Kemudian dengan suaranya yang dingin ia mendesis tepat di depan muka Livia. "Dan itu nggak akan pernah terjadi. Aku akan menikahi Utary, paham?"

Livia terdiam. Jika Rajendra akan menikahi Utary tapi tidak mau menceraikan Livia, apa itu artinya Livia akan menjadi istri kedua?

Livia tidak mampu membayangkannya. Meskipun selama dua tahun ini Rajendra tidak pernah memperlakukannya dengan baik, Livia merasa keberatan membagi laki-laki itu dengan wanita lain.

Sadar di luar sana Ryuga dan Hazel masih menunggu, Livia keluar dari kamar. Ia melihat sepasang ayah dan anak tersebut masih setia duduk di sana.

Sejak Livia menampakkan dirinya kembali, Ryuga tidak henti menatapnya. Pria itu merasa prihatin melihat keadaan Livia yang berjalan terpincang-pincang.

"Maaf, Pak, agak lama," ucap Livia tidak enak hati lantaran membiarkan tamunya menunggu.

"Nggak apa-apa, Bu Livia. Jadi bagaimana? Kapan Hazel bisa mulai les?"

"Besok sudah bisa ya, Pak. Jadwalnya tiga kali seminggu."

"Baik, Bu Livia, mulai besok malam saya akan antar Hazel ke sini," jawab Ryuga. Pria itu berpamitan setelah memberikan sejumlah uang pada Livia.

***

Pagi ini udara begitu dingin, tapi suasana ruang makan di rumah keluarga Rajendra jauh lebih dingin.

Sejak pertengkaran semalam dengan Livia, Rajendra tidak berbicara. Begitu pun saat di ruang makan pagi ini.

"Livia, siapa lelaki yang datang kemarin?" Marina bertanya tiba-tiba ketika Livia meletakkan teh di hadapan mertuanya itu.

"Namanya Ryuga, Bu. Nama anaknya Hazel. Dia--"

"Saya nggak nanya siapa nama mereka. Yang saya tanya siapa mereka? Apa tujuannya datang ke sini?" potong Marina sebelum Livia menuntaskan perkataannya.

"Saya membuka les, Bu. Saya akan mengajar Hazel dan murid-murid lainnya kalau ada yang mendaftar."

Marina terperanjat mendengar jawaban menantunya. "Apa maksud kamu? Apa uang dari Rajendra masih nggak cukup juga? Kamu jangan kayak orang susah. Apa nggak cukup jadi aib sehingga masih membuat malu keluarga ini lagi?"

"Iya nih. Selalu aja bikin malu keluarga. Apa sih mau kamu?" Sherly ikut mencecar Livia.

"Saya cuma mau mencari kegiatan positif," balas Livia menjawab orang-orang yang bertanya padanya.

"Jadi kamu pikir semua yang kamu lakuin di rumah ini adalah kegiatan negatif? Ngurus rumah aja nggak beres mau sok-sok ngajarin anak orang. Sehebat apa sih kamu?" cecar Marina belum puas.

Livia sengaja tidak menjawab karena setiap kali berdebat dan dirinya menjawab akan dianggap sebagai perlawanan. Jadi yang dilakukannya adalah meninggalkan ruang makan untuk mengerjakan pekerjaannya yang lain. Sebelum benar-benar menjauh dari tempat itu Livia masih sempat mendengar percakapan mertua dan suaminya.

"Ndra, jangan diam aja dong! Lakukan sesuatu," suruh Marina.

"Biar aja, Mi. Biar dia melakukan apa pun yang dia suka," kata Rajendra menanggapi.

"Lho, gimana sih? Nanti yang ada dia bakal besar kepala dan bikin kita jadi lebih malu. Mami udah kenyang digosipin tetangga. Mami malu memiliki menantu cacat. Mami nggak mau lagi digosipin yang bukan-bukan. Kalau dia menerima murid les di sini, nanti tetangga akan bilang kalau kita kekurangan uang," tutur Marina menyampaikan kegelisahannya dengan wajah yang sangat gusar.

