Satu tahun kemudian ...Samuel, Josua, Niko dan juga Sean, keempat pria tampan dengan sejuta pesona itu keluar dari ruangan rias. Mereka memakai tuxedo dengan warna yang sama. Dilengkapi dasi kupu-kupu yang membuat tampilan mereka begitu memukau. Saat mereka berjalan ke arah karpet, merah jepretan kamera saling menggema dan bersahutan untuk memotret pria-pria tampan yang menyerupai dewa Yunani itu. Hari ini, Sean, Josua, Niko dan juga Samuel mengakhiri masa lajang mereka. Pria-pria matang yang berusia dewasa itu akhirnya memutuskan untuk berkeluarga, walau sebelumnya banyak pertimbangan. Namun, siapa sangka sekarang telah menentukan siapa yang akan menjadi pasangan hidupnya. "Ayah!" sapa si kembar melambaikan tangannya dari jarak jauh. Sean tersenyum melihat anak-anak Zea yang begitu antusias menyambut hari bahagianya. Sekarang, ia benar-benar sudah bisa melepaskan semua perasaan cintanya pada wanita yang pernah bersemayam begitu lama. Sean sudah menemukan wanita yang tepat untuk
"Kenapa harus aku, Ayah?" protes seorang wanita berjas warna putih khas seorang dokter. "Zea, Ayah mohon. Tolong gantikan kakakmu untuk sementara waktu. Dia kabur dari rumah suaminya, Ar terus mencari ibunya," pinta seorang pria paruh baya pada anak perempuannya itu. "Tidak bisa, Ayah. Aku tidak akan bisa seperti Kak Zeva. Bagaimana kalau kak Zayyan tahu Ayah membohonginya, aku atau pun Ayah kita akan sama-sama dalam bahaya," ucap sang anak. "Kau bisa, Zea. Hanya kau yang bisa menyelamatkan Ayah." Pria tersebut masih memohon agar anaknya mau mengikuti apa yang dia katakan. Sang anak menghela napas panjang dan menatap ayahnya dengan kasihan. "Haruskah aku menggantikan kakak, Yah? Lalu bagaimana dengan pekerjaanku?" Dia menatap ayahnya dengan sendu. "Untuk sementara kau harus meninggalkan pekerjaanmu dulu, Zea. Sampai kakakmu kembali." Zea Ananda Mikola wanita berusia 25 tahun. Dia salah satu tenaga medis kedokteran spesialis anak di salah satu rumah sakit negeri di Ibukota. Memil
Rahang Zea mengeras dengan tangan yang terkepal. "An–""Mommy!" teriak seorang bocah tampan berusia sekitar lima tahun berlari ke arah Zea. "Eh!" Zea terkejut ketika bocah itu memeluk pinggangnya."Mommy, ke mana saja? Ar merindukan Mommy," renggeknya seraya menangis sesenggukan. Zea menatap bocah tampan itu dengan senyuman kaku. Dia berjongkok agar menyamakan tingginya dengan sang keponakan. Wajah bocah ini sangat mirip ayahnya, bahkan seperti duplikat Zayyan kecil. "Hai, Son. Apa kabarmu? Maafkan Mommy ya. Sini peluk Mommy!" "Mommy." Arzanka Kennedy Leigh, anak dari Zayyan dan Zevanya. Dia berusia 5 tahun dan begitu manja dengan sang ibu. Wajahnya tampan, tetapi sudah terlihat arogan. Sepertinya darah sang ayah mengalir dari tubuhnya sehingga membuat sikap bocah kecil itu pun tak jauh beda dari pria yang dijuluki jelmaan iblis itu. "Mommy, jangan tinggalkan Ar lagi!" renggeknya. "Mommy tidak akan meninggalkanmu, Son." Zea memeluk keponakannya itu seraya mengusap punggung Ar
Zea menepuk-nepuk punggung Ar yang sudah terlelap sambil memeluk bantal guling kesayangannya. Dia tersenyum hangat melihat wajah menggemaskan bocah tampan itu. "Betapa bodohnya kau, Kak. Meninggalkan pria setampan ini hanya demi kebebasanmu." Zea geleng-geleng kepala.Zea mengusap kepala Ar. Dia sedih mendengar curahan hati keponakannya itu, ternyata selama ini Ar kecil sudah kekurangan kasih sayang seorang ibu. "Son, walaupun Mommy bukan ibu kandungmu. Tapi, Mommy berjanji akan menjaga dan memastikan kau tidak akan kekurangan kasih sayang." Zea mengecup kening bocah tampan itu. Zea turun dari ranjang. Dia menghela napas panjang. "Kamarku di mana?" Dia bingung sendiri. "Harusnya tadi aku tidak perlu mendengar kata-kata ayah untuk meninggalkan koperku. Sekarang, aku harus pakai apa?" Zea keluar dari kamar Ar. Wanita itu berjalan pelan dengan mengendap-endap. Rumah sebesar dan semewah ini membuatnya bingung di mana kamar Zevanya dan sang suaminya?"Nona, ada yang bisa saya bantu?" t
