Zayyan menatap Zea yang terlelap setelah diberikan obat oleh dokter. Lelaki itu mengusap kening adik iparnya. Tak dia sangka Miko berani-berani memberikan istri palsu padanya.
"Aku tidak tahu kau siapa. Aku juga tidak tahu apa maksudmu menyamar jadi Zeva. Apakah maksudmu ingin menipuku seperti ayahmu? Baiklah, Gadis Kecil. Aku akan ikuti permainanmu. Aku tidak akan pernah melepaskanmu sekalipun Zeva kembali," ucapnya. Zayyan menaikan selimut Zea. Entah kenapa ada perasaan damai saat melihat wajah polos wanita itu? Apakah sebenarnya yang sudah Zayyan rasakan? Kenapa rasanya nyaman sekali? Zayyan keluar dari kamarnya. Tampak beberapa pengawal berjaga di depan pintu kamar. "Jaga dia. Pastikan tidak ada orang yang masuk ke dalam kamar selain aku!" titah Zayyan. "Baik, Tuan Muda." Keempat pengawal dengan jas rapi itu membungkuk hormat. Zayyan berjalan keluar dengan tangan yang terselip di saku celananya. Sorotan mata tajam seperti elang dengan wajah menyeramkan dan dingin. "Kau mau ke mana, Kak?" tanya Ruth. Seketika langkah Zayyan terhenti. Dia berdecih lalu kembali melanjutkan langkah kakinya. "Kakak!" Ruth mengejar Zayyan, tetapi pria itu malah tak peduli. "Silakan masuk, Tuan Muda!" Sang asisten membuka pintu mobil untuknya. "Kakak, kau mau ke mana malam-malam begini?" tanya Zayyan mengetuk pintu mobil Zayyan. "Leo, jalan!" "Baik, Tuan." Zayyan sama sekali tak peduli dengan Ruth. Bukan dia tak tahu jika adik tirinya itu mengejar cintanya. Bahkan Grace dengan terang-terangan meminta agar Zayyan menikah dengan Ruth, supaya sebagian harta milik keluarga Kennedy Leigh jatuh ke tangannya. Namun, Zayyan bukan pria yang bisa dikendalikan. Tak ada yang bisa mengatur hidupnya termasuk sang ibu tiri. "Apa Samuel sudah menemukan identitas gadis itu?" "Sudah, Tuan," jawab Leo. Mobil yang ditumpangi Zayyan berhenti di depan sebuah club' malam yang sangat terkenal di kota. Kedatangannya sudah disambut dengan hangat oleh pemilik club' yang tidak lain adalah milik sahabatnya sendiri. "Tumben kau datang malam-malam?" tanya Samuel sambil meletakan segelas wine di atas meja. "Wajahmu tampak kacau?" sambung Niko. "Atau karena kau sudah memiliki istri baru," goda Josua ikut menimpali lalu tertawa lebar. Zayyan tak menanggapi godaan para sahabatnya. Dia menunggak wine itu hingga tandas. "Ini identitas gadis itu!" Samuel melemparkan amplop berwarna coklat ke arah Zayyan. "Terima kasih," ucap Zayyan. Niko, Samuel dan Josua saling melihat satu sama lain mendengar Zayyan mengucapkan kata terima kasih. Pasalnya pria arogan ini anti dengan kata terima kasih dan maaf. "Apa aku tidak salah dengar, Zay?" "Jangan lebay," ketus Zayyan. Zayyan membuka amplop itu dengan tak sabar. Dia penasaran siapa sebenarnya istri palsu yang dikirimkan oleh mertuanya? "Jadi dia hanya seorang dokter spesialis anak?" Zayyan tersenyum meledek. "Bukan hanya, tapi dia juga memiliki segudang prestasi. Bahkan mendapat predikat dokter terbaik," jelas Samuel. "Pantas saja dia beda dari kakaknya," ucap Zayyan memasukkan kembali kertas itu ke dalam amplop. "Ternyata Miko berani juga mempermainkanmu," timpal Niko tertawa lebar sambil menyesap rokok yang terselip di antara sela-sela jarinya. "Aku sudah menemukan Zevanya," sambung Samuel. "Lalu?" Wajah Zayyan tetap tenang. Dia kembali menuangkan wine ke dalam gelasnya. "Dia bersama Marvin, selingkuhannya," sahut Samuel. "Sudah kuduga." Zayyan tersenyum licik. "Lalu apa yang akan kau lakukan? Apa aku harus menyeretnya di hadapanmu?" Samuel menyunggingkan senyum tipis. "Tidak perlu, biarkan saja. Nanti juga setelah uangnya habis dia pulang. Aku sedang ingin bermain-main dengan adiknya," tukas Zayyan. Samuel, Niko dan Josua saling melihat satu sama lain. Ketiganya menatap Zayyan curiga. Mereka adalah orang-orang kepercayaan Zayyan untuk melancarkan aksinya. Zayyan Kennedy Leigh, usia 36 tahun. Seorang pengusaha muda yang terkenal di berbagai bidang bisnis. Tak hanya memiliki perusahaan properti, pariwisata dan furniture, tetapi dia juga terlibat dalam perdagangan senjata ilegal yang sudah