"Percayalah, Mi, itu nggak akan bertahan lama. Nanti dia juga akan berhenti dengan sendirinya," tandas Rajendra menutup percakapan pagi itu. Lelaki itu yakin tidak akan ada orang yang mau berinteraksi lama-lama dengan orang cacat seperti istrinya.

***

Rajendra baru tiba di kantornya. Visualnya yang gagah menarik perhatian orang-orang agar terus memandang padanya. Tidak sedikit para karyawannya mendambakan Rajendra bahkan menjadikan lelaki itu sebagai bahan fantasinya. Namun di antara begitu banyak wanita cantik entah kenapa Rajendra malah memilih perempuan cacat untuk menjadi istrinya.

Tidak ada yang tahu alasan di balik semua itu kecuali keluarga dan orang-orang terdekat Rajendra. Bahkan pernikahannya dengan Livia juga diselenggarakan secara tertutup dan hanya dihadiri orang-orang tertentu. Itulah sebabnya Utary tidak tahu apa-apa.

Langkah Rajendra berakhir ketika memasuki ruang kerjanya. Tepat di saat itu ia melihat Utary sudah berada di ruangannya.

"Kapan kamu datang? Gimana caranya kamu masuk?" Itu pertanyaan pertama Rajendra. Memang tidak semua orang leluasa masuk ke ruangannya. Hanya Tasia, sekretarisnya yang ia percayai.

Utary mengulas senyum lantas berdiri. Perempuan itu melangkah mendekati Rajendra. Dengan sedikit berjingkat dikecupnya pipi laki-laki itu.

"Kenapa harus heran? Aku kan pacarmu. Apa aku juga harus minta izin untuk masuk ke ruanganmu?"

Rajendra menghela napas. Kedatangan Utary sering-sering ke kantornya tidak akan baik bagi reputasinya. Orang-orang tahu Rajendra sudah menikah.

"Tar, tolong jangan sering-sering ke sini."

Utary langsung mendelik mendengar perkataan Rajendra. "Kenapa aku nggak boleh ke sini? Aku kan kangen kamu."

"Tapi kamu bisa meneleponku, Tar. Atau aku yang datang mengunjungimu ke apartemen."

"Iya deh, besok aku nggak akan ke sini lagi kalau mengganggu pekerjaanmu." Perempuan itu memberengut. Pura-pura merajuk.

Rajendra tersenyum kecil. Dibelainya rambut Utary dan berkata, "Bukan itu maksudku. Kamu sama sekali nggak mengganggu. Tapi akan lebih baik kalau kita bertemu di luar."

"Janji ya nanti pulang kerja kamu ke apartemenku?" tagih Utary dengan wajah yang masih cemberut.

"Janji," jawab Rajendra sembari mengacungkan telunjuk dan jari tengahnya ke udara.

"Aku udah bilang belum sih?"

"Soal apa?"

"Dua minggu yang lalu aku ketemu Livia di supermarket. Nggak tahu kenapa dia nyerang aku tiba-tiba padahal aku nggak salah apa-apa. Dia mendorong troli ke perutku dengan kuat. Sakit banget, Ndraaa." Utary bersungut-sungut saat menyampaikan cerita yang sudah dimodifikasi dengan fitnah itu.

Rajendra terkejut mendengarnya. "Perut kamu kena troli? Terus gimana? Kamu nggak apa-apa? Anak kita baik-baik aja kan?" Ia tak kuasa menyembunyikan perasaan cemas.

"Aku nggak tahu, Ndra, aku belum ke dokter."

"Sudah dua minggu tapi kamu biarin?"

"Gimana mau ke dokter? Aku nggak punya uang. Kamu kan tahu aku baru habis resign." Utary memasang wajah sedih. Sebelumnya ia mengatakan pada Rajendra bahwa ia keluar dari tempat kerjanya lantaran selalu digoda oleh bosnya yang genit.

"Harusnya kamu bilang dari awal kalau memang itu masalahnya." Rajendra menyayangkan sikap Utary yang tidak berterus terang.

"Aku malu. Nanti kamu bilang aku matre."

