Mata Andrea berbinar girang, saat akhirnya Gina secara terpaksa menuruti permintaannya. Sambil memekik senang, dia tiba-tiba menampar Emma sekerasnya.
“Andre, stop!!” sentak Annie–tak suka dengan kekerasan yang dilakukan Andrea. “Kamu sedang hamil, sadarlah!”Andrea menurut. Meski seringaian kejam bak iblis belum luntur dari bibirnya, namun dia mau berhenti memukuli Emma.Annie bergegas melepaskan sumpalan di mulut Emma agar wanita itu bisa bernafas lebih bebas.Cuih! Tiba-tiba Emma meludahi Andrea. Matanya menyulutkan api kemurkaan yang nampak jelas.“Kurang ajar!” Andrea siap menampar Emma sekali lagi, namun Annie mencegah.“Stop, Andre, stop!!” teriak Annie. “Jangan libatkan dirimu yang sedang hamil dalam tindakan seperti ini. Bisa-bisa Emma menuntutmu saat keluar dari sini,”“Oh ya? Aku tidak akan membiarkannya keluar dari sini hidup-hidup,” gertak Andrea.“Tepati janjimu, jalang!” Tiba-tiba Gina mengumpat s“Damian? Ada apa?” Ajeng kebingungan saat Damian berdiri di depan pintu rumahnya.Tanpa banyak bicara, Ajeng mempersilakan Damian untuk masuk.“Ada perlu apa? Tumben kamu datang sendirian ke sini?” tanya Ajeng heran.Dia mengenal Damian dari Annie. Dan Damian pernah datang sekali ke rumah Ajeng, bersama Annie dan Tasya saat menjenguk papa Ajeng.Damian kikuk. Dia memainkan jari-jemarinya untuk menghilangkan gugup.“Aku sudah tahu siapa Fiona. Dia adalah Gina Duran,” ucap Damian lirih.Ajeng tersentak. Dia tidak bisa menjawab, karena merasa tidak mendapatkan perintah apapun dari Gina. Maka yang bisa dia lakukan hanya diam, tidak menanggapi.Kemudian Damian meletakkan sebuah gelang berwarna putih keperakan, ke atas meja ruang tamu rumah Ajeng.“Apa ini?” tanya Ajeng.“Itu milik Gina Duran, yang tertinggal. Aku titip kembalikan ini padanya,” jawab Damian.Ajeng menggeleng cepat. “Tidak, Dam. Ini bukan urusanku. Aku hanya bekerja sebagai pengacaranya,” tolak Ajeng tegas.Ajeng memungut ge
(1 jam sebelum penggerebekan)Damian mendongakkan kepala, demi mengagumi betapa tingginya kantor milik Leo Duran. Pikirannya mulai sedikit ragu untuk melangkah. Dipenuhi dengan banyaknya kebimbangan, akan baik dan buruknya tindakannya saat ini.‘Apakah Leo Duran akan mempercayai ceritaku?’ batin Damian dalam hati.Ketika dia melihat jam di arloji yang sudah menunjukkan pukul 8 malam, maka Damian tidak punya banyak pilihan. Makin dia ragu, makin lama dia akan pulang menemani Tasya di hotel.“Apakah saya masih bisa bertemu dengan Leo Duran?” Damian memberanikan diri mendekati satpam yang berjaga di depan gedung.Satpam itu saling pandang dengan temannya. “Ada perlu apa mencari Tuan Leo jam segini?”“Saya ingin berbincang, mengenai Gina Duran,” jawab Damian.Satpam itu awalnya bimbang dan hampir tidak mempercayai Damian. Namun akhirnya memilih mengangkat gagang telepon untuk membuat panggilan ke ruangan Leo Duran.Tak lama satpam itu mempersilahkan Damian untuk masuk.“Beruntung, Tuan Le
Damian tertegun. Dia sudah lama tidak mendengar seseorang mengutarakan perasaan padanya. Meskipun dia telah lama menikah dengan Annie, namun istrinya itu terlalu keras kepala untuk mengatakan cinta padanya.“Gina, ayo … “ ajak Leo, lirih. Dia mulai menyadari sikap tegang antara Gina dan Damian, ketika memutuskan untuk mengamati sikap mereka berdua.Damian mengangguk. “Terima kasih, Gina,” jawabnya. “Tapi seperti yang kubilang, sudah tidak ada alasan bagi kita untuk saling berhubungan. Dendammu sudah selesai, dan aku tidak mau menjadi alat pembalasan dendammu,” ungkap Damian panjang.Gina mengangguk, meski hatinya perih. Dengan senyum getir yang dipaksakan, dia mengizinkan Damian melangkah pergi.Gina tidak ingin membuat Damian makin terluka dengan mengejarnya, meskipun hati Gina tetap mencintai Damian tanpa syarat.***Sementara itu, di waktu yang sama, Andrea berteriak murka sambil memukuli jeruji besi yang mengurungnya bersama
