Anna benar-benar tak menyangka Kai masuk ke rumah itu. Dia terus menatap pada Kai, sampai pria itu menghampiri lalu berdiri di sampingnya.
“Siapa kamu?” tanya Mila dengan tatapan curiga. Dia lalu memperhatikan jas yang dipakai Anna, mungkinkah jas itu milik pria yang baru saja datang ini.
“Tunangan Anna.”
Anna terkejut, tunggu! Dia belum pernah menyebutkan namanya, dari mana pria ini tahu namanya?
“Apa? Tunangan?” Mila tertawa mencibir.
“Wah, Anna. Apa kamu membayar orang ini untuk bersandiwara?” tanya Nindy mencibir.
Anna diam menahan rasa kesal dan emosi yang bercokol di dada.
“Mulai saat ini, Anna akan tinggal bersamaku. Jika kalian berani menyentuhnya apalagi menjualnya lagi, kupastikan kalian akan tinggal di pinggir jalan setelahnya!” ancam Kai dengan tatapan mengintimidasi.
Mila dan Nindy sangat terkejut, apalagi tatapan mata Kai begitu menakutkan.
Kai menoleh pada Anna, lalu berkata, “Ambil barang pentingmu, tinggalkan pakaian yang kamu miliki. Kamu tidak membutuhkannya di rumahku.”
Anna lagi-lagi terkesiap, tapi dia tidak membantah, Anna memilih segera melakukan apa yang dikatakan Kai.
Mila dan Nindy kebingungan, mereka panik karena Kai terus menatap mereka.
Tak lama kemudian, Anna keluar dari kamar membawa tas dan sebuah bingkai foto dirinya dan sang ayah.
“Aku hanya membawa surat-surat pentingku saja,” ucap Anna pada Kai.
Kai memberi isyarat agar Anna keluar lebih dulu. Begitu Anna keluar, Kai kembali menatap pada Mila dan Nindy.
“Ingat perkataanku ini, jika kalian berani mengganggu Anna lagi, kupastikan riwayat kalian akan benar-benar tamat!”
Setelah mengatakan itu, Kai menyusul Anna.
Mila menelan ludah susah payah, kenapa pria yang bersama Anna sangat menakutkan.
“Tidak mungkin dia pria bayaran, kan? Atau dia hanya mau menggertak saja?” tanya Mila, “sejak kapan pula Anna punya tunangan?”
“Pria itu menakutkan, tapi dia juga tampan. Tunggu, sepertinya aku pernah melihat pria itu, tapi di mana?” Nindy mencoba mengingat, dia terpesona dengan wajah Kai.
Anna sudah duduk di mobil Kai saat pria itu masuk. Dia terus memeluk bingkai foto ayahnya.
“Ayahku baru meninggal tujuh hari lalu, makamnya saja masih basah, tapi ibu tiriku malah menjualku,” ucap Anna akhirnya mengungkap keluh kesahnya, meski dia sadar jika Kai tidak mungkin menanggapinya.
Benar saja, pria itu hanya diam.
“Omong-omong, dari mana Anda tahu namaku Anna?” tanya Anna keheranan.
“Kartu tanda pengenal yang kamu berikan tadi,” jawab Kai.
Anna terhenyak. Iya juga, tadi Kai meminta tanda pengenalnya untuk mengurus pernikahan mereka, kan? Anna lupa.
Anna akhirnya memilih diam, sampai akhirnya mobil itu memasuki gerbang besar melewati halaman luas menuju rumah mewah yang ada di sana.
Anna memandang rumah mewah itu, ternyata benar kalau Kai bukan orang sembarangan. Pria itu benar-benar dari kalangan atas.
Kai turun tanpa mengajak Anna, tapi tentunya wanita itu sudah paham dan langsung mengikuti Kai.
Bahkan tanpa diperintah, Anna mengekori Kai memasuki rumah mewah itu.
Anna memperhatikan langkah Kai, lalu berhenti karena pria itu juga berhenti.
“Mulai hari ini, kamu akan melayaniku.”
Anna terkesiap. Melayani, apa maksud ucapan pria ini? Melayani di atas ranjang?
Anna menggeleng pelan, ucapan ambigu Kai membuat pikirannya berlarian ke sana-kemari tidak pasti.