Rajendra berdecak. "Nggak mungkin aku bilang begitu."

Kemudian Rajendra mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi M-banking.

"Kamu butuh berapa, Tar?" tanyanya.

"Terserah kamu. Tapi kalau bisa lebihin buat beli skincare ya, Ndra. Skincare aku udah habis," ucap perempuan itu malu-malu.

"Oke."

Dengan begitu ringannya Rajendra mentransfer uang sepuluh juta pada Utary lalu menunjukkan bukti transaksi yang membuat perempuan itu tersenyum lebar.

***

Sepulang dari kantor yang dilakukan Rajendra adalah mencari Livia. Ia menemukan istrinya itu sedang bersiap-siap di kamar. Sebentar lagi Hazel akan datang.

"Jadi kamu sengaja melakukan itu semua karena iri pada pacarku?" serang Rajendra langsung.

Livia yang tidak mengerti apa-apa menatap lelaki itu keheranan.

"Maksud kamu apa, Ndra?" Ia bertanya bingung. Sungguh, Livia tidak tahu kali ini Rajendra marah kenapa.

"Jangan pura-pura bego. Bukan salah Utary kalau kamu nggak bisa hamil."

Livia terdiam, mencoba mencerna ke mana arah pembicaraan suaminya. Dan ia masih belum paham.

"Kamu sengaja mendorong troli hingga mengenai perut Utary untuk mencelakakan kandungannya. Begitu kan?" tuding Rajendra memperjelas.

Perkataan Rajendra berhasil memulihkan ingatan Livia. Ia ingat sekarang kejadian dua minggu yang lalu di supermarket.

"Saya nggak sengaja. Dia yang mengganggu saya duluan. Dia menghalangi jalan saya," jawab Livia mengatakan keadaan yang sejujurnya tanpa bermaksud membela diri.

Bukannya percaya, Rajendra malah semakin muak karena ia menganggap Livia sengaja melakukan itu untuk mencelakakan anaknya yang berada di kandungan Utary.

Tangan pria itu lantas naik mencengkeram bahu Livia. Diancamnya perempuan itu dengan tatapan tajamnya yang menusuk seperti biasa.

"Awas kamu, Livia. Kalau terjadi sesuatu yang buruk pada anakku, aku nggak akan sungkan-sungkan untuk melakukan hal yang sama sampai kamu merasa menyesal sudah terlahir ke dunia ini."

***

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Aidasatri Yudianti
Berharap Ryuga yg bisa membantu Livia terlepas dr suami monsterny ...
goodnovel comment avatar
ORTYA POI
Seru juga akan takutnya pada anak dalam kandungan Utary Kenapa-napa? setelah terkena troli Livia
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Cinta Sendiri

    "Selamat malam, Bu Livia, saya mengantar Hazel les," kata Ryuga setelah Livia muncul dan duduk di hadapannya."Selamat malam, Pak Ryuga," jawab Livia ramah. Ekspresinya begitu ceria. Tidak ada yang tahu jika sesaat yang lalu Livia baru bertengkar hebat dengan suaminya. "Hazel silakan ditinggal ya, Pak. Nanti Bapak bisa jemput satu setengah jam lagi," sambung perempuan itu."Baiklah, Bu." Ryuga lantas berdiri, bersiap untuk pergi."Papa, jangan telat jemput aku ya, Pa," kata Hazel sebelum ayahnya meninggalkannya dengan Livia."Tentu, Sayang, Papa akan tepat waktu," janji pria itu.Sepeninggal Ryuga, Livia mengajak Hazel ke ruangan lain yang berada tepat di depan kamarnya. Di sanalah aktivitas belajar mengajar diselenggarakan.Hari pertama Livia mengajarkan matematika. Tadi Ryuga sempat bercerita padanya bahwa sang putri lemah dalam bidang pelajaran itu."Hazel, Bu Livia tinggal sebentar ya. Sekarang coba kamu kerjakan soal-soal ini dari nomor satu sampai sepuluh," kata Livia memberi in

