Keesokan harinya, Rana pun memilih untuk pulang. Grace terus saja menelponnya sejak setengah jam yang lalu. Dan nyatanya, Rana paling malas jika harus menerima panggilan itu, dan mendengar omelan Grace.
Semalam, Rania menceritakan apa saja yang mereka lakukan. Termasuk menurunkan Rania di depan rumah Rana. Dimana Abrisam mengajak Rania ke sebuah butik untuk memesan gaun pernikahan mereka. Dan juga pergi membuat undangan sesuai apa yang Rania inginkan. Katanya, semua sesuai keinginan Rania. Itu sebabnya Rana meminta Rania bercerita dengan sedetail mungkin. "Yaudah aku pulang. Nanti kalau ada apa-apa jangan lupa kabarin aku. Apalagi Abrisam sekarang udah punya nomer kamu. Yang jelas dia nggak akan telepon aku lagi." kata Rana. Rania mengangguk. "Iya. Kalau dia telepon aku, nanti aku langsung ngabarin kamu." Rana bergumam dia pun langsung mengambil kunci minimnya, dan memilih pergi. Dia harus pulang cepat dan mengurus semuanya. Setelah Rania menikah dengan Abrisam, dia harus segera pergi dari kota ini. Agar Grace dan juga Selena tidak tahu, jika selama ini mereka bertukar tempat. "Aku pulang." pamit Rana. Dia pun menatap Adhitama yang duduk di teras rumah dengan senyum yang mengembang. "Ayah aku pulang." pamit Rana pada Adhitama. "Hati-hati di jalan." Rana mengangguk dia pun masuk ke dalam mobil dan meninggalkan pekarangan rumah kecil ini. Di sepanjang jalan keluar dari gang, Rana sempat melihat satu mobil berwarna putih terparkir indah di dekat gang rumah Rania. Dia pun memicingkan matanya menatap siapa pemilik mobil mewah itu. Karena menurut Rana, mobil itu tak asing baginya. "Mobil mama bukan sih?" gumam Rana. Tidak buru-buru keluar gang, Rana masih memantau mobil putih dan memastikan jika mobil itu bukanlah mobil ibunya. Dan benar saja, ketika sang pemilik mobil itu keluar. Barulah Rana langsung memundurkan mobilnya agar pemilih mobil putih itu tidak melihat mobil Rana. "Sial!! Kenapa juga mama ada disana?" gerutu Rana. Suara klakson dari arah belakang membuat Rana menoleh. Dia pun menatap banyaknya motor yang hendak keluar dari gang. Sedangkan Rana tidak mungkin menjalankan mobilnya untuk keluar dari gang. Sebelum mobil putih itu pergi dari samping gang rumah ini. Lagian untuk apa juga mama nya sampai ke sini? Apa mungkin Grace tahu, jika Rana berada di rumah Rania dan juga Adhitama? Tidak!! Hal itu tidak boleh terjadi!! Ketikan kaca membuat Rana menoleh kaget. Dia pun menatap satu pria yang berdiri di sampingnya dengan helm di masih dia kenakan. Tentu saja Rana langsung menurunkan kaca mobilnya, dan menatap pria itu tajam. "Apa!!" cetus Rana kesal. Dia tahu jika pria itu datang pasti untuk marah-marah pada Rana. Karena mobilnya, yang memenuhi jalan dan pengendara lainnya tidak bisa lewat. "Heh Mbak bisa nggak sih nyetir mobil? Ini jalan umum, bukan jalan nenek moyangmu!!" sewot orang itu. "Biasa aja dong!! Ini juga mau lewat kok." jawab Rana tak kalah sewotnya. "Yaudah buruan!!" Rana menutup kaca mobilnya. Peduli setan dengan Grace yang akan tahu jika Rana berada di rumah Adhitama. Tapi nyatanya, ketika mobil Rana keluar dari gang. Mobil milik Grace sudah tidak ada disana. Langsung saja wanita itu melajukan mobilnya dengan cepat hingga ke rumah. Membutuhkan waktu tiga puluh menit, Rana pun sampai di depan rumahnya. Dia pun memarkirkan mobilnya secara asal. Dia tidak peduli jika mobil putih itu akan keluar atau tidak. Turun dari mobil dengan wajah gembelnya. Rana pun langsung ngacir masuk, dan melihat Grace yang sibuk sarapan dengan David ayah tirinya. "Halo sayang … kamu kok baru