Anna memandang bangunan di hadapannya. Setelah sarapan, Kai mengajaknya ke KUA, jadi dia benar-benar akan berakhir menjadi istri Kai, meski itu hanya sebuah kontrak pernikahan.
“Ayo!” ajak Kai dengan suara dingin.
Anna menoleh pada Kai. Dia mengangguk lalu berjalan mengikuti Kai.
Anna tidak memiliki saudara kandung, sehingga Kai membayar penghulu untuk menikahkan mereka agar sah secara hukum.
Anna tidak banyak bertanya, hanya menjawab saat penghulu bertanya. Dia benar-benar sudah tak ada rasa apa pun, semuanya terasa sama saja baginya. Dia memang mendambakan sebuah cinta dan pernikahan, tapi bukan pernikahan dingin seperti ini.
“Kamu sudah resmi menjadi istriku, jadi apa pun yang terjadi, kamu harus mengikuti semua ucapanku, sesuai dengan perjanjian yang kamu sepakati.” Kai menyodorkan surat nikah mereka pada Anna.
Anna memandang surat nikah itu, lalu mengambilnya dari tangan Kai.
“Iya,” balas Anna lesu.
Anna memandangi surat nikah itu. Dia tidak pernah menyangka akan menikah sekilat ini dengan pria asing.
“Sopir akan mengantarmu pulang,” ucap Kai.
“Itu, aku mau membeli baju dulu, apa boleh?” tanya Anna meski tidak yakin uangnya cukup untuk membeli beberapa pakaian. Dia tidak punya tabungan dan hanya memiliki beberapa ratus ribu saja.
“Pulang, akan ada orang yang mengirim pakaian di rumah. Selama jadi istriku, jangan pernah pergi tanpa izinku!” perintah Kai dengan nada suara dingin. Tanpa menunggu balasan Anna, pria itu masuk ke mobil yang sudah menunggunya. Ada dua mobil di sana, salah satunya untuk mengantar Anna pulang.
Anna terkejut. Dia tidak bisa menelaah maksud ucapan Kai.
Namun, sebelum mobil Kai melaju, kaca jendela mobil pria itu turun, lalu Kai mengulurkan tangan.
“Berikan ponselmu!” perintah Kai tanpa menatap pada Anna.
Anna mengeluarkan ponsel dari tas, lalu memberikan pada Kai.
Kai mengetik sesuatu di ponsel Anna, lalu memberikan kembali benda pipih itu pada wanita yang sudah sah menjadi istrinya itu.
“Itu nomorku.” Setelah mengatakan itu, Kai kembali menurunkan kaca jendela, lalu mobil itu melaju meninggalkan tempat itu.
Anna bergeming. Dia memandang nomor Kai di log panggilan keluar. Pria itu menginginkan nomornya?
“Nona, ayo pulang!” ajak sopir yang akan mengantar Anna.
Anna mengangguk lalu masuk mobil.
“Apa kita bisa mampir ke suatu tempat dulu?” tanya Anna saat sopir sudah melajukan mobil meninggalkan KUA.
“Maaf, Nona. Saya tidak berani mengantar Anda ke tempat selain rumah tanpa izin Tuan,” jawab sopir seraya melirik Anna lewat kaca spion tengah.
Anna terlihat sedih. Dia memandang ponselnya. Semalam Anna mencoba menghubungi dan mengirim pesan pada Alvian, tapi kekasihnya itu belum membaca pesannya.
‘Kamu ke mana, Al? Aku benar-benar membutuhkanmu,’ batin Anna dengan tatapan sendu.
Mobil yang Anna tumpangi akhirnya sampai di rumah. Anna turun dari mobil setelah mengucap terima kasih, lantas berjalan masuk rumah. Dia terkejut di sana sudah ada beberapa wanita berseragam yang menyambutnya ramah.
“Kami di sini atas perintah Tuan Kai mengantar semua pakaian ini. Apa ada yang kurang?” tanya salah satu wanita berseragam sebuah toko itu.
Anna gelagapan bingung. Dia memandangi semua pakaian yang tergantung di sana, pakaian mewah dan elegan. Anna mengecek pakaian itu, ukurannya semua sesuai dengan ukuran tubuhnya. Dari mana Kai tahu?
“Selain pakaian yang ada di sini, apa ada yang Anda butuhkan lagi?” tanya pelayan itu.
