Anna menelan ludah saat menunggu jawaban Kai. Kenapa begitu menakutkan saat melihat tatapan dari pria itu.
“Keluar dari pekerjaanmu!” Setelah memberi perintah, Kai berjalan menuruni anak tangga.
Anna terkejut. Apa maksudnya itu?
“Tunggu! Kenapa aku harus keluar dari pekerjaanku?” tanya Anna memberanikan diri karena jika dia tidak bekerja, lalu bagaimana caranya dia mencukupi kebutuhan hidupnya.
Anna melihat Kai hanya diam. Dia tetap mengejar sampai mereka tiba di ruang makan.
Anna menatap Kai yang tak membalas sama sekali ucapannya. Memangnya dia tidak berhak bertanya.
“Duduk!” perintah Kai.
Anna menarik kursi agak jauh dari Kai, lalu duduk di sana.
“Duduk di sini!” perintah Kai seraya menatap tajam pada Anna yang duduk jauh darinya.
Anna berdiri lagi, lantas berjalan menuju kursi yang Kai maksud. Dia lantas menarik kursi kemudian duduk di sana.
“Aku tidak bisa jika harus berhenti bekerja. Aku juga perlu bekerja untuk mencukupi kebutuhanku,” ujar Anna langsung menyampaikan keberatannya.
Anna melihat tatapan datar Kai, membuatnya tanpa sadar menelan ludah. Kenapa pria ini sangat menakutkan.
Kai merogoh saku jasnya lalu mengeluarkan sesuatu dan meletakkan di meja, dekat dengan Anna.
“Berhenti bekerja dan cukupi kebutuhanmu dengan itu!” perintah Kai.
Anna menatap kartu hitam yang ada di meja. Tunggu, apa maksudnya ini?
“Apa ini?” tanya Anna.
Kai tidak menjawab. Dia memilih menyantap sarapannya.
Anna terdiam sejenak. Apa dia benar-benar seorang simpanan sekarang?
“Pakai itu untuk membeli barang yang kamu inginkan. Selama kamu menjadi istriku, aku akan mencukupi kebutuhanmu,” ujar Kai.
“Apa ini termasuk utang? Apa Anda akan menghitungnya sebagai utang? Termasuk semua barang yang aku terima? Kalau begitu, bukankah utangku semakin banyak?” tanya Anna memastikan.
Anna menatap Kai yang sedang mengunyah. Kenapa pria ini sulit sekali diajak bicara.
“Ini tidak termasuk utang. Itu kompensasi agar kamu berhenti bekerja.” Kai akhirnya bicara.
Anna melongo tak percaya. Apa sekarang hidupnya diatur oleh pria itu?
“Kamu lupa poin tujuh di dalam surat kontrak kita. Di sana menyebutkan kalau kamu tidak bisa membantah semua perintahku dan apa yang aku ucapkan.”
Anna terdiam. Dia tiba-tiba saja merasa menyesal sudah menyetujui perjanjian konyol itu. Namun, jikalaupun tidak disetujui, dia akan jadi mainan pria hidung belang.
“Kalau begitu, apa boleh aku minta izin keluar hari ini?” tanya Anna seraya menatap penuh harap ada Kai.
Kai memandang pada Anna. Mulutnya masih mengunyah, membuatnya diam menatap sebelum akhirnya menelan makanan yang sudah ada di mulut.
“Pergi jika itu untuk berhenti bekerja. Tapi sopir akan mengantarmu, jangan pernah pergi sendiri tanpa persetujuanku!” Kai kembali menurunkan pandangan ke piring setelah bicara.
Anna tidak punya pilihan. Daripada tidak bisa melihat dunia luar, dia lebih setuju menuruti perintah pria itu.
“Baiklah,” balas Anna dengan terpaksa.
Setelah sarapan. Kai langsung pergi begitu saja. Anna memakai pakaian biasa dan tas kecil miliknya. Dia menemui sopir yang bertugas mengantarnya.
“Pagi, Non.” Sopir itu tersenyum ramah.
Anna mengangguk sambil tersenyum.
