Anna tidak peduli dengan tatapan menilai pria itu. Ia sadar penampilannya sangat berantakan, apalagi pakaiannya sudah robek.
Namun, itu tidak penting. Bagaimana pun, ia butuh seseorang untuk membantunya lolos dari pria hidung belang itu.
"Kumohon, Tuan. Tolong aku..."
Sekali lagi Anna memelas karena pria itu tidak mengatakan apapun.
"Kemari kamu, Jalang!"
Pria tua itu hendak menggapai tangan Anna.
Namun, tanda diduga, pria yang ada di lift itu tiba-tiba keluar dan menarik tangan Anna. Ia memosisikan diri di antara Anna dan si hidung belang, menghalangi pandangan pria tua itu.
"Mau sok jadi pahlawan, hah?! Menyingkir dari sini dan serahkan dia padaku!" hardik pria tua itu.
Namun, pria itu—Kai—tidak bergerak sedikit pun. Tatapan tajamnya yang begitu menusuk seolah tengah menguliti pria di hadapannya.
"Pergi!" Baritonnya yang tegas membuat siapapun yang mendengar pasti akan terintimidasi.
Meski tampak gentar, tapi pria tua itu berusaha tampak berani. Ia menaikkan dagunya dan menampilkan ekspresi keras, yang sama sekali tidak tampak menakutkan.
"Pergi? Kamu pikir aku ini bodoh? Aku sudah membayarnya mahal, lalu mau kamu ambil untuk keuntunganmu? Cuih!"
Ia meludah ke samping untuk menghina permintaan Kai.
Anna menciut panik. Apakah pria di depannya ini akan menyerahkannya pada pria hidung belang itu? Apalagi Anna melihat ia sempat melirik ke arahnya.
Kai merogoh saku jas, lalu mengeluarkan sebuah kartu nama. "Nyawamu bisa kubeli jika ingin. Berapa kamu membayarnya, akan kuganti tiga kali lipat."
Anna seketika membelalak.
Apa maksud pria ini ingin membayarnya tiga kali lipat? Ataukah ini hanya gertakan untuk menakut-nakuti?
Pria hidung belang itu mengambil kartu nama dari Kai, lalu terkejut setengah mati ketika melihat nama lengkap pria di depannya ini.
Kaisar Raffasya Bramanty.
Nama itu sudah cukup untuk meruntuhkan semua kepercayaan diri yang berusaha ia pertahankan. Dan hanya orang bodoh saja yang berani melawan seorang pria yang latar belakangnya begitu disegani dan dihormati di seluruh penjuru negeri!
"Kuhitung sampai tiga."
Kai memberi peringatan lagi.
Pria itu melirik pada Anna seolah menimbang. Dia seperti tak mau mengambil resiko, sehingga ia memutuskan untuk berbalik pergi meski terlihat dongkol.
Anna menghela napas lega, setidaknya dia bisa terlepas dari tua bangka bau tanah yang ingin memperkosanya itu.
Anna ingin berterima kasih, tapi sebelum dia membuka suara, pria di depannya membalikkan badan dengan cepat, lalu mencengkeram lengannya dengan kuat.
Anna terkejut. Dia ingin memberontak, tapi ingat jika pria itu sudah menolongnya. Belum lagi pria ini menahan tangannya begitu kencang, membuat Anna tak berkutik saat diajak masuk lift.
"Ki-kita mau ke mana?" tanya Anna tergagap.
Kai tidak menjawab, membuat Anna memperhatikan tombol yang ditekan olehnya. Kenapa ia membawanya naik ke lantai teratas?
Apa pria ini ingin memanfaatkannya?
Anna menelan ludah ... bukankah tadi dia mengatakan jika akan membayarnya tiga kali lipat?!
Anna masih merasakan genggaman Kai yang begitu erat. Pria itu bahkan tak melepas tangannya sepanjang lift melaju naik ke lantai atas.
Sampai akhirnya pintu lift terbuka, Kai kembali menarik tangan Anna agar berjalan mengikutinya ke salah satu presidential room di ruangan itu.
