Share

Chapter-05

Abrisam meminta Bagas untuk menceritakan apa yang terjadi ketika dia makan malam bersama dengan Rana..bagaimana wajahnya, bentuk rambutnya, pakaian apa yang dia gunakan. Abrisam ingin sekali mengetahui semua itu. Namun, takdir berkata lain di kehidupan Abrisam.

Bagas menceritakan apa yang digunakan Rana ketika bertemu dengan Abrisam. Pertama, saat di cafe bersama dengan keluarga. Rana mengenakan baju yang begitu mahal, penuh dengan perlak-perlik. Kedua, ketika bertemu di taman, Bagas hanya melihat Rana mengenakan dres biasa dengan warna peach. Panjangnya hanya di atas lutut dengan flat shoes berwarna gelap. Tas kecil dan kuncir rambut yang menjadi gelang di tangan kirinya. Ketiga, Batas melihat Rana datang kembali mengenakan baju abu-abu. Abu-abunya tidak seperti abu-abu pada umumnya, ada noda putih, dengan celana hitam panjang yang warnanya hampir mirip dengan bajunya. Dia juga hanya mengenakan flat shoes biasa seperti di taman, dan juga tas kecil. Dan lagi, Rana menguncir rambutnya asal tepat di hadapan Abrisam. Dia berpenampilan sederhana tidak glamor seperti pertama kalinya.

"Masalah cincin?" tanya Abrisam antusias.

Dia masih memegang cincin yang dipilih oleh Rana. Cincin yang menurut Abrisam hanya memiliki satu mata di atas yang tidak begitu besar. Lempengan yang tidak besar dan tidak kecil. Dan yang jelas pas digunakan oleh Abrisam dan juga Rana.

"Cincinnya sederhana. Nggak mewah, dan nggak jelek juga." jawab Bagas.

"Maksud kamu?"

Abrisam masih ingat betul, ketika dia datang ke toko perhiasan. Dan membawa satu kotak cincin perhiasan yang paling mahal dan elegan. Abrisam tidak meminta pegawai toko itu untuk memberikan cincin sederhana, seperti apa yang Bagas katakan barusan.

Mengetahui jika majikannya itu bingung. Bagas langsung menyela, dan memberitahu Abrisam jika cincin sederhana itu, Bagas yang sengaja selipkan. Dia ingin tahu sebenarnya Rana itu menikah dengan Abrisam karena dia kaya, atau mungkin karena suatu hal. Dan nyatanya, Rana malah memilih cincin yang sederhana. Cincin itu memiliki permata biru terang, dengan lempengan sedang. Kalau dilihat sih bagus, dan tidak begitu mencolok.

Harga cincin itu memang beda dari harga cincin lainnya. Mungkin jika cincin pilihan Abrisam memiliki harga hampir miliaran rupiah. Maka, cincin pilihan Rana hanya memiliki harga puluhan juta saja.

"Astaga Bagas … "

"Biar tahu Bri, dia itu sungguh atau mengincar harta kamu aja."

Bukannya menghina, sekarang kalau dipikir dan dilihat. Abrisam itu buta, mantan kekasihnya saja meninggalkan dia. Apalagi ini adalah jenjang yang lebih serius. Abrisam akan menikah dengan wanita yang dia tidak kenal, dan tidak pernah dia lihat. Itu sebabnya Bagas tidak ingin Abrisam menyesal setelah menikahi Rana. Itu sebabnya tidak hanya kali ini, setelah ini dan apapun itu Bagas akan menguji sampai mana Rana bisa bertahan di samping Abrisam.

"Kalau sampai aku mati?"

"Bagus dong. Itu tandanya, cinta sehidup semati."

Abrisam mendengus, cinta sehidup semati pala kuda!! Sekarang saja Abrisam tidak tahu, Rana itu mencintai Abrisam atau tidak. Kok malah hokang cinta.

"Sok tau banget, yang bilang aja jomblo."

Bagas berdecak kesal menatap Abrisam. "Tau sialan nggak?"

Dengan tertawa kencang Abrisam menggeleng. "Nggak tau tuh!!"

Untung saja Abrisam itu buta, coba saja jika tidak. Mungkin saja Bagas akan menghajar Abrisam tanka ampun. Pria itu meminta Abrisam untuk cepat tidur. Besok masih ada banyak waktu untuk membahas acara pernikahan mereka. Apalagi ibu Abrisam juga menginginkan pernikahan ini cepat terjadi. Katanya, pengen cepat dipanggil nenek saja oleh mereka.

Abrisam mengangguk kecil, dan meminta Bagas untuk keluar. Membaringkan badannya di kasur king sizenya. Abrisam malah membayangkan bagaimana wajah Rana. Wanita yang sebentar lagi akan menjadi istri, dan juga pendamping hidupnya kelak. Dia juga berharap jika pilihan Maminya adalah yang terbaik untuk Abrisam. Dan entah kenapa dia bisa seyakin ini dengan Rana. Cukup tiga tahun yang lalu saja, yang membuat Abrisam trauma dan terpuruk, setelah ini tidak lagi.

Ketika Abrisam memejamkan kedua bola matanya, dia malah mendengar sebuah pintu terbuka. Abrisam pun menajamkan telinganya dan mendengar derapan kaki yang mendekat ke arahnya.

“Bagas?” kata Abrisam memastikan. Jika orang yang masuk itu adalah Bagas.

“Ini Mami, Abri.”

Abrisam tersenyum kecil, dia pun menepuk pinggiran tempat tidurnya. "Duduk sini Mi. Tumben Mami kesini, ada apa Mi?"

Selena tersenyum mengusap pipi Abrisam dengan sedih. Anak laki-lakinya akan menikah sebentar lagi, dan yang jelas akan meninggalkan rumah ini untuk hidup bersama dengan istrinya.

Selena menyinggung masalah Rana, beberapa hari ini Abrisam juga sudah bertemu dengan Rana, untuk mengetahui cocok atau tidaknya. Ditambah lagi, Bagas juga bilang jika malah ini mereka kembali bertemu dan memiliki cincin pernikahan mereka.

Langsung saja Abrisam mengeluarkan kotak berwarna biru yang disimpan di nakas samping tempat tidurnya, dan dia berikan pada Selena. Itu adalah cincin pilihan Rana. Kata Bagas cincin itu terlihat sederhana dengan mata birunya.

"Ya cincin ini bagus. Warnanya biru, Mami suka. Ditambah lagi, cincinnya juga simple gak neko-neko." kata Selena.

Abrisam tersenyum. "Beneran Mi? Aku pikir Bagas bohong."

Tersenyum sedih, Selena kembali menyimpan cincin itu pada tempat semula. Dia pun meminta Abrisam untuk istirahat. Besok adalah hal yang melelahkan bagi Abrisam dan juga Rana. Karena Selena meminta mereka berdua memilih beberapa undangan dan juga souvenir untuk pernikahan mereka.

"Tapi … Mami ikut kan?" ucap Abrisam memastikan.

"Ya nggak dong, Abri. Mami kan sibuk ngurus ini rumah, dekorasinya, catering dan masih banyak lagi, yang Mami harus urus. Itu semua sudah sudah menjadi tugas kamu sama Rana. Udah sekarang kamu tidur, biar besok bisa bangun pagi." kata Selena mengusap puncak kepala Abrisam.

"Selamat malam Mi."

"Selamat malam juga Abri."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status