“Kita mau pergi sekarang? Tadi Tuan sudah berpesan kalau mulai sekarang saya yang akan bertugas mengantar ke mana pun Nona ingin pergi,” ujar sopir itu.
Anna hanya mengangguk-angguk. Dia masuk ke mobil setelah pintu dibuka oleh pria paruh baya itu.
Anna tidak pernah membayangkan semua ini terjadi padanya. Meski dirinya beruntung dinikahi pria kaya, tetapi menikah tanpa cinta, apa ini benar?
Mobil itu melaju meninggalkan halaman rumah. Anna diam memandangi jalanan komplek perumahan elite menuju jalan utama.
“Maaf, kita mau ke mana ya, Non?” tanya sopir karena Anna belum memberitahu tujuan mereka.
“Oh, iya. Maaf, aku lupa bilang,” balas Anna tersadar dari lamunan.
Anna kemudian menyebutkan sebuah alamat. Itu tempat tinggal Alvian, dia ingin menceritakan yang terjadi dan meminta bantuan kekasihnya itu.
Setelah beberapa saat perjalanan. Akhirnya mobil mereka sampai di area alamat yang Anna maksud.
“Pak, berhenti saja di sini,” kata Anna.
“Tapi, Non ….” Sopir ingin bicara, tapi dipotong cepat oleh Anna.
“Aku tidak akan kabur, Bapak tenang saja. Aku hanya mau menemui teman, tapi tidak mau dia berpikiran yang macam-macam kalau aku turun dari mobil. Jadi, berhenti saja di sini, nanti aku segera kembali setelah urusannya selesai,” kata Anna membujuk.
Sopir itu bingung, tapi akhirnya mengiyakan saja.
Anna turun dari mobil. Dia kemudian berjalan menuju rumah minimalis yang tak jauh dari mobil terparkir. Anna langsung memasuki gerbang rumah itu karena tidak terkunci, sesampainya di depan rumah, Anna melihat sepatu wanita di dekat pintu.
“Sepatu wanita? Heels?” Anna terdiam sejenak. Sepatu siapa di depan rumah kekasihnya?
Anna bimbang, haruskah dia masuk. Mungkinkah sepatu itu milik teman Alvian yang sedang berkunjung?
Anna mencoba menepis pikiran buruk. Dia dan Alvian sudah menjalin hubungan selama lima tahun. Selama ini hubungan mereka baik-baik saja.
Anna mencoba memutar gagang pintu, ternyata tidak terkunci. Anna pun masuk ke rumah untuk mencari Alvian. Saat berjalan menuju kamar kekasihnya itu, Anna mendengar suara aneh samar-samar di telinganya.
“A-Al … ini masih pagi. Ka-mu membuatku ge-li. Hentikan!”
Langkah Anna terhenti. Jantungnya berdegup cepat mendengar suara terbata diikuti desahan dari seorang wanita. Tubuh Anna mendadak membeku, dia kembali mendengar suara tawa diiringi desahan lagi.
Memberanikan diri melangkah lagi, Anna akhirnya membuka kamar Alvian. Alangkah terkejutnya dia saat melihat pemandangan di depannya.