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Kejutan Untuk Livia

    Livia menggenggam ponselnya dengan tangan gemetar. Sudah sejak tadi benda tersebut berada di dalam genggamannya. Livia melakukan itu hanya untuk meyakinkan bahwa dirinya tidak salah lihat.Livia mengerjap berkali-kali dan ia mendapati hal yang sama. Di layar ponselnya terpampang dengan begitu nyata potret-potret yang memuat kemesraan Rajendra dengan Utary.Dada Livia sesak. Hatinya hancur. Batinnya terluka. Tidak ada yang lebih menyakiti Livia selain menyaksikan sendiri suaminya berbagi kehangatan dengan wanita lain. Livia lebih suka Rajendra membentak-bentaknya atau memperlakukannya dengan dingin ketimbang melihat kemesraan yang dipamerkan lelaki itu dan wanitanya.Ketika Livia akan menghubungi Rajendra sekali lagi untuk menanyakan maksud pria itu mengirim foto-foto tersebut, ponsel lelaki itu sudah mati. Livia tahu Rajendra sengaja melakukannya.Sampai keesokan pagi ketika Livia terbangun di sofanya yang dingin, ia tidak melihat Rajendra. Pria itu tidak ada di kasurnya yang besar. I

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Bertemu Di Pemakaman

    Tok tok tok ...Kelopak mata Livia terbuka dengan perlahan ketika telinganya mendengar ketukan keras di depan pintu.Tok tok tok ...Pintu kembali diketuk. Kali ini dengan ketukan yang lebih keras dan terkesan tidak sabar.Livia mengusap matanya mengusir kantuk yang masih menggayuti. Siapa yang sepagi ini mengetuk pintu kamarnya?Dengan berat hati Livia terpaksa bangun dari tidurnya. Diambilnya tongkat yang selalu berada di dekatnya kemudian melangkah dengan menumpukan badannya ke tongkat tersebut.Pintu Livia buka. Perempuan itu sedikit kaget begitu menyaksikan siapa yang saat ini sedang berdiri di hadapannya. Utary!"Mana Rajendra?" tanya Utary langsung."Dia masih tidur," jawab Livia. "Ada apa?"Utary tidak menjawab pertanyaan itu. Ia menerobos masuk ke kamar Livia dan naik ke tempat tidur di mana Rajendra berada."Ndra, bangun. Perut aku sakit." Utary membangunkan Rajendra dengan cara mengguncang-guncang tubuhnya.Rajendra menggumam tidak jelas sambil menggeliatkan badannya. Tetap

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Pria Yang Menyenangkan

    Setelah mengetahui siapa pria yang saat ini berada di hadapannya, dengan cepat Livia mengusap muka untuk menghapus air matanya. Ia juga berdiri."Pak Ryuga," sapa Livia pada Ryuga, lelaki yang saat ini berada di dekatnya. Livia malu karena kedapatan menangis. Ia harap Ryuga tidak mendengar curhatan hatinya tadi. Ryuga tersenyum pada Livia. "Lagi ziarah?" tanya pria itu."Iya, Pak. Ini makam ayah dan ibu saya.""Maaf, saya tidak tahu kalau kedua orang tua anda sudah meninggal.""Nggak apa-apa, Pak. Kejadiannya sudah lama berlalu."Ryuga mengangguk."Kalau Pak Ryuga sedang apa di sini?" Livia bertanya penasaran."Saya sedang melayat. Kebetulan ada kenalan yang meninggal." Ryuga menunjuk ke sudut pemakaman. Di sana masih ada beberapa pelayat yang tersisa.Livia menganggukkan kepalanya tanda mengerti. "Pak Ryuga, saya duluan ya.""Ibu pakai apa?""Rencananya pakai taksi.""Sudah dipesan taksinya?""Belum, Pak.""Apa Ibu Livia keberatan pulang bersama saya?" Ryuga menawarkan diri. Ryuga m

