Share

Chapter-02

Karena membutuhkan banyak biaya untuk ayahnya, Rania pun akhirnya menyetujui ucapan Rana. Dia menerima tawaran Rana yang akan menikah dengan Abrisam, pria kaya raya yang buta itu. Selama menikah, Rana akan pergi keluar negeri untuk mengasingkan diri. Sedangkan nanti yang akan tinggal bersama dengan Abrisam adalah Rania. Semua ini dia lakukan untuk ayahnya, agar ayahnya sembuh dari penyakitnya dan mampu menemani rania hingga hari bahagianya nanti.

Setelah bertemu dengan Rana, dan wanita itu meminta Rania bertemu dengan Abrisam di taman kota. Sayangnya, Rania sudah muter-muter taman ini selama setengah jam, dan Rania tidak bertemu dengan Abrisam sedikitpun. Dia melihat banyak orang yang datang dari ibu-ibu, bapak-ibu, anak-anak dan masih banyak lai. Tapi Rania tidak melihat orang buta yang masuk ke dalam taman ini.

Rania memutuskan untuk pulang, hari ini Adhitama harus di operasi pencangkokan jantung. Dia tidak tega jika harus meninggalkan Adhitama sendirian di rumah sakit. Walaupun Rana bilang jika dia ada disana, nyatanya perasaan Rania tetap saja tidak tenang. Ketika wanita itu membalik badannya hendak pergi, rania malah melihat satu pria yang baru saja turun dari mobil. Pria itu mengenakan kacamata hitam dan juga tongkat kecil berwarna silver di tangan kanannya. Ditambah lagi ada satu pria berjas coklat yang menuntun alis membantu orang itu berjalan. Apa mungkin pria yang di maksud Rana itu adalah Abrisam?

Wanita itu mencoba mendekati Abrisam. Menatap penampilan pria itu dari ujung kaki sampai ujung rambut. Secara penampilan sangat bagus dan terlihat mahal, wajahnya juga tampan, tidak memiliki bulu halus di dagu atau mungkin atas bibir. Wajahnya sangat bersih dan juga wangi. Hanya saja dia buta, itu yang membuat Rana menolaknya. Coba saja pria itu bisa melihat, mana mungkin Rana menolaknya. Secara tidak langsung Abrisam ini sangat sempurna di mata Rania.

Astaga apa yang aku pikirkan!!

“Mas Abri … .” panggi Rania mengakrabkan diri.

Abrisam yang dipanggil dengan sebutan mas pun memiringkan kepalanya, berharap dia tidak salah mendengar. “Rana … kamu panggil apa tadi?” kata Abrisam bingung.

“Mas Abri. Kenapa? Ada yang aneh ya?”

Abrisam tertawa kecil, tentu saja ada yang aneh. Pasalnya ini pertama kalinya ada wanita yang memanggil Abrisam dengan sebutan mas. Biasanya mereka semua akan memanggil Abrisam dengan sebutan nama tanpa adanya embel-embel.

“Kalau kamu nggak mau. Ya nggak papa, aku panggil Abri aja.” kata Rania akhirnya.

Dan nyatanya Abrisam langsung menggeleng. Dia menyukai sebutan barunya itu, dan meminta Rania terus memanggil Abrisam dengan sebutan mas.

Kata Rana hari ini adalah hari perkenalan Rana dengan Abrisam, sebelum menikah. Dan sebisa mungkin Rania harus mengakrabkan diri pada Abrisam, agar pria itu tidak curiga jika wanita yang di depannya itu bukanlah Rana tapi Rania. Wanita itu mengajak Abrisam untuk jalan-jalan, tidak banyak yang mereka bicarakan karena Rania tidak nyaman dengan pria yang selalu mengikuti Rania dan juga Abrisam sejak tadi.

“Mas Abri yang di belakang itu siapa sih, dari tadi ngikutin kita mulu.” tanya Rania berbisik.

“Dia Bagas, sopir aku. Dia orang kepercayaan aku, kenapa? Kamu nggak nyaman ya ada dia?”

Rania mengangguk dia tidak nyaman dengan Bagas yang sejak tadi mengikutinya, dan terus saja menatap dirinya tajam. Seolah Rania adalah daging segar yang siap dilempar ke lubang buaya. Mengangguk di depan Abrisam juga percuma, karena pria itu tidak bisa melihat Rania. Ah tidak masalah lah, yang penting dia hanya memiliki waktu satu jam untuk mengenal Abrisam.

Setelah berkeliling taman dan merasakan rintihan air hujan, Rania mengajak Abrisam ke sebuah warung pinggir jalan untuk meneduh. Tapi karena mencium aroma wangi soto membuat perut Rania berbunyi cukup kencang. Maklum saja dia belum makan sejak pagi karena sibuk mengurusi ayahnya, belum lagi harus bertemu dengan Rana dan sekarang harus bertemu dengan Abrisam.

Tentu saja hal itu langsung membuat Abrisam tertawa kencang. Dia pun mencoba membenarkan kaca mata hitamnya yang bertengger manis di hidung mancungnya.

“Kamu lapar ya mencium aroma soto? Mau makan bareng saya?” ucap Abrisam.

Pipi Rania bersemu merah, sungguh memalukan perutnya ini berbunyi tanpa tau tempat. “Boleh Mas kalau nggak keberatan. Maaf ya, aku belum makan sejak pagi tadi.”

“Nggak papa ayo makan. Dimana yang jual?’

Rania ingin menunjukkan penjual soto itu dengan cara menuntun Abrisam. Tapi yang ada Bagas malah menghentikannya dan membuat Rania langsung memasang wajah cemberutnya. Tapi hal itu tidak bertahan lama, ketika Abrisam meminta Bagas untuk tidak melarang Rania. Bagaimanapun Rania adalah calon istrinya. Entah itu cafe, warung atau mungkin restoran sekalipun dia siap kok makan dimanapun dengan wanita itu.

Bagas sendiri langsung mengangguk kecil dan membiarkan majikannya makan bersama calon istrinya. Tapi untuk kali ini Bagas merasa curiga dengan wanita yang satu ini. Jika kemarin, ketika mereka bertemu untuk pertama kalinya wanita itu menunjukkan wajah juteknya. Lalu sekarang wanita itu terus saja tersenyum tanpa henti di samping Abrisam. Siapa wanita itu? Dan apa mungkin dia memiliki dua sisi kepribadian yang bisa berubah dalam sekejap?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status