Kai sudah berada di ruang kerjanya. Dia sedang mendengarkan asistennya bicara, tapi sepertinya Kai tidak fokus.“Pak.” Tian–asisten Kai, menatap pada pria itu yang sejak tadi seperti melamun. Bahkan Kai tidak menanggapi perkataannya. “Apa ada masalah, Pak?” tanya Tian.Kai baru sadar dari lamunan, lalu segera membetulkan posisi duduknya.“Tidak ada,” jawab Kai.“Kalau tidak ada masalah di jadwalnya. Saya permisi dulu,” ucap Tian lalu membalikkan badan untuk keluar dari ruangan itu.Tepat setelah Tian berjalan menuju pintu, Kai mendapat pesan dari sopir yang mengantar Anna.[Nona pergi ke sebuah rumah di kawasan perumahan biasa, tapi saya tidak tahu beliau menemui siapa karena saya diminta berhenti agak jauh di rumah itu. Nona bilangnya itu rumah temannya.]Kai mengerutkan alis. Jika memang itu rumah temannya, kenapa tidak mengantar langsung sampai di depan rumah?[Kirim alamatnya.]“Tian!”Tian yang baru saja akan keluar dari ruangan itu, kini kembali berbalik memandang pada Kai.“Iya
Kai sedang sibuk mengecek berkas sebelum menandatangainya. Sebagai seorang direktur utama di perusahaan keluarga, Kai memiliki tanggung jawab besar sejak dua tahun terakhir.Saat Kai masih fokus menandatangani beberapa berkas, dia menerima pesan di ponselnya. Kai sejenak mengalihkan pekerjaan untuk mengecek pesan dari sopir yang mengantar Anna.[Sepertinya terjadi sesuatu pada Nona Anna, Pak. Dia kembali dengan pipi lebam dan sepertinya baru menangis.]Kai membaca pesan itu dengan ekspresi datar. Dia kemudian membuka video rekaman dari kamera di dalam kabin yang dikirimkan oleh sopirnya. Kai diam sejenak melihat video Anna hanya diam di dalam kabin seraya memegangi pipi.Saat Kai masih fokus memperhatikan video itu, terdengar suara ketukan yang membuat Kai mengalihkan pandangan ke pintu.“Masuk!” Kai mempersilakan.Pintu ruangan itu terbuka, terlihat Tian masuk ruangan seraya membawa tablet pintar di tangannya.“Saya sudah mendapatkan nama pemilik alamat itu, Pak.” Tian memberikan tabl
Anna tak berkutik saat Kai menarik tangannya. Dia mengikuti langkah lebar pria itu menuju kamar, jantungnya berdegup cepat, Anna tidak tahu apa yang hendak dilakukan Kai.Anna menelan ludah susah payah saat benar-benar masuk kamar Kai. Dia melihat kamar pria itu tertata rapi. Cat dinding berwarna gelap menunjukkan bagaimana sifat pria itu, dingin dan tertutup.Anna masih mengedarkan pandangan ke seluruh kamar itu, hingga tidak sadar jika dia sekarang sudah sampai di tepian ranjang dan Kai mendudukkannya di sana.Pria itu tak berkata-kata, membuat Anna panik dan bingung sampai meremas tepian ranjang. Dia terus memperhatikan apa yang dilakukan Kai.Anna melihat Kai mengambil sesuatu di laci. Apa yang sekarang digenggam Kai? Bukan sesuatu yang ada di pikiran Anna, kan?Anna masih diam dengan kegugupan yang melanda, sampai Kai duduk di sampingnya lalu mengulurkan tangan ke wajah Anna, membuat Anna secara impulsif sedikit memundurkan kepala.“Berani menghindar dariku!” Suara tegas Kai mem