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Sekamar Bertiga

    Ryuga melangkah mendekati Rajendra. Disapanya lelaki itu. "Selamat sore, saya mengantar Livia pulang. Tadi kebetulan bertemu di pemakaman." Jantung Livia menderu semakin kencang. Ia takut mendengar jawaban Rajendra. Bukan tidak mungkin lelaki itu akan bersikap kasar pada Ryuga. Dan itu akan membuat Livia malu. Ternyata kekhawatirannya tidak terjadi ketika detik setelahnya Rajendra hanya mengangguk tipis kemudian berlalu pergi meninggalkan Livia dan Ryuga. "Yang tadi suami kamu?" Ryuga menanyakannya ketika Rajendra baru saja berlalu. "Iya," jawab Livia. "Namanya Rajendra." "Baiklah. Saya permisi dulu." "Terima kasih sudah mengantar saya, Ryuga." "My pleasure, Livia." Kemudian Ryuga masuk ke mobilnya meninggalkan rumah Livia. Livia masuk ke dalam rumah untuk kemudian menuju kamarnya. Setibanya di kamar lagi-lagi ia menemukan Rajendra dengan tatapannya yang tidak menyenangkan. Lelaki itu tidak bicara, hanya sikapnya yang dingin pada Livia. Livia akan mengganti ba

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-12
  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Melayani Wanitamu

    "Yang benar saja, Ndra?" protes Livia tidak terima."Kalau kamu keberatan kamu bisa keluar. Tidur di kamar lain, jangan di sini!" usir Rajendra tegas.Livia menggelengkan kepalanya. Ia tidak mungkin pindah ke kamar lain dan membiarkan Utary tidur bersama suaminya. Apalagi mereka belum menikah."Saya nggak akan pergi, saya akan tetap di sini.""Kalau begitu jangan banyak protes. Ikuti saja apa yang kumau. Badan Utary panas, dan aku nggak mungkin membiarkannya tidur sendiri. Utary sedang mengandung anakku," tandas Rajendra tidak ingin diinterupsi.Livia hanya bisa membiarkan ketika Utary berbaring di tempat tidur. Rajendra ikut merebahkan tubuhnya di sebelahnya. "Masih panas banget badan kamu," kata Rajendra sambil meraba dahi Utary. "Minum obat ya, Tar?""Orang hamil nggak boleh sembarangan minum obat, Ndra. Harus konsultasi ke dokter dulu," jawab Utary menolak."Oke. Kalau gitu sekarang kamu istirahat."

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-13
  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Dia Yang Selalu Ada

    "Tunggu apa lagi?" sergah Rajendra dengan keras pada Livia yang masih berdiri termangu di tempatnya. Entah apa yang perempuan itu nanti."Kenapa harus saya, Ndra? Kenapa harus saya yang menyediakan kompres dan membelikan obat untuk pacar kamu? Saya ini istrimu, Ndra. Apa kamu nggak memikirkan perasaan saya?" ujar Livia sedih sembari mencoba mengingatkan kembali posisinya kalau saja Rajendra lupa."Jangan pernah menyebut kata itu lagi. Kamu tahu persis aku menikahimu hanya karena terpaksa. Kamu hanya istri di atas kertas. Nggak lebih. Sekarang buruan siapkan kompres untuk Utary dan belikan obatnya," suruh Rajendra sekali lagi sambil melempar uang ke arah Livia. Kemudian lelaki itu masuk ke dalam kamar.Livia memungut uang yang diberikan Rajendra. Dilangkahkannya kaki ke ruang belakang untuk menyiapkan kompres seperti yang diperintahkan suaminya. Livia mengantarnya ke kamar. Lagi-lagi pemandangan yang disaksikannya di kamar tersebut membuat hatinya pedih bagai diiris sembilu. Rajendra s

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-14
  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Tidur Bertiga

