Rana menghela nafasnya berat, ketika Rania menelponnya dan memberitahu dirinya. Jika hari ini gaun yang beberapa hari dipesan oleh Rania sudah jadi. Dan Megan meminta Rana dan juga Abrisam untuk mencobanya. Malas!! Tentu saja iya, dia harus bangun pagi hanya untuk datang ke butik yang Rania katakan. Belum lagi ocehan Grace yang membuat telinga Rana panas. "Mama bisa diam tidak!! Aku pusing denger Mama ngomong terus, dan itu semua hanya karena harta!" cetus Rana. Yang ada dipikiran ibunya itu hanya harta, harta, harta, dan harta. Tapi Grace tidak pernah memikirkan perasaan anaknya sampai detik ini. Rana itu tidak mau menikah, dia adalah wanita bebas, dia tidak suka keterikatan. Berkali-kali Rana mengatakan hal itu pada Grace. Dan nyatanya wanita tua itu sama sekali tidak peduli. Ibarat kata, Grace itu adalah sopir dan Rana adalah penumpang yang harus ikut dan menurut apapun yang sopir itu katakan. "Mama cuma ingetin kamu!! Jangan sampai jatuh cinta dengan dia." "Lagian siapa juga
"Jadi aku kesini cuma mau bilang, kalau Rana akan segera menikah. Kamu adalah Ayah kandung Rana, dan kamu berhak datang ke gereja untuk menyaksikan pernikahan putri keduanya. Adhitama menghela nafasnya berat. Dia pun sempat melirik Rana yang menunjukkan wajah memelasnya, hingga membuat Adhitama tidak tega, untuk berkata jujur. Jika saja Grace tahu, nantinya yang menikah dengan Abrisam bukanlah Rana melainkan Rania. Tapi melihat istrinya yang gila harta, dia pun hanya menganggukkan kepalanya pelan. "Selamat ya, sebentar lagi Rana akan menempuh hidup baru. Ayah cuma berharap kamu bahagia dengan pilihanmu." jelas Adhitama. Itu adalah sebuah sindiran keras untuk Rana, yang dimana wanita itu mengorbankan kakaknya untuk menikah dengan pilihan Grace, hanya karena wanita itu tidak mau menikah dengan pria buta. Memangnya Adhitama juga rela harus melihat Rania menikah dengan pria buta? Yang dimana semua urusan akan melibatkan Rania? Masalahnya akan semakin banyak, dan bahunya harus terpaksa
Setelah pergi dari rumah, dan turun dari angkutan umum. Rania pun mendesah pelan, perasaannya begitu kacau setelah mendengar hal itu. Bukannya Rania tidak ingin tinggal bersama dengan ibunya, bahkan Rania juga menginginkan jika keluarganya kembali berkumpul. Rania ingin tinggal bersama dengan ibu, ayah dan juga adiknya. Apakah itu bisa? Tentu saja tidak bisa!! Grace tidak mungkin mau tinggal bersama dengan Rania dan juga Adhitama. Apalagi kondisi ayahnya saat ini yang sakit-sakitan, dan hanya Rania yang menjadi tulang punggung keluarganya. Ibunya tidak mau tinggal di rumah petak, yang menurutnya hampir mirip dengan gudang. Ibunya juga tidak mau hidup susah serba kekurangan. Itu sebabnya sisa harta yang ada, Grace pun kembali menikah dengan David. Jika dihitung pria tua itu juga termasuk ayah tirinya, jika dia mau mengakui Rania sebagai anak tiri. Tapi tidak masalah jika tidak ingin, toh, dia juga tidak begitu berharap dianggap anak boleh David. Dia sudah memiliki Adhitama, ayah kandu
"Ini tempat terakhir kita." kata Rania. Wanita itu menatap arlojinya yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Dua jam lagi, dia harus pulang ke rumah. "Ini dimana kok ramai banget." tanya Abrisam. Ini adalah tempat terakhir tujuan Rania. Mereka berada di pasar malam pinggiran kota. Belum.bisa dikatakan pinggiran, karena tempat ini hanya membutuhkan lima belas menit untuk sampai di kota. Rania suka sekali datang ke tempat Ramai, jika suasana hatinya buruk. Seperti tadi pagi, dan dia akan membeli cemilan kuping gajah dan juga makaroni pedas sebagai teman. Tidak hanya itu, Rania juga akan membeli satu cup teh dingin. Seperti saat ini, Rania yang meminta Abrisam duduk di kursi yang ada, sedangkan dia yang membeli banyak cemilan dan juga minuman. Dalam hati Rania berdoa jika pria itu tidak batuk dan juga tidak flu ketika Abrisam memakan cemilan murahan. Kembali ke kursi itu, Rania langsung duduk di samping Abrisam. Wanita itu menaruh dia bungkus cemilan tidak pedas dan juga satu minum
