“Ya Allah, Nak, itu pipi kamu kenapa sampai memerah begitu?”Hana segera menghampiri Ayana yang baru tiba. Ekspresinya dipenuhi kekhawatiran saat menatap pipi kanan Ayana yang telah memerah dan agak bengkak, sangat kontras dengan kulitnya yang putih.Ayana langsung menutupi pipi kanannya. Ia lupa untuk menutupinya dengan alas bedak karena terlalu buru-buru pergi, takut tertinggal bus yang biasa ia tumpangi.“Ah, itu ... Ayana tadi sempat jatuh dan pipi Ayana kebentur di dinding, Bu,” ucap Ayana, mengungkapkan kebohongan dengan terpaksa. Ia malah teringat dengan alasan yang dibuat Chelsi dan memilih mengatakan itu pada ibunya. “Tapi Ibu nggak perlu khawatir, Ayana nggak kenapa-kenapa kok.”Bukannya Ayana suka membohongi ibunya, tetapi ia tidak ingin ibunya merasa cemas. Jika ibunya sampai tahu bahwa ada yang menamparnya, maka beban pikirannya pasti akan bertambah.Apalagi jika ibunya tahu bahwa pelakunya adalah Chelsi, wanita yang selama ini ibunya anggap sebagai penolong.“Terjatuh? J
Leon berdiri menjulang di hadapan Ayana dengan setelan kerjanya yang masih lengkap, hanya saja dasinya telah dilonggarkan. Dia menatap Ayana dengan tatapan yang entah apa artinya dan untuk sesaat Ayana terjebak di sana.Angin dingin berembus melewati keduanya, dengan lembut menyapu tubuh Leon hingga aroma parfumnya yang maskulin tercium di hidung Ayana. Masih sama seperti dulu—aroma woody yang menenangkan.“Ayana?” panggil Leon dan Ayana berkedip-kedip.“Ah ... Mas Leon, Mas Leon ada apa ke sini?” tanya Ayana spontan. Pasalnya, mengherankan sekali Leon datang menemuinya di rumah ibunya. Karena dia biasanya lebih memilih untuk pulang dan menemui Chelsi, lalu membiarkan Ayana untuk pulang sendiri.Apalagi hari ini tidak sedang hujan deras.Leon menggeleng untuk sejenak, tatapannya terpaku pada pipi Ayana yang terlihat agak bengkak. Apa yang terjadi? Apa Ayana habis terjatuh? “Tidak ada, aku hanya ingin menjemput kamu pulang, sekalian melihat bagaimana kondisi Ibu,” ujarnya kemudian.Ay
“Sayang!” Leon segera menghampiri Chelsi begitu melihat wanita itu terdiam dengan wajah cemberutnya. Tanpa perlu bertanya, Leon tahu benar kalau Chelsi tidak suka melihat kedatangannya bersama Ayana.“Sayang, kamu dari mana aja? Dan Ayana, apa kamu jemput dia dulu?” tanya Chelsi, berusaha keras untuk tidak menunjukkan kekesalannya secara jelas. Ia mengamit lengan Leon dan menyipitkan matanya pada Ayana yang menunduk takut di tempat.“Maaf ya, tadi macet banget di jalan,” jelas Leon berbohong. “Dan Ayana, tadi aku nggak sengaja lihat Ayana di jalan, jadi sekalian aku nawarin dia tumpangan buat pulang bersama.”Leon melirik Ayana yang tidak mengatakan apa-apa dan dalam hati entah kenapa merasa bersalah. Tetapi jika ia berkata jujur, maka Chelsi pasti akan sakit hati.Leon terpaksa melakukannya demi kebaikan mereka bersama.Ia sangat lelah dan tidak ingin ada perdebatan yang memusingkan lagi dan lagi. Te
“Apa Papa sama Mama udah gila?”Alih-alih tersinggung, David malah tertawa keras, sementara Natalie tersenyum.“Nak, itu hal yang wajar, kamu nggak perlu terkejut begitu,” kata David dengan santainya. Ia menyesap tehnya dan menatap Chelsi. “Kamu 'kan sudah memberikan keturunan untuk dia yang sudah sekian lama menanti. Salah satu anak cabang perusahaan bukanlah hal yang seberapa bagi orang seperti Leon.”Namun Chelsi tetap saja kurang setuju dengan hal itu. “Tapi Pa, kehamilan aku 'kan baru berjalan selama tiga bulan. Mana mungkin aku bisa minta hal kayak gitu sama Leon? Apa kata Leon nanti?”Natalie mendesah jengkel. “Astaga Sayang, Leon itu kan suami kamu. Jelas dong kamu bisa minta apa pun sama dia, apalagi itu semata-mata buat anak kalian!”“Aduh Ma, gimana kalau Leon mikir aku cuma mikirin harta aja?” Chelsi masih saja tidak ingin mengikuti permintaaan orang tuanya yang ter