    "Kenapa lama?" Baru saja Livia menginjakkan kaki di dalam rumah ia langsung disambut oleh pertanyaan tersebut yang berasal dari mulut Rajendra."Tadi apotiknya tutup jadi saya mencari apotik lain," jawab Livia menyampaikan alasannya.Rajendra mendengkus. Tidak percaya pada alasan istrinya begitu saja."Siapa yang mengantarmu pulang?" tanyanya lagi meski ia tahu persis siapa lelaki yang mengantar istrinya."Kamu mengintip saya?""Bukan mengintip tapi suara mobilnya yang berisik membuat tidur kekasihku jadi terganggu."Livia tersenyum getir. Rajendra terlalu berlebihan. Suara mobil Ryuga tidaklah keras."Kenapa nggak dijawab? Siapa yang mengantarmu pulang?" "Kamu pasti tahu siapa yang mengantar saya. Bukankah kamu melihatnya sendiri?" Mendengar kalimat Livia yang terkesan sedang melawannya membuat amarah Rajendra semakin menjadi."Hanya perempuan murahan yang mau diantar lelaki asing.""Lebih murahan mana saya atau kekasihmu yang nggak tahu malu itu?"Tangan Rajendra sontak naik ke u

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-16

Bab terbaru

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Ketika Hati Nurani Berbicara

    "Persetan dengan semuanya. Anak ini bukan anak gue. Gue nggak ada sangkut pautnya sama dia. Dia cuma bakal jadi beban buat gue. Masalah gue udah banyak, gue nggak mau nambah lagi." Itulah kesimpulan Rajendra setelah mempertimbangkan apakah akan meletakkan Randu ke panti asuhan.Randu membelokkan mobilnya ke apartemen. Ia akan mengambil perlengkapan Randu di sana seperti pakaian, selimut dan susu. "Shit!" makinya ketika sepatunya menginjak pecahan kaca besar yang hampir membuatnya tersandung.Sejak ngamuk waktu itu Rajendra membiarkan apartemennya porak poranda. Nggak ada gunanya juga dibersihkan.Ia menendang pecahan kaca di lantai dengan jengkel, yang membuat bunyi berderak, memecah keheningan apartemen. Tempat yang kacau balau tersebut lebih mirip dengan area perperangan ketimbang sebagai kediaman. Serpihan-serpihan kaca, potongan-potongan foto, dan barang yang berserakan di mana-mana menjadi reminder kemarahannya beberapa hari yang lalu.Rajendra membawa langkahnya menuju kamar u

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Rajendra Yang Hampir Gila

    Sudah tiga hari pasca operasi Randu dirawat di rumah sakit. Hari ini anak itu sudah boleh dibawa pulang. Tapi Rajendra masih bingung. Ia tidak tahu akan membawa Randu ke mana. Sebenarnya Rajendra bisa saja meninggalkan Randu di rumah sakit, tapi pasti pihak rumah sakit akan mencarinya karena data-data Rajendra sebagai orang tua Randu tercantum di sana.Rajendra memandang Randu yang terbaring di ranjang rumah sakit. Anak itu begitu kecil dan rapuh. Kalau ingin mengikuti keegoisan hatinya Rajendra bisa saja membuangnya di jalan."Mau gue bawa ke mana anak ini?" Rajendra bergumam dalam kebingungan. Ia sudah mencoba mencari Utary dengan menghubungi teman-teman perempuan itu. Namun tidak satu pun yang mengetahui keberadaan Utary. Atau mungkin mereka berbohong? Entahlah."Pak Rajendra," suara pelan seorang perawat mengeluarkan Rajendra dari lamunannya.Rajendra menoleh."Apa sudah ada yang akan menjemput atau mengantar Bapak dan Randu pulang ke rumah?"Rajendra termangu dalam keterdiaman.

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Yang Terjadi Berikutnya

    Rajendra sampai di rumah sakit dengan pikiran kusut. Ia memarkir mobilnya sembarangan tanpa peduli apakah posisinya sudah benar atau tidak.Ia melangkah cepat menuju ruang tunggu operasi. Rasa marah, sedih, kecewa dan dikhianati berbaur dalam dadanya.Ketika melihat Rajendra muncul, Utary langsung berdiri. Wajah perempuan itu begitu kesal."Ke mana aja sih? Lama banget dari tadi. Randu sudah selesai operasinya!" ketus Utary dengan keras.Rajendra tidak memedulikan pertanyaan itu. Matanya menatap Utary dengan dingin. Mungkin ini adalah untuk pertama kalinya mata yang biasa penuh perhatian itu menyorot penuh kebencian."Kita perlu bicara, Tar," ucap Rajendra dengan nada rendah tapi tajam.Dahi Utary mengernyit. "Mau bicara apa? Randu butuh kita sekarang.""Justru karena Randu kita harus bicara sekarang." Rajendra menarik langkahnya mendekati Utary yang membuat perempuan itu mundur selangkah. "Lo pikir gue nggak tahu apa yang lo sembunyiin selama ini?""Maksud kamu apa sih, Ndra? Aku ngg