Rana mendadak gemas dengan Rania, yang tak kunjung datang. Ini sudah jam setengah tujuh pagi, dan Grace sudah menelponnya berulang kali, hanya menanyakan wanita itu ada dimana. Tentu saja dia ada di depan rumah Rania, hari ini adalah hari pernikahan Abrisam dan juga Rana. Yang dilangsungkan di sebuah gereja ibukota tepat jam sepuluh pagi. Grace meminta Rana untuk datang lebih dulu, karena wanita itu harus menjalani fitting bajunya kembali karena tidak cukup, belum lagi make up manten itu membutuhkan waktu sekitar dua sampai tiga jam. Dan sampai saat ini Rania belum juga menemuinya. Berkali-kali wanita itu menelponnya, mengirim pesan untuk segera keluar. Nyatanya Rania juga tak kunjung datang, hingga akhirnya membuat Rana mau tidak mau turun dari mobilnya. Wanita itu berlari kecil, mengetuk pintu rumah ini dengan tak sabarab. Bahkan Rana juga harus berteriak memanggil nama Rania agar mau keluar dari dalam rumah. Jangan sampai wanita itu berubah pikiran, dan kabur dari tanggung jawab
Tepat jam sebelas siang, akhirnya Rania resmi menjadi istri dari seorang pengusaha Abrisam Achazia Aksa, jantung Rania tak berhenti berdetak kencang. Dia masih ketakutan, dengan banyaknya orang yang mulai menatap dirinya dengan memuja. Ada yang bertanya siapa namanya, ada yang bertanya berasal dari keluarga mana. Hanya Grace yang mampu menjawab semua itu, sedangkan Rania hanya menundukkan kepalanya saja. Dia lupa apa yang Rana katakan padanya sebelum wanita itu pergi.Setelah romo mengatakan jika Rania dan Abrisa. susah resmi menjadi suami istri, wanita itu sempat melirik ke arah tempat duduk Rana yang paling ujung. Wanita itu langsung bangkit dari duduknya, melambaikan tangannya ke arah Rania dan pergi begitu saja. Entah bagaimana perasaan Rana saat ini, tapi yang dirasakan Rania saat ini adalah sesak. Dia merasa sesak melihat saudara kembarnya harus pergi dari ibukota untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Jika saja hidup itu adil, Rania yakin dia akan menjadi wanita paling bahag
Acara selesai tepat jam sebelas malam. Rania menunduk Abrisam untuk naik ke lantai dua, di mana kamar pria itu berada. Mendadak Rania kembali gugup, dia masih ingat betul bisikan Megan, yang mampu membuat dirinya merinding. Belum lagi dia juga langsung menatap Abrisam dengan tatapan yang sulit diartikan. Apa yang harus dia lakukan malam ini bersama dengan Abrisam? Yang ada dipikiran Rania saat ini, bercerita atau mendongeng sepanjang malam hingga pagi untuk mengenal satu sama lain. Selain tahu apa yang tidak disukai dan di sukai, itu akan jauh lebih bermanfaat dibanding harus menghabiskan malam bersama dengan pikiran Rania yang mendadak kotor. Melihat pintu hitam di hadapannya, Rania pun menelan salivanya dengan kasar. Tangannya gemetar ketika menyentuh knop pintu dan membukanya. Tentu saja hal pertama yang Rania lihat adalah, kamar pria itu yang tersusun rapi dengan taburan bunga mawar di atas tempat tidur Abrisam. "Aku mandi dulu ya." kata Abrisam melepas genggam tangan Rania.
