Kai sudah berada di ruang kerjanya. Dia sedang mendengarkan asistennya bicara, tapi sepertinya Kai tidak fokus.
“Pak.” Tian–asisten Kai, menatap pada pria itu yang sejak tadi seperti melamun. Bahkan Kai tidak menanggapi perkataannya. “Apa ada masalah, Pak?” tanya Tian.
Kai baru sadar dari lamunan, lalu segera membetulkan posisi duduknya.
“Tidak ada,” jawab Kai.
“Kalau tidak ada masalah di jadwalnya. Saya permisi dulu,” ucap Tian lalu membalikkan badan untuk keluar dari ruangan itu.
Tepat setelah Tian berjalan menuju pintu, Kai mendapat pesan dari sopir yang mengantar Anna.
[Nona pergi ke sebuah rumah di kawasan perumahan biasa, tapi saya tidak tahu beliau menemui siapa karena saya diminta berhenti agak jauh di rumah itu. Nona bilangnya itu rumah temannya.]
Kai mengerutkan alis. Jika memang itu rumah temannya, kenapa tidak mengantar langsung sampai di depan rumah?
[Kirim alamatnya.]
“Tian!”
Tian yang baru saja akan keluar dari ruangan itu, kini kembali berbalik memandang pada Kai.
“Iya, Pak?” Tian kembali menutup pintu lalu menghampiri Kai.
Kai tidak langsung bicara karena sedang menunggu jawaban dari sopirnya, lalu setelah mendapat pesan balasan, Kai mengirim ulang alamat itu ke nomor Tian.
“Cari tahu, siapa yang tinggal di alamat itu!” perintah Kai.
Tian langsung membuka ponsel, dia membaca pesan yang dikirimkan Kai.
“Eh … ini alamat siapa?” tanya Tian.
“Itu tugasmu mencari tahu.” Kai menjawab dengan ekspresi wajah datar.
“Ya, saya paham, Pak. Maksudnya ada hubungan dengan siapa?” tanya Tian memperjelas agar mudah melacak.
“Anna.” Kai menjawab singkat.
Tian langsung membentuk huruf O, dia langsung mengangguk-angguk paham, lalu permisi dari ruangan itu. Tentunya Tian sudah tahu siapa Anna.
Kai diam berpikir. Kenapa Anna pergi ke sana, sedangkan itu bukan daerah tempat tinggal Anna sebelumnya.
**
Di rumah Alvian. Tubuh Anna gemetar melihat kekasihnya sedang menindih wanita lain dalam kondisi tubuh polos.
“Apa maksudnya ini?” Anna bersuara dengan tatapan tak percaya.
Alvian dan Kirana–teman kerja Alvian, sangat terkejut mendengar suara Anna. Keduanya langsung melepaskan diri satu sama lain, lalu masing-masing mencari sesuatu untuk membungkus tubuh mereka.
“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Alvian dengan wajah merah menahan kesal dan malu.
“Apa yang aku lakukan? Jika aku tidak kemari, aku tidak akan tahu kelakuan burukmu, kan!” Anna menatap benci, jijik, dan risih melihat perbuatan Alvian.
Kekasih yang selalu dia banggakan sebagai pria baik, sopan, dan ramah, ternyata berkelakuan bejat.
Alvian panik. Dia menatap pada Kirana yang memasang wajah sedih karena malu dilihat Anna.
“Keluar dari sini!” Alvian sudah memakai celana, lalu mendorong Anna keluar dari kamar itu.
Anna sangat syok, bagaimana bisa Alvian mengusirnya.
“Kita sudah menjalin hubungan selama lima tahun dan berkomitmen ingin hidup bersama. Tapi apa ini? Jadi selama ini kamu diam-diam berselingkuh dariku?” Anna mencoba melawan rasa terkejutnya dengan meluapkan semua amarah dan kekecewaan yang dirasakan.
Alvian tampak seperti terpojok. Anna bisa melihat kepanikan di wajah pria itu.
“Aku tidak tahan denganmu!” hardik Alvian.
Anna syok. Dia menatap tak percaya.