Keesokan harinya. Alvian masih tidur di kamarnya saat mendengar suara gedoran pintu begitu keras. Pria itu bangun karena terkejut dengan rasa kesal yang bercokol di dada.“Siapa pagi-pagi begini mengganggu tidurku!” gerutu Alvian.Alvian ingin mengabaikan, tapi suara gedoran pintu terus terdengar, membuatnya sampai mengacak-acak rambut lalu akhirnya dia bangun.Alvian keluar dari kamar masih dengan memakai celana pendek dan bertelanjang dada. Dia berjalan menuju pintu untuk melihat siapa yang sudah mengganggu tidurnya.Alvian bersiap mengamuk, tapi urung ketika melihat siapa yang berdiri di depannya.“Bu, ada apa datang ke sini pagi-pagi?” tanya Alvian sopan saat melihat pemilik kontrakan datang ke sana.“Aku menghubungimu tapi tidak kamu respon, jadi aku ke sini untuk mengatakan langsung, merepotkan sekali,” gerutu wanita itu menanggapi pertanyaan Alvian.Alvian mempersilakan wanita itu masuk lebih dulu, lalu menyuguhkan segelas teh..“Apa yang membawa Ibu ke sini?” tanya Alvian.Wani
Anna pergi ke kafe tempatnya bekerja untuk pamit jika sudah tidak akan bekerja di sana lagi. Dia sebenarnya berat melakukan ini, tapi karena ancaman Kai, membuat Anna mau tidak mau harus melakukan hal itu.Anna datang ke kafe yang belum buka, biasanya karyawan di sana datang lebih awal untuk melakukan persiapan lebih dulu.“Anna.” Bella–teman Anna bekerja langsung menghampiri saat melihat sahabatnya itu datang.“Kenapa kamu kemarin tidak berangkat? Kamu tahu, Pak Roy marah-marah, apalagi kamu tidak merespon panggilannya. Harusnya kamu izin lagi jika memang masih dalam masa berkabung,” ucap Bella seraya menatap panik karena takut jika Anna mendapat masalah. Anna tersenyum. Dia selalu lega saat melihat Bella mencemaskannya.“Sebenarnya kemarin aku mau ke sini, tapi karena ada masalah, jadi aku tidak bisa datang,” ujar Anna menjelaskan.“Masalah? Apa kamu kesusahan? Kenapa tidak menghubungiku?” tanya Bella masih menatap cemas.Anna ingin menjawab, tapi terhenti saat mendengar suara mana
Anna sangat syok mendengar ucapan Alvian. Apa ini ada hubungannya dengan ucapan Kai pagi tadi.“Kamu jadi pria mulutnya jangan ember, ya! Bisa-bisanya kamu berkata seperti itu?” Bella langsung membela Anna karena tahu kalau Alvian bukan pria baik juga.Alvian tersenyum miring. Dia memandang pada Anna seolah meminta penjelasan dari mantan kekasihnya itu.“Sudah, Bel. Biar aku selesaikan urusanku dengannya,” kata Anna. Dia tak mau Bella masuk ke dalam masalahnya.“Tapi dia ini menjengkelkan.” Bella menatap benci ke Alvian.Anna menggeleng, meminta Bella tetap tenang.“Kita bicara di luar!” ajak Anna. Dia tak mau membuat keributan di kafe.Alvian tersenyum miring, lalu keluar lebih dulu disusul Anna. Mereka bicara di samping kafe.“Tidak kusangka, kamu yang sok suci saat bersamaku, ternyata menjadi simpanan orang, huh? Atau kamu patah hati, makanya menjual diri?”Anna langsung menampar pipi Alvian. Dia geram karena pria itu terus merendahkannya.“Jaga mulutmu!” hardik Anna.“Beraninya kam
Kai menatap dingin pada Alvian. Dia tahu siapa Alvian, karena itu Kai melakukan sidak dadakan. Apalagi pagi tadi Alvian sempat mengamuknya, kini Kai akan menunjukkan siapa dirinya.“Apa kamu digaji hanya untuk bersantai?” Kai masih menatap tajam pada Alvian.Staff lain semuanya menunduk. Mereka tidak ada yang berani menatap pada Kai.“Ma-maaf, saya tidak bermaksud seperti itu, Pak.” Alvian menjawab seraya terus menunduk.“Apa aku harus memecatmu karena kamu tidak bertanggung jawab?”Alvian sangat terkejut. Dia langsung menatap Kai lalu berlutut.“Jangan, Pak. Saya berjanji akan bertanggung jawab dan tidak mengulang kesalahan saya.” Alvian bersimpuh di lantai sambil menundukkan kepala.Kai menatap dingin. Dia tidak bisa gegabah menghukum Alvian.“Baiklah. Kali ini aku maafkan kesalahanmu, tapi jika kamu mengulanginya, maka kamu akan menerima konsekuensinya!” Kai bicara dengan nada begitu tegas.Alvian menatap Kai dengan senyum semringah. Dia kembali membungkuk dan berterima kasih.Kai