Kai menoleh pada Anna karena tak mendengar suara wanita itu. Dia melihat Anna yang sedang menggeleng pelan, membuat satu sudut alisnya tertarik ke atas.
“Kamu paham dengan yang aku katakan? Ingat statusmu!”
Anna terkejut. Dia langsung mengangguk.
Saat itu pelayan Kai datang menghadap pada pria itu.
“Siapkan kamar untuknya, tepat di sebelah kamarku!” Setelah mengatakan itu, Kai pergi menaiki anak tangga meninggalkan Anna.
Anna bingung, apa maksud pria ini? Jadi, dia akan jadi istri kontrak, tapi tidak akan sekamar? Lalu, apa maksud melayani?
“Mari.” Pelayan mempersilakan Anna untuk ikut.
Anna mengangguk. Dia berjalan mengikuti pelayan menuju ke lantai dua, arah Kai pergi.
Anna dibawa ke salah satu kamar yang ada di lantai dua.
“Itu kamar Tuan Kai, ini kamar Anda,” ucap pelayan itu seraya membuka pintu besar kamar itu.
“Terima kasih,” ucap Anna seraya mengangguk.
Pelayan itu permisi. Anna masuk dengan ragu-ragu ke kamar itu, dia memperhatikan setiap sudut ruangan besar yang akan jadi tempat tinggalnya selama menjalani kontrak pernikahan dengan Kai. Bisa saja kamar ini menjadi penjara untuknya.
Anna menatap foto sang ayah, suara helaan napas kasar lolos dari bibir.
“Setidaknya aku punya status ‘kan, Yah. Bukan pelacur yang dibayar untuk memuaskan nafsu pria?” Anna memandang nanar, bahkan bola matanya berkaca-kaca.
“Tapi, dia juga membayarku, apa aku sama saja dengan wanita penghibur. Bagaimana nasibku, Ayah? Kenapa Ayah pergi meninggalkanku sendiri.”
Anna duduk di lantai samping ranjang, menyandarkan kepala di tepian ranjang sambil memeluk bingkai foto sang papa, meratapi nasib hidupnya yang penuh dengan drama.
**
Keesokan harinya. Anna sudah bangun, tapi dia bingung harus bagaimana. Belum lagi Anna masih memakai pakaiannya semalam karena tidak ada baju ganti di rumah itu.
“Tuan bilang kamu harus melayaninya, jadi setiap pagi kamu harus membuatkan kopi juga menemaninya sarapan, menyediakan apa yang dia inginkan,” ucap pelayan ketika melihat Anna diam.
Anna terkesiap. Dia langsung mengangguk lalu meminta arahan pada pelayan itu. Sepertinya Anna sudah tahu maksud Kai memberikan kamar lain padanya, pria itu sebenarnya hanya menjadikannya pelayan untuk membayar utang. Tapi bukankah ini lebih baik daripada dijual ke pria hidung belang? Ya, begitulah pemikiran Anna sekarang.
Anna bersiap di samping meja makan. Dia menunggu Kai datang, sampai akhirnya pria itu tiba di ruang makan. Anna melihat Kai menatap dirinya sekilas, lalu pria itu berjalan menuju kursi utama.
“Duduk!” perintah Kai tanpa memandang pada Anna.
Anna agak bingung, tapi karena Kai kembali menatapnya datar, membuat Anna segera duduk di salah satu kursi yang ada di sana, agak berjauhan dengan Kai.
Kai menatap datar, dengan bariton suara yang tegas, Kai berkata, “Siapa yang menyuruhmu duduk begitu jauh?”
Anna terkejut sampai langsung kembali berdiri, akhirnya dia berjalan mendekat lalu duduk di kursi yang bersebelahan dengan Kai duduk.
“Baca ini. Ini surat perjanjian pernikahan yang akan berjalan selama dua tahun ke depan. Tidak ada negosiasi atau bantahan!” Kai tidak memberi pilihan sama sekali.
Anna menerima selembar kertas yang sudah dibubuhkan materai itu, lantas membaca poin perjanjian di dalamnya, di mana salah satu poin menyebutkan jika Anna tidak berhak meminta cerai sebelum jangka waktu yang ditentukan habis dan Anna harus menuruti apa pun perintah Kai.
‘Apa ini maksudnya aku juga tidak bisa menolak jika pria itu meminta jatah suami-istri?’ batin Anna dengan ekspresi wajah panik.