“Kamu tidak pernah bisa meluangkan waktu untukku, bahkan menemaniku tidur saja tidak bisa. Memangnya siapa yang tahan dengan wanita kolot sepertimu. Berciuman saja kamu takut!” bentak Alvian.
Anna sangat syok. Kolot? Dia hanya menjaga kehormatan untuk suaminya kelak, apa itu disebut kolot?
Anna melihat Kirana yang berdiri di ambang pintu kamar seraya membungkus tubuh dengan selimut. Wanita itu tersenyum tipis seolah mengejeknya, tentu Anna kenal siapa Kirana.
“Aku akan menyerahkannya, tapi setelah kita menikah,” balas Anna.
“Halah, menikah! Bisa-bisa aku ikut jatuh miskin karena keluargamu yang miskin itu.”
Tak tahan dengan hinaan Alvian, sebuah tamparan Anna layangkan ke pipi Alvian. Tamparan itu cukup keras, membuat Alvian sampai memalingkan muka..
“Alvian.” Kirana mendekat, lalu mengusap pipi pria itu untuk memberi perhatian. “Apa sangat sakit?” tanya Kirana dengan nada manja.
Anna menggenggam telapak tangan erat. Dia tidak tahan.
“Dasar sok jual mahal. Seharusnya kalau kamu tidak mampu melayani Alvian, jangan menyalahkannya kalau memilihku!” Kirana ikut menyalahkan Anna.
Anna geram. Dia mengangkat tangan ingin menampar Kirana, tapi siapa sangka Alvian mencekal pergelangan tangannya.
Tak hanya itu, pria itu dengan sangat kejam menampar sangat keras pipi Anna, sampai kekasihnya itu tersungkur di lantai. Untungnya tak sampai membentur dinding.
“Kamu harusnya tahu diri! Aku muak melihat wajah polosmu. Kita sudah dewasa, ada kebutuhan biologis yang harus aku salurkan. Kalau kamu mau melayaniku, aku tidak akan berpaling ke Kirana.” Alvian memaki. Dia merangkul Kirana seolah menunjukkan kalau wanita itu segalanya baginya.
Anna masih terduduk di lantai. Dia memegangi pipinya yang perih. Bukan hanya fisiknya, tapi hatinya terasa sakit. Dia berusaha menjaga kehormatan untuk dihadiahkan pada Alvian setelah pria itu menikahinya, tapi apa balasannya? Makian dan hinaan, serta sebuah perselingkuhan.
Alvian meraih lengan Anna, lalu memaksa wanita itu berdiri.
“Ingat, ya. Hubungan kita sudah berakhir, jangan menemuiku lagi!”
Setelah mengatakan itu, Alvian menyeret Anna keluar dari rumahnya. Bahkan dia mendorong cukup keras tubuh Anna hingga tersungkur di rerumputan yang terdapat di depan rumah.
“Ingat! Aku tidak butuh wanita sok suci sepertimu!”
Anna mencengkram erat telapak tangannya. Dia melirik tajam, melihat Kirana tersenyum miring seraya melambaikan tangan seolah mengejeknya sebelum pintu rumah tertutup. Setelahnya Anna sendirian menahan pedih atas perlakuan Alvian.
“Kenapa nasibku seperti ini?”