Anna menoleh, lalu bertanya, “Apa tidak ada kaus dan celana saja? Aku lebih nyaman memakai pakaian itu.”
Pelayan itu bingung, lalu menoleh ke teman-temannya.
“Begini, ini pesanan Tuan Kai, jadi kami tidak bisa menukarnya. Tapi jika Anda menginginkan pakaian lain, kami akan melapor dulu pada Tuan Kai.”
Anna menghela napas kasar, pasrah.
Satu pelayan lain menghampiri Anna, lalu membuka kotak kecil berbahan beludru.
“Ini cincin pernikahan Anda.”
Anna terkejut lagi, Kai bahkan menyiapkan cincin pernikahan? Apa sebenarnya yang diinginkan dan dilakukan pria itu?
Anna tidak membantah. Dia memilih membiarkan saja apa yang hendak dilakukan Kai, dia juga memakai cincin yang disiapkan pria itu.
Saat akan kembali ke kamar, Anna melihat bingkai foto kecil terpajang di meja yang terdapat di ruang tamu, tapi Anna memilih mengabaikan, dia segera pergi ke kamarnya.
Semua pakaian, tas, sepatu, juga perhiasan yang ada di ruang tamu, kini sudah dipindah ke kamar Anna.
Anna diam memandangi semua barang itu, kenapa dia merasa seperti sedang menjual diri? Mendapatkan semua barang mewah itu tapi dia sendiri bak burung dalam sangkar, yang mungkin bisa dipermainkan begitu saja oleh pria yang kini menawannya.
Seharian Anna hanya berada di kamar. Bahkan dia melewatkan makan siang karena merasa canggung dan aneh tinggal di rumah itu. Lagi pula, tugasnya sekarang hanya melayani Kai, jadi selama pria itu belum pulang, maka tidak ada yang bisa dilakukannya.
Anna diam melamun dengan rasa bosan yang melanda. Jika biasanya dari pagi sampai siang dia akan terus bekerja di kafe lalu menjaga minimarket sampai malam, sekarang dia hanya duduk diam tanpa tahu harus melakukan apa.
Hingga saat Anna masih merenung, tiba-tiba pemikiran muncul di kepala.
“Dia sepertinya hanya menganggapku sebagai pelayan, nyatanya kamar kami terpisah padahal dia sah menikahiku. Tapi kenapa? Jika aku ini pelayan, kenapa dia harus memberiku status istri kontrak? Atau dia sebenarnya menyesal menawariku kontrak pernikahan? Apa dia jijik padaku?”
Pemikiran negatif muncul di kepala karena sikap Kai yang membingungkan. Dia hanya takut jika dijadikan pelampiasan saja, bagaimana jika ternyata Kai sudah memiliki kekasih atau mungkin beristri? Anna menggeleng cepat, dia benar-benar bingung kalau benar jadi seorang perebut laki orang.
**
Anna masih terus berada di kamar. Dia sampai tertidur di sofa karena Kai belum juga pulang meski malam sudah menjelang.
Anna bangun karena terkejut mendengar suara ponselnya. Dia mengambil ponsel dari atas meja, lalu melihat ada pesan masuk dari Kai.
[Malam ini aku tidak pulang.]
Anna mengerutkan alis. Dia semakin penasaran dengan sosok Kai.
“Apa tebakanku benar? Apa dia sudah punya istri dan sekarang pulang ke istri sahnya?”
Tiba-tiba rasa bersalah merayap di dada, apa dia jadi orang ketiga dan mungkin akan menghancurkan rumah tangga wanita lain?
Namun, jika memang Kai sudah menikah, kenapa Kai malah membuat perjanjian dengannya? Anna pusing, dia benar-benar tidak tahu kenapa Kai melakukan semua ini?
Anna mengetik pesan untuk dikirimkan pada Kai, tapi dia kembali menghapusnya.
“Untuk apa aku bertanya?”
Anna menggigit bibir bawahnya. Dia bingung jika tebakannya benar.
Hingga Anna mengingat foto yang dilihatnya di ruang keluarga. Anna tiba-tiba keluar dari kamar, lalu menuruni anak tangga menuju ruang keluarga. Saat sampai di sana, Anna memastikan kalau dia tidak salah melihat.
Anna melihat foto Kai bersama seorang wanita yang begitu anggun dan cantik. Wanita itu memeluk Kai, sedangkan pria itu merangkul pundak wanita itu.