“Tu-Tuan…”
Perasaan Anna semakin campur aduk. Apa kini dia harus melayani pria yang menolongnya, setelah dia bebas dari pria tua yang membelinya?
Demi Tuhan, Anna tidak mau!
Saat sampai di dalam kamar, Kai akhirnya melepas tangan Anna.
Dia menatap pada Anna yang menundukkan kepala.
“Kamu ingin menjual dirimu?”
Suara tegas Kai membuat kedua bahu Anna bergidik karena terkejut. Dia tidak menjawab, hanya diam dengan terus menundukkan kepala. Dia menggeleng pelan.
"Kamu harus mengganti uang yang nantinya akan kukeluarkan untuk menebusmu dari pria tua itu."
Terkejut, Anna mendongak untuk menatap pria itu. Anna akui, setiap Kai bicara mampu membuat seluruh tubuhnya menegang, takut. Dia benar-benar belum pernah sekalipun bertemu dengan pria dingin seperti Kai, bahkan bosnya di tempat bekerja saja tidak seperti ini.
"A-aku pasti akan mengganti uang Anda, tapi tidak bisa sekarang. Aku harap Anda bisa sabar menunggu sampai aku mengumpulkan semua uangnya," ucap Anna mencoba tetap tenang meski seluruh tubuhnya gemetar.
Anna melihat Kai diam. Tatapan pria itu benar-benar membuat tubuhnya terasa beku.
Apa Kai sama seperti pria tua tadi, menginginkan tubuhnya sebagai balasan?
"Menunggu? Apa kamu pikir bisa mengganti uang yang kukeluarkan?" tanya Kai, masih dengan ekspresinya yang datar.
Anna diam seraya menggigit bibir bawahnya. Tentu dia tak yakin, gajinya sebulan tidak seberapa, ditambah masih harus mencukupi biaya sehari-hari.
"A-aku akan berusaha," balas Anna lirih.
"Kembalikan uangku dalam satu minggu.”
Bola mata Anna membulat. Seminggu? Apa pria ini ingin Anna merampok?!
"A-aku tidak mungkin bisa mengembalikan uang Anda dalam seminggu," ucap Anna panik.
Anna berpikir, sepertinya Kai sama saja dengan pria tua tadi, memanfaatkan ketidakmampuannya untuk mendapatkan dirinya.
Haruskah dia menyesal karena sudah ditolong?
"Sudah kuduga."
Dua kata itu mampu membuat Anna semakin gemetar. Apalagi tatapan pria itu sama sekali tidak teralihkan darinya.
Kai melangkah maju, membuatnya secara impulsif mengambil langkah mundur.
Anna benar-benar ketakutan ketika Kai tiba-tiba melepas jasnya.
"Aku butuh istri," katanya.
Anna menelan ludah, terkejut sekaligus bingung.
Saat itu, Kai menyematkan jasnya ke pundak Anna.
Tunggu ...
"Kamu harus menjadi istriku untuk mengganti semua uang itu."
