“Raka?! Kamu ...?”Chelsi tercengang di tempat dan membelalak melihat kehadiran Raka di rumah Angel sepagi ini.‘Sekarang baru jam enam pagi, dan apa yang mungkin Raka lakuin di rumah Angel?! Kenapa dia juga nggak pakai baju dan cuma memakai boxer?!’Chelsi termangu di tempat dan menelisik penampilan Raka yang begitu kacau dari atas sampai ke bawah. Rambutnya acak-acakan, wajah bantalnya masih kentara, dadanya yang telanjang tampak basah karena keringat, dan terakhir, celana boxer yang dia kenakan tampak dipasang secara buru-buru melihat posisinya yang miring.Chelsi bahkan tidak perlu berpikir keras untuk tahu kalau Raka bermalam di rumah Angel, atau mungkin lebih dari itu.Apa mungkin Raka dan Angel memiliki suatu hubungan istimewa selain dari pertemanan ketiganya?‘Bukan, tapi apa mungkin Raka dan Angel berselingkuh dan menjalin hubungan di belakangku?! Kalau bukan itu, memangnya apalagi yang Raka lakuin sepagi ini di sini?’“KENAPA KAMU BISA ADA DI SINI, HAH?!” jerit Chelsi, tidak
“Cepetan! Kamu tunggu apalagi?! Kamu mau kita berdua masuk penjara kalau dia sampai mati?!” desak Angel pada Raka yang masih bergeming di tempat.“Iya, iya!” sahut Raka, agak terpaksa. Ia memasang kaosnya dengan asal, lalu mendekati Chelsi yang matanya sudah setengah terbuka. “Astaga.”Tangan Raka gemetar hebat saat membawa tubuh Chelsi yang nyaris tidak sadarkan diri itu ke dalam gendongannya. Ia takut setengah mati dan menyesal telah mendorong Chelsi terlalu keras.‘Sial! Seharusnya aku langsung seret saja Chelsi keluar. Kalau begini, aku juga yang bakal dapat masalah nanti,’ batin Raka gusar.Chelsi terus merintih kesakitan, meskipun matanya hampir tertutup sempurna. Darah yang keluar dari sela pahanya telah mengotori pakaiannya dan meninggalkan bekas merah di lantai keramik Angel.Raka melirik Angel yang memasang pakaian dengan buru-buru, lantas wanita itu mengisyaratkan Raka untuk bergegas turun menuju mobilnya.Keduanya berjalan tergesa-gesa menuju garasi, lalu menempatkan Chels
“Apa? Mama masuk rumah sakit? Stroke kamu bilang?” tanya Leon panik. Leon yang tadinya ingin menemui klien malah dikejutkan oleh telepon tidak terduga dari sang adik.“Iya Kak, cepetan Kakak ke sini, soalnya Mama cariin Kakak terus,” balas Rara di seberang telepon. Suaranya terdengar sangat gusar dan membuat perasaan Leon semakin tidak karuan.“Iya, Kakak bakal segera ke sana. Kamu jaga Mama, ya,” ucap Leon cepat sebelum memutuskan sambungan.Leon menyimpan kembali ponselnya di saku dan menatap Frans yang berdiri di seberang meja kerjanya. “Frans, batalkan semua janjiku hari ini. Aku harus pulang sekarang, Mamaku masuk rumah sakit.”Frans langsung mengangguk patuh. “Baik, Tuan.”Leon lantas meraih jasnya dan bergegas kembali ke rumah ibu Ayana. Ia berniat untuk mengajak Ayana sekalian menjenguk ibunya.Begitu tiba di rumah, Ayana yang melihat kepulangan Leon secara mendadak sontak menatapnya khawatir. Apalagi wajah Leon terlihat sangat cemas. “Mas Leon kenapa?”“Mama masuk rumah sakit
David menyeringai lebar penuh kepuasan, merasa kalau Leon akan sangat terkejut dan menyesal setelah mendengar ucapannya. Tetapi, apa yang terjadi selanjutnya membuat seringai David memudar.“Ah, benarkah?” kata Leon dengan ekspresi acuh tak acuh, sama sekali tidak terlihat peduli dan malah tersenyum miring. “Sepertinya kalian ketinggalan informasi penting, ya? Apa anak yang kalian banggakan itu lupa bicara tentang bayi yang dikandungnya?”David dan Natalie mengernyit heran. Keduanya menatap Leon dengan tatapan bertanya-tanya.“Apa maksud kamu, hah? Kamu ini nggak ada sopan-sopannya, ya?” David menggeram kesal. Tangannya mulai menunjuk-nunjuk wajah Leon. “Walaupun Chelsi selingkuh, tetap aja anaknya itu anak kamu juga. Apa mungkin kamu nggak mau tanggung jawab?”Leon tertawa keras mendengar hal itu dan menggeleng-geleng. David tampak semakin kesal dan wajahnya berkerut masam. Kedua tangannya sudah terkepal erat di sisi tubuhnya, sementara Natalie menatap dengan sinis.Saat tawa Leon be