“Jadi, apa wanita ini kekasih atau istrinya? Lalu, kenapa aku masih dijadikan istri? Dia berkata butuh istri, kan? Atau mungkin dia memang memiliki maksud lain dengan mengambil kesempatan dariku yang terdesak?”
Tiba-tiba saja rasa sakit menusuk dada. Anna tidak mengerti, kenapa dia tiba-tiba saja kecewa, apalagi jika benar dia sebenarnya hanya istri simpanan.
Keesokan harinya. Anna keluar dari kamar karena merasa lapar. Dia berjalan menuju dapur, ingin mencari sesuatu yang setidaknya bisa sedikit mengganjal perutnya.Namun, saat baru saja akan menginjakkan kaki di pintu dapur, Anna mendengar dua pelayan di dapur sedang membicarakan tentang dirinya.“Tidak tahu itu, Tuan. Kenapa membawa wanita seperti itu ke rumah? Ya, meski tidak jelek-jelek amat, tapi aku yakin dia itu wanita miskin.”“Betul, mana kayak sok polos begitu. Atau jangan-jangan dia merayu Tuan, makanya Tuan membawanya pulang. Kita tahulah, kalau Tuan itu sangat dingin ke semua orang, apalagi wanita. Ngapain juga tiba-tiba bawa wanita itu.”“Dih, amit-amit. Aku malas sekali jika diminta melayaninya.”Anna masih bergeming mendengarkan semua gunjingan itu. Anna menghela napas pelan, dia hanya ingin hidup tenang dan tidak mau membuat keributan di rumah itu sampai kontrak pernikahannya berakhir.Anna masuk dapur, saat itu dia melihat dua pelayan yang baru saja menggunjingnya langsu
Anna menelan ludah saat menunggu jawaban Kai. Kenapa begitu menakutkan saat melihat tatapan dari pria itu.“Keluar dari pekerjaanmu!” Setelah memberi perintah, Kai berjalan menuruni anak tangga.Anna terkejut. Apa maksudnya itu?“Tunggu! Kenapa aku harus keluar dari pekerjaanku?” tanya Anna memberanikan diri karena jika dia tidak bekerja, lalu bagaimana caranya dia mencukupi kebutuhan hidupnya.Anna melihat Kai hanya diam. Dia tetap mengejar sampai mereka tiba di ruang makan.Anna menatap Kai yang tak membalas sama sekali ucapannya. Memangnya dia tidak berhak bertanya.“Duduk!” perintah Kai.Anna menarik kursi agak jauh dari Kai, lalu duduk di sana.“Duduk di sini!” perintah Kai seraya menatap tajam pada Anna yang duduk jauh darinya.Anna berdiri lagi, lantas berjalan menuju kursi yang Kai maksud. Dia lantas menarik kursi kemudian duduk di sana.“Aku tidak bisa jika harus berhenti bekerja. Aku juga perlu bekerja untuk mencukupi kebutuhanku,” ujar Anna langsung menyampaikan keberatanny
Kai sudah berada di ruang kerjanya. Dia sedang mendengarkan asistennya bicara, tapi sepertinya Kai tidak fokus.“Pak.” Tian–asisten Kai, menatap pada pria itu yang sejak tadi seperti melamun. Bahkan Kai tidak menanggapi perkataannya. “Apa ada masalah, Pak?” tanya Tian.Kai baru sadar dari lamunan, lalu segera membetulkan posisi duduknya.“Tidak ada,” jawab Kai.“Kalau tidak ada masalah di jadwalnya. Saya permisi dulu,” ucap Tian lalu membalikkan badan untuk keluar dari ruangan itu.Tepat setelah Tian berjalan menuju pintu, Kai mendapat pesan dari sopir yang mengantar Anna.[Nona pergi ke sebuah rumah di kawasan perumahan biasa, tapi saya tidak tahu beliau menemui siapa karena saya diminta berhenti agak jauh di rumah itu. Nona bilangnya itu rumah temannya.]Kai mengerutkan alis. Jika memang itu rumah temannya, kenapa tidak mengantar langsung sampai di depan rumah?[Kirim alamatnya.]“Tian!”Tian yang baru saja akan keluar dari ruangan itu, kini kembali berbalik memandang pada Kai.“Iya