Kai sedang sibuk mengecek berkas sebelum menandatangainya. Sebagai seorang direktur utama di perusahaan keluarga, Kai memiliki tanggung jawab besar sejak dua tahun terakhir.Saat Kai masih fokus menandatangani beberapa berkas, dia menerima pesan di ponselnya. Kai sejenak mengalihkan pekerjaan untuk mengecek pesan dari sopir yang mengantar Anna.[Sepertinya terjadi sesuatu pada Nona Anna, Pak. Dia kembali dengan pipi lebam dan sepertinya baru menangis.]Kai membaca pesan itu dengan ekspresi datar. Dia kemudian membuka video rekaman dari kamera di dalam kabin yang dikirimkan oleh sopirnya. Kai diam sejenak melihat video Anna hanya diam di dalam kabin seraya memegangi pipi.Saat Kai masih fokus memperhatikan video itu, terdengar suara ketukan yang membuat Kai mengalihkan pandangan ke pintu.“Masuk!” Kai mempersilakan.Pintu ruangan itu terbuka, terlihat Tian masuk ruangan seraya membawa tablet pintar di tangannya.“Saya sudah mendapatkan nama pemilik alamat itu, Pak.” Tian memberikan tabl
Anna tak berkutik saat Kai menarik tangannya. Dia mengikuti langkah lebar pria itu menuju kamar, jantungnya berdegup cepat, Anna tidak tahu apa yang hendak dilakukan Kai.Anna menelan ludah susah payah saat benar-benar masuk kamar Kai. Dia melihat kamar pria itu tertata rapi. Cat dinding berwarna gelap menunjukkan bagaimana sifat pria itu, dingin dan tertutup.Anna masih mengedarkan pandangan ke seluruh kamar itu, hingga tidak sadar jika dia sekarang sudah sampai di tepian ranjang dan Kai mendudukkannya di sana.Pria itu tak berkata-kata, membuat Anna panik dan bingung sampai meremas tepian ranjang. Dia terus memperhatikan apa yang dilakukan Kai.Anna melihat Kai mengambil sesuatu di laci. Apa yang sekarang digenggam Kai? Bukan sesuatu yang ada di pikiran Anna, kan?Anna masih diam dengan kegugupan yang melanda, sampai Kai duduk di sampingnya lalu mengulurkan tangan ke wajah Anna, membuat Anna secara impulsif sedikit memundurkan kepala.“Berani menghindar dariku!” Suara tegas Kai mem
Keesokan harinya. Alvian masih tidur di kamarnya saat mendengar suara gedoran pintu begitu keras. Pria itu bangun karena terkejut dengan rasa kesal yang bercokol di dada.“Siapa pagi-pagi begini mengganggu tidurku!” gerutu Alvian.Alvian ingin mengabaikan, tapi suara gedoran pintu terus terdengar, membuatnya sampai mengacak-acak rambut lalu akhirnya dia bangun.Alvian keluar dari kamar masih dengan memakai celana pendek dan bertelanjang dada. Dia berjalan menuju pintu untuk melihat siapa yang sudah mengganggu tidurnya.Alvian bersiap mengamuk, tapi urung ketika melihat siapa yang berdiri di depannya.“Bu, ada apa datang ke sini pagi-pagi?” tanya Alvian sopan saat melihat pemilik kontrakan datang ke sana.“Aku menghubungimu tapi tidak kamu respon, jadi aku ke sini untuk mengatakan langsung, merepotkan sekali,” gerutu wanita itu menanggapi pertanyaan Alvian.Alvian mempersilakan wanita itu masuk lebih dulu, lalu menyuguhkan segelas teh..“Apa yang membawa Ibu ke sini?” tanya Alvian.Wani