pulang? Kemana aja kamu itu. Kok penampilan kamu begini banget.” kata Grace. Rana tersenyum paksa dan menghampiri Grace. Dia pun menjelaskan pada Grace jika dia tidur di kantor. Dan Rana meninggalkan make up di rumah, di sana hanya ada kasur dan juga baju ganti saja. Bahkan ketika mandi Rana juga tidak mengenakan sabun mandi. Itu sebabnya dia terlihat kucel dan jelek. Langsung saja Grace meminta Rana untuk segera mandi. Dia itu sebentar lagi akan menikah, dan Grace mengajak Rana untuk merawat diri di salon. Setidaknya, ketika menikah nanti kulit dan juga wajah Rana harus terlihat sehat dan bersih. Wanita itu juga tidak menolak, dia pun hanya menganggukkan kepalanya kecil. Selain ngacir pergi ke kamarnya, Rana pun memilih memejamkan matanya sejenak. Kasur di rumah Rania membuat pinggangnya patah. Sangat keras dan tidak membuat Rana nyaman. Dia harus begadang akan hal itu, tidak ada pendingin ruangan dan juga ruangan yang sempit. Hidup kakaknya itu benar-benar menyedihkan.Memasuki makan siang, Rania pun melepas celemek di tubuhnya. Dia pun memilih membeli roti panggang yang berada di seberang jalan. Entah kenapa akhir-akhir ini Rania ingin makan sekali roti panggang. Bahkan Rania juga lupa kapan terakhir dia membeli roti panggang untuk dirinya dan juga ayahnya.“Mau kemana Ran, kok buru-buru.” kata Vano, ketika menyadari jika Rania ingin pergi dari cafe. Ya selama ini Rania bekerja di salah satu cafe di ibukota. Cafe ini hampir setiap hari ramai pengunjung. Entah anak muda, ibu-ibu arisan atau bahkan beberapa orang pebisnis yang menyewa ruang privasi. “Beli roti panggang Mas. Kenapa? Mau titip?”Vano menggeleng. “Nggak lah. Cuma mau tanya aja.”Rania menunjukkan wajah cemberutnya, dia pun memilih cepat pergi dari cafe ini sebelum roti panggang depan itu tutup. Maklum saja toko itu buka dari jam tujuh pagi sampai jam dua belas siang, lalu buka kembali jam empat sore sampai jam sepuluh malam. Dan jika Rania belinya malam, sudah dipastikan jika dia tida
Rania mendadak gugup ketika dia bertemu dengan Selena, Ibu Abrisam. Siang ini Rania mendapat telepon dari Bagas. Jika Selena ingin bertemu dengan Rania. Ralat!! Sebenarnya ingin bertemu dengan Rana, karena Rania yang menggantikannya. Itu sebabnya dia datang, sedangkan Rana tentu saja wanita itu pergi entah kemana. Agar Grace tidak curiga dan marah padanya. Seperti saat ini Selena yang mengundang Rania untuk makan siang bersamanya, dan juga membahas tentang pernikahan mereka. Selena juga memuji Rania yang pandai masak, dan rasa masakannya sangat enak. Selena berani bertaruh, jika wanita itu membuka usaha catering atau makanan ringan sudah dipastikan akan laku keras. "Tante bisa aja." ucap Rania malu. "Serius loh. Tadi sambal cumi kamu enak banget. Abri aja sampai nambah." goda Selena. Rania tersipu malu, dia pun menyimpan sambal cumi yang ada di dalam lemari pendingin. Sambal cumi ini bisa bertahan dua minggu jika berada di lemari pendingin.Kalau begini ceritanya, Selena juga beta
Rania sampai dirumah pukul enam sore. Untuk saja cuaca hari ini cerah dan tidak turun hujan. Dia tidak harus drama lagi, karena hujan turun dan membuat kepala Rania pusing. Bahkan tidak hanya itu, Rania juga dikejutkan oleh kedatangan Rana yang ternyata seharian ini menemani ayahnya di rumah. Meskipun rumahnya harus menjadi kapal pecah karena ulah Rana. "Yang bayar tagihan AC siapa, Rana. Itu listriknya pasti mahal banget." kata Rania, menyodorkan satu kotak roti pandan pada ayah dan juga Rana. Wanita itu menoleh cepat menatap Rania dan juga pendingin ruangan di kamarnya secara bergantian. "Calon istrinya Abrisam bayar listrik aja nggak mampu!!" "Rana--" "Aku yang bayar, kalau Kakak nggak mampu!" Sebenarnya bukan tidak mampu. Rania itu mampu membelinya. Tapi kamu Rania hingga harus memikirkan biaya hidupnya selanjutnya setelah membeli barang seperti itu. Nyatanya kipas angin yang ada di kamar Rania saja tidak pernah menyala, apalagi ini pendingin ruangan yang dipakai atau tidak t