Kai sedang sibuk mengecek berkas sebelum menandatangainya. Sebagai seorang direktur utama di perusahaan keluarga, Kai memiliki tanggung jawab besar sejak dua tahun terakhir.Saat Kai masih fokus menandatangani beberapa berkas, dia menerima pesan di ponselnya. Kai sejenak mengalihkan pekerjaan untuk mengecek pesan dari sopir yang mengantar Anna.[Sepertinya terjadi sesuatu pada Nona Anna, Pak. Dia kembali dengan pipi lebam dan sepertinya baru menangis.]Kai membaca pesan itu dengan ekspresi datar. Dia kemudian membuka video rekaman dari kamera di dalam kabin yang dikirimkan oleh sopirnya. Kai diam sejenak melihat video Anna hanya diam di dalam kabin seraya memegangi pipi.Saat Kai masih fokus memperhatikan video itu, terdengar suara ketukan yang membuat Kai mengalihkan pandangan ke pintu.“Masuk!” Kai mempersilakan.Pintu ruangan itu terbuka, terlihat Tian masuk ruangan seraya membawa tablet pintar di tangannya.“Saya sudah mendapatkan nama pemilik alamat itu, Pak.” Tian memberikan tabl
Anna tak berkutik saat Kai menarik tangannya. Dia mengikuti langkah lebar pria itu menuju kamar, jantungnya berdegup cepat, Anna tidak tahu apa yang hendak dilakukan Kai.Anna menelan ludah susah payah saat benar-benar masuk kamar Kai. Dia melihat kamar pria itu tertata rapi. Cat dinding berwarna gelap menunjukkan bagaimana sifat pria itu, dingin dan tertutup.Anna masih mengedarkan pandangan ke seluruh kamar itu, hingga tidak sadar jika dia sekarang sudah sampai di tepian ranjang dan Kai mendudukkannya di sana.Pria itu tak berkata-kata, membuat Anna panik dan bingung sampai meremas tepian ranjang. Dia terus memperhatikan apa yang dilakukan Kai.Anna melihat Kai mengambil sesuatu di laci. Apa yang sekarang digenggam Kai? Bukan sesuatu yang ada di pikiran Anna, kan?Anna masih diam dengan kegugupan yang melanda, sampai Kai duduk di sampingnya lalu mengulurkan tangan ke wajah Anna, membuat Anna secara impulsif sedikit memundurkan kepala.“Berani menghindar dariku!” Suara tegas Kai mem
Keesokan harinya. Alvian masih tidur di kamarnya saat mendengar suara gedoran pintu begitu keras. Pria itu bangun karena terkejut dengan rasa kesal yang bercokol di dada.“Siapa pagi-pagi begini mengganggu tidurku!” gerutu Alvian.Alvian ingin mengabaikan, tapi suara gedoran pintu terus terdengar, membuatnya sampai mengacak-acak rambut lalu akhirnya dia bangun.Alvian keluar dari kamar masih dengan memakai celana pendek dan bertelanjang dada. Dia berjalan menuju pintu untuk melihat siapa yang sudah mengganggu tidurnya.Alvian bersiap mengamuk, tapi urung ketika melihat siapa yang berdiri di depannya.“Bu, ada apa datang ke sini pagi-pagi?” tanya Alvian sopan saat melihat pemilik kontrakan datang ke sana.“Aku menghubungimu tapi tidak kamu respon, jadi aku ke sini untuk mengatakan langsung, merepotkan sekali,” gerutu wanita itu menanggapi pertanyaan Alvian.Alvian mempersilakan wanita itu masuk lebih dulu, lalu menyuguhkan segelas teh..“Apa yang membawa Ibu ke sini?” tanya Alvian.Wani
Anna pergi ke kafe tempatnya bekerja untuk pamit jika sudah tidak akan bekerja di sana lagi. Dia sebenarnya berat melakukan ini, tapi karena ancaman Kai, membuat Anna mau tidak mau harus melakukan hal itu.Anna datang ke kafe yang belum buka, biasanya karyawan di sana datang lebih awal untuk melakukan persiapan lebih dulu.“Anna.” Bella–teman Anna bekerja langsung menghampiri saat melihat sahabatnya itu datang.“Kenapa kamu kemarin tidak berangkat? Kamu tahu, Pak Roy marah-marah, apalagi kamu tidak merespon panggilannya. Harusnya kamu izin lagi jika memang masih dalam masa berkabung,” ucap Bella seraya menatap panik karena takut jika Anna mendapat masalah. Anna tersenyum. Dia selalu lega saat melihat Bella mencemaskannya.“Sebenarnya kemarin aku mau ke sini, tapi karena ada masalah, jadi aku tidak bisa datang,” ujar Anna menjelaskan.“Masalah? Apa kamu kesusahan? Kenapa tidak menghubungiku?” tanya Bella masih menatap cemas.Anna ingin menjawab, tapi terhenti saat mendengar suara mana