Anna sangat terkejut mendengar ucapan pria di hadapannya itu.Istri? Apa ia tidak salah dengar?!"Hanya istri kontrak," imbuh Kai saat melihat Anna tampak begitu syok. "Selama dua tahun. Setelah itu kamu bebas."Anna mengerjap, masih belum pulih dari rasa terkejutnya."Kenapa Anda ingin aku menjadi istri kontrak?" tanyanya dengan suara pelan. Bagaimanapun, permintaan itu benar-benar tidak masuk akal!Mungkinkah … mungkinkah Kai hanya ingin ada yang memuaskannya di atas ranjang, tanpa ada ikatan cinta tapi tetap sah di mata hukum?Bisa saja begitu, mengingat Kai sepertinya bukan orang biasa.Anna melihat Kai menatapnya datar, membuat Anna memegang jas yang tersemat di pundaknya semakin erat, takut jika pria itu tiba-tiba menerkamnya."Apa kamu pikir punya hak untuk bertanya?" ujar Kai tanpa ekspresi. "Jika kamu tidak mau, kamu akan kukembalikan pada pria itu."Sepasang mata Anna membelalak ngeri. Bayangan saat pria hidung belang itu berusaha menyentuhnya seketika membuat Anna mual dan g
"Siapa kamu?" tanya Mila dengan tatapan memicing.Anna benar-benar tak menyangka Kai akan masuk ke rumah itu. Dia terus menatap Kai, sampai pria itu berdiri di sampingnya."Tunangan Anna," sahut Kai ringan.Anna membelalak terkejut.Tapi tunggu ...Anna belum pernah menyebutkan namanya. Dari mana pria ini tahu namanya?"Apa? Tunangan? Hah!" Mila tertawa mencibir."Wah, Anna. Kamu membayar orang ini untuk bersandiwara?" tanya Nindy ikut menyindir.Anna hanya bisa diam."Mulai saat ini, Anna akan tinggal bersamaku," kata Kai, tidak terpengaruh sama sekali. "Jika kalian berani menyentuhnya, kupastikan kalian akan tinggal di pinggir jalan selamanya."Senyum dan tawa cemooh dari wajah Mila dan Nindy langsung lenyap. Tatapan tajam pria itu begitu mengintimidasi, tidak perlu bukti untuk membuat mereka yakin bahwa pria itu tidak main-main.Kai menoleh pada Anna, lalu berkata, "Ambil barang pentingmu, tidak perlu bawa pakaian. Kamu tidak membutuhkannya di rumahku."Anna lagi-lagi terkesiap, tap
Keesokan paginya, Kai sudah mendaftarkan pernikahan mereka ke KUA."Kamu sudah resmi menjadi istriku, jadi apapun yang terjadi, kamu harus mengikuti semua ucapanku sesuai dengan perjanjian."Anna memandang surat nikah yang diberikan Kai padanya dengan hati hampa. "Iya," balasnya lesu.Dia tidak pernah menyangka akan menikah sekilat ini dengan pria asing.Semuanya terjadi begitu cepat."Aku akan pergi ke kantor. Minta pada pelayan kalau kamu butuh sesuatu."Kai pergi begitu saja setelah mengatakan itu.Anna memandang kepergiannya dalam diam. Sejak kemarin, pria itu tampak begitu sibuk. Ia tidak mengizinkan Anna melakukan apapun, tapi juga tidak pernah benar-benar meminta Anna untuk melayaninya.'Sebenarnya dia mau apa?' batin Anna bertanya-tanya.Ia lantas memandangi semua pakaian yang sudah disiapkan untuknya. Pakaian yang tampak mewah dan elegan.Anna mengecek pakaian-pakaian itu, ukurannya sesuai dengan tubuhnya. Dari mana Kai tahu?"Selain yang ada di sini, apa ada yang Anda butuhka