Ini masih pagi, tapi Rania masih merasakan sesuatu yang panas dalam dirinya. Bukan berarti semalam dia melakukan itu dengan Abrisam. Tidak!!!!Mereka tidak melakukan apapun!!! Setelah insiden punggung menyentuh dada bidang, dan tangan Abrisam yang secara tidak sopan menyentuh punggung Rania, hingga membuat wanita itu mematung. Setelahnya, wanita itu langsung kabur hingga terjungkal karena gaunnya yang panjang terinjak kakinya sendiri. Mengakibatkan wanita itu terjungkal, dengan siku yang memar. Untung saja Abrisam itu tidak bisa melihat, jadi dia tidak tahu jika Rania terjatuh dan terluka. Wanita itu hanya beralasan, jika kursinya jatuh karena tersenggol gaunnya. Dan pagi ini Rania harus berhadapan dengan Abrisam yang baru saja keluar dari kamarnya, dan berjalan ke arah meja makan. Mau membantu, tapi Rania masih kepikiran sama yang semalam. Kalau tidak dibantu sudah ditatap tajam oleh Bagas. Mau tidak mau, Rania pun bangkit dari duduknya dan la
Suara peluit berbunyi dengan kencangnya. Satu persatu bola masuk ke gawang lawan dan mencetak gol. Permainan dimulai dua jam yang lalu, dimana team Kara dan juga Rania unggul dengan delapan poin. Sedangkan team Mbok Atun dan juga Selena unggul dengan lima poin. Susah dipastikan team Rania dan juga Kara yang memenangkan tantangan kali ini. "Astaga capek banget." keluh Rania dan duduk di samping Abrisam. "Seru mainnya?" tanya Abrisam bersemangat. Rania mengangguk, dia pun menerima satu botol minum yang diberikan Abrisam. Meneguk nya hingga setengah, Rania pun dengan iseng melempar bola itu ke sembarang arah. Hingga dia mendengar suara rintihan yang kencang. "Ehh siapa itu?" pekik Rania kaget. "Ada orang kah?" teriak Kata kencang. Rania menatap setiap penjuru arah, sambil mewanti-wanti jika itu adalah monster hutan, atau mungkin orang jahat. Selena dan yang lain pun bisa langsung kabur jika ada yang mau mencelakai mereka. Dan ternyata, orang itu keluar dari arah samping kanan denga
Bangun lebih dulu, Rania pun memutuskan untuk membantu Mbok Atun memasak di dapur villa. Hari ini akan ada pertandingan sepak bola antara team Rania dan juga Selena. Ya, semalam Selena mengumpulkan seisi rumah ini untuk berunding. Selena menginginkan permainan selama mereka liburan, anggap saja hiburan sementara ini untuk menghibur Selena yang sempat kecewa dengan keadaan. Dimana Rania tidak kunjung hamil.Pagi ini dengan membuatkan nasi goreng telur mata sapi, Rania pun menatap semua masakannya di atas meja. Hingga satu persatu orang keluar dari kamar mereka, termasuk Abrisam. "Selamat pagi." sapa Rania ketika melihat Kara yang baru saja datang dan duduk. "Pagi Kak. Kita jadi main bolanya? Aku nggak jago loh." kata Kara. Rania mengangguk, "Jadi dong. Kamu team aku." Kara mengangguk, dia pun menatap Selena yang sudah siap dengan baju olahraganya. Begitu juga dengan para pria yang datang satu persatu dengan rasa malasnya. Rania langsung berlari kecil ke arah Abrisam, dan menuntunn