Anna pergi ke kafe tempatnya bekerja untuk pamit jika sudah tidak akan bekerja di sana lagi. Dia sebenarnya berat melakukan ini, tapi karena ancaman Kai, membuat Anna mau tidak mau harus melakukan hal itu.Anna datang ke kafe yang belum buka, biasanya karyawan di sana datang lebih awal untuk melakukan persiapan lebih dulu.“Anna.” Bella–teman Anna bekerja langsung menghampiri saat melihat sahabatnya itu datang.“Kenapa kamu kemarin tidak berangkat? Kamu tahu, Pak Roy marah-marah, apalagi kamu tidak merespon panggilannya. Harusnya kamu izin lagi jika memang masih dalam masa berkabung,” ucap Bella seraya menatap panik karena takut jika Anna mendapat masalah. Anna tersenyum. Dia selalu lega saat melihat Bella mencemaskannya.“Sebenarnya kemarin aku mau ke sini, tapi karena ada masalah, jadi aku tidak bisa datang,” ujar Anna menjelaskan.“Masalah? Apa kamu kesusahan? Kenapa tidak menghubungiku?” tanya Bella masih menatap cemas.Anna ingin menjawab, tapi terhenti saat mendengar suara mana
Anna sangat syok mendengar ucapan Alvian. Apa ini ada hubungannya dengan ucapan Kai pagi tadi.“Kamu jadi pria mulutnya jangan ember, ya! Bisa-bisanya kamu berkata seperti itu?” Bella langsung membela Anna karena tahu kalau Alvian bukan pria baik juga.Alvian tersenyum miring. Dia memandang pada Anna seolah meminta penjelasan dari mantan kekasihnya itu.“Sudah, Bel. Biar aku selesaikan urusanku dengannya,” kata Anna. Dia tak mau Bella masuk ke dalam masalahnya.“Tapi dia ini menjengkelkan.” Bella menatap benci ke Alvian.Anna menggeleng, meminta Bella tetap tenang.“Kita bicara di luar!” ajak Anna. Dia tak mau membuat keributan di kafe.Alvian tersenyum miring, lalu keluar lebih dulu disusul Anna. Mereka bicara di samping kafe.“Tidak kusangka, kamu yang sok suci saat bersamaku, ternyata menjadi simpanan orang, huh? Atau kamu patah hati, makanya menjual diri?”Anna langsung menampar pipi Alvian. Dia geram karena pria itu terus merendahkannya.“Jaga mulutmu!” hardik Anna.“Beraninya kam
Kai menatap dingin pada Alvian. Dia tahu siapa Alvian, karena itu Kai melakukan sidak dadakan. Apalagi pagi tadi Alvian sempat mengamuknya, kini Kai akan menunjukkan siapa dirinya.“Apa kamu digaji hanya untuk bersantai?” Kai masih menatap tajam pada Alvian.Staff lain semuanya menunduk. Mereka tidak ada yang berani menatap pada Kai.“Ma-maaf, saya tidak bermaksud seperti itu, Pak.” Alvian menjawab seraya terus menunduk.“Apa aku harus memecatmu karena kamu tidak bertanggung jawab?”Alvian sangat terkejut. Dia langsung menatap Kai lalu berlutut.“Jangan, Pak. Saya berjanji akan bertanggung jawab dan tidak mengulang kesalahan saya.” Alvian bersimpuh di lantai sambil menundukkan kepala.Kai menatap dingin. Dia tidak bisa gegabah menghukum Alvian.“Baiklah. Kali ini aku maafkan kesalahanmu, tapi jika kamu mengulanginya, maka kamu akan menerima konsekuensinya!” Kai bicara dengan nada begitu tegas.Alvian menatap Kai dengan senyum semringah. Dia kembali membungkuk dan berterima kasih.Kai
Kai ada di ruang kerjanya setelah siang tadi melakukan sidak. Ketika dia sedang fokus dengan berkas di meja, Kai mendengar suara ketukan pintu.“Masuk!” Kai mempersilakan.Pintu ruangan itu terbuka. Tian masuk membawa setumpuk berkas lagi.“Berkasnya sudah saya pilah, Anda tidak cek ulang sebelum menandatanganinya,” ucap Tian sambil meletakkan berkas di meja.Kai hanya memandang berkas-berkas itu, lalu kembali fokus pada berkas yang sedang dibacanya.