Rana menghela nafasnya berat, ketika Rania menelponnya dan memberitahu dirinya. Jika hari ini gaun yang beberapa hari dipesan oleh Rania sudah jadi. Dan Megan meminta Rana dan juga Abrisam untuk mencobanya. Malas!! Tentu saja iya, dia harus bangun pagi hanya untuk datang ke butik yang Rania katakan. Belum lagi ocehan Grace yang membuat telinga Rana panas. "Mama bisa diam tidak!! Aku pusing denger Mama ngomong terus, dan itu semua hanya karena harta!" cetus Rana. Yang ada dipikiran ibunya itu hanya harta, harta, harta, dan harta. Tapi Grace tidak pernah memikirkan perasaan anaknya sampai detik ini. Rana itu tidak mau menikah, dia adalah wanita bebas, dia tidak suka keterikatan. Berkali-kali Rana mengatakan hal itu pada Grace. Dan nyatanya wanita tua itu sama sekali tidak peduli. Ibarat kata, Grace itu adalah sopir dan Rana adalah penumpang yang harus ikut dan menurut apapun yang sopir itu katakan. "Mama cuma ingetin kamu!! Jangan sampai jatuh cinta dengan dia." "Lagian siapa juga
"Jadi aku kesini cuma mau bilang, kalau Rana akan segera menikah. Kamu adalah Ayah kandung Rana, dan kamu berhak datang ke gereja untuk menyaksikan pernikahan putri keduanya. Adhitama menghela nafasnya berat. Dia pun sempat melirik Rana yang menunjukkan wajah memelasnya, hingga membuat Adhitama tidak tega, untuk berkata jujur. Jika saja Grace tahu, nantinya yang menikah dengan Abrisam bukanlah Rana melainkan Rania. Tapi melihat istrinya yang gila harta, dia pun hanya menganggukkan kepalanya pelan. "Selamat ya, sebentar lagi Rana akan menempuh hidup baru. Ayah cuma berharap kamu bahagia dengan pilihanmu." jelas Adhitama. Itu adalah sebuah sindiran keras untuk Rana, yang dimana wanita itu mengorbankan kakaknya untuk menikah dengan pilihan Grace, hanya karena wanita itu tidak mau menikah dengan pria buta. Memangnya Adhitama juga rela harus melihat Rania menikah dengan pria buta? Yang dimana semua urusan akan melibatkan Rania? Masalahnya akan semakin banyak, dan bahunya harus terpaksa
Setelah pergi dari rumah, dan turun dari angkutan umum. Rania pun mendesah pelan, perasaannya begitu kacau setelah mendengar hal itu. Bukannya Rania tidak ingin tinggal bersama dengan ibunya, bahkan Rania juga menginginkan jika keluarganya kembali berkumpul. Rania ingin tinggal bersama dengan ibu, ayah dan juga adiknya. Apakah itu bisa? Tentu saja tidak bisa!! Grace tidak mungkin mau tinggal bersama dengan Rania dan juga Adhitama. Apalagi kondisi ayahnya saat ini yang sakit-sakitan, dan hanya Rania yang menjadi tulang punggung keluarganya. Ibunya tidak mau tinggal di rumah petak, yang menurutnya hampir mirip dengan gudang. Ibunya juga tidak mau hidup susah serba kekurangan. Itu sebabnya sisa harta yang ada, Grace pun kembali menikah dengan David. Jika dihitung pria tua itu juga termasuk ayah tirinya, jika dia mau mengakui Rania sebagai anak tiri. Tapi tidak masalah jika tidak ingin, toh, dia juga tidak begitu berharap dianggap anak boleh David. Dia sudah memiliki Adhitama, ayah kandu