Kai ada di ruang kerjanya setelah siang tadi melakukan sidak. Ketika dia sedang fokus dengan berkas di meja, Kai mendengar suara ketukan pintu.“Masuk!” Kai mempersilakan.Pintu ruangan itu terbuka. Tian masuk membawa setumpuk berkas lagi.“Berkasnya sudah saya pilah, Anda tidak cek ulang sebelum menandatanganinya,” ucap Tian sambil meletakkan berkas di meja.Kai hanya memandang berkas-berkas itu, lalu kembali fokus pada berkas yang sedang dibacanya.“Nanti malam Anda ada acara pesta perayaan peluncuran produk parfum baru milik Tuan Anser. Saya hanya mengingatkan saja,” kata Tian.Kai diam sejenak. Dia hampir melupakan undangan dari rekan bisnisnya itu.“Aku akan datang,” balas Kai.Tian mengangguk. Dia pamit keluar dari ruangan Kai.Kai mengambil ponsel yang ada di meja. Dia membaca pesan terakhirnya yang dikirimkan pada Anna. Wanita itu hanya membalas singkat.Kai mengetik pesan lagi, kemudian mengirimkan ke Anna, lalu kembali bekerja.Di rumah. Anna seharian berada di kamar dengan r
Keesokan harinya. Kai sudah bangun lebih awal, begitu juga dengan Anna yang sekarang sedang di kamar mandi.Kai mendapat panggilan dari Tian, sehingga dia memilih pergi ke balkon ketika menjawab panggilan itu.“Bagaimana?” tanya Kai yang memang menunggu kabar dari Tian.“Saya sudah mendapatkan informasi wartawan yang membuat berita ity. Sekarang saya sedang menyuruh orang untuk mengorek informasi lebih lanjut,” ujar Tian dari seberang panggilan.“Selidiki sampai ke akarnya selagi aku mengajak Anna pergi berlibur. Informasi apa pun yang kamu dapat, segera beritahu aku!” perintah Kai seraya mengepalkan telapak tangan.“Baik, Pak.”Kai mengakhiri panggilan itu. Dia memandang layar ponselnya. Embusan napas kasar lolos dari mulutnya.“Kai.”Kai membalikkan badan saat mendengar suara Anna.“Apa ada masalah?” tanya Anna saat melihat ekspresi wajah Kai yang terlihat serius.Kai memulas senyum, dia berjalan menghampiri Anna yang ada di dalam kamar. Kai tidak mau membuat Anna cemas.“Tidak ada
Kai keluar dari kamar karena ingin mengambil makanan untuk Anna. Dia berjalan menuruni anak tangga dan bertemu dengan Stefanie yang baru saja berjalan dari depan.“Bagaimana kondisi Anna?” tanya Stefanie saat berhadapan dengan Kai.“Sudah lebih baik meski sempat sangat syok,” jawab Kai bersikap biasa karena dari sudut pandangnya, Stefanie juga tak sepenuhnya salah.Stefanie mengangguk-angguk pelan meski tatapan matanya menunjukkan banyak kesedihan.Kai memandang pada Stefanie yang diam, sehingga dia berkata, “Selama ini kehidupan Anna sangat sulit. Jika kamu memang menyayanginya, jangan terlalu memaksanya.”Stefanie terdiam seraya menatap pada Kai.“Banyak tekanan yang dialaminya. Jadi kuharap kamu tidak menekannya lagi dengan memaksakan semua fakta itu agar dia menerimanya.”Kai mencoba menjaga perasaan Anna. Dia tak ingin Anna bersedih lagi.Stefanie terlihat semakin sedih. Dia sudah sangat senang bisa menemukan Anna, tapi siapa sangka jika yang terjadi tak sesuai dengan harapannya.