“Apa?! Ayana Pingsan?!”“Iya, Nak. Tolong bantu Ibu bawa ke rumah sakit!”“Iya, Tante. Darel bisa! Darel bakal ke sana secepatnya, Tante jangan khawatir, ya!”Darel langsung menutup telepon dan meraih kunci mobilnya di atas meja. Ia melangkah terburu-buru menuju garasi, nyaris berlari karena panik dan takut yang menjalari tubuhnya.Kenapa Ayana bisa pingsan?Darel benar-benar khawatir, mengingat kondisi Ayana yang tengah hamil besar. Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan yang untungnya tidak sedang macet.Darel tiba dalam beberapa menit di rumah Ayana dan melompat keluar dari mobilnya. Pintu rumah Ayana terlihat terbuka lebar, dan ketika Darel mendekat, ia bisa mendengar suara cemas Hana yang berusaha menyadarkan Ayana.“Nak, badan kamu panas banget! Ya Allah, kenapa bisa begini?” Hana mengusap keringat yang membasahi dahi dan tengkuk Ayana dengan wajah yang t
Setelah mendapat alamat tempat rumah sakit Ayana dirawat, Leon segera menyambar jaket dan kunci mobilnya.Ia melangkah tergesa-gesa menuju pintu utama ketika Rara baru muncul dari dapur. Melihat wajah panik saudaranya, Rara sontak memanggilnya.“Kak Leon! Kak Leon! Kak Leon mau ke mana? Kok kayak dikejar-kejar setan gitu?”Leon membuang napas kasar dan berbalik badan. “Kakak buru-buru mau ke rumah sakit.”“Hah, kenapa?”“Ayana sedang dirawat di sana.”Rara membelalak terkejut. “Kak Ayana kenapa, Kak?”“Kakak juga nggak tahu. Udah, kamu jangan tanya lagi. Kakak mau berangkat sekarang,” kata Leon cepat. Ia sudah hendak melangkah pergi namun Rara kembali memanggilnya.“Eh, Kak Leon, tunggu sebentar!”Leon berdecak kesal. “Apalagi sih?”“Rara mau ikut jenguk kak Ayana. Tunggu bentar ya Kak, Rara mau ganti baju dulu. K
‘Pria ini benar-benar cari masalah! Dia pikir dia siapa?!’Leon mengepalkan tangannya kuat-kuat, rasanya ia ingin sekali memukul wajah pria menyebalkan yang berdiri di hadapannya. Kalau bukan karena keberadaan Hana dan Ayana, maka ia tidak akan segan-segan melakukannya.“Aku suaminya Ayana,” tekan Leon dengan suara kesal. “Dan jika ada yang harus kembali, itu adalah kamu. Aku bisa menjaga istriku sendiri tanpa bantuanmu.”Darel menarik salah satu sudut bibirnya, tanpa takut balas menatap Leon dengan tatapan tajam yang sama, seolah tengah menantang Leon.Ia tidak yakin Leon bisa menjaga Ayana dengan baik, mengingat bagaimana Hana memilih menghubunginya dibanding Leon. Tetapi melihat amarahnya sekarang, Darel bertanya-tanya bagaimana sebenarnya perasaan Leon pada Ayana.“Aku juga bisa menjaga Ayana di sini. Ayana sudah kuanggap sebagai keluargaku sendiri,” kata Darel.Leon mendecih dan menatap ti
“Mama?” Leon termangu menatap ibunya yang datang secara mendadak bersama Chelsi.Apakah mereka mendapat alamatnya dari Rara?Tetapi belum sempat ia bertanya, Rita sudah mendekat dengan wajah yang merah padam. Ia berhenti tepat di depan Ayana dan menunjuk wajahnya. “Kamu! Kamu sengaja 'kan pura-pura sakit untuk menarik simpati anakku? Iya 'kan?!” tuduh Rita dengan suara tajam. “Dasar wanita nggak tahu diri kamu!”Ayana sontak menggeleng panik. “Nggak Bu, Ayana beneran sakit. Ayana bahkan baru aja tau kalau Mas Leon ke sini pagi ini. Ayana nggak mungkin—”“Halah, nggak usah banyak alasan kamu!” sela Rita dengan suara sinis. Ia lalu beralih pada Leon yang masih mendekap Ayana. “Leon, ayo kita pulang sekarang. Kamu harus ke kantor 'kan? Kamu nggak perlu nemenin wanita miskin ini di sini!”Leon menghela napas berat. “Tapi Ma—”Rita menggeleng keras. &l