Annie memuntahkan seluruh isi perutnya pagi ini. Dalam keadaan tidak berdaya, dia terkapar lemas di lantai kamar mandi, setelah mengeluarkan seluruh tenaganya untuk berlari ke kamar mandi.Gejala awal kehamilan mulai menyerang tubuhnya, dan naas, sama sekali tidak ada yang menemani. Annie merintih kesakitan dalam isak tangisnya yang kencang.Sekuat tenaga dia berusaha berdiri, ketika bel rumahnya berbunyi.‘Semoga Damian,’ harap Annie dalam hati, dengan secercah semangat.Namun saat dia membuka pintu, bukannya Damian, justru Steve yang menyeringai lebar mengangkat tinggi-tinggi sekotak sarapan.Annie spontan mundur dengan tangan membekap penciumannya.“Apa yang kamu lakukan di sini?!” ketus Annie tak senang.Steve menerobos masuk tanpa was-was. “Aku tahu suamimu sudah pergi. Dia meneleponku semalam,”“Apa?!” teriak Annie. “Apa yang dia bilang padamu?”Steve m
“A-apa maksudmu, Steve? Apakah berarti, kamu menolak untuk menerima anak ini?” tuntut Annie nyaris tercekat saat melihat respon Steve.Pria itu memejamkan mata, sambil menghela nafas panjang.“Kamu mestinya tahu, An,” responnya. “Kamu adalah seorang wanita bersuami, dan aku adalah seorang spesialis bereputasi sekaligus belum pernah menikah,”Meskipun Steve tidak terang-terangan, namun membaca gerak-geriknya saja sudah membuat Annie tahu jawaban Steve.Dengan mata berkaca-kaca dan hati perih, Annie berusaha bangkit. Dia lalu menarik tubuh Steve agar keluar dari rumahnya.“Pergi dari sini,” usir Annie. “Jangan pernah menemuiku lagi, Steve,”“An … kenapa kamu harus berlebihan seperti ini? Kan bisa saja kamu menggugurkan bayi itu jika tidak menginginkannya. Aku bisa membantumu,”Plak! Annie menampar keras pipi Steve saat pria itu dengan enteng berbicara. Wajahnya merah padam, hampir meledak rasanya.“Jangan pernah b
“Damian, kumohon … “ Wajah pucat Annie berbaur dengan kepedihan hatinya, membuat Damian tak sanggup untuk memandang Annie lebih lama.Dia memilih untuk memalingkan muka. Jika dia bersikukuh untuk menatap Annie, pertahanan hatinya yang sakit akan runtuh. “Kenapa harus Steve … “ gumam Damian pelan. “Apakah tidak ada pria lain?” Damian berusaha bersikap normal, demi tidak menimbulkan kegaduhan di depan sekolah Tasya.Bola mata Annie bergetar. Sambil menggigit bibir, dia mulai mencari-cari alasan yang diminta Damian. Namun hingga menit akhir, tidak ada jawaban yang sanggup keluar dari mulutnya.“Harusnya aku sadar, saat Steve tiba-tiba datang ke acara keluarga kita waktu itu. Betapa dia membanggakan dirinya di depan orang tuamu,” tambah Damian. “Aku terlalu naif karena mempercayaimu seutuhnya,”“L-lalu apa bedanya denganmu?” sahut Annie. Dadanya bergemuruh penuh beban yang memaksa untuk keluar. “Kamu juga selingkuh dengan Gina. Bisa-bisanya
Papan nisan berbahan marmer hitam itu kini telah tertulis jelas nama Sean Wijaya. Setelah segalanya terungkap, setelah identitas asli Gina ketahuan, maka tidak ada lagi alasan untuk menyembunyikan makam Sean.Dan Gina meletakkan sebuket bunga mawar putih ke atas makam Sean, sambil sesekali terisak. Pilu di hatinya seakan menguar dari tubuhnya, meski Gina memakai kacamata hitam untuk menyembunyikan mata sembabnya.“Maafkan Mama, Sean,” isak Gina. “Mama baru bisa datang hari ini,”Gina mengelus nisan Sean, terus terisak dengan dada sesak tiap kali dia menyentuh nisan itu. Seakan dia tengah mengelus kepala Sean.“Mama sayang sama Sean. Hanya Sean yang penting buat Mama,” Gina bahkan mencium nisan itu, menyandarkan kepala di atasnya.Dia tidak peduli meski panas cukup terik mencapai ubun-ubunnya. Gina terlarut dalam kerinduannya yang dalam pada Sean.“Gina … “ panggil seseorang.Gina mendongak, untuk melihat siapa yang datang. Sosok Damian berdiri tak jauh darinya, dengan sebuket bunga ma
Tak hanya Damian, Gina pun juga cukup terkejut dengan ucapan spontan Damian. Dia segera menegakkan tubuhnya, kembali berdiri kaku saling berhadapan dengan Damian.“Kamu masih belum bisa melupakan Fiona, ya?” tanya Gina getir.Damian kikuk. “Maaf,” balasnya singkat. Memang tidak ada lagi ucapan tepat untuk itu semua.“Harusnya aku yang minta maaf, Damian. Telah memanfaatkanmu untuk urusanku sendiri,” Gina bahkan tak sanggup lurus menatap mata Damian.“Mari,” Damian mengajak Gina untuk segera pergi dari kompleks pemakaman itu, demi mencairkan suasana.Mereka berdua berjalan dalam diam, dengan pikiran masing-masing. Damian dan Gina tahu, hubungan mereka tidak akan bisa kembali sama seperti dulu. Lebih tepatnya, tidak ada cara untuk memulai.“Apa yang akan kamu kerjakan hari ini, Dam?” tanya Gina setelah Damian mengantarnya ke tempat parkir mobil.Damian menautkan alis. “Seperti biasa. Kembali ke rumah, menulis, dan menjempu