Anna sangat syok mendengar ucapan Alvian. Apa ini ada hubungannya dengan ucapan Kai pagi tadi.“Kamu jadi pria mulutnya jangan ember, ya! Bisa-bisanya kamu berkata seperti itu?” Bella langsung membela Anna karena tahu kalau Alvian bukan pria baik juga.Alvian tersenyum miring. Dia memandang pada Anna seolah meminta penjelasan dari mantan kekasihnya itu.“Sudah, Bel. Biar aku selesaikan urusanku dengannya,” kata Anna. Dia tak mau Bella masuk ke dalam masalahnya.“Tapi dia ini menjengkelkan.” Bella menatap benci ke Alvian.Anna menggeleng, meminta Bella tetap tenang.“Kita bicara di luar!” ajak Anna. Dia tak mau membuat keributan di kafe.Alvian tersenyum miring, lalu keluar lebih dulu disusul Anna. Mereka bicara di samping kafe.“Tidak kusangka, kamu yang sok suci saat bersamaku, ternyata menjadi simpanan orang, huh? Atau kamu patah hati, makanya menjual diri?”Anna langsung menampar pipi Alvian. Dia geram karena pria itu terus merendahkannya.“Jaga mulutmu!” hardik Anna.“Beraninya kam
Kondisi emosi Anna semakin tidak stabil, sehingga Kaivan meminta Kai untuk membawa Anna beristirahat lebih dulu.Kai mengajak Anna ke kamar. Sesampainya di sana, Anna langsung terduduk lemas di tepian ranjang.Kai ikut duduk di samping Anna, lalu menggenggam telapak tangan istrinya itu. Siapa sangka jika Anna langsung memeluk seraya menangis.“Menangislah sepuasnya,” ucap Kai seraya mengusap lembut punggung Anna.Anna terlalu banyak mendapat tekanan, setelah fitnah yang didapat, Anna harus menerima fakta jika ibunya ternyata masih mengharapkannya.“Setelah sekian tahun, kenapa dia harus datang? Aku tidak bisa menerimanya begitu saja,” ucap Anna di sela isak tangis.Kai menghela napas pelan, lalu berkata, “Kamu tak harus menerima, cukup tahu saja.”Anna menangis terisak, bahkan kedua pundaknya sampai bergetar.“Bukankah ini juga bagus. Mamamu bilang kalau dia menikah dengan ayahmu meski di usia muda, itu artinya kamu bukan anak haram. Kamu lahir setelah kedua orang tuamu menikah,” ucap
“Anna, dengarkan penjelasan mama dulu, ya.” Stefanie mencoba menyentuh Anna, tapi langsung dihindari oleh putrinya itu.“Apa lagi yang mau kamu jelaskan?” Anna berdiri sampai membuat semua orang terkejut.Tatapan kekecewaan begitu kentara dari sorot matanya.“Sekian tahun, kenapa kamu baru datang jika memang merasa kamu itu ibuku?” tanya Anna sampai menepuk dada. Bahkan bola matanya sampai berkaca-kaca.“Anna, tenang ya.” Eve berdiri lalu merangkul Anna agar bisa sedikit tenang.Kai juga berdiri, takut jika Anna tertekan dengan fakta yang baru saja didapat.“Berikan mama kesempatan menjelaskan. Setelah itu, terserah bagaimana penilaianmu,” pinta Stefanie membujuk.Anna menatap kecewa, setelah ayahnya pergi dan semua yang dia alami, kenapa ibunya baru muncul?Kai mendekat pada Anna. Dia menggenggam tangan Anna lalu berkata, “Duduklah dulu dan dengarkan apa yang hendak dia jelaskan.”Anna menatap Kai dengan air mata yang siap meluap dari pelupuk mata.Akhirnya Anna mau duduk, tapi berpi