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Hasil Tes DNA

    Kecurigaan yang terus mengganggu pikirannya mendorong lelaki itu untuk mengambil langkah sulit. Ia tahu hal ini akan merusak hubungan antara dirinya dan Utary. Tapi Rajendra tidak memiliki jalan lain. Jika Utary tidak dapat memberinya kebenaran, maka Rajendra akan menemukannya sendiri.Setelah memastikan Randu tertidur pulas dan Utary sedang berada di luar, Rajendra memiliki kesempatan untuk mengumpulkan sampel DNA. Rajendra mengusap bagian dalam pipi Randu untuk mengambil salivanya menggunakan kapas swab yang sebelumnya ia dapatkan dari laboratorium. "Maafin Papa, Sayang," gumamnya pelan.Rajendra memasukkan swab tersebut dengan hati-hati ke dalam wadah steril. Tak lupa ia juga mengambil beberapa helai rambut Randu sebagai sampel alternatif.Setelahnya ia mengatakan pada Utary akan ke apartemen untuk mengambil baju ganti.Rajendra menyetir menuju laboratorium swasta yang menerima tes DNA dengan cepat dan kerahasiaannya terjaga. Petugas laboratorium mengatakan hasilnya akan keluar se

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Curiga

    Keluar dari ruangan dokter, Rajendra terus memikirkan penjelasan yang tadi didengarnya. Walaupun merasa lega lantaran kondisi Randu bisa diatasi namun hatinya tetap dihantui pertanyaan mengenai asal penyakit tersebut.Diliriknya Utary yang berjalan di sebelahnya dengan ekspresi kesal. Rajendra tidak tahu entah kenapa Utary tidak suka dengan keputusan untuk menjalani pemeriksaan. "Kenapa kamu menolak buat diperiksa?" Rajendra bertanya di sela-sela langkah mereka.Utary menghentikan langkahnya dan menatap Rajendra tidak suka. "Aku cuma nggak mau masalah ini jadi besar, Ndra. Apa nggak cukup kita tahu kalau Randu bisa sembuh?""Bukan itu masalahnya, Tar. Kalau memang penyakit ini penyakit genetik, kita harus tahu sumbernya supaya Randu nggak mengalami hal buruk ke depannya.""Kenapa sih kamu bikin rumit semuanya? Kamu cuma mau nyari alasan buat nyalahin aku kan?" Utary menyedekapkan tangannya."Aku nggak mau menyalahkan siapa pun. Aku cuma mau yang terbaik buat Randu," ujar Rajendra men

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Penyakit Yang Diderita Randu

    'Ya Tuhan, ngomong apa gue barusan? Ngapain juga gue minta tes DNA. Randu itu anak gue. Astaga, Randu, maafin Papa, Nak.' Rajendra berteriak di dalam hatinya sambil berdiri di koridor rumah sakit.Rajendra tidak tahu apa yang tadi menguasai pikirannya sehingga ia bisa mengatakan hal itu pada dokter. Mungkin lantaran tadi kepalanya begitu digerogoti oleh banyak pikiran sehingga ia bicara sembarangan.Bagaimana mungkin ia meragukan Randu sebagai anaknya di saat dia sedang sakit?Tanpa membuang waktu Rajendra segera mencari dokter tadi. Beruntung ia menemukannya."Dokter!"Pria bersnelli putih berambut cepak menghentikan langkahnya kemudian menoleh ke belakang."Maaf, saya mengganggu, Dok. Tes DNA-nya nggak usah. Dibatalkan saja, Dok. Tadi saya hanya terlalu panik.""Baik, Pak." Dokter menjawab dengan singkat lalu pergi.Rajendra menghela napasnya kemudian kembali ke tempat perawatan Randu. Utary masih di sana, menemani anak mereka. Begitu melihat Rajendra, Utary memasang tampang masam