Setelah semalaman kesulitan tidur, pagi itu Anna menghampiri Kai yang baru saja keluar dari kamarnya.Dengan langkah ragu, ia mendekat dan menatap pria itu. “Hari ini aku harus kerja. Aku boleh pergi, kan?” tanya Anna meminta izin.Kai yang baru saja hendak menuruni tangga, menoleh pada Anna.“Kerja?” Anna menelan ludah lalu mengangguk gugup ketika Kai menatapnya begitu lekat. Sungguh, ia masih belum terbiasa dengan sikap dingin pria ini. “Keluar dari pekerjaanmu!” Setelah memberi perintah, Kai berjalan begitu saja meninggalkannya.Anna terkejut. Apa maksudnya itu?“Tunggu! Kenapa aku harus keluar dari pekerjaanku?” tanya Anna memberanikan diri. Ia mempercepat langkah karena Kai tidak juga berhenti.Kalau tidak bekerja, lalu bagaimana caranya Anna mencukupi kebutuhan hidupnya?Anna melihat Kai hanya diam. Dia tetap mengejar sampai mereka tiba di ruang makan.Anna menatap Kai yang tak membalas sama sekali ucapannya. Memangnya dia tidak berhak bertanya?“Duduk!” perintah Kai.Anna me
Kai sudah berada di ruang kerjanya. Dia sedang mendengarkan asistennya bicara, tapi sepertinya Kai tidak fokus.“Pak.” Tian–asisten Kai, menatap pada pria itu yang sejak tadi seperti melamun. Bahkan Kai tidak menanggapi perkataannya. “Apa ada masalah, Pak?” tanya Tian.Kai baru sadar dari lamunan, lalu segera membetulkan posisi duduknya.“Tidak ada,” jawab Kai.“Kalau tidak ada masalah di jadwalnya, saya permisi dulu,” ucap Tian lalu membalikkan badan untuk keluar dari ruangan itu.Tepat setelah Tian berjalan menuju pintu, Kai mendapat pesan dari sopir yang mengantar Anna.[Nona pergi ke sebuah rumah di kawasan perumahan biasa, tapi saya tidak tahu beliau menemui siapa karena saya diminta berhenti agak jauh di rumah itu. Nona bilangnya itu rumah temannya.]Kai mengerutkan alis. Jika memang itu rumah temannya, kenapa tidak mengantar langsung sampai di depan rumah?[Kirim alamatnya.]“Tian!”Tian yang baru saja akan keluar dari ruangan itu, kini kembali berbalik memandang pada Kai.“Iya,
Kai sedang sibuk mengecek berkas sebelum menandatangainya. Sebagai seorang direktur utama di perusahaan keluarga, Kai memiliki tanggung jawab besar sejak dua tahun terakhir.Saat Kai masih fokus menandatangani beberapa berkas, dia menerima pesan di ponselnya. Kai sejenak mengalihkan pekerjaan untuk mengecek pesan dari sopir yang mengantar Anna.[Sepertinya terjadi sesuatu pada Nona Anna, Pak. Dia kembali dengan pipi lebam dan sepertinya baru menangis.]Kai membaca pesan itu dengan ekspresi datar. Dia kemudian membuka video rekaman dari kamera di dalam kabin yang dikirimkan oleh sopirnya. Kai diam sejenak melihat video Anna hanya diam di dalam kabin seraya memegangi pipi.Saat Kai masih fokus memperhatikan video itu, terdengar suara ketukan yang membuat Kai mengalihkan pandangan ke pintu.“Masuk!” Kai mempersilakan.Pintu ruangan itu terbuka, terlihat Tian masuk ruangan seraya membawa tablet pintar di tangannya.“Saya sudah mendapatkan nama pemilik alamat itu, Pak.” Tian memberikan tabl
Anna tak berkutik saat Kai menarik tangannya. Dia mengikuti langkah lebar pria itu menuju kamar, jantungnya berdegup cepat, Anna tidak tahu apa yang hendak dilakukan Kai.Anna menelan ludah susah payah saat benar-benar masuk kamar Kai. Dia melihat kamar pria itu tertata rapi. Cat dinding berwarna gelap menunjukkan bagaimana sifat pria itu, dingin dan tertutup.Anna masih mengedarkan pandangan ke seluruh kamar itu, hingga tidak sadar jika dia sekarang sudah sampai di tepian ranjang dan Kai mendudukkannya di sana.Pria itu tak berkata-kata, membuat Anna panik dan bingung sampai meremas tepian ranjang. Dia terus memperhatikan apa yang dilakukan Kai.Anna melihat Kai mengambil sesuatu di laci. Apa yang sekarang digenggam Kai? Bukan sesuatu yang ada di pikiran Anna, kan?Anna masih diam dengan kegugupan yang melanda, sampai Kai duduk di sampingnya lalu mengulurkan tangan ke wajah Anna, membuat Anna secara impulsif sedikit memundurkan kepala.“Berani menghindar dariku!” Suara tegas Kai mem
