Leon meraih buku pemeriksaan yang tergeletak itu dan melihat nama Ayana tertulis di sana.Ayana Salsabilla.Keningnya berkerut dan ia memperhatikan buku itu dengan seksama. Tetapi belum sempat ia membukanya, Ayana sudah muncul di belakangnya dan mengambil alih buku itu.“Mas, aku udah nyiapin kasurnya. Lebih baik Mas Leon langsung istirahat saja,” ucap Ayana, dengan gugup menyembunyikan buku itu di belakang punggungnya. “Bukannya Mas harus ke kantor pagi-pagi? Mas Leon nggak boleh terlalu lelah.”Ayana harap Leon mau mendengarkan ucapannya, sebab ia tidak ingin Leon sampai bertanya tentang buku kehamilan itu. Entah kenapa rasanya aneh jika Leon mengetahui tentang kondisi anaknya atau bertanya tentang hal itu.Apa mungkin karena Ayana yang tidak terbiasa diperhatikan oleh Leon?Entahlah, Ayana juga tidak tahu jawabannya. Sikap Leon malam ini saja sudah kelewat aneh baginya dan ia tidak ingin ada perhatian lain yang membuat perasaannya jadi tidak karuan.Ayana yakin hanya Ayana yang mer
Kenapa ibu mertuanya tiba-tiba berada di sini?Chelsi membelalak ketika melirik Ayana yang masih kesakitan sambil memegangi pipinya. Bahkan Ayana masih terisak kecil karena Chelsi benar-benar menamparnya dengan sekuat tenaga.Rita menaikkan satu alisnya melihat kondisi Ayana yang kacau, kemudian menatap Chelsi yang kondisinya jauh berbanding terbalik.“Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut?” tanya Rita dengan heran.Ayana membuka mulut untuk bicara, tetapi Chelsi lebih dulu memotongnya, “Ah, ini Ma, Ayana. Tadi dia, dia abis jatoh sampai pipinya bengkak gitu, Ma,” kata Chelsi dengan suara sedih dibuat-buat. Ia mengusap pundak Ayana yang hanya bisa termangu di tempat. “Kasihan Ayana, Ma. Jadi, aku ke sini buat ngecek kondisi dia.”Ayana tertunduk dengan perasaan sendu yang menyelimuti hatinya. Ia tahu kalau Chelsi bisa melontarkan kebohongan dengan mulusnya, sementara ibu mertuanya akan percaya begitu saja. Hal itu benar-benar membuatnya tidak berdaya.“Jatuh toh, kirain apa,” ucap Rita tida
“Ya Allah, Nak, itu pipi kamu kenapa sampai memerah begitu?”Hana segera menghampiri Ayana yang baru tiba. Ekspresinya dipenuhi kekhawatiran saat menatap pipi kanan Ayana yang telah memerah dan agak bengkak, sangat kontras dengan kulitnya yang putih.Ayana langsung menutupi pipi kanannya. Ia lupa untuk menutupinya dengan alas bedak karena terlalu buru-buru pergi, takut tertinggal bus yang biasa ia tumpangi.“Ah, itu ... Ayana tadi sempat jatuh dan pipi Ayana kebentur di dinding, Bu,” ucap Ayana, mengungkapkan kebohongan dengan terpaksa. Ia malah teringat dengan alasan yang dibuat Chelsi dan memilih mengatakan itu pada ibunya. “Tapi Ibu nggak perlu khawatir, Ayana nggak kenapa-kenapa kok.”Bukannya Ayana suka membohongi ibunya, tetapi ia tidak ingin ibunya merasa cemas. Jika ibunya sampai tahu bahwa ada yang menamparnya, maka beban pikirannya pasti akan bertambah.Apalagi jika ibunya tahu bahwa pelakunya adalah Chelsi, wanita yang selama ini ibunya anggap sebagai penolong.“Terjatuh? J
Leon berdiri menjulang di hadapan Ayana dengan setelan kerjanya yang masih lengkap, hanya saja dasinya telah dilonggarkan. Dia menatap Ayana dengan tatapan yang entah apa artinya dan untuk sesaat Ayana terjebak di sana.Angin dingin berembus melewati keduanya, dengan lembut menyapu tubuh Leon hingga aroma parfumnya yang maskulin tercium di hidung Ayana. Masih sama seperti dulu—aroma woody yang menenangkan.“Ayana?” panggil Leon dan Ayana berkedip-kedip.“Ah ... Mas Leon, Mas Leon ada apa ke sini?” tanya Ayana spontan. Pasalnya, mengherankan sekali Leon datang menemuinya di rumah ibunya. Karena dia biasanya lebih memilih untuk pulang dan menemui Chelsi, lalu membiarkan Ayana untuk pulang sendiri.Apalagi hari ini tidak sedang hujan deras.Leon menggeleng untuk sejenak, tatapannya terpaku pada pipi Ayana yang terlihat agak bengkak. Apa yang terjadi? Apa Ayana habis terjatuh? “Tidak ada, aku hanya ingin menjemput kamu pulang, sekalian melihat bagaimana kondisi Ibu,” ujarnya kemudian.Ay
