“Apa? Mama masuk rumah sakit? Stroke kamu bilang?” tanya Leon panik. Leon yang tadinya ingin menemui klien malah dikejutkan oleh telepon tidak terduga dari sang adik.“Iya Kak, cepetan Kakak ke sini, soalnya Mama cariin Kakak terus,” balas Rara di seberang telepon. Suaranya terdengar sangat gusar dan membuat perasaan Leon semakin tidak karuan.“Iya, Kakak bakal segera ke sana. Kamu jaga Mama, ya,” ucap Leon cepat sebelum memutuskan sambungan.Leon menyimpan kembali ponselnya di saku dan menatap Frans yang berdiri di seberang meja kerjanya. “Frans, batalkan semua janjiku hari ini. Aku harus pulang sekarang, Mamaku masuk rumah sakit.”Frans langsung mengangguk patuh. “Baik, Tuan.”Leon lantas meraih jasnya dan bergegas kembali ke rumah ibu Ayana. Ia berniat untuk mengajak Ayana sekalian menjenguk ibunya.Begitu tiba di rumah, Ayana yang melihat kepulangan Leon secara mendadak sontak menatapnya khawatir. Apalagi wajah Leon terlihat sangat cemas. “Mas Leon kenapa?”“Mama masuk rumah sakit
David menyeringai lebar penuh kepuasan, merasa kalau Leon akan sangat terkejut dan menyesal setelah mendengar ucapannya. Tetapi, apa yang terjadi selanjutnya membuat seringai David memudar.“Ah, benarkah?” kata Leon dengan ekspresi acuh tak acuh, sama sekali tidak terlihat peduli dan malah tersenyum miring. “Sepertinya kalian ketinggalan informasi penting, ya? Apa anak yang kalian banggakan itu lupa bicara tentang bayi yang dikandungnya?”David dan Natalie mengernyit heran. Keduanya menatap Leon dengan tatapan bertanya-tanya.“Apa maksud kamu, hah? Kamu ini nggak ada sopan-sopannya, ya?” David menggeram kesal. Tangannya mulai menunjuk-nunjuk wajah Leon. “Walaupun Chelsi selingkuh, tetap aja anaknya itu anak kamu juga. Apa mungkin kamu nggak mau tanggung jawab?”Leon tertawa keras mendengar hal itu dan menggeleng-geleng. David tampak semakin kesal dan wajahnya berkerut masam. Kedua tangannya sudah terkepal erat di sisi tubuhnya, sementara Natalie menatap dengan sinis.Saat tawa Leon be
Setelah keluar dari rumah sakit, keadaan Rita perlahan mulai membaik. Walaupun Rita masih harus menggunakan kursi roda dan berjalan dengan dipapah, tetapi hal itu setidaknya jauh lebih baik dibanding terus terbaring di atas ranjang.Rita merasa lega karena bisa kembali ke rumah dan menghirup udara segar tanpa bau antiseptik yang menyengat. Meskipun begitu, hari-hari yang ia lalui selama di rumah sakit telah memberikan banyak pelajaran baginya.Terutama mengenai hal kejam yang selama ini Rita lakukan pada Ayana.Saat baru tiba di rumah, hal pertama yang Rita ingin lakukan adalah meminta maaf secara langsung pada Ayana dan Hana.Sore itu, Ayana dan ibunya datang dengan wajah yang masih terlihat agak takut. Rita semakin dirundung rasa bersalah melihat hal itu, menyadari trauma yang ia berikan pada keduanya sangat besar.“Aku tahu aku ini wanita yang sangat buruk dan perlakuanku mungkin tidak bisa dimaafkan, tapi aku mohon terimalah maaf dariku,” ucap Rita dengan wajah tertunduk malu. Kil
“AKHHHH, LEON!! Aduh! Perutku sakit! Aduh tolong!”Chelsi terus berteriak kesakitan sambil memegangi perutnya yang mulai membuncit.Dari lorong, terdengar suara langkah buru-buru Leon mendengar suara teriakan istrinya. Keningnya berkerut begitu tiba di ruang keluarga dan melihat Chelsi sudah terduduk di lantai. Pakaiannya basah dan wajahnya terlihat kesakitan.“Sayang? Ada apa?” Leon segera membantu Chelsi berdiri dengan hati-hati. “Kenapa pakaian kamu basah dan ada air di lantai?”“Ayana ...,” kata Chelsi dengan suara muram. Ia lalu menunjuk Ayana yang berdiri tidak jauh di belakangnya. “Tadi aku cuma minta ambilkan air minum sama Ayana, tapi dia ... dia malah menyiramku!”“Apa?!” wajah Leon seketika berubah menjadi murka.Ayana yang mendengar kebohongan Chelsi sontak menggeleng. Ia mencoba menjelaskan dengan terbata-bata, “Nggak, Mas. Bukan begitu, aku nggak—”“Diam!” bentak Leon dengan tatapan tajam menghunus yang membuat Ayana memucat di tempat.Ayana menunduk takut, sementara Che