berkecimpung di berbagai negara. Niko adalah orang kepercayaan Zayyan yang mengelola bidang itu hingga mencapai keuntungan miliaran dollar perbulan. Kekejaman Zayyan telah terkenal di dunia bisnis, tak ada yang berani macam-macam atau mencari gara-gara menipu pria itu. Sebab dia sangat peka terhadap lawan musuhnya. Sikapnya yang kejam, pemberani dan tegas membuat para pembisnis merasa tertantang untuk bekerjasama dengannya. "Lalu apa yang akan kau lakukan pada gadis itu?" Samuel memincingkan matanya curiga. Zayyan menyeringai licik, lalu dia menatap ketiga sahabatnya. "Tidak banyak, aku akan mengikatnya dan membuat dia jatuh cinta padaku. Setelah itu aku akan menghamilinya dan mencampakkannya begitu saja. Aku akan memberikan pelajaran yang setimpal dengan perbuatannya menipuku. Sementara Miko, untuk sekarang akan kubiarkan dia hidup bebas dan menikmati uang yang kuberikan. Setelah itu, aku akan menjadikan dia budak di rumahku!" * * * Zea mengeliat di balik selimut tebalnya. Pantulan cahaya matahari menyinari wajah gadis cantik itu. Dia membuka mata perlahan, tetapi tunggu! "Kenapa perutku serasa berat?" Pupil mata Zea seolah ingin melompat dari kelopaknya ketika melihat wajah Zayyan yang berada tepat di depan matanya. Jantungnya berdebar kencang dengan keringat panas dingin. "Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa tidur dengannya?" gumam Zea panik. Segera wanita itu memeriksa pakainya. Dia menghela napas panjang ketika melihat pakaiannya masih utuh. "Astaga, kenapa dia bisa sangat tampan?" gumam Zea. "Aku harus cepat bangun." Zea menyingkirkan tangan Zayyan yang ada di atas perutnya. "Ck, dia tidur apa sengaja sih?" protes wanita itu ketika Zayyan malah mengeratkan pelukannya. "Kau mau ke mana?" tanya Zayyan dengan mata yang masih terpejam. "Aku mau ke kamar mandi, Kak. Lepaskan tanganmu!" seru Zea setengah membentak karena dia memang sudah kebelet ingin buang air kecil. "Kau membentakku, Sayang?" Zayyan menatap wanita itu tajam. Seketika tatapan matanya terlihat nyalang. Zea menggeleng. "Maaf, Kak. Aku benar-benar ingin ke kamar mandi," kilah Zea mengigit bibir bawahnya menahan gugup. Zayyan melepaskan tangannya dari perut Zea dan berbalik memunggungi gadis itu. Kenapa rasanya dia kesal? Zea bernapas lega, secepat kilat wanita itu berlari ke arah kamar mandi. "Mati aku! Aku sudah membuat dia marah," gumam Zea takut. "Bagaimana ini? Sudah terbiasa berbicara apa adanya, aku tidak bisa mengontrol diri. Aku harus minta maaf, jangan sampai dia marah lalu menyakiti ayah." Zea mencuci mukanya dengan cepat. Lalu dia keluar dari kamar mandi. Tampak Zayyan berbaring di ranjang sambil memeluk bantal guling. "Kak," panggil Zea. "Sekali lagi aku minta maaf, Kak. Aku tidak bermaksud membentakmu tadi." Namun, Zayyan tak menanggapi sama sekali. Zea menarik napasnya dalam. Kali ini tamat sudah riwayatnya kalau singa ini benar-benar mengamuk. 'Bu, aku akan menyusulmu di sana karena iblis ini pasti akan menghabisi aku. Maafkan aku, Bu. Aku belum bisa menjaga ayah dengan baik." Bersambung ...Zea menghela napas panjang. Zayyan masih memungginya. "Aduh, apa yang harus aku lakukan?" Gadis cantik bergelar dokter itu menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. Sementara Zayyan masih merajuk. Entah kenapa dibentak seperti tadi membuat hatinya sedikit tergores sakit? Zea adalah orang pertama yang berani membentaknya. "Kak," panggil Zea. "Aku siapkan sarapan dulu ya, Kak," ujar gadis itu kikuk. Zea takut jika Zayyan menggamuk dan menyakiti ayahnya. Zayyan masih tak menggubris. Entah kenapa dia ingin Zea membujuk serta merayunya seperti yang sering dilakukan Zevanya? Apakah ini hanya perasaan kebetulan atau memang Zayyan membutuhkan perhatian lebih dari seseorang? Sejak sang ibu meninggal, dirinya seperti kehilangan kasih sayang yang didapatkan oleh banyak orang. "Iya sudah, Kak. Aku keluar dulu!" Zea mendesah saat lelaki itu tak menanggapi ucapannya. "Tunggu!" cegah Zayyan saat Zea hendak keluar dari kamar. "Eh, Iya, Kak." Zea berbalik dan tersenyum. "Mandikan aku!