Kondisi emosi Anna semakin tidak stabil, sehingga Kaivan meminta Kai untuk membawa Anna beristirahat lebih dulu.Kai mengajak Anna ke kamar. Sesampainya di sana, Anna langsung terduduk lemas di tepian ranjang.Kai ikut duduk di samping Anna, lalu menggenggam telapak tangan istrinya itu. Siapa sangka jika Anna langsung memeluk seraya menangis.“Menangislah sepuasnya,” ucap Kai seraya mengusap lembut punggung Anna.Anna terlalu banyak mendapat tekanan, setelah fitnah yang didapat, Anna harus menerima fakta jika ibunya ternyata masih mengharapkannya.“Setelah sekian tahun, kenapa dia harus datang? Aku tidak bisa menerimanya begitu saja,” ucap Anna di sela isak tangis.Kai menghela napas pelan, lalu berkata, “Kamu tak harus menerima, cukup tahu saja.”Anna menangis terisak, bahkan kedua pundaknya sampai bergetar.“Bukankah ini juga bagus. Mamamu bilang kalau dia menikah dengan ayahmu meski di usia muda, itu artinya kamu bukan anak haram. Kamu lahir setelah kedua orang tuamu menikah,” ucap
“Anna, dengarkan penjelasan mama dulu, ya.” Stefanie mencoba menyentuh Anna, tapi langsung dihindari oleh putrinya itu.“Apa lagi yang mau kamu jelaskan?” Anna berdiri sampai membuat semua orang terkejut.Tatapan kekecewaan begitu kentara dari sorot matanya.“Sekian tahun, kenapa kamu baru datang jika memang merasa kamu itu ibuku?” tanya Anna sampai menepuk dada. Bahkan bola matanya sampai berkaca-kaca.“Anna, tenang ya.” Eve berdiri lalu merangkul Anna agar bisa sedikit tenang.Kai juga berdiri, takut jika Anna tertekan dengan fakta yang baru saja didapat.“Berikan mama kesempatan menjelaskan. Setelah itu, terserah bagaimana penilaianmu,” pinta Stefanie membujuk.Anna menatap kecewa, setelah ayahnya pergi dan semua yang dia alami, kenapa ibunya baru muncul?Kai mendekat pada Anna. Dia menggenggam tangan Anna lalu berkata, “Duduklah dulu dan dengarkan apa yang hendak dia jelaskan.”Anna menatap Kai dengan air mata yang siap meluap dari pelupuk mata.Akhirnya Anna mau duduk, tapi berpi
Saat malam hari. Kai mengajak Anna pulang ke kediaman orang tuanya.Mobil mereka sudah berhenti di depan garasi. Anna memandang rumah besar itu, tiba-tiba saja dia takut kalau keluarga Kai berubah sikap padanya.“Ayo!” ajak Kai saat menoleh Anna.Kai melihat Anna yang seperti orang bingung, dia meraih telapak tangan Anna lalu menggenggamnya erat, seolah paham kecemasan yang sedang Anna rasakan.“Semua akan baik-baik saja, percayalah padaku,” ucap Kai meyakinkan.Anna mengangguk pelan seraya berusaha tersenyum. Dia dan Kai akhirnya keluar dari mobil. Mereka berjalan berdua seraya bergandengan tangan.Saat sudah masuk rumah, mereka langsung menemui orang tua Kai yang ternyata sudah menunggu di ruang keluarga.Ada Stefanie juga di sana.“Kalian sudah pulang, ayo duduk.” Eve berdiri dan langsung merangkul pundak Anna.Eve mengajak Anna agar duduk bersama mereka. Dia tahu Anna masih tertekan, sehingga itu Eve mencoba menunjukkan kalau dia ada untuk Anna.Anna tersenyum saat Eve merangkulny
Anser keluar dari mobil karena wanita yang hampir ditabraknya itu marah-marah.“Kalau mau keluar dari parkiran, lihat-lihat!” amuk wanita yang tak lain Queen.Queen baru saja akan pergi meninggalkan hotel, tapi dia dibuat kaget karena hampir tertabrak saat akan menuju mobilnya.“Kamu yang melintas tiba-tiba di depan mobil, kenapa kamu marah-marah?” Anser merasa heran. Dia merasa tak bersalah.“Hah!” Queen membuang napas dengan mulut. “Begini nih, orang salah bukan minta maaf tapi malah balik menyalahkan!”Bagaimanapun, Queen tidak akan mengalah sama sekali pada pria di depannya ini.Anser merasa tak ada guna meladeni amukan Queen, sehingga dia memilih mengalah.“Kalau begitu aku minta maaf.” Queen menyipitkan mata.“Kamu meminta maaf, tapi tidak ikhlas,” gerutu Queen.Anser menghela napas kasar. Dia tidak mengerti, apa yang diinginkan oleh wanita di depannya ini.“Aku minta maaf karena melajukan mobil tanpa melihat-lihat lebih dulu. Jika kamu terluka atau mau minta ganti rugi, aku ak