Keesokan harinya. Alvian masih tidur di kamarnya saat mendengar suara gedoran pintu begitu keras. Pria itu bangun karena terkejut dengan rasa kesal yang bercokol di dada.“Siapa pagi-pagi begini mengganggu tidurku!” gerutu Alvian.Alvian ingin mengabaikan, tapi suara gedoran pintu terus terdengar, membuatnya sampai mengacak-acak rambut lalu akhirnya dia bangun.Alvian keluar dari kamar masih dengan memakai celana pendek dan bertelanjang dada. Dia berjalan menuju pintu untuk melihat siapa yang sudah mengganggu tidurnya.Alvian bersiap mengamuk, tapi urung ketika melihat siapa yang berdiri di depannya.“Bu, ada apa datang ke sini pagi-pagi?” tanya Alvian sopan saat melihat pemilik kontrakan datang ke sana.“Aku menghubungimu tapi tidak kamu respon, jadi aku ke sini untuk mengatakan langsung, merepotkan sekali,” gerutu wanita itu menanggapi pertanyaan Alvian.Alvian mempersilakan wanita itu masuk lebih dulu, lalu menyuguhkan segelas teh..“Apa yang membawa Ibu ke sini?” tanya Alvian.Wani
Kai sangat mencemaskan kondisi Anna, apalagi wajah Anna memang sangat pucat.“Ayo ke rumah sakit,” ajak Kai sambil menggenggam telapak tangan Anna.Anna menatap Kai yang panik, dia mencoba tersenyum untuk menenangkan.“Tidak usah, lagian ini pusing biasa. IGD tidak menerima pasien yang hanya masuk angin,” seloroh Anna diakhiri tawa kecil meski wajahnya pucat.Kai menatap tak senang karena Anna menyepelekan kondisi kesehatan.“Masuk angin pun, kalau salah penanganan, bisa membahayakan, paham.” Kai kukuh ingin membawa Anna ke rumah sakit.Anna menatap dalam pada suaminya, dia mencoba memahami kecemasan yang sedang Kai rasakan.Anna tersenyum kecil. “Begini saja, kalau besok pagi kondisiku masih kurang baik, kita ke rumah sakit, ya.”Kai menatap ragu, tapi karena Anna tidak mau pergi sekarang, dia akhirnya mengalah,“Baiklah, kalau nanti malam kamu merasa sakit, kita harus pergi memeriksakannya,” ucap Kai mengalah.Anna mengangguk-anggukkan kepala.“Aku mau mandi dulu,” kata Anna siap be
Saat sore hari. Anna dan Kai pergi ke kantor polisi setelah mendapat informasi soal penetapan tersangka pada Justin.Anna sangat syok, dia tak menyangka Justin benar-benar terlibat kasus yang menjerat Rachel.Anna dan Kai sudah menunggu di ruang kunjungan, lalu beberapa saat kemudian Justin masuk ruang kunjungan dengan kedua tangan terborgol.Justin tersenyum pada Anna, lalu duduk berhadapan dengan Anna tapi tak bersikap ramah pada Kai.“Kamu benar-benar terlibat?” tanya Anna tak menyangka.Justin tersenyum tipis. “Aku sudah janji akan menjawab jujur, aku hanya berusaha jujur.”“Aku tidak terkejut,” ucap Kai.“Aku tidak meminta pendapatmu,” balas Justin ketus, “aku hanya berusaha menepati janjiku pada Anna.”Kai kesal. Dia menatap tajam pada Justin, apa Justin menyukai Anna?Anna benar-benar masih tak percaya, dia benar-benar tidak pernah membayangkan jika Justin benar-benar terlibat.“Bagaimana bisa?” tanya Anna meminta penjelasan.Justin mengalihkan pandangan dari Kai pada Anna. Dia