“Sakit, Bu! Aduh! Tolong lepasin! Aku mohon Bu!”Ayana terus menjerit karena tarikan ibu mertuanya yang begitu menyakitkan. Rasanya rambutnya akan terlepas dari kulit kepalanya. Belum lagi kuku tajam ibu mertuanya yang menancap di kepalanya.“Diam kamu!” Rita justru makin menjadi-jadi hingga Ayana berteriak dengan suara melengking.“Sakittttt, Bu! Tolong lepasin! Aku mohon!” Ayana mencoba menarik tangan ibu mertuanya menjauh, tetapi kondisinya yang hamil besar membuat pergerakannya jadi terbatas.“Heh, kamu pantes dapatin ini! Siapa suruh kamu nyakitin Chelsi! Kamu pikir kamu siapa di rumah ini, hah?!” Rita tidak peduli dengan jeritan Ayana dan terus mengolok-oloknya. “Seharusnya kamu udah angkat kaki dari sini! Tapi Chelsi terlalu baik sama kamu!”Ayana sesenggukan dengan wajah bersimbah air mata. Berapa kali pun ia mencoba menjelaskan, sepertinya tidak ada seorang pun yang akan mempercayainya di rumah ini.Mereka terus menyiksanya secara fisik dan batin.Ayana hanya bisa menangis hi
“Hati-hati, Mbak. Biar saya bantu.”Ayana melemparkan senyum penuh terima kasih saat seorang gadis mengulurkan tangannya, membantu Ayana turun dari bus karena melihat perutnya yang buncit. “Terima kasih ya, Dek.”“Sama-sama, Mbak.” Gadis itu tersenyum singkat dan melambai pergi.Ayana berdiri di halte dan mengelap keringat di pelipisnya sejenak. Meskipun masih pagi, tetapi Ayana sering sekali berkeringat setelah kehamilannya.Ditatapnya rumah ibunya dari kejauhan, kemudian ia menenteng tasnya menelusuri jalan setapak. Butuh sekitar setengah kilometer untuk tiba di rumah sederhana ibunya yang terpisah dari rumah-rumah lain.Ayana menatap pohon angsana yang telah berbunga di depan rumah ibunya dan tersenyum tipis. Hal-hal sederhana seperti bunga yang mekar selalu mendatangkan percikan kebahagiaan di hatinya.“Ayana!” Hana muncul di ambang pintu ketika Ayana memetik beberapa kelopak bunga angsana.“Ibu.” Ayana segera menghambur ke pelukan ibunya dan memeluknya.Hana mengelus kepala putri
“Dua milyar?” Chelsi termangu mendengarnya. Dua milyar bukan uang yang sedikit dan jika ia langsung menarik uang sebanyak itu, Leon pasti akan mengetahuinya.Apa yang harus ia katakan?‘Ah, bodoh amat dengan pertanyaan Leon nanti!’ batin Chelsi tidak peduli.Chelsi tidak ingin membuat Raka kecewa jika ia sampai menarik kembali kata-katanya untuk membantu pria itu. Ia bisa membuat alasan lain agar Leon tidak mencurigainya.“Bagaimana, Sayang? Apa kamu keberatan?” Raka memeluk Chelsi yang terus diam di tempat.Chelsi menggeleng dan menampilkan senyum manisnya. “Aku keberatan? Mana mungkin. Sudah kubilang 'kan apa pun akan kulakukan untukmu, Sayang.”Senyum Raka seketika melebar dan ia menghujani Chelsi dengan banyak ciuman. “Terima kasih ya, Sayang,” bisiknya mesra.Chelsi tertawa bahagia, tanpa tahu niat terselubung Raka dibalik sikap dan kata-katanya yang manis. “Sama-sama, Sayang. Untuk uangnya akan aku berikan padamu sekitar dua hari lagi, ya. Setelahnya, kamu bisa memakainya untuk
“Darah!”Leon yang menyadari gawatnya situasi tanpa pikir panjang segera membopong Ayana. Wajah Ayana kian memucat dan dia terus merintih kesakitan.“Sakit, Mas! Sakit!” Ayana mencengkeram kuat jas Leon yang bergegas berlari ke mobil dengan panik.Leon tidak bisa mengatakan apa-apa, hanya ada ketakutan yang memenuhi kepalanya. Jantungnya berdebar tidak karuan merasakan darah yang terus merembes keluar dari sela paha Ayana, yang kini membasahi lengannya.Dari kejauhan, Rita, Rara, dan Chelsi memperhatikan kepergian Leon dan Ayana. Chelsi menyipitkan matanya tidak suka melihat kepanikan dan kekhawatiran di wajah Leon.Sementara itu, Leon membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit terdekat. Ayana tidak lagi merintih dan matanya sudah setengah terbuka.“Ayana?! Ayana?!” Leon terus memanggil agar kesadaran Ayana tidak menghilang, tetapi begitu tiba di rumah sakit, Ayana sudah tidak sadarkan diri.Leon hampir tersandung saat menggendong Ayana menuju ruang Instalasi Gawat Da