Anna melirik Kai yang diam. Pria itu menunggu dirinya, ekspresi wajah dingin pria itu benar-benar membuat Anna tak berkutik. Dia sudah terjebak, tidak ada jalan selain menyetujui semua syarat yang Kai berikan.
“Tanda tangani!” perintah Kai ketika melihat Anna sudah selesai membaca.
Anna mengambil pulpen dari Kai, lalu menandatangani surat perjanjian itu, atau sebenarnya itu surat kontrak kerja, karena Anna tidak diberi opsi untuk memilih.
Begitu Anna selesai menandatangani surat itu, Kai mengambilnya lalu melipat dan memasukkan ke saku jas.
“Perlu kamu ingat, selain mengurusku, kamu tidak diperbolehkan mengerjakan pekerjaan rumah, bahkan pelayan tidak diperbolehkan menyuruhmu, paham!”
Anna memandang bangunan di hadapannya. Setelah sarapan, Kai mengajaknya ke KUA, jadi dia benar-benar akan berakhir menjadi istri Kai, meski itu hanya sebuah kontrak pernikahan.“Ayo!” ajak Kai dengan suara dingin.Anna menoleh pada Kai. Dia mengangguk lalu berjalan mengikuti Kai.Anna tidak memiliki saudara kandung, sehingga Kai membayar penghulu untuk menikahkan mereka agar sah secara hukum.Anna tidak banyak bertanya, hanya menjawab saat penghulu bertanya. Dia benar-benar sudah tak ada rasa apa pun, semuanya terasa sama saja baginya. Dia memang mendambakan sebuah cinta dan pernikahan, tapi bukan pernikahan dingin seperti ini.“Kamu sudah resmi menjadi istriku, jadi apa pun yang terjadi, kamu harus mengikuti semua ucapanku, sesuai dengan perjanjian yang kamu sepakati.” Kai menyodorkan surat nikah mereka pada Anna.Anna memandang surat nikah itu, lalu mengambilnya dari tangan Kai.“Iya,” balas Anna lesu.Anna memandangi surat nikah itu. Dia tidak pernah menyangka akan menikah sekilat
Keesokan harinya. Anna keluar dari kamar karena merasa lapar. Dia berjalan menuju dapur, ingin mencari sesuatu yang setidaknya bisa sedikit mengganjal perutnya.Namun, saat baru saja akan menginjakkan kaki di pintu dapur, Anna mendengar dua pelayan di dapur sedang membicarakan tentang dirinya.“Tidak tahu itu, Tuan. Kenapa membawa wanita seperti itu ke rumah? Ya, meski tidak jelek-jelek amat, tapi aku yakin dia itu wanita miskin.”“Betul, mana kayak sok polos begitu. Atau jangan-jangan dia merayu Tuan, makanya Tuan membawanya pulang. Kita tahulah, kalau Tuan itu sangat dingin ke semua orang, apalagi wanita. Ngapain juga tiba-tiba bawa wanita itu.”“Dih, amit-amit. Aku malas sekali jika diminta melayaninya.”Anna masih bergeming mendengarkan semua gunjingan itu. Anna menghela napas pelan, dia hanya ingin hidup tenang dan tidak mau membuat keributan di rumah itu sampai kontrak pernikahannya berakhir.Anna masuk dapur, saat itu dia melihat dua pelayan yang baru saja menggunjingnya langsu
Anna menelan ludah saat menunggu jawaban Kai. Kenapa begitu menakutkan saat melihat tatapan dari pria itu.“Keluar dari pekerjaanmu!” Setelah memberi perintah, Kai berjalan menuruni anak tangga.Anna terkejut. Apa maksudnya itu?“Tunggu! Kenapa aku harus keluar dari pekerjaanku?” tanya Anna memberanikan diri karena jika dia tidak bekerja, lalu bagaimana caranya dia mencukupi kebutuhan hidupnya.Anna melihat Kai hanya diam. Dia tetap mengejar sampai mereka tiba di ruang makan.Anna menatap Kai yang tak membalas sama sekali ucapannya. Memangnya dia tidak berhak bertanya.“Duduk!” perintah Kai.Anna menarik kursi agak jauh dari Kai, lalu duduk di sana.“Duduk di sini!” perintah Kai seraya menatap tajam pada Anna yang duduk jauh darinya.Anna berdiri lagi, lantas berjalan menuju kursi yang Kai maksud. Dia lantas menarik kursi kemudian duduk di sana.“Aku tidak bisa jika harus berhenti bekerja. Aku juga perlu bekerja untuk mencukupi kebutuhanku,” ujar Anna langsung menyampaikan keberatanny