"Ini tempat terakhir kita." kata Rania. Wanita itu menatap arlojinya yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Dua jam lagi, dia harus pulang ke rumah. "Ini dimana kok ramai banget." tanya Abrisam. Ini adalah tempat terakhir tujuan Rania. Mereka berada di pasar malam pinggiran kota. Belum.bisa dikatakan pinggiran, karena tempat ini hanya membutuhkan lima belas menit untuk sampai di kota. Rania suka sekali datang ke tempat Ramai, jika suasana hatinya buruk. Seperti tadi pagi, dan dia akan membeli cemilan kuping gajah dan juga makaroni pedas sebagai teman. Tidak hanya itu, Rania juga akan membeli satu cup teh dingin. Seperti saat ini, Rania yang meminta Abrisam duduk di kursi yang ada, sedangkan dia yang membeli banyak cemilan dan juga minuman. Dalam hati Rania berdoa jika pria itu tidak batuk dan juga tidak flu ketika Abrisam memakan cemilan murahan. Kembali ke kursi itu, Rania langsung duduk di samping Abrisam. Wanita itu menaruh dia bungkus cemilan tidak pedas dan juga satu minum
Rana mendadak gemas dengan Rania, yang tak kunjung datang. Ini sudah jam setengah tujuh pagi, dan Grace sudah menelponnya berulang kali, hanya menanyakan wanita itu ada dimana. Tentu saja dia ada di depan rumah Rania, hari ini adalah hari pernikahan Abrisam dan juga Rana. Yang dilangsungkan di sebuah gereja ibukota tepat jam sepuluh pagi. Grace meminta Rana untuk datang lebih dulu, karena wanita itu harus menjalani fitting bajunya kembali karena tidak cukup, belum lagi make up manten itu membutuhkan waktu sekitar dua sampai tiga jam. Dan sampai saat ini Rania belum juga menemuinya. Berkali-kali wanita itu menelponnya, mengirim pesan untuk segera keluar. Nyatanya Rania juga tak kunjung datang, hingga akhirnya membuat Rana mau tidak mau turun dari mobilnya. Wanita itu berlari kecil, mengetuk pintu rumah ini dengan tak sabarab. Bahkan Rana juga harus berteriak memanggil nama Rania agar mau keluar dari dalam rumah. Jangan sampai wanita itu berubah pikiran, dan kabur dari tanggung jawab
“Untuk apa kamu kesini?” tanya Abrisam. Di dapur Mbok Yem berbisik tentang hal ini dengan Atun, kenapa juga Atun tidak bilang apapun jika Claudia telah kembali. Seharusnya ketika wanita uru kembali Atun bercerita dengan Mbok Yem biar dia tidak kaget seperti ini. Kan jadinya repot Mbok Yem takutnya kena serangan jantung sanking kagetnya.“Aku lupa Yem, lagian kamu libur lama banget sih jadinya kan ketinggalan berita rumah ini.” Yem pun menoleh menatap Atun yang seolah penasaran dengan apa yang mereka bahas di ruang makan. “Ya kan tetap harus bilang, kalau begini kan kasihani Non Rana. Kamu tau sendiri kan Non Claudia itu kayak apa, jahatnya minta ampun.” Iya, Yem juga tahu nika Claudia begitu jahat dengan semua orang termasuk dengan Abrisam yang tega meninggalkan tuannya karena karena buta. Sekarang giliran ada orang yang bisa menerima Abrisam dengan sepuluh hati dia malah kembali. Kenapa? Apa sama yang kemarin Claudia sudah dibuang? Terus menatap pertengkaran mereka Mbok Yem maup
Usai mandi yang hampir tiga jam itu, Rania pun keluar kamar dengan nyeri dibagian perut bawah. Dia pun menggunakan dress untuk turun ke bawah. Dan disana sudah ada Bagas dan juga Selena yang menunggunya dengan wajah cemberut.“Bagas kamu disini juga.” pekik Rania kaget dan melihat ibu mertuanya yang sudah menaikan satu alisnya ke atas. “Mami.” panggil Rania.“Kamu ini ngapain aja sih mandi kok lama banget, kita udah nunggu tiga jam loh di bawah ini.” omelin Selena.Rania menahan nafasnya sambil menggaruk rambutnya yang setengah basah. Tidak mungkin jika dia bilang kalau habis bercinta di kamar mandi, yang ada mereka akan menertawakan dirinya dan juga Abrisam yang tidak ada hentinya untuk bercinta terus menerus. Celingukan mencari Abrisam dengan harapan bisa membantunya, pria itu malah hilang entah kemana. Atau mungkin belum mau turun dan masih siap-siap, tapi tadi ketika Rania mau turun Abrisam susah siap lebih dulu dengan pakaian santainya. Tapi ken