“Tunggu.” Anna mencegah Justin yang mau ikut polisi.Justin menghentikan langkah. Lalu membalikkan badan ke arah Anna begitu juga dengan polisi.“Ada apa?” tanya Justin sambil menatap Anna. Tatapan matanya memperlihatkan jika dia tak marah sama sekali pada Anna.Anna menghampiri Justin, dia berdiri tepat di hadapan atasannya itu.“Aku tidak tahu kamu bersalah atau bukan, aku hanya berharap kamu tidak terlibat karena meski mungkin kamu membenciku karena suamiku, tapi aku menganggapmu pria baik,” ucap Anna.Anna hanya tak ingin menambah musuh. Jika bisa dicegah dengan sikap baik, maka Anna akan berusaha meminimalisir kemungkinan Justin membencinya dan Kai.Justin tersenyum getir, dia tak menyangka jika Anna menganggapnya baik padahal awalnya Justin ingin memanfaatkan Anna.“Aku akan bicara jujur menjawab semua pertanyaan polisi,” ucap Justin, “terima kasih sudah memercayaiku,” imbuhnya.Anna mengangguk, lalu dia membiarkan Justin pergi dengan polisi.Semua staff di sana berdiri karena t
Di kota tempat Stefanie tinggal. Dia masih dirawat di rumah sakit yang dijaga ketat oleh beberapa bodyguard. Bahkan Reino dibuat tak bisa keluar masuk sembarangan, Reino ikut dipantau oleh pengawal bayaran Abraham.“Apa kamu anggap mamamu ini sebagai tahanan, Alex? Bagaimana bisa kamu memperlakukanku seperti ini?” Stefanie menatap datar pada Alex.Stefanie terkejut saat mengetahui kalau sudah dipindah kota saat pertama kali membuka mata. Bahkan saat dia menanyakan keberadaan dan kabar Anna, Alex langsung membentaknya.“Ini demi kesembuhan Mama, sebaiknya Mama nurut apa kata dokter agar pemulihan kesehatan Mama lebih cepat,” ucap Alex dengan tenang.Stefanie benar-benar tidak tahu, kenapa Alex berbuat demikian.“Apa kamu bahagia melihat mama terkurung di sini seperti orang yang sedang dihukum?” tanya Stefanie dengan tatapan dingin pada Alex.Alex tetap tenang. Dia membuka penutup tempat makanan milik Stefanie, lalu mengambil sendok.“Makanlah dulu,” kata Alex.Stefanie benar-benar tak
Kai pergi ke perusahaan Frederic setelah mengurus pekerjaan di perusahaan. Kedatangannya di sana tentu membuat semua orang heboh, apalagi semua orang sudah tahu kalau Kai yang membuat Rachel menjadi buronan.“Pak Frederic di ruangannya?” tanya Kai saat staff resepsionis menghampirinya.“Ada, Pak. Apa perlu saya hubungi dulu agar Pak Frederic tahu jika Anda datang? Anda belum membuat janji, bukan?” tanya resepsionis itu takut-takut.Kai tak menjawab. Dia mengayunkan langkah begitu saja menuju lift diikuti Tian di belakangnya.Kai dan Tian menuju lantai tempat ruangan Frederic berada. Dia tak mau membuang kesempatan menemui pria itu, Kai harus memastikan Frederic tidak berulah seperti Rachel.Saat sampai di lantai tempat ruangan Frederic berada, asisten pribadi Frederic langsung menghampiri.“Anda mau bertemu Pak Frederic?” tanya asisten itu.Kai hanya memberikan tatapan dingin.“Biarkan Pak Kai masuk,” ucap Tian seraya memberi isyarat agar asisten Frederic tidak mencegah.Pria paruh ba
Anna pergi menjemput Nindy di apartemen, setelahnya mereka pergi ke kantor polisi untuk menemui Mila.“Nindy.” Mila langsung memeluk saat bisa melihat putrinya itu lagi.“Ibu baik-baik saja di sini, kan? Tidak ada yang jahat di dalam, kan?” tanya Nindy begitu lega akhirnya bisa melihat sang ibu.“Iya, ibu tidak apa-apa. Tidak ada yang jahat,” ucap Mila seraya melepas pelukan agar bisa menatap pada Nindy.Anna hanya diam memandang Mila dan Nindy. Jika dibilang iri, ya kali ini Anna iri. Meski Mila jahat, tapi Mila sangat menyayangi Nindy. Dia iri karena Nindy mendapat kasih sayang begitu melimpah dari Mila terlepas dari semua sikap jahat keduanya.Anna tiba-tiba teringat Stefanie. Bagaimana kabar sang mama sekarang? Apakah sudah sadar? Apakah mendapatkan perawatan yang baik?Tanpa Anna duga, Mila dan Nindy menatap bersamaan pada Anna.Mila dan Nindy saling tatap sejenak, lalu Nindy berbisik kalau Anna sedih sebab ibu kandungnya tertusuk karena berusaha menyelamatkan Anna dari Rachel.M