"Bu, kenapa mengajakku ke sini?" Anna menatap panik saat Mila—ibu tiri Anna, memaksanya pergi ke salah satu kamar di sebuah hotel.Ayahnya baru meninggal satu Minggu yang lalu, tapi ibu tirinya tiba-tiba mengajak Anna ke hotel, tentu saja hal ini membuat Anna takut."Utang untuk biaya ayahmu waktu berobat sangat besar. Aku tidak sanggup bayar, jadi sebagai anak, kamu harus membayarnya."Tunggu, apa maksudnya membayar? Tapi kenapa di hotel?Annalise Lindsey berumur 29 tahun, sejak kecil dia tumbuh bersama mendiang ayahnya. Lima belas tahun lalu sang ayah menikah dengan janda anak satu setelah lama hidup hanya berdua dengan Anna, lalu tiga tahun lalu sang ayah mengidap kanker usus yang mengharuskan ayahnya menjalani pengobatan hingga menghabiskan banyak biaya, meski akhirnya tujuh hari lalu sang ayah meninggal."Tapi kenapa di sini?" Anna bingung."Sudah, tidak usah banyak bicara! Ada pria yang mau membayarmu, jadi lakukan saja tugasmu di dalam sana!”Anna benar-benar sangat tidak menya
Anna menatap penuh harap agar pria di depannya membantu, meskipun Anna juga tidak tahu apakah pria itu baik atau tidak.“Kumohon, Tuan. Tolong aku.” Sekali lagi Anna memelas dengan ekspresi wajah ketakutan, apalagi pakaiannya juga berantakan.“Kemari kamu, Jalang!” Pria hidung belang tadi hendak menggapai tangan Anna.Namun, siapa sangka jika pria yang ada di lift tiba-tiba keluar lalu menarik tangan Anna. Memosisikan diri di antara Anna dan pria hidung belang tadi.Pria tua itu terkejut. Dia menatap tak senang pada pria yang sudah mengganggunya.“Hei, anak muda. Menyingkir dari sini dan serahkan dia. Dia itu milikku, kalau kamu mau wanita, sana cari di klub malam!” hardik pria itu.Tatapan tajam pria yang diminta tolong Anna terasa begitu menusuk, bahkan pria tua mata keranjang tadi sampai menelan ludah susah payah.“Pergi!” Bariton suara pria bernama Kaisar Raffasya Bramanty itu terdengar dalam dan tegas.“Pergi? Kamu pikir aku ini bodoh! Jangan menakutiku dengan tatapanmu itu. Aku
Anna sangat terkejut. Istri kontrak, kenapa Kai memintanya menjadi istri kontrak? “Kenapa Anda ingin aku menjadi istri kontrak?” tanya Anna memastikan. Mungkinkah Kai hanya ingin ada yang memuaskan di atas ranjang, tanpa ada ikatan cinta tapi tetap sah di pandangan orang lain? Bisa saja begitu, mengingat Kai sepertinya bukan orang biasa.Anna melihat Kai menatapnya datar, membuat Anna memegang jas yang tersemat di pundaknya semakin erat, takut jika pria itu tiba-tiba menerkamnya.“Apa kamu pikir punya hak bertanya? Satu lagi, jika kamu menolak, maka kukembalikan kamu pada pria tua itu.”Anna sangat panik. Dia harus bagaimana? Kalau Anna menolak permintaan Kai, maka dia harus melayani pria hidung belang tadi, lalu bagaimana dengan nasibnya setelah itu? Bagaimana juga pandangan Alvian–kekasih Anna, jika tahu dia sudah tidak perawan karena dijual ibu tirinya, tapi jika dia menjadi istri kontrak Kai, tetap saja dia mungkin tidak akan perawan lagi setelahnya. Apa yang harus Anna lakukan?