“Sayang!” Leon segera menghampiri Chelsi begitu melihat wanita itu terdiam dengan wajah cemberutnya. Tanpa perlu bertanya, Leon tahu benar kalau Chelsi tidak suka melihat kedatangannya bersama Ayana.“Sayang, kamu dari mana aja? Dan Ayana, apa kamu jemput dia dulu?” tanya Chelsi, berusaha keras untuk tidak menunjukkan kekesalannya secara jelas. Ia mengamit lengan Leon dan menyipitkan matanya pada Ayana yang menunduk takut di tempat.“Maaf ya, tadi macet banget di jalan,” jelas Leon berbohong. “Dan Ayana, tadi aku nggak sengaja lihat Ayana di jalan, jadi sekalian aku nawarin dia tumpangan buat pulang bersama.”Leon melirik Ayana yang tidak mengatakan apa-apa dan dalam hati entah kenapa merasa bersalah. Tetapi jika ia berkata jujur, maka Chelsi pasti akan sakit hati.Leon terpaksa melakukannya demi kebaikan mereka bersama.Ia sangat lelah dan tidak ingin ada perdebatan yang memusingkan lagi dan lagi. Te
“Apa Papa sama Mama udah gila?”Alih-alih tersinggung, David malah tertawa keras, sementara Natalie tersenyum.“Nak, itu hal yang wajar, kamu nggak perlu terkejut begitu,” kata David dengan santainya. Ia menyesap tehnya dan menatap Chelsi. “Kamu 'kan sudah memberikan keturunan untuk dia yang sudah sekian lama menanti. Salah satu anak cabang perusahaan bukanlah hal yang seberapa bagi orang seperti Leon.”Namun Chelsi tetap saja kurang setuju dengan hal itu. “Tapi Pa, kehamilan aku 'kan baru berjalan selama tiga bulan. Mana mungkin aku bisa minta hal kayak gitu sama Leon? Apa kata Leon nanti?”Natalie mendesah jengkel. “Astaga Sayang, Leon itu kan suami kamu. Jelas dong kamu bisa minta apa pun sama dia, apalagi itu semata-mata buat anak kalian!”“Aduh Ma, gimana kalau Leon mikir aku cuma mikirin harta aja?” Chelsi masih saja tidak ingin mengikuti permintaaan orang tuanya yang ter
“Apa?! Ayana Pingsan?!”“Iya, Nak. Tolong bantu Ibu bawa ke rumah sakit!”“Iya, Tante. Darel bisa! Darel bakal ke sana secepatnya, Tante jangan khawatir, ya!”Darel langsung menutup telepon dan meraih kunci mobilnya di atas meja. Ia melangkah terburu-buru menuju garasi, nyaris berlari karena panik dan takut yang menjalari tubuhnya.Kenapa Ayana bisa pingsan?Darel benar-benar khawatir, mengingat kondisi Ayana yang tengah hamil besar. Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan yang untungnya tidak sedang macet.Darel tiba dalam beberapa menit di rumah Ayana dan melompat keluar dari mobilnya. Pintu rumah Ayana terlihat terbuka lebar, dan ketika Darel mendekat, ia bisa mendengar suara cemas Hana yang berusaha menyadarkan Ayana.“Nak, badan kamu panas banget! Ya Allah, kenapa bisa begini?” Hana mengusap keringat yang membasahi dahi dan tengkuk Ayana dengan wajah yang t
Setelah mendapat alamat tempat rumah sakit Ayana dirawat, Leon segera menyambar jaket dan kunci mobilnya.Ia melangkah tergesa-gesa menuju pintu utama ketika Rara baru muncul dari dapur. Melihat wajah panik saudaranya, Rara sontak memanggilnya.“Kak Leon! Kak Leon! Kak Leon mau ke mana? Kok kayak dikejar-kejar setan gitu?”Leon membuang napas kasar dan berbalik badan. “Kakak buru-buru mau ke rumah sakit.”“Hah, kenapa?”“Ayana sedang dirawat di sana.”Rara membelalak terkejut. “Kak Ayana kenapa, Kak?”“Kakak juga nggak tahu. Udah, kamu jangan tanya lagi. Kakak mau berangkat sekarang,” kata Leon cepat. Ia sudah hendak melangkah pergi namun Rara kembali memanggilnya.“Eh, Kak Leon, tunggu sebentar!”Leon berdecak kesal. “Apalagi sih?”“Rara mau ikut jenguk kak Ayana. Tunggu bentar ya Kak, Rara mau ganti baju dulu. K