“Nanti malam Anda ada acara pesta perayaan peluncuran produk parfum baru milik Tuan Anser. Saya hanya mengingatkan saja,” kata Tian.Kai diam sejenak. Dia hampir melupakan undangan dari rekan bisnisnya itu.“Aku akan datang,” balas Kai.Tian mengangguk. Dia pamit keluar dari ruangan Kai.Kai mengambil ponsel yang ada di meja. Dia membaca pesan terakhirnya yang dikirimkan pada Anna. Wanita itu hanya membalas singkat.Kai mengetik pesan lagi, kemudian mengirimkan ke Anna, lalu kembali bekerja.Di rumah. Anna seharian berada di kamar dengan r
Kai menatap Rachel, putri dari rekan bisnisnya yang juga teman kuliahnya dulu. Dia hanya menanggapi sapaan Rachel dengan senyum tipis.“Sepertinya kamu sangat sibuk setelah ikut terjun di dunia bisnis?” tanya Anser saat melihat Kai seperti tak berminat menanggapi sapaan Rachel.Rachel menoleh pada Anser. Dia tersenyum kecil, lalu membalas, “Ya, begitulah. Demi satu tujuan.”Rachel menyesap wine di gelas yang dipegangnya, tapi lirikan matanya tertuju pada Kai.“Tujuan kita kesuksesan dan uang. Ayo, bersulang untuk kemajuan kita di masa depan.” Anser mengangkat gelasnya ke depan.Rachel juga mengangkat gelasnya. Kai tidak mungkin menolak, sehingga dia ikut bersulang bersama dua orang itu.Acara pesta itu berjalan dengan lancar. Anser dan Kai bekerjasama memasarkan produk milik perusahaan Anser, sehingga mereka bisa saling mendapat keuntungan.“Kepalaku agak pusing, apa aku bisa menumpang mobilmu?” tanya Rachel seraya memegangi kepala.“Kamu tidak bawa mobil?” tanya balik Kai dengan suar
Anna pergi ke Queen Mall. Dia bertemu dengan Bella dan Anser yang ternyata sudah menunggunya.“Ah … kupikir suamimu tidak jadi mengizinkan datang.” Bella langsung memeluk.“Maaf terlambat, aku menunggu suamiku pergi dulu karena tadi ada keperluan, baru aku berangkat,” ucap Anna karena tak enak hati.“Tidak apa, tidak apa, yang penting kamu di sini. Senangnya kita bisa jalan-jalan,” ucap Bella sangat senang sampai memegang kedua tangan Anna lalu menggoyangkannya.Anna tersenyum manis. Dia selalu senang melihat betapa aktif dan cerianya Bella, membuat suasana hatinya ikut cerah.Anna memandang ke Anser. Pria itu sudah tersenyum sejak dirinya datang. Anna mengangguk sopan pada Anser yang memang lebih tua darinya.“Aku mau nonton bioskop dulu, ayo pergi!” Bella menggandeng tangan Anna dan melupakan keberadaan sang kakak.Anna berjalan mengikuti langkah Bella, sedangkan Anser memilih berjalan di belakang Anna.Mereka pergi ke bioskop. Anna dan Bella membawa minuman juga makanan, sedangkan
Keesokan harinya, Anna sudah berada di ruang makan menyiapkan sarapan seperti biasanya. Namun, saat melihat Kai datang untuk sarapan, Anna tiba-tiba saja merasa canggung.“Pagi,” sapa Kai yang bersikap santai dan lebih hangat dari sebelumnya.Anna sampai terkejut. Dia sempat terdiam beberapa saat sebelum akhirnya membalas sapaan Kai dengan sebuah anggukan.Keduanya mulai sarapan bersama. Anna merasakan sikap Kai yang berbeda, mungkinkah karena pembicaraan mereka semalam.“Aku jadi jalan bersama temanku besok,” kata Anna mengingatkan sekalian meminta izin ulang.Kai menatap pada Anna, lalu membalas, “Pergi saja.”Anna diam sejenak. Tiba-tiba saja dia ingat pertemuannya dengan Rachel. Mungkinkah selagi Anna pergi, Kai akan pergi juga menemui Rachel untuk bermain golf?Anna mencoba menepis rasa penasarannya, bagaimanapun dia tidak berhak tahu. Anna juga tak berani bertanya, sehingga dia memilih hanya diam.Setelah sarapan, Anna dan Kai pergi ke kantor seperti biasa. Meski sikap Kai mengh