Anna menelan ludah saat menunggu jawaban Kai. Kenapa begitu menakutkan saat melihat tatapan dari pria itu.“Keluar dari pekerjaanmu!” Setelah memberi perintah, Kai berjalan menuruni anak tangga.Anna terkejut. Apa maksudnya itu?“Tunggu! Kenapa aku harus keluar dari pekerjaanku?” tanya Anna memberanikan diri karena jika dia tidak bekerja, lalu bagaimana caranya dia mencukupi kebutuhan hidupnya.Anna melihat Kai hanya diam. Dia tetap mengejar sampai mereka tiba di ruang makan.Anna menatap Kai yang tak membalas sama sekali ucapannya. Memangnya dia tidak berhak bertanya.“Duduk!” perintah Kai.Anna menarik kursi agak jauh dari Kai, lalu duduk di sana.“Duduk di sini!” perintah Kai seraya menatap tajam pada Anna yang duduk jauh darinya.Anna berdiri lagi, lantas berjalan menuju kursi yang Kai maksud. Dia lantas menarik kursi kemudian duduk di sana.“Aku tidak bisa jika harus berhenti bekerja. Aku juga perlu bekerja untuk mencukupi kebutuhanku,” ujar Anna langsung menyampaikan keberatanny
Keesokan harinya. Anna keluar dari kamar karena merasa lapar. Dia berjalan menuju dapur, ingin mencari sesuatu yang setidaknya bisa sedikit mengganjal perutnya.Namun, saat baru saja akan menginjakkan kaki di pintu dapur, Anna mendengar dua pelayan di dapur sedang membicarakan tentang dirinya.“Tidak tahu itu, Tuan. Kenapa membawa wanita seperti itu ke rumah? Ya, meski tidak jelek-jelek amat, tapi aku yakin dia itu wanita miskin.”“Betul, mana kayak sok polos begitu. Atau jangan-jangan dia merayu Tuan, makanya Tuan membawanya pulang. Kita tahulah, kalau Tuan itu sangat dingin ke semua orang, apalagi wanita. Ngapain juga tiba-tiba bawa wanita itu.”“Dih, amit-amit. Aku malas sekali jika diminta melayaninya.”Anna masih bergeming mendengarkan semua gunjingan itu. Anna menghela napas pelan, dia hanya ingin hidup tenang dan tidak mau membuat keributan di rumah itu sampai kontrak pernikahannya berakhir.Anna masuk dapur, saat itu dia melihat dua pelayan yang baru saja menggunjingnya langsu
Anna memandang bangunan di hadapannya. Setelah sarapan, Kai mengajaknya ke KUA, jadi dia benar-benar akan berakhir menjadi istri Kai, meski itu hanya sebuah kontrak pernikahan.“Ayo!” ajak Kai dengan suara dingin.Anna menoleh pada Kai. Dia mengangguk lalu berjalan mengikuti Kai.Anna tidak memiliki saudara kandung, sehingga Kai membayar penghulu untuk menikahkan mereka agar sah secara hukum.Anna tidak banyak bertanya, hanya menjawab saat penghulu bertanya. Dia benar-benar sudah tak ada rasa apa pun, semuanya terasa sama saja baginya. Dia memang mendambakan sebuah cinta dan pernikahan, tapi bukan pernikahan dingin seperti ini.“Kamu sudah resmi menjadi istriku, jadi apa pun yang terjadi, kamu harus mengikuti semua ucapanku, sesuai dengan perjanjian yang kamu sepakati.” Kai menyodorkan surat nikah mereka pada Anna.Anna memandang surat nikah itu, lalu mengambilnya dari tangan Kai.“Iya,” balas Anna lesu.Anna memandangi surat nikah itu. Dia tidak pernah menyangka akan menikah sekilat
Anna benar-benar tak menyangka Kai masuk ke rumah itu. Dia terus menatap pada Kai, sampai pria itu menghampiri lalu berdiri di sampingnya.“Siapa kamu?” tanya Mila dengan tatapan curiga. Dia lalu memperhatikan jas yang dipakai Anna, mungkinkah jas itu milik pria yang baru saja datang ini.“Tunangan Anna.”Anna terkejut, tunggu! Dia belum pernah menyebutkan namanya, dari mana pria ini tahu namanya?“Apa? Tunangan?” Mila tertawa mencibir.“Wah, Anna. Apa kamu membayar orang ini untuk bersandiwara?” tanya Nindy mencibir.Anna diam menahan rasa kesal dan emosi yang bercokol di dada.“Mulai saat ini, Anna akan tinggal bersamaku. Jika kalian berani menyentuhnya apalagi menjualnya lagi, kupastikan kalian akan tinggal di pinggir jalan setelahnya!” ancam Kai dengan tatapan mengintimidasi.Mila dan Nindy sangat terkejut, apalagi tatapan mata Kai begitu menakutkan.Kai menoleh pada Anna, lalu berkata, “Ambil barang pentingmu, tinggalkan pakaian yang kamu miliki. Kamu tidak membutuhkannya di ruma