Setelah keluar dari rumah sakit, keadaan Rita perlahan mulai membaik. Walaupun Rita masih harus menggunakan kursi roda dan berjalan dengan dipapah, tetapi hal itu setidaknya jauh lebih baik dibanding terus terbaring di atas ranjang.Rita merasa lega karena bisa kembali ke rumah dan menghirup udara segar tanpa bau antiseptik yang menyengat. Meskipun begitu, hari-hari yang ia lalui selama di rumah sakit telah memberikan banyak pelajaran baginya.Terutama mengenai hal kejam yang selama ini Rita lakukan pada Ayana.Saat baru tiba di rumah, hal pertama yang Rita ingin lakukan adalah meminta maaf secara langsung pada Ayana dan Hana.Sore itu, Ayana dan ibunya datang dengan wajah yang masih terlihat agak takut. Rita semakin dirundung rasa bersalah melihat hal itu, menyadari trauma yang ia berikan pada keduanya sangat besar.“Aku tahu aku ini wanita yang sangat buruk dan perlakuanku mungkin tidak bisa dimaafkan, tapi aku mohon terimalah maaf dariku,” ucap Rita dengan wajah tertunduk malu. Kil
“AKHHHH, LEON!! Aduh! Perutku sakit! Aduh tolong!”Chelsi terus berteriak kesakitan sambil memegangi perutnya yang mulai membuncit.Dari lorong, terdengar suara langkah buru-buru Leon mendengar suara teriakan istrinya. Keningnya berkerut begitu tiba di ruang keluarga dan melihat Chelsi sudah terduduk di lantai. Pakaiannya basah dan wajahnya terlihat kesakitan.“Sayang? Ada apa?” Leon segera membantu Chelsi berdiri dengan hati-hati. “Kenapa pakaian kamu basah dan ada air di lantai?”“Ayana ...,” kata Chelsi dengan suara muram. Ia lalu menunjuk Ayana yang berdiri tidak jauh di belakangnya. “Tadi aku cuma minta ambilkan air minum sama Ayana, tapi dia ... dia malah menyiramku!”“Apa?!” wajah Leon seketika berubah menjadi murka.Ayana yang mendengar kebohongan Chelsi sontak menggeleng. Ia mencoba menjelaskan dengan terbata-bata, “Nggak, Mas. Bukan begitu, aku nggak—”“Diam!” bentak Leon dengan tatapan tajam menghunus yang membuat Ayana memucat di tempat.Ayana menunduk takut, sementara Che
“Sakit, Bu! Aduh! Tolong lepasin! Aku mohon Bu!”Ayana terus menjerit karena tarikan ibu mertuanya yang begitu menyakitkan. Rasanya rambutnya akan terlepas dari kulit kepalanya. Belum lagi kuku tajam ibu mertuanya yang menancap di kepalanya.“Diam kamu!” Rita justru makin menjadi-jadi hingga Ayana berteriak dengan suara melengking.“Sakittttt, Bu! Tolong lepasin! Aku mohon!” Ayana mencoba menarik tangan ibu mertuanya menjauh, tetapi kondisinya yang hamil besar membuat pergerakannya jadi terbatas.“Heh, kamu pantes dapatin ini! Siapa suruh kamu nyakitin Chelsi! Kamu pikir kamu siapa di rumah ini, hah?!” Rita tidak peduli dengan jeritan Ayana dan terus mengolok-oloknya. “Seharusnya kamu udah angkat kaki dari sini! Tapi Chelsi terlalu baik sama kamu!”Ayana sesenggukan dengan wajah bersimbah air mata. Berapa kali pun ia mencoba menjelaskan, sepertinya tidak ada seorang pun yang akan mempercayainya di rumah ini.Mereka terus menyiksanya secara fisik dan batin.Ayana hanya bisa menangis hi
“Hati-hati, Mbak. Biar saya bantu.”Ayana melemparkan senyum penuh terima kasih saat seorang gadis mengulurkan tangannya, membantu Ayana turun dari bus karena melihat perutnya yang buncit. “Terima kasih ya, Dek.”“Sama-sama, Mbak.” Gadis itu tersenyum singkat dan melambai pergi.Ayana berdiri di halte dan mengelap keringat di pelipisnya sejenak. Meskipun masih pagi, tetapi Ayana sering sekali berkeringat setelah kehamilannya.Ditatapnya rumah ibunya dari kejauhan, kemudian ia menenteng tasnya menelusuri jalan setapak. Butuh sekitar setengah kilometer untuk tiba di rumah sederhana ibunya yang terpisah dari rumah-rumah lain.Ayana menatap pohon angsana yang telah berbunga di depan rumah ibunya dan tersenyum tipis. Hal-hal sederhana seperti bunga yang mekar selalu mendatangkan percikan kebahagiaan di hatinya.“Ayana!” Hana muncul di ambang pintu ketika Ayana memetik beberapa kelopak bunga angsana.“Ibu.” Ayana segera menghambur ke pelukan ibunya dan memeluknya.Hana mengelus kepala putri