Anna masih menatap pada Kai, menuntut balasan untuk menghilangkan rasa penasaran karena Kai seperti mengenalnya sedangkan Anna tidak.“Mungkin kamu lupa, tapi tidak denganku,” ujar Kai.Dahi Anna semakin berkerut halus. “Meski pertama kali bertemu lagi denganmu aku sempat tidak yakin kalau itu kamu, tapi ternyata tebakanku benar,” ujar Kai dengan tatapan terus tertuju pada Anna.Anna semakin bingung. Dia benar-benar tidak paham dengan semua ucapan Kai. Anna mencoba mengingat, tapi dia benar-benar mendapatkan gambaran kapan bertemu Kai sebelum kejadian di hotel.“Entah dulu atau sekarang, aku akan tetap menyukaimu, Anna. Sepertinya takdir memang sengaja mempertemukan kita malam itu di hotel. Malam itu aku juga tidak tahu, kenapa ingin mengecek kondisi hotel dan ternyata malah bertemu denganmu,” ujar Kai lagi.Anna benar-benar syok. Bukan dia tak menghargai perasaan Kai, tapi Anna hanya merasa tak pantas.“Kamu salah jika menyukaiku. Kamu benar-benar bisa mendapatkan wanita yang lebih
Anna keluar dari kamar karena ingin pergi ke dapur mengambil air minum. Dia sudah terlihat mengantuk, hingga beberapa kali tampak mengusap tengkuk.Saat berjalan melewati ruang kerja Kai. Anna melihat pintu ruang kerja Kai tak tertutup rapat, dia juga mendengar suara Kai dari dalam.“Dia belum tidur?” gumam Anna penasaran.Saat Anna mendekat ke pintu ruang kerja Kai, dia mendengar suara Kai menyebut namanya, membuat Anna mematung di depan pintu ruang kerja Kai.Anna mendengar semua apa yang Kai ucapkan, meski Anna tidak tahu dengan siapa pria itu bicara. Dia bergeming, tubuhnya terasa beku mendengar semua yang keluar dari bibir Kai.Hingga saat Kai mengucapkan kalimat terakhir, Anna mendadak panik karena takut Kai tahu kalau dirinya ada di sana.Namun, karena kurang hati-hati, Anna malah menendang meja kecil di samping pintu ruang kerja Kai, membuatnya jatuh ke lantai tapi Anna berusaha untuk tak berteriak meski kakinya sakit.Kai segera mengakhiri panggilan saat mendengar suara terja
Anna kembali ke private room setelah Rachel pergi lebih dulu. Tiba-tiba saja Anna merasa sangat bodoh, bahkan pikirannya kacau dan tubuhnya seperti kehilangan tenaga.Kai masih menunggu Anna. Dia keheranan kenapa Anna sangat lama, saat hendak berdiri untuk mencari Anna, Kai melihat pintu ruangan terbuka.Kai hendak membuka mulut, tapi ternyata Anna sudah lebih dulu bicara.“Apa kita bisa pulang sekarang? Tiba-tiba saja aku merasa tidak enak badan,” ucap Anna saat sudah sampai di hadapan Kai.Kai menatap pada Anna yang memang seperti dalam kondisi kurang baik. Dia mengangguk lalu mengajak Anna pulang. Kai urung membahas soal Queen.Anna berjalan bersama Kai menuju parkiran. Dia tidak tahu, kenapa bisa kesal dan marah.Mereka sudah dalam perjalanan pulang. Kai sesekali melirik pada Anna. Dia melihat Anna yang hanya diam seraya memandang pada jalanan yang mereka lewati.Kai sebenarnya merasa aneh. Tiba-tiba saja Anna diam seperti ada masalah, membuatnya penasaran dengan apa yang terjadi.