Anna sangat terkejut. Istri kontrak, kenapa Kai memintanya menjadi istri kontrak? “Kenapa Anda ingin aku menjadi istri kontrak?” tanya Anna memastikan. Mungkinkah Kai hanya ingin ada yang memuaskan di atas ranjang, tanpa ada ikatan cinta tapi tetap sah di pandangan orang lain? Bisa saja begitu, mengingat Kai sepertinya bukan orang biasa.Anna melihat Kai menatapnya datar, membuat Anna memegang jas yang tersemat di pundaknya semakin erat, takut jika pria itu tiba-tiba menerkamnya.“Apa kamu pikir punya hak bertanya? Satu lagi, jika kamu menolak, maka kukembalikan kamu pada pria tua itu.”Anna sangat panik. Dia harus bagaimana? Kalau Anna menolak permintaan Kai, maka dia harus melayani pria hidung belang tadi, lalu bagaimana dengan nasibnya setelah itu? Bagaimana juga pandangan Alvian–kekasih Anna, jika tahu dia sudah tidak perawan karena dijual ibu tirinya, tapi jika dia menjadi istri kontrak Kai, tetap saja dia mungkin tidak akan perawan lagi setelahnya. Apa yang harus Anna lakukan?
Anna menatap penuh harap agar pria di depannya membantu, meskipun Anna juga tidak tahu apakah pria itu baik atau tidak.“Kumohon, Tuan. Tolong aku.” Sekali lagi Anna memelas dengan ekspresi wajah ketakutan, apalagi pakaiannya juga berantakan.“Kemari kamu, Jalang!” Pria hidung belang tadi hendak menggapai tangan Anna.Namun, siapa sangka jika pria yang ada di lift tiba-tiba keluar lalu menarik tangan Anna. Memosisikan diri di antara Anna dan pria hidung belang tadi.Pria tua itu terkejut. Dia menatap tak senang pada pria yang sudah mengganggunya.“Hei, anak muda. Menyingkir dari sini dan serahkan dia. Dia itu milikku, kalau kamu mau wanita, sana cari di klub malam!” hardik pria itu.Tatapan tajam pria yang diminta tolong Anna terasa begitu menusuk, bahkan pria tua mata keranjang tadi sampai menelan ludah susah payah.“Pergi!” Bariton suara pria bernama Kaisar Raffasya Bramanty itu terdengar dalam dan tegas.“Pergi? Kamu pikir aku ini bodoh! Jangan menakutiku dengan tatapanmu itu. Aku
"Bu, kenapa mengajakku ke sini?" Anna menatap panik saat Mila—ibu tiri Anna, memaksanya pergi ke salah satu kamar di sebuah hotel.Ayahnya baru meninggal satu Minggu yang lalu, tapi ibu tirinya tiba-tiba mengajak Anna ke hotel, tentu saja hal ini membuat Anna takut."Utang untuk biaya ayahmu waktu berobat sangat besar. Aku tidak sanggup bayar, jadi sebagai anak, kamu harus membayarnya."Tunggu, apa maksudnya membayar? Tapi kenapa di hotel?Annalise Lindsey berumur 29 tahun, sejak kecil dia tumbuh bersama mendiang ayahnya. Lima belas tahun lalu sang ayah menikah dengan janda anak satu setelah lama hidup hanya berdua dengan Anna, lalu tiga tahun lalu sang ayah mengidap kanker usus yang mengharuskan ayahnya menjalani pengobatan hingga menghabiskan banyak biaya, meski akhirnya tujuh hari lalu sang ayah meninggal."Tapi kenapa di sini?" Anna bingung."Sudah, tidak usah banyak bicara! Ada pria yang mau membayarmu, jadi lakukan saja tugasmu di dalam sana!”Anna benar-benar sangat tidak menya