Zea berjalan menyusul masuk ke dalam kamar mandi. Gadis cantik dengan rambut panjang sebahu serta poni yang bertengger di keningnya itu dengan menunduk, jantungnya berdebar-debar tak karuan. Brak! Zea menabrak benda keras di depannya. "Aw!" Gadis itu mengusap keningnya yang terbentur. "Kalau jalan itu lihat-lihat." Zayyan menggeleng salut karena sejak tadi, istri palsunya itu terus saja melamun. "Maaf, Kak." Zea memaksakan senyum. "Mommy, kenapa melamun?" sambung Ar. "Tidak, Son!" kilah Zea menggelengkan kepalanya. "Masuk!" Zea masuk dan Zayyan menutup pintu kamar mandi. Gadis itu menghembuskan napas kasar, keringat dingin membasahi dahinya. Dia tak bisa bohong jika Zayyan benar-benar tampan, apalagi tanpa memakai baju. "Isi airnya!" "Iya, Kak." Zea mengisi buthub tersebut dengan air. Sementara Zayyan dan Ar menunggu gadis tersebut. "Mommy tidak ikut mandi?" "Tidak, Son. Nanti saja," tolak Zea. Bisa mati berdiri dia jika mereka mandi bertiga. Zayyan dan Ar
Ruth dan Grace menatap Zea penuh selidik. Sementara yang lain tidak peduli, kebiasaan keluarga kaya itu memang cukup unik yaitu mereka tidak berbicara saat di meja makan, kecuali suara dentingan sendok dan Ar yang terus berisik serta merenggek minta disuapi pada Zevanya. "Mommy mau lagi!" pinta Ar. "Tentu, Son." Zea menyuapi Ar dengan telaten. Walaupun dalam hatinya rasanya ingin kabur saat melihat tatapan Grace dan Ruth. "Sejak kapan kau alergi seafood, Zevanya?!" tanya Ruth sinis ke arah wanita cantik itu. Zea mengigit bibir bawah dengan keringat dingin yang mengucur di dahinya, terlihat jika gadis itu sebenarnya gugup dengan pertanyaan Ruth. Diam-diam Leigh dan Zavier melihat ke arah Zea seperti menanti jawaban dari gadis cantik itu. "Kenapa kau ingin tahu?" sambung Zayyan. "Kak, Kakak tidak curiga padanya?" Ruth menatap Zayyan dengan menggoda. "Kenapa harus curiga?" Kali ini Zayyan yang menatap Ruth tajam. "Aneh saja, Kak. Sejak kapan Zevanya alergi seafood? Biasa
"Cup... Cup, Son. Jangan menangis ya!" hibur Zea sambil menepuk pundak keponakannya itu. "Hiks, Mommy, Ar ingin main belsama daddy," renggek Ar dengan air mata yang leleh. Zea menatap kasihan keponakannya itu. Ar kecil harus merasakan kehilangan kasih sayang kedua orang tua sebelum waktunya. "Bagaimana kalau main sama Mommy saja?!" tawar Zea. Ar menyeka air matanya. Lalu tangannya memeluk leher Zea dengan posisi, lelaki kecil nan tampan itu mengangguk patuh. "Tapi janji jangan menangis lagi!" Zea menunjukan jari kelingkingnya tanda janji. "Janji!" Ar mengaitkan jari kelingkingnya dengan Zea. "Iya sudah, ayo." "Kalian mau jalan ke mana?" Zea dan Ar terkejut ketika melihat Zavier tiba-tiba datang dan bertanya demikian. "Uncle!" renggek Ar. "Kenapa, Son?" Zavier tersenyum sambil mengusap kepala Ar yang berada di gendongan Zea. "Ar mau jalan-jalan." Tatapan mata pria kecil itu seperti sebuah permintaan yang harus diwujudkan. "Mau jalan ke mana? Biar Uncle antar!" u
Seorang wanita tampak keluar dari mobil. Kaca mata hitam bertengger di hidung mancungnya. Dia mengenakan dress selutut dengan warna merah menyala. Rambut bergelombang dengan warna kuning keemasan yang kontras dengan warna kulit putihnya. "Aku sudah lama tidak bertemu ayah," gumamnya menatap gedung pencakar langit yang ada di depannya. Wanita itu berjalan gontai memasuki perusahaan. Semua karyawan membungkuk hormat padanya. Lalu dia masuk ke dalam sebuah ruangan yang bertuliskan direktur terpampang jelas di depan pintu. "Ayah." Miko yang tengah asyik dengan berkas-berkas di tangannya sontak berdiri dan terkejut mendengar panggilan dari putrinya itu. "Zevanya." Miko sontak berdiri dengan mata berkaca-kaca. "Akhirnya kau kembali." Miko berhambur memeluk anak sulungnya itu. Dia bernapas lega karena Zevanya kembali, artinya Zea bisa lepas dari kepura-puraannya menjadi istri Zayyan. "Kau ke mana saja selama ini?" Miko melepaskan pelukan putrinya. "Ayah tidak perlu tahu a