Saat malam hari. Kai mengajak Anna pulang ke kediaman orang tuanya.Mobil mereka sudah berhenti di depan garasi. Anna memandang rumah besar itu, tiba-tiba saja dia takut kalau keluarga Kai berubah sikap padanya.“Ayo!” ajak Kai saat menoleh Anna.Kai melihat Anna yang seperti orang bingung, dia meraih telapak tangan Anna lalu menggenggamnya erat, seolah paham kecemasan yang sedang Anna rasakan.“Semua akan baik-baik saja, percayalah padaku,” ucap Kai meyakinkan.Anna mengangguk pelan seraya berusaha tersenyum. Dia dan Kai akhirnya keluar dari mobil. Mereka berjalan berdua seraya bergandengan tangan.Saat sudah masuk rumah, mereka langsung menemui orang tua Kai yang ternyata sudah menunggu di ruang keluarga.Ada Stefanie juga di sana.“Kalian sudah pulang, ayo duduk.” Eve berdiri dan langsung merangkul pundak Anna.Eve mengajak Anna agar duduk bersama mereka. Dia tahu Anna masih tertekan, sehingga itu Eve mencoba menunjukkan kalau dia ada untuk Anna.Anna tersenyum saat Eve merangkulny
Anser keluar dari mobil karena wanita yang hampir ditabraknya itu marah-marah.“Kalau mau keluar dari parkiran, lihat-lihat!” amuk wanita yang tak lain Queen.Queen baru saja akan pergi meninggalkan hotel, tapi dia dibuat kaget karena hampir tertabrak saat akan menuju mobilnya.“Kamu yang melintas tiba-tiba di depan mobil, kenapa kamu marah-marah?” Anser merasa heran. Dia merasa tak bersalah.“Hah!” Queen membuang napas dengan mulut. “Begini nih, orang salah bukan minta maaf tapi malah balik menyalahkan!”Bagaimanapun, Queen tidak akan mengalah sama sekali pada pria di depannya ini.Anser merasa tak ada guna meladeni amukan Queen, sehingga dia memilih mengalah.“Kalau begitu aku minta maaf.” Queen menyipitkan mata.“Kamu meminta maaf, tapi tidak ikhlas,” gerutu Queen.Anser menghela napas kasar. Dia tidak mengerti, apa yang diinginkan oleh wanita di depannya ini.“Aku minta maaf karena melajukan mobil tanpa melihat-lihat lebih dulu. Jika kamu terluka atau mau minta ganti rugi, aku ak
Anser datang ke hotel karena mendapat undangan dari Kai. Meski Anser merasa kalau Kai hanya ingin membuktikan jika Anna milik pria itu, tapi Anser tetap datang untuk memastikan.Saat sampai di tempat pesta, Anser tak melihat Kai dan keluarganya di sana, tentu saja hal itu membuat Anser heran.Anser masih mengedarkan pandangan. Dia benar-benar tak melihat satu pun keluarga Kai di ruangan itu.“Maaf, apa pengantinnya sedang istirahat?” tanya Anser pada seorang pelayan yang melintas di depannya.Pelayan itu berhenti di hadapan Anser.“Pengantin dan keluarganya meninggalkan pesta, tapi pestanya tetap dilanjutkan untuk menyelesaikan jamuan,” jawab pelayan.Anser mengerutkan alis.“Meninggalkan? Bagaimana bisa pesta pengantin tapi pengantinnya malah pergi?” Anser keheranan.Pelayan itu menengok ke kanan dan kiri, lalu sedikit mendekat pada Anser.“Sebenarnya tadi pestanya berjalan baik-baik saja, sampai ada berita yang tersebar dan ada wanita tua membuat keributan di sini,” ucap pelayan itu
Stefanie tak bisa membendung rasa bahagianya. Dia semakin yakin kalau Anna memang putrinya.Stefanie tiba-tiba saja berdiri, membuat Eve dan yang lain terkejut.“Aku harus menemui Anna dan memastikan sendiri kalau dia benar-benar putriku,” ucap Stefanie seraya memegang liontin yang tergantung di lehernya.Eve ikut berdiri, lalu menyentuh lengan Stefanie.“Kondisi Anna sedang tidak stabil, kalau kamu tiba-tiba datang dan mengaku sebagai ibunya, dia pasti akan semakin syok dan bisa saja hal-hal buruk akan terjadi,” ucap Eve seraya menimbang kondisi Anna.Stefanie terlihat bingung.“Anna sedang sangat tertekan. Takutnya dia malah merasa dibuang dan tidak dianggap kalau tiba-tiba Bibi berkata sebagai ibunya setelah bertahun-tahun tak mencarinya,” timpal Queen.Stefanie semakin bingung dan kembali sedih. Dia kembali duduk dengan tubuh lemas.“Tapi aku ingin memastikannya agar tidak ada lagi rasa penasaran yang menghantui,” ucap Stefanie seraya menatap sendu.Eve dan yang lain saling tatap,