Leon tersenyum lebar ketika melihat rumah di depannya. Pria itu memutuskan untuk pergi ke puncak untuk menyusul Rania. Untung saja salah satu tangan katakan Leon cepat menemukan keberadaan Leon dan juga Abrisam. Dan sekarang jarak antara penginapan Leon dan juga Rania hanya berjarak dua rumah. Itu tandanya Leon bisa melihat Rania apapun yang wanita itu lakukan setiap harinya. Pria itu menarik kopernya untuk membawanya ke kamar, menata semua bajunya ke sebuah lemari kecil di ujung ruangan. Rumah ini tidak terlalu besar, hanya ada satu lantai dengan banyak penyekat ruangan. Dapur dan juga ruang tengah, dihalangi oleh satu bufet kaca tinggi yang tidak memiliki isi apapun. Lalu dari pintu dan sebelah kiri pintu, langsung ke ruang tengah. Depan rumah juga ada taman sedikit, dan juga teras yang minimalis yang indah. Leon keluar dari kamarnya, dia pun memutuskan untuk menikmati udara di puncak. Agak dingin, tapi tidak masalah. Menggunakan syal untuk menutup lehernya, Leon pun berjalan di d
Selena cemas-cemas harap, ketika melihat Rania pulang dalam keadaan pingsan. Abrisam meminta bantuan warga setempat untuk mengantar mereka pulang. Dan tentunya, warna juga kaget ketika lihat Abrisam yang tidak bisa melihat sama sekali. Untung saja tempat tinggal sementara ini tidak jauh dari pemukiman warga. Hingga beberapa warga mendatangkan bidan desa tempat ini untuk memeriksa Rania. Dalam hati, Selena berharap pingsannya Rania ini karena hamil. Tapi yang ada, bidan desa itu mengatakan jika Rania merasa lelah dan juga maag naik, itu sebabnya dia pingsan. Bukan karena tanda-tanda orang hamil. Bidan desa juga hanya menemukan satu nadi, perut Rania juga lembek. Tidak ada yang keras dibagian bawah. Mungkin memang belum saatnya Rania hamil. Selena sempat kecewa, pernikahan Abrisam dan Rania sudah terbilang cukup lama jika dihitung dari tanggal mereka menikah. Tapi sampai sekarang Rania juga belum hamil anak Abrisam. Apa dia tidak tahu, jika Selena sudah ingin sekali menggendong cucu
Menundukkan kepalanya malu, Rania pun bersembunyi di balik punggung Abrisam. Dia pun menarik ujung baru Abrisam, dan memintanya untuk cepat keluar dari rumah ini. Sungguh, Rania ingin menenggelamkan dirinya di tengah gurun pasir jika melihat wajah Selena yang menyebalkan. "Kalian mau kemana?" tanya Kara. "Heh Kara … kamu kenapa banyak tanya sih. Mereka itu mau jalan-jalan, kalau kamu pengen sama Bagas aja tuh nganggur." jawab Selena. Karaw memutar bola matanya malas. "Apa sih Mi. Orang Kara cuma tanya doang kok, nggak ada niatan juga mau ikut mereka." "Mami pikir juga mau ikut. Dari pada jadi obat nyamuk mending sama Bagas aja nggak masalah." Memutar bola matanya malas, Kara menolak. Jika dia ingin jalan-jalan, dia bisa melakukannya sendiri nanti. Untuk saat ini Kara sedang malas keluar rumah, selain hawanya dingin ada sesuatu yang harus dijaga agar tidak ada orang yang tahu. Ya, ini semua karena ide gila Selena sebelum berangkat ke puncak. Awalnya, Selena yang menarik koper baj
Leon menatap rumah di hadapannya yang terlihat kosong, sejak kemarin Leon tak melihat satu orang pun yang keluar dari rumah itu. Entah Rania, Abrisam atau mungkin pembantu rumah ini. Biasanya, jika Leon lewat depan rumah ini, dia biasanya melihat Rania yang berada di depan rumah sambil menyirami beberapa bunga. Atau mungkin melihat Rania yang tengah memetik bunga mawar di dekat pagar. Dan sekarang …Memijat pelipisnya, Leon pun terlihat sangat pusing. Baru kemarin dia mengirim bunga pada wanita itu dan sekarang malah tidak melihatnya. Belum lagi kuris yang disuruh mengantar bunga memberitahu Leon jika rumahnya kosong. Awalnya, Leon juga tidak percaya, dia berpikir kurir itu salah alamat atau bagaimana. Taunya pas datang kemari rumah ini benar-benar kosong. Dimana Rania berada? Pikir Leon. Mengambil ponselnya, Leon pun langsung menghubungi salah satu orang yang menangani kerjasama antara perusahaan Leon dan juga Abriam. Dia ingin tahu apa Abrisam ada di kantor atau tidak. Dan jawaban