"Kenapa diam?" tanya Zayyan tersenyum mengejek ketika Zea seperti bungkam dengan pertanyaannya. "Mommy memang belum pelnah masak buat Ar," sambung Ar yang juga menatap Zea. Zea langsung kikuk, wanita cantik bergelar dokter itu menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. Dia bingung harus jawab apa. Dalam hati Zea merutuki dirinya yang lupa bahwa saat ini dia masih menyamar jadi Zevanya. "Iya sudahlah karena Ar ingin makan masakan Mommy, kita makan di rumah saja!" seru Zayyan mengalihkan pembicaraan. Ar tidak boleh tahu jika yang bersamanya bukanlah Zevanya — sang ibu. "Iya, Daddy," sahut Ar tersenyum sumringah. Zea bernapas lega karena lelaki ini tidak lagi bertanya panjang lebar. Padahal dalam hati rasanya dia sudah mau kabur, apalagi tatapan mematikan yang Zayyan layangkan padanya. "Mommy, Ar mau makan ayam goyeng!" seru Ar. "Tentu saja, Son. Mommy akan masak makanan apa saja yang Ar suka," sahut Zea mengusap kepala lembut Ar. "Hore!" Leo yang duduk menyetir di bang
"What's? Pemotretan?" Mata Zea membola ketika membaca surat kontrak di tangannya. "Iya, Nona. Anda juga akan menjadi bintang iklan produk baru Leigh Group bersama tuan Morgan," ujar Lewi, asisten sekaligus manager Zevanya. Zea menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Kali ini dia benar-benar sudah pasrah, bagaimana bisa dia menjadi model iklan serta beberapa majalah lainnya. Sementara dia basicnya seorang dokter yang sudah biasa berkutat dengan alat-alat medis. "Kenapa Anda terlihat kaget, Nona? Bukankah Anda yang menandatangani surat kontrak ini?" Lewi menatap Zea curiga. Ada yang aneh dari nona muda-nya itu. Sikap Zea juga sedikit berubah, biasanya wanita itu akan semena-mena menyuruhnya. "Bukan, aku tidak terkejut, tapi..." Zea menggantung ucapannya. Sekilas wanita cantik itu terbayang pada senyuman sang ayah yang masih melekat di hatinya. "Tapi apa, Nona?" tanya Lewi seperti tak sabar mendengar kelanjutan dari ucapan Zea. "Tidak, Kak. Tidak apa-apa," kilah Zea sambil meng
Sudut bibir Zayyan tertarik ketika mendengar nama istrinya disebut. "Apa itu artinya istri palsuku akan membintangi iklan produk kita kali ini?" tanya Zayyan. "Benar, Tuan. Saat ini nona Zea sedang menuju perjalanan menuju ke sini," jawab Leo. "Apakah Anda ingin membatalkan kontrak kerjasama dengannya?" tanya Leo mengintip wajah Zayyan yang tampak sedikit berbeda. Zayyan terdiam sejenak. Lalu lelaki itu menatap Leo. "Jelas tidak, Leo. Aku ingin lihat, bagaimana dia memerankan perannya sebagai Zevanya. Apakah dia bisa atau malah menunjukkan diri bahwa dia tak memiliki kemampuan untuk menjadi dua orang," jawab Zayyan tersenyum licik. Saatnya dia melihat seperti apa wanita yang menyamar menjadi istrinya itu. "Baik, Tuan," sahut Leo membungkuk hormat. "Lalu bagaimana dengan wanita itu?" "Saya sudah mengirimkan kontrak kerjasama ke perusahaan tuan Marvin, Tuan," jelas Leo. "Bagus. Terus pantau pergerakan mereka. Aku yakin, wanita jalang itu akan kembali nanti jika uangnya su