Anser datang ke hotel karena mendapat undangan dari Kai. Meski Anser merasa kalau Kai hanya ingin membuktikan jika Anna milik pria itu, tapi Anser tetap datang untuk memastikan.Saat sampai di tempat pesta, Anser tak melihat Kai dan keluarganya di sana, tentu saja hal itu membuat Anser heran.Anser masih mengedarkan pandangan. Dia benar-benar tak melihat satu pun keluarga Kai di ruangan itu.“Maaf, apa pengantinnya sedang istirahat?” tanya Anser pada seorang pelayan yang melintas di depannya.Pelayan itu berhenti di hadapan Anser.“Pengantin dan keluarganya meninggalkan pesta, tapi pestanya tetap dilanjutkan untuk menyelesaikan jamuan,” jawab pelayan.Anser mengerutkan alis.“Meninggalkan? Bagaimana bisa pesta pengantin tapi pengantinnya malah pergi?” Anser keheranan.Pelayan itu menengok ke kanan dan kiri, lalu sedikit mendekat pada Anser.“Sebenarnya tadi pestanya berjalan baik-baik saja, sampai ada berita yang tersebar dan ada wanita tua membuat keributan di sini,” ucap pelayan itu
Stefanie tak bisa membendung rasa bahagianya. Dia semakin yakin kalau Anna memang putrinya.Stefanie tiba-tiba saja berdiri, membuat Eve dan yang lain terkejut.“Aku harus menemui Anna dan memastikan sendiri kalau dia benar-benar putriku,” ucap Stefanie seraya memegang liontin yang tergantung di lehernya.Eve ikut berdiri, lalu menyentuh lengan Stefanie.“Kondisi Anna sedang tidak stabil, kalau kamu tiba-tiba datang dan mengaku sebagai ibunya, dia pasti akan semakin syok dan bisa saja hal-hal buruk akan terjadi,” ucap Eve seraya menimbang kondisi Anna.Stefanie terlihat bingung.“Anna sedang sangat tertekan. Takutnya dia malah merasa dibuang dan tidak dianggap kalau tiba-tiba Bibi berkata sebagai ibunya setelah bertahun-tahun tak mencarinya,” timpal Queen.Stefanie semakin bingung dan kembali sedih. Dia kembali duduk dengan tubuh lemas.“Tapi aku ingin memastikannya agar tidak ada lagi rasa penasaran yang menghantui,” ucap Stefanie seraya menatap sendu.Eve dan yang lain saling tatap,
Kai langsung menghampiri Anna yang duduk di tepian ranjang. Dia memeluk istrinya itu untuk menenangkan.“Aku keluar dulu, kalian istirahatlah,” kata Queen.Queen tidak mau mengganggu Anna dan Kai, lagi pula Anna akan lebih baik saat bersama Kai.Queen keluar dari kamar. Dia melihat kedua orang tuanya dan Stefanie baru saja masuk lift. Dia memilih menyusul sang mami lalu pergi dengan mereka untuk turun ke lantai bawah.Di kamar, Kai masih memeluk Anna untuk menenangkan. Dia bisa merasakan tubuh Anna yang gemetar.“Semua sudah baik-baik saja, tidak ada yang perlu kamu cemaskan,” ucap Kai mencoba menghibur Anna.Namun, tiba-tiba saja tangis Anna pecah. Sejak tadi Anna mencoba menahan diri agar tak menangis. Dia tidak mau menambah beban pikiran orang karena dirinya.Sekuat apa pun dia bertahan, nyatanya tetap runtuh saat bersama pria yang selalu peduli padanya.“Maaf, aku sudah membuat malu keluargamu,” ucap Anna di sela isak tangisnya.Kai terkesiap mendengar Anna menangis. Dia semakin me