Kesal. Itulah yang dirasakan oleh Rania. Koper miliknya telah di tukar. Baju yang dia bawa telah dikeluarkan dan digantikan baju kekurangan bahan. Dimana baju yang ada di dalam koper Rania kebanyakan baju tipis di cuaca yang dingin ini. "Kamu yakin sudah masukin semua bajunya?" tanya Abrisam memastikan. "Udah Mas. Aku malah banyakin bawa kaos loh tadi. Tapi ini kenapa isinya beda semua ya, warna kopernya juga masih sama." "Kopernya warna apa?" "Warna merah."Abrisam diam mendengar warna merah. Dia teringat sesuatu dengan warna merah itu. Tapi disini Abrisam mencoba untuk mengenyahkan pikiran buruknya. Tidak mungkin jika barangnya ketinggalan di rumah Abrisam. Mana mungkin!! Pikir Abrisam. "Baju kamu satu pun nggak ada?" Bukannya tidak ada. Di koper ini ada banyak baju dan juga dress mini yang menggoda iman. Rania juga mengambil beberapa baju dan dia berikan pada Abrisam, untuk menyentuhnya. Bajunya terlalu tipis dan Rania takut masuk angin jika dia menggunakan baju ini. Sedangka
Selena mengetuk kamar Abrisam dengan kencang, dan terus memanggilnya nama Rania dan juga Abrisam secara bergantian. Sedangkan mereka berdua, yang baru saja selesai mandi langsung bergegas menggunakan baju tanpa menjawab satupun panggilan Selena. Bukannya tidak mau, Rania juga pengen bilang sama ibu mertuanya jika dia sudah hampir siap. Tapi yang ada Abrisam meminta Rania untuk tetap diam, agar Selena mengira jika Abrisam dan juga Rania masih tertidur pulas. "Heh Mas itu suara mami bisa putus kalau teriak terus, kamu nggak kasihan apa." kata Rania kedak, sambil memukul lengan Abrisam. "Terus ya Mas, itu pintu kalau bisa mengeluh pasti bilang aku capek dipukul terus, bilang begitu pasti." Abrisam tertawa, jika saja pintu bilang begitu, mungkin Abrisam akan meminta pintu itu untuk pindah tempat. Bisa bahaya jika dia bisa berbicara otomatis pintu juga bisa melihat, dia akan tahu apa yang selama ini Rania dan juga Abrisam lakukan di dalam kamar. Bercinta tanpa ada rasa cinta, hanya ada
"Mas dari kemarin baju yang aku beli belum pernah kamu coba sama sekali." kata Rania. Pagi ini dia bangun lebih awal, untuk membantu Abrisam pergi ke kantor. Menyiapkan baju, dan juga kebutuhan lainnya yang dibutuhkan oleh Abrisam. Rania juga harus memasangkan dasi di kemeja Abrisam agar terlihat rapi dan bersih. "Nggak mau coba." kata Abrisam. Rania menoleh kaget. "Loh kenapa Mas?" "Bajunya yang milihin pasti Leon, buang aja aku nggak mau pakai."Rania mendengus itu namanya pemborosan. Dia sudah capek-capek pilih baju, dan Abrisam bilang pilihan Leon? "Ini baju aku sendiri Mas yang pilihin. Kok kamu malah bilang Leon yang pilihin sih." "Kamu belanjanya sama dia ya." "Ya bukan berarti dia juga yang pilihin baju Mas." "Dan nyatanya pasti ada lah satu atau dua baju yang dia pilih." Rania merapalkan kata sabar dalam hati, dia pun menjelaskan pada Abrisam jika menang Leon sempat memilihkan beberapa potong baju untuk Rania. Tapi kan secara tegas Rania langsung menolaknya dengan al