Kai langsung menghampiri Anna yang duduk di tepian ranjang. Dia memeluk istrinya itu untuk menenangkan.“Aku keluar dulu, kalian istirahatlah,” kata Queen.Queen tidak mau mengganggu Anna dan Kai, lagi pula Anna akan lebih baik saat bersama Kai.Queen keluar dari kamar. Dia melihat kedua orang tuanya dan Stefanie baru saja masuk lift. Dia memilih menyusul sang mami lalu pergi dengan mereka untuk turun ke lantai bawah.Di kamar, Kai masih memeluk Anna untuk menenangkan. Dia bisa merasakan tubuh Anna yang gemetar.“Semua sudah baik-baik saja, tidak ada yang perlu kamu cemaskan,” ucap Kai mencoba menghibur Anna.Namun, tiba-tiba saja tangis Anna pecah. Sejak tadi Anna mencoba menahan diri agar tak menangis. Dia tidak mau menambah beban pikiran orang karena dirinya.Sekuat apa pun dia bertahan, nyatanya tetap runtuh saat bersama pria yang selalu peduli padanya.“Maaf, aku sudah membuat malu keluargamu,” ucap Anna di sela isak tangisnya.Kai terkesiap mendengar Anna menangis. Dia semakin me
Anna menatap bingung pada Stefanie. Apalagi dia masih dalam kondisi syok, sehingga membuatnya hanya menatap pada teman mertuanya itu.Eve yang mendengar hal itu langsung berdiri seraya menatap pada Stefanie yang terus memandang pada Anna.“Fan, kita keluar dulu saja. Anna sepertinya masih syok dan butuh istirahat,” ucap Eve seraya memegang lengan Stefanie.Stefanie menatap pada Eve, sekilas memandang pada Anna yang memang sangat bingung, lalu akhirnya setuju untuk keluar.Stefanie juga butuh menenangkan hatinya sebelum dirinya mendengar fakta yang mungkin bisa membuat seluruh aliran darahnya mendesir hebat.“Queen, kamu tetap di sini temani Anna,” kata Eve seraya memandang pada sang adik.“Iya, Mi.” Queen mengangguk.Eve mengajak Stefanie keluar dari kamar.“Kenapa kamu tiba-tiba tanya soal ayah Anna?” tanya Eve penasaran.Eve melihat tatapan Stefanie yang berbeda pada Anna, sehingga dia merasa perlu mengetahui, apa yang sebenarnya sedang dipikirkan oleh sahabatnya itu.Stefanie menaha
Anna memegangi dada. Dia merasa begitu sesak mendengar semua tuduhan dari Mila. Dia memang tidak tahu, siapa dan bagaimana ibunya, tapi bukan berarti Mila bisa mengumbar fitnah seperti itu di hari pernikahannya.Anna merasa malu pada keluarga Kai. Dia sudah membuat berantakan acara yang sangat diharapkan oleh orang tua Kai.Anna berkecil hati, dia takut kalau keluarga Kai merasa terhina lalu berubah sikap padanya karena sudah membuat malu mereka.“Anna, kamu baik-baik saja?” tanya Queen saat merasakan tubuh Anna gemetaran.Anna menggeleng pelan.Queen memilih mengajak Anna pergi meninggalkan ballroom hotel selagi Kai mengurus Mila yang tadi diseret keluar oleh security.Queen mengajak Anna ke salah satu kamar yang ada di hotel itu untuk menenangkan.“Semua akan baik-baik saja, kamu jangan cemas,” ucap Queen saat mereka sudah ada di kamar.Anna menatap sendu. Dia benar-benar tak pernah menyangka kalau Mila akan senekat ini.Anna duduk di tepian ranjang dengan kedua tangan yang gemetar.