Kai kembali ke kamar setelah menemui Eve dan Queen. Saat masuk kamar, dia melihat Anna yang ternyata sudah bangun.“Kamu dari mana?” tanya Anna sambil mengucek mata.Kai menghampiri Anna, lalu duduk di samping tepian ranjang sambil menatap Anna yang masih berbaring..“Mami baru saja datang bersama Queen. Mereka dari rumah sakit.”Anna langsung bangun saat mendengar kata rumah sakit. Dia menatap Kai dengan rasa penasaran.“Mami jenguk Mama? Bagaimana kondisi Mama?” tanya Anna.Anna sangat ingin melihat kondisi Stefanie, tapi dia tak mau melanggar janjinya. Dia tak mau Reino atau Stefanie mendapat masalah lain karena dirinya.Kai bingung cara menjelaskan pada Anna. Dia menggenggam telapak tangan istrinya itu, lalu mengusap punggung Anna dengan lembut.Anna menatap Kai yang tak langsung menjawab, hal ini membuat Anna semakin cemas jika terjadi sesuatu pada Stefanie.“Kai, apa Mama baik-baik saja?”Kai menatap Anna sambil tersenyum. “Kata Mami, mamamu belum sadarkan diri.”Anna terkejut.
Eve pergi ke rumah sakit bersama Queen. Saat sampai di depan kamar inap Stefanie dirawat, Eve dan Queen terkejut melihat dokter dan beberapa perawat di sana.Eve menerobos masuk karena panik dan takut terjadi sesuatu pada Stefanie. Ketika sampai di dalam, dia melihat Stefanie yang sedang dipindah ke brankar.“Dia mau dipindah ke mana?” tanya Eve.Reino menoleh ke arah Eve, begitu juga dengan Alex.Reino menatap pada Alex yang kembali fokus membantu perawat memindah Stefanie, lalu dia menghampiri Eve.“Alex memaksa untuk memindah ke rumah sakit di kota kami,” jawab Reino.“Tunggu!” Eve sangat terkejut. “Kondisi Stefanie belum membaik, kenapa harus dipindah?” tanya Eve keheranan.“Agar kami bisa terus menjaganya,” balas Alex.Eve dan Reino menoleh bersamaan pada Alex, lalu Eve menatap bingung.“Apa maksudnya? Anna dan kami di sini, memangnya kami tidak bisa menjaganya?” tanya Eve karena belum tahu masalah yang terjadi antara Alex dan anna.Alex tersenyum miring. Setelah berhasil meminda
Kai berada di ruang kerjanya untuk melanjutkan pekerjaan yang tertunda karena penyerangan yang membuat Stefanie terluka.Kai baru saja melakukan meeting online, saat Tian menghubunginya secara pribadi.“Ada apa?” tanya Kai setelah keluar dari room meeting.“Saya mendapat informasi dari rumah sakit yang menangani Rachel, Pak.”Kai menegakkan badan saat mendengar ucapan Tian.“Bagaimana?” tanya Kai waspada. Jangan sampai Rachel kabur lagi.“Rachel mengalami kelumpuhan karena benturan keras yang dialaminya. Polisi tadi datang ke perusahaan untuk melakukan investigasi dan meminta salinan rekaman Cctv yang terdapat di pos security.”Kai diam mendengarkan. Jika sopirnya terseret dalam masalah ini, maka dia yang akan turun tangan langsung.“Lalu?” tanya Kai meminta penjelasan lebih lanjut.“Untungnya, kamera Cctv menyorot langsung ke portal, sehingga saat mobil menabrak, tidak terlihat jelas, hanya terlihat bagian depan yang menabrak Rachel sampai terpental,” jawab Tian dari seberang panggil