"Aish, aku lupa bawa baju ganti lagi," gerutu Zea. Zea membalut tubuhnya dengan handuk yang terlilit sampai dada. Wanita itu keluar mengendap-endap, takut jika Zayyan melihatnya. Zea berjalan ke arah lemari yang tadi ditunjuk oleh suami kakaknya itu. Dia mendelik melihat baju-baju kurang bahan yang ada di sana. "Aduh, mana piyamanya?" Zea menyimak baju-baju mahal yang sengaja digantung di sana. "Sudahlah, aku pakai ini saja. Sepertinya hanya ini yang tidak terlalu terbuka." "Hem!" Tubuh Zea seketika menegang, secepatnya wanita itu mengambil satu baju piyama, lalu menutupi dadanya. Zea berbalik dengan wajah yang sudah merah seperti tomat masak. Dia memaksakan senyum ketika melihat Zayyan yang berdiri di belakangnya sambil melipat kedua tangan di dada. "Kenapa lama?" Zayyan menelan saliva ketika melihat paha mulus Zea. Sebelumnya walau Zevanya telanjang di depannya, pria itu sama sekali tak berhasrat. Namun, kenapa saat melihat adik iparnya ini adik kecilnya seketika sesak
Zayyan menatap Zea yang terlelap setelah diberikan obat oleh dokter. Lelaki itu mengusap kening adik iparnya. Tak dia sangka Miko berani-berani memberikan istri palsu padanya. "Aku tidak tahu kau siapa. Aku juga tidak tahu apa maksudmu menyamar jadi Zeva. Apakah maksudmu ingin menipuku seperti ayahmu? Baiklah, Gadis Kecil. Aku akan ikuti permainanmu. Aku tidak akan pernah melepaskanmu sekalipun Zeva kembali," ucapnya. Zayyan menaikan selimut Zea. Entah kenapa ada perasaan damai saat melihat wajah polos wanita itu? Apakah sebenarnya yang sudah Zayyan rasakan? Kenapa rasanya nyaman sekali? Zayyan keluar dari kamarnya. Tampak beberapa pengawal berjaga di depan pintu kamar. "Jaga dia. Pastikan tidak ada orang yang masuk ke dalam kamar selain aku!" titah Zayyan. "Baik, Tuan Muda." Keempat pengawal dengan jas rapi itu membungkuk hormat. Zayyan berjalan keluar dengan tangan yang terselip di saku celananya. Sorotan mata tajam seperti elang dengan wajah menyeramkan dan dingin. "Kau
Zea menghela napas panjang. Zayyan masih memungginya. "Aduh, apa yang harus aku lakukan?" Gadis cantik bergelar dokter itu menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. Sementara Zayyan masih merajuk. Entah kenapa dibentak seperti tadi membuat hatinya sedikit tergores sakit? Zea adalah orang pertama yang berani membentaknya. "Kak," panggil Zea. "Aku siapkan sarapan dulu ya, Kak," ujar gadis itu kikuk. Zea takut jika Zayyan menggamuk dan menyakiti ayahnya. Zayyan masih tak menggubris. Entah kenapa dia ingin Zea membujuk serta merayunya seperti yang sering dilakukan Zevanya? Apakah ini hanya perasaan kebetulan atau memang Zayyan membutuhkan perhatian lebih dari seseorang? Sejak sang ibu meninggal, dirinya seperti kehilangan kasih sayang yang didapatkan oleh banyak orang. "Iya sudah, Kak. Aku keluar dulu!" Zea mendesah saat lelaki itu tak menanggapi ucapannya. "Tunggu!" cegah Zayyan saat Zea hendak keluar dari kamar. "Eh, Iya, Kak." Zea berbalik dan tersenyum. "Mandikan aku!
Zea berjalan menyusul masuk ke dalam kamar mandi. Gadis cantik dengan rambut panjang sebahu serta poni yang bertengger di keningnya itu dengan menunduk, jantungnya berdebar-debar tak karuan. Brak! Zea menabrak benda keras di depannya. "Aw!" Gadis itu mengusap keningnya yang terbentur. "Kalau jalan itu lihat-lihat." Zayyan menggeleng salut karena sejak tadi, istri palsunya itu terus saja melamun. "Maaf, Kak." Zea memaksakan senyum. "Mommy, kenapa melamun?" sambung Ar. "Tidak, Son!" kilah Zea menggelengkan kepalanya. "Masuk!" Zea masuk dan Zayyan menutup pintu kamar mandi. Gadis itu menghembuskan napas kasar, keringat dingin membasahi dahinya. Dia tak bisa bohong jika Zayyan benar-benar tampan, apalagi tanpa memakai baju. "Isi airnya!" "Iya, Kak." Zea mengisi buthub tersebut dengan air. Sementara Zayyan dan Ar menunggu gadis tersebut. "Mommy tidak ikut mandi?" "Tidak, Son. Nanti saja," tolak Zea. Bisa mati berdiri dia jika mereka mandi bertiga. Zayyan dan Ar