Rachel tersenyum melihat Anna terkejut, lalu berkata, “Ternyata kamu itu mudah sekali terkejut, ya? Padahal aku juga hanya bicara biasa.”“Mungkin kamu terkejut karena aku berani ajak Kai untuk bermain golf, ya?” Rachel tertawa kecil.“Ti-tidak,” jawab Anna agak canggung.Rachel tersenyum seraya mematikan kran air, lalu mengambil tisu untuk diberikan pada Anna agar bisa membersihkan air yang memercik di baju Anna.“Aku dan Kai itu sudah kenal sejak kuliah. Papanya juga rekan bisnisku. Bahkan kalau jodoh, Papa mau menjodohkan kami,” ujar Rachel dengan tatapan penuh bangga. Dia memandang ekspresi wajah Anna, menyelidik apa yang akan Anna katakan setelah mendengar ucapannya.Anna bergeming. Kai sudah menikah dengannya dan Queen, lalu untuk apa Rachel mau dijodohkan dengan Kai lagi? Apa Kai akan menikah untuk yang ketiga kalinya?“Bukannya Pak Kai sudah menikah dengan Queen? Memangnya kamu mau jadi istri keduanya? Padahal kamu masih muda dan cantik?” tanya Anna dengan tatapan bingung.Rac
Anna benar-benar terkejut karena Kai ada di depan kamarnya. Namun, meski begitu dia mencoba bersikap biasa. Tidak biasanya Kai berdiri di sana seolah menunggu dirinya keluar dari kamar.“Apa kamu butuh sesuatu?” tanya Anna setelah berhasil meredam keterkejutannya.“Kamu tidak perlu memasak malam ini,” ujar Kai yang berdiri dengan satu tangan dimasukkan ke saku celana.Anna mengedipkan mata beberapa kali mendengar ucapan Kai.“Kenapa?” tanya Anna keheranan.“Kita makan di luar,” jawab Kai.Anna terkesiap. Kenapa makan di luar padahal bisa masak di rumah? Dan, ini sangat mendadak sekali.“Bersiap-siaplah,” ujar Kai lagi lalu hendak melangkahkan kaki kembali ke kamar.“Memangnya tidak apa-apa kalau kita makan di luar?” tanya Anna ragu dan takut, “bagaimana kalau ada kenalanmu yang melihat, lalu berburuk sangka?”Kai menghentikan langkah lalu kembali menatap pada Anna yang cemas.“Kita hanya mau makan malam, tidak akan membuat orang berburuk sangka,” balas Kai dengan tenang, “sekarang ber
Saat sore hari, Mila berada di rumahnya sedang sangat senang karena menerima kiriman uang dari Anna. Dia beberapa kali menghubungi Nindy, tapi putrinya itu tidak membalas panggilannya.“Ke mana dia? Kalau marah pasti kabur,” gerutu Mila.Mila terlalu menyayangi Nindy, sehingga putrinya itu manja meski sudah tahu kalau keluarga mereka tidak mampu.Saat Mila masih memikirkan ke mana putrinya pergi, ternyata Nindy pulang membawa banyak paper bag di kedua tangannya. Seketika Mila melongo, kenapa putrinya belanja banyak barang. “Dari mana kamu dapat uang buat belanja sebanyak itu?” tanya Mila agak syok.Nindy menatap pada Mila, lalu membalas, “Ibu tidak usah tahu, yang penting aku puas karena bisa belanja. Mana dapat barang-barang bagus juga.”Nindy meletakkan barang-barang yang dibelinya di atas sofa, rata-rata dia membeli tas, sepatu, dan pakaian.Mila sangat syok. Dia memandangi paper bag itu lalu beralih menatap pada putrinya.“Jangan bilang kamu jadi simpanan pria kaya, makanya bisa
Kai sudah sampai di perusahaan. Dia langsung pergi ke ruang kerjanya dan melihat Anna yang sedang merapikan meja.“Kamu sudah kembali,” sapa Anna.Kai memperhatikan Anna. Istrinya itu bersikap biasa seperti tidak terjadi sesuatu. Kai berjalan menghampiri Anna yang berdiri di dekat meja.“Apa terjadi sesuatu saat aku pergi?” tanya Kai saat sudah berdiri di hadapan Anna.“Semua berjalan dengan lancar, tidak ada masalah apa pun,” ucap Anna lalu memandang meja, memastikan tidak ada yang berantakan atau Kai akan marah.Kai menatap tidak senang. Ekspresi wajahnya memperlihatkan ketidakpuasannya pada jawaban Anna yang tidak jujur akan masalah yang sebenarnya sedang terjadi.Bukankah wajar jika Kai kesal, mengingat Anna bisa dengan mudah bercerita dan meminjam uang pada Tian, tapi tidak bisa bercerita kepadanya dan malah menutupi.“Apa kamu tidak pernah percaya padaku?” tanya Kai dengan tatapan menyelidik.Anna terkesiap. Dia memandang Kai yang memasang wajah tak senang. Dia bingung, kenapa K