“Kamu hari ini tidak ke kantor?” tanya Abrisam saat dia baru saja mendaratkan pantranya di pinggiran tempat tidurnya.Rania yang sibuk melibatkan baju pun tersenyum. “Sorry ya Mas aku nggak ngabarin kamu ya, tadi aku nggak ke kantor karena harus ketemu Ayah.” “Lain kali tolong bilang ya, jangan pergi kemana-mana dan aku tidak tahu.” Sekali lagi Rania hanya bisa meminta maaf saja tanpa mengurangi apapun. Dia juga bilang pada Abrisam jika dia akan jarang mengantar makan siang, mungkin akan menitipkan pada Bagas atau mungkin satpam kantor. Bukannya apa hanya saja Rania merasa sungkan dengan banyak orang yang menatap Rania secara terang-terangan meskipun mereka tahu jika Rania adalah istri Abrisam. Tetap saja rasa sungkan itu masih ada.Sejujurnya Abrisam tidak suka hal itu, dia ingin membantah dengan apa yang menjadi keputusan Rania. Tapi sebisa mungkin dia menghargai apa yang menjadi pikirannya. Mungkin dia lelah jika harus pulang pergi dari rumah ke kantor dan belum juga terjebak mac
Bukannya marah, Claudia malah tertawa. Apa yang dia katakan memang benar, lagian Rania itu sama sekali tidak pantas jika harus bersanding dengan Abrisam. Harusnya Rania itu sadar diri, pernikahan ini hanya dijodohkan, Abrisam tidak mungkin mencintai Rania seperti Abrisam mencintai Claudia. Benar!! Itu memang benar!! Rania tidak pernah mendapatkan cinta Abrisam. Dia juga tahu, jika selama ini Abrisam menjaga perasaannya untuk orang lain. Tapi bisakah jangan diingatkan kembali? Dia baru saja senang ketika pria itu mengajak Rania untuk memulai kehidupan yang sesungguhnya, bahkan Rania berpikir jika Abrisam sudah bisa menerima dia dengan sepenuhnya. Hanya saja rasa cinta itu memang belum dia dapatkan. Rania tidak menuntut akan hal itu, dia juga sadar diri. Selain masih ada masa lalunya, Rania bukanlah orang yang seharusnya Abrisam nikahi. Kesal dengan perkataan Claudia, Rania pun memutuskan untuk pergi. Dia tidak lagi mau menjadi bahan tontonan banyak karyawan Abrisa
“Wanita murahan seperti kamu ngapain kesini!!” Rania langsung menghentikan langkahnya, menolehkan kepalanya ke belakang dan melihat Claudia yang baru saja datang ke kantor Abrisam. Dia bilang apa? Rania wanita murahan? Apa dia lupa jika Rania adalah istri sah dari Abrisam?Claudia mendekat dia pun berdiri di depan rania dengan angkuhnya. “untuk apa kamu datang ke kantor kekasihku?”Apa dia bilang kekasih? Rania tersenyum begitu manis, dia pun menunjukkan kotak makan yang dia bawa pada Claudia Jika dia datang ke sini untuk mengantar makan siang untuk Abrisam Pagi tadi suaminya itu meminta rania untuk mengantar makan siang, sedangkan biasanya rania langsung membawakan makan siangnya ketika merek berangkat ke kantor Tapi kali ini entah kenapa Abrisam ingin Rania datang, padahal Rania sudah lama tidak pernah datang ke kantor Abrisam. Seharusnya hal ini dilakukan oleh Claudia jauh-jauh hari yang lalu. Dimana dia kembali ingin menjalin hubungan kembali dengan Abrisam. dan pagi ini, kecup
