Share

Chapter-07

Di tengah jalan, hujan tiba-tiba turun. Bahkan ketika masuk ke dalam butik yang dimaksud Rana tadi, Rania harus basah kuyup dulu. Menepuk bajunya yang basah dan juga membenarkan rambutnya, Rania mengintip Abrisam yang ternyata sudah berada di dalam butik. Kalau begini caranya, Rania sendiri yang akan malu ketika bertemu dengan orang banyak. Dia sudah seperti tikus kecemplung selokan.

"Sisirnya mana sih, kok nggak ada!" gumam Rania mengacak isi tasnya. Dan nyatanya sisir kecil yang selalu dia bawa pun tidak ada.

Dia baru ingat, jika sisir itu berada di tempat ke kerjanya beberapa hari yang lalu. Lebih tepatnya, disaat Cinta meminjam sisir itu, dan Rania lupa memasukkan kembali sisirnya ke dalam tas.

"Rana … "

Panggilan itu membuat Rania menoleh. Dia pun menatap Bagus yang keluar dari pintu butik. "Bagas … ada apa?" tanya Rania layaknya orang bodoh.

Tentu saja pria itu datang untuk menjemput Rania, dan meminta wanita itu untuk masuk ke dalam. Tapi keadaan Rania yang basah kuyup, membuat wanita itu enggan untuk masuk. Selain basah, dia juga takut jika butik ini akan kotor. Yang ada Bagas akan membayar butik ini jika Bagas mau.

"Udah masuk aja nggak papa. Nanti kalau kotor butiknya, biar di beli sama Abri." kata Bagas.

Rania tertawa kecil sesekali menyisir rambutnya dengan tangannya. Rania pun masuk, dia bahkan sempat meminta maaf sama pemilik atau pegawai butik, jika baju dan sandalnya basah dan motor. Sehingga lantai yang awal ya bersih, harus ada cap sandal yang Rania pakai.

"Tidak apa-apa Nona. Biar nanti pegawai saya yang bersihkan." kata Mbak-mbak yang mengenakan baju hitam.

"Terima kasih." ucap Rania canggung.

Mendengar kata basah dan kotor, Abrisam meminta pas Bagas untuk mengambilkan satu baju, untuk menggantikan baju basah Rania. Dia juga tidak ingin jika wanita itu sakit, karena terkena hujan. Padahal mah, Rania sudah terbiasa terkena air hujan dan dia juga percaya jika Rania tidak akan sakit.

Tapi mau bagaimana lagi, Rania juga tidak bisa menolak jika Abrisam sudah memaksakan kehendaknya. Dia ini hanya dibayar oleh Raja, dan tugas dia hanya satu, menurut pada Abrisam dan apapun yang Rana katakan.

Menerima dress sederhana berdatangan peach, Rania pun segera mencari lamar pas. Setidaknya tubuhnya tidak akan terasa dingin lagi, karena ruangan ini sangat dingin.

"Terus baju aku taruh mana?" tanya Rania bingung, sambil menenteng bajunya.

Bagas mengambil satu paper bag, lalu dia berikan pada Rania. Paper bag itu berguna untuk menyimpan baju kotor Rania. Dan Bagas pun juga mengambil price tag, yang masih menggantung di belakang baju Rania. Jangan sampai ketika dia pulang, yang ada price tag itu masih nyantol di bajunya.

"Sekarang kamu pilih baju mana yang menurutmu bagus. Megan udah nyiapin empat gaun buat kita katanya." kata Abrisam.

Rania mengangguk dan mengusap dagunya. Selain model bajunya bagus, tapi baju ini cukup panjang. Yang ada pernikahannya dengan Abrisam akan semakin ribet. Bukannya apa, Abrisam itu buta, dan jika Ranka memilih baju yang panjang yang menyapu lantai, bisa jadi Rania jatuh terlilit gaunnya.

"Mbak, ini bajunya yang agak pendek nggak ada ya? Itu bagian belakang panjang banget, takut jatuh." kata Rania.

"Kamu nggak suka?" sahut Abrisam heran.

Setahu dia, yang namanya bagi pengantin pasti memilih yang bagus dan mewah. Dan menurut Bagas baju yang dipilihkan itu sudah termasuk bagus dan mewah. Banyak diamond dan juga pernak-pernik di gaun pengantin mereka.

Bukannya tidak suka, tapi kan Rania juga harus berpikir panjang masalah gaun. Selain bisa melilit lakinya ketika jalan. Rania juga tidak ingin mempermalukan Abrisam ketika di altar.

Abrisam tertawa. "Itu nggak akan terjadi. Tapi kalau kamu nggak suka, kamu bisa pilih baju apa yang kamu pengen."

Rania mengangguk kecil. Dia pun meminta satu gaun simple yang dipakai tidak ribet. Yang dibuat jalan juga tidak melilit di kaki Rania. Lagian itu hanya dipakai beberapa jam saja. Dan menurut Rania jika empat gaun yang dipamerkan Megan itu terbilang cukup mewah dan juga ribet. Selain panjang, Rania juga yakin jika gaunnya berat.

"Yang ringan saja ya, jangan banyak full begini biar nggak berat." ucap Rania menunjuk payet dalam gaun pilihan Megan.

Megan pun mengangguk, dia pun mulai menguji badan Rania dengan teliti. Lalu meminta wanita itu menjelaskan gaun apa yang diinginkan Rania. Dengan bangganya Rania meminta baju yang simple, boleh panjang tapi jangan sampai menyapu lantai. Lengan nya yang panjang sampai di siku, dan menutup dadanya. Bahkan Rania juga meminta mahkota kecil untuk gaunnya nanti. Entah kenapa gaun model princes adalah gaun kesukaan Rania sejak dulu.

Dengan tertawa kecil, Men pun menunjukan lukisan gaunnya pada Rania. Gaun ini dibuat untuk lelang bulan depan. Tapi, jika Rania menginginkan gaun ini bisa saja Megan membuatkan dalam waktu dua minggu kedepan.

"Ini juga bagus. Aku mau yang ini saja. Jangan terlalu ramai ya Mbak." ucap Rania dan membuat Megan tersenyum.

Setelah memilih gaun untuknya. Rania pun mengambil satu setelan jas berwarna biru dongker dan juga putih. Setelah ini sangat bagus, sebagus harganya. Langsung saja Rania melepaskan tangannya, yang menyentuh jas itu. Dia juga lupa berapa harga gaun yang dia pesan tadi. Tapi tidak masalah semua harga sewanya tidak mahal, seperti harga beli.

"Kamu suka jas itu?" tanya Abrisam ketika mendekati Rania.

Rania menoleh. "Iya. Tapi takut Mas Abri nggak suka."

Mana mungkin Abrisam tidak suka. Dia pun langsung meminta Bagas untuk membungkus dua jas itu. Jika satu jas untuk ke gereja, satunya lagi bisa digunakan untuk resepsi bukan?

Melihat sikap Abrisam, Rania hanya mampu geleng kepala. Dia meminta Abrisam untuk menyebutkan hal apa yang dia suka. Warna baju apa yang dia suka. Bukan berarti, jika Rania suka berarti Abrisam langsung membelinya.

"Nggak papa. Aku juga pasti suka." kata Abrisam.

"Tapi Mas … "

"Udah ayo pergi. Kita harus ke tempat undangan." potong Abrisam hingga membuat Rania mengalah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status