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Tes DNA

    Di tempat yang lain Livia sedang merajut. Kali ini ia membuat topi bayi. Topi itu baru setengah jadi namun sudah terlihat indah dan menggemaskan berkat perpaduan warnanya. Livia memang sangat berbakat dalam hal merajut dan piawai memadumadankan warna.Dentingan dari ponselnya membuat Livia mengalihkan sejenak perhatiannya ke arah benda itu yang ia letakkan di atas meja. Ia meraihnya. Ia tahu itu dari Langit. Karena hanya Langit satu-satunya yang tahu SIM card baru Livia."Liv, aku lagi sama Rajendra, ngopi di dekat kantor."Itu isi chat dari Langit.Livia pandangi layar ponselnya dengan cukup lama. Pesan yang disampaikan Langit bagai membawa angin dingin yang menusuk sampai ke tulang sumsum. Nama Rajendra masih memiliki efek yang kuat padanya walaupun ia telah mencoba keras melupakan lelaki itu.Diletakkannya kembali ponsel ke atas meja dan melanjutkan rajutannya. Tapi entah mengapa tangannya terasa gemetar.Kenapa Langit mengabarkan padanya? Apa maksudnya? Pertanyaan-pertanyaan ters

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Gone Wife

    Rajendra baru saja masuk ke dalam coffee shop di lingkungan kantornya ketika mendengar ponselnya lagi-lagi berbunyi. Dengan kesal ia merogoh saku celananya. Jantungnya berdebar kencang ketika melihat nama Jihan tertera di layar. Jangan-jangan mertuanya itu ingin memberitahu pada Rajendra mengenai Livia. Jangan-jangan Livia ada di sana. Dan masih banyak lagi jangan-jangan yang bersarang di kepalanya."Halo, Tante.""Halo juga, Ndra. Kamu lagi sibuk?""Nggak juga, Tante. Tumben Tante menelepon?" Degup jantung Rajendra mengencang. Mungkinkah sebentar lagi ia akan mendengar Jihan mengatakan 'Ndra, Livia ada di sini'?"Kebetulan kalau begitu. Berarti Tante nggak mengganggu. Tante mau tanya, kenapa biaya pengobatan Tante bulan ini belum dikirim?"Rajendra mengepalkan sebelah tangannya yang bebas. Ia mencoba menahan kekesalan yang yang menggumpal di dalam dadanya. Rajendra sudah teramat lelah dengan semuanya, ditambah lagi panggilan dari Jihan yang hanya menagih uang membuatnya tidak mampu m

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Perlukah Menyewa Detektif?

    Hari-hari yang dilalui Rajendra terasa hampa. Hampir setiap hari ia datang ke rumah. Namun rumah itu tetap kosong. Tidak ada Livia di sana. Kejadian yang terjadi pada kehidupan pribadinya sampai terbawa ke dunia kerja. Rajendra jadi sering marah pada para pegawainya.Rajendra duduk di kursi kerjanya dengan raut kusut. Kertas-kertas berserakan di mejanya tatapi tidak ada satu pun yang dipedulikannya. Pikirannya tidak jauh-jauh dari Livia yang sudah pergi meninggalkan rumah. Seharusnya saat ini Rajendra bahagia lantaran Livia, istrinya yang cacat dan membuatnya malu sudah pergi. Yang terjadi malah sebaliknya. Ia tidak bisa membuang perempuan itu jauh-jauh dari pikirannya meski sudah dua minggu berlalu. Ke mana pun ia memandang hanya wajah Livia yang terlihat.Sikap Rajendra berubah dengan dratis. Ia mudah marah pada siapa pun termasuk karena hal-hal sepele. Para pegawainya mulai sering membicarakan Rajendra di belakangnya. Membahas sikap dan perilaku atasan mereka yang semakin tidak ter

DMCA.com Protection Status