Share

Chaprer-03

"Rana … gimana keadaan Ayah?" tanya Rania khawatir.

Rana yang sibuk dengan cat kukunya pun menatap Rania malas. Jika dilihat secara penampilan pun mereka sangat berbeda. Tidak perlu dijelaskan, karena semua orang tahu jika Rana hidup dengan harta. Sedangkan Rania yang hidup jauh dari kata harta.

"Baik. Seperti yang kamu lihat!!" jawab Rana cuek.

"Operasinya?"

Rana menghela nafasnya berat, dia pun menutup botol kecil cat kukunya dan menatap Rania sekali lagi. Saudara kembarnya itu sangat cerewet, dan tidak bisa diam. Seharusnya tanpa bertanya dia tahu, jika ayahnya itu baik-baik saja. Operasinya berjalan dengan lancar, karena Rania pergi cukup lama bersama dengan Abrisam. Tapi tidak masalah yang penting Rana akan terbebas dari pria buta yang sama sekali tidak dia inginkan.

Wanita itu bangkit dari duduknya dan memilih pergi. Dia juga sempat meninggalkan beberapa lembar uang, dan juga kontrak perjanjian kerja sama mereka. Jika Rana akan membiayai pengobatan Adhitama hingga sembuh. Dengan syarat jika Rania siap menikah dengan Abrisam. Selama itu juga Rana akan pergi keluar negeri, atau kemanapun asal tidak ada yang tahu, jika yang menikah dengan Abrisam bukanlah dirinya.

Rania sendiri hanya mengangguk. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain menyetujui perjanjian itu. Lagian yang sebanyak itu juga untuk pengobatan Adhitama, karena Rania sama sekali tidak ingin kehilangan Adhitama.

Rana menghentikan langkahnya saat sampai di pintu ruang inap Adhitama. Membalikkan badannya menatap Rania yang sibuk mengusap tangan Adhitama dengan lembut.

"Ingat!! Hapus tahi lalat kamu, waktu kalian mau nikah!! Jangan sampai Mama tau kalau yang nikah itu kamu bukan aku." ucap Rana dan pergi begitu saja. Tanpa menunggu jawaban Rania.

Ya tahi lalat di bawah mata yang membedakan mereka berdua. Jika Rania memiliki tahi lalat kecil di bawah mata kiri, sedangkan Rana tidak memiliki tahi lalat sama sekali di wajah. Tahi lalat itu bisa dilihat jika mereka cukup dekat. Jika berjauhan tentu saja tidak bisa, kecuali memang matanya begitu teliti.

Hanya tersenyum tipis, Rania pun lebih fokus untuk mengurus Adhitama. Lagian ayahnya ini baru saja menjalani operasi, dan membutuhkan perawatan intensif. Rania juga tidak akan tega jika harus meninggalkan Adhitama saat ini. Masalah pekerjaan, sesuai dengan janji Rana. Wanita itu memilih keluar dari pekerjaannya. Kata Rana, pernikahan mereka hanya menghitung hari dan Rana meminta Rania untuk tidak bekerja. Selama sebelum pernikahan hidup Rania dan juga Adhitama yang memenuhi Rana. Sedangkan setelah menikah, tentu saja Rana langsung lepas tangan masalah hidup merekam lagian, Abrisam juga tidak akan diam saja kan? Dia pasti akan memenuhi kebutuhan Rania dan juga Adhitama setelah ini.

"Ayah … maafin Rania ya. Rania harus mengambil jalan ini untuk pengobatan Ayah." mengusap air matanya dengan lembut, Rania mengambil tangan Adhimata dan mengecup punggung tangan itu. Berharap jika setelah sadar, Adhitama tidak akan marah atau kecewa dengan Rania.

Jika bukan perkara kesehatan Adhitama, Rania juga tidak akan mau melakukan hal ini. Tapi mau bagaimana lagi, dia harus melakukan hal ini demi menyelamatkan nyawa ayahnya.

Pintu ruangan ini dibuka begitu lebar, dan masuklah dua suster yang mengantar makan malam untuk ayahnya. Untung saja tadi sore Rania sudah makan soto bareng Abrisam. Tidak banyak yang mereka bicarakan, karena Rania lebih fokus untuk mendinginkan nasi soto milik Abrisam. Walaupun buta, nyatanya pria itu memiliki selera humor yang lumayan bisa membuat Rania terhibur.

Dengan lembut Rania pun membangunkan Adhimata. Ini sudah waktunya jam makan malam, jangan sampai Adhitama telat makan dan penyakitnya kambuh.

"Ayah … ayo bangun Yah. Waktunya makan, Ayah jangan tidur aja ya. Nanti Rania tinggal loh." kekeh Rania mencoba membangunkan Adhitama.

Pria tua beruban itu membuka matanya secara perlahan, ketika sebuah tangan menyentuh tubuhnya dan sedikit menggoyangkannya. Sentuhan sekecil apapun Adhitama pasti akan bangun, jangankan sentuhan, semut berjalan di kakinya saja Adhitama kerasa.

"Nah gitu dong Yah, bangun. Udah mau sembuh masa iya mau tidur terus."

Adhitama tersenyum lemah. Dia pun dibantu Rania untuk memposisikan diri setengah duduk. Matanya masih saja ingin merem, karena obat bius yang masih dirasa oleh Adhitama. Tapi dia memiliki tekad untuk cepat sembuh, itu sebabnya ketika Rabia menyuapinya, Adhitama langsung membuka mulutnya kecil dan menyantap bubur hambar itu.

"Rasanya tidak enak … " kata Adhitama dengan suara lirihnya.

Rania tertawa kecil, "Nanti kalau sudah keluar dari rumah sakit. Rania janji sama Ayah untuk ngajak Ayah makan enak. Emangnya Ayah mau makan apa sih?"

"Soto daging. Boleh ya?"

Tentu saja boleh, apapun akan Rania belikan untuk Adhitama. Asal Ayahnya itu mau cepat sembuh dan keluar dari rumah sakit ini.

"Ayah … ada sesuatu yang pengen aku kasih tau ke Ayah. Tapi … Rania mohon ya, Ayah jangan marah. Rania tau kok Rania salah. Cuma … Rania terpaksa." kata Rania takut.

"Ayah nggak marah, asal kamu ngomong jujur sama Ayah. Ada apa hmm?"

Dengan sekuat hati Rania pun memberitahu apa yang terjadi tentang dirinya, Rana dan juga Abrisam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status