Usia bertemu dengan Claudia, Abrisam memutuskan untuk mencari keberadaan Rania. Tapi wanita itu tidak menyahut ketika Abrisam terus memanggil namanya. "Rana … kamu dimana?" teriak Abrisam kesekian kalinya. "Kenapa Mas? Aku habis mandi, nggak denger kamu panggil." ucap Rania beralasan. Matanya sembab, hidung memerah. Dia baru saja menangis dibawah guyuran air shower. Bohong jika dia tidak mendengar suara Abrisam yang terus saja memanggil namanya. Sedangkan sejak tadi, Rania mendengarkannya hanya saja dia malas untuk menjawab ucapan Abrisam. Toh, tidak ada gunanya juga. Dia kembali juga dengan wajahnya sumringah, apa mereka kembali? Atau Abrisam suka dan bahagia ketika mendapat ciuman dari Claudia? Yang mungkin berbeda dengan apa yang dilakukan Rania pada Abrisam. "Loh, kamu udah mandi? Kok nggak nungguin aku?" Untuk apa juga dia harus menunggu Abrisam? Bukannya dia sudah bahagia bersama dengan mantan keka
Tangisan Claudia pecah akan hal itu, dia pun memeluk tubuh Abrisam kembali dengan erat. Bahkan Claudia memohon pada Abrisam untuk tidak meninggal dirinya. Apa Abrisam lupa pada janjinya dulu? Sedangkan Abrisam berjanji pada ibu Claudia, jika dia tidak akan meninggalkan Claudia sama sekali. Ibunya sudah meninggal, dan Claudia juga tidak memiliki siapapun lagi kecuali Abrisam. Ayahnya juga pergi entah kemana bersama dengan istri barunya. Apa iya Abrisam tega melihat hal ini? Kalau dibilang tega atau tidak, tentu saja tidak!! Claudia cukup tau bukan bagaimana sudah Abrisam selama ini, yang tidak bisa melihat orang yang dia cintai susah. Apapun yang dia minta, apapun yang dia inginkan, sebisa mungkin Abrisam mengabulkannya. sedangkan Claudia hanya meminta janji itu, janji Abrisam pada ibu Claudia sebelum meninggal. Dimana Abrisam tidak akan meninggalkan Claudia sedikitpun. Tapi kali ini apa? Dia malah menikah dengan wanita lain dan itu bukan Claudia. "Claudia tolong
"Abrisam!!! Buka pintu nya!!" teriak Claudia. Pagi ini, terpaksa dia datang ke rumah Abrisam untuk bertemu dengan pria itu. Dia meminta kejelasan pada pria itu dan alasan apa kenapa dia menolaknya. Bukannya dia sudah meminta maaf atas apa yang dia lakukan? sungguh, Claudia menyesal akan hal itu. Dia menyesal telah meninggalkan abrisam waktu itu. Itu sebabnya dia kembali ingin berbaikan dengan Abrisam. Tapi yang ada wanita itu malah mendapat penolakan yang sama sekali tidak diharapkan oleh Claudia. "Abrisam buka pintunya!!" teriak Claudia kembali. Tak lama pintu rumah ini pun terbuka menunjukkan mbok Atun dengan wajah bingungnya. "Non Claudia mau ngapain kesini pagi-pagi? Den Abri masih tidur, Non." "Saya mau bicara sama Abrisam!! Ini penting, Mbok!!" "Tapi den Abri masih tidur, Non!!" Nyatanya cLaudia sama sekali tidak peduli dengan hal itu. Dia mendorong mbok Atun untuk minggir dari hadapannya. Lalu, berteriak kembali di dalam rumah sambil memecahkan barang mahal milik Abrisam.
Menjelang malam, mendadak Rania menjadi gugup. Jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya, dan yang jelas Rania tidak kunjung pergi ke kamarnya untuk memenuhi kebutuhannya sebagai istri. Padahal tadi, Abrisam berpesan setelah makan malam selesai, Abrisam ingin Rania masuk ke dalam kamarnya dengan cepat. Sayangnya, Rania malah menyibukkan dirinya di dapur, dengan membuat jus dingin untuknya. Sedangkan selama ini, selama tinggal dengan mereka. Tak sekalipun Rania membuat jus tengah malam macam ini, tentu saja hal itu menarik perhatian Selena. Wanita tua itu berdehem, hingga membuat Rania memokeh kaget. "Lagi buat apa Rana?" tanya Selena selembut mungkin. Meskipun dia sempat mendengar ucapan Rania dan juga Abrisam. "Ha … ini loh Ma, bikin jus." jawab Rania gagap."Tumben banget minta buatin jus malem-malem begini. Biasanya kan gak pernah." Rania mati kutu dia buat jus juga hanya alasan saja. Tapi kenapa Selena bertanya lebih jauh lagi sih. W