Hati Damian terasa amat nyeri, mendengar perkataan secara sepihak itu dari Gina. Bahkan ketika dia mencoba untuk menelan ludah, seperti ada yang mengganjal. Sesuatu yang sangat menyakitkan hingga membuat suaranya tercekat."Aku tidak ingin menjadi trauma untuk Tasya," lanjut Gina, sangat nekat meski suaranya sudah bergetar menahan tangis. "Dia adalah darah dagingmu. Sudah menjadi bagian dalam kehidupanmu. Mengabaikan pendapatnya dalam setiap keputusanmu, akan membuatnya trauma di masa depan,"Damian masih tidak menjawab. Hanya bola matanya yang terus bergetar. Kemudian pelan-pelan Gina melepaskan cincin berlian di jari manisnya, pemberian Damian. Dia serahkan kembali cincin itu, ke dalam genggaman tangan Damian yang terasa amat dingin."Aku menyayangimu, aku juga menyayangi Tasya. Tapi kebahagiaan kalian berdua bukanlah aku," isak Gina. "Aku tidak ingin menjadi mimpi buruk Tasya. Karena setiap kali melihatnya, selalu mengingatkanku akan Sean. Aku ingin menjadi kenangan manis untuknya
"Terima kasih sudah mengantarku, Dam," tukas Annie saat mobil Damian berhenti tepat di depan pintu masuk kantornya.Damian mengangguk. "Ibu sangat senang menjaga Sean, jadi kamu fokus saja pada kerjaanmu,"Annie tersipu senang. Seakan mereka berdua masih sebagai sepasang suami istri yang bahagia, apalagi dari perlakuan Damian padanya yang sangat sopan."Apakah kamu akan pulang telat hari ini?" tanya Annie. Tampak ragu untuk bicara, tapi dorongan di dalam dirinya kelewat kuat untuk bisa dicegah. "Maukah pulang bersama?" ajaknya.Damian hening beberapa detik. Untuk kemudian mengangguk. "Akan kuusahakan pulang cepat,"Annie berseru bahagia dalam hati. Sangat senang karena Damian menyambut baik segala usahanya untuk kembali dekat itu. Dia berusaha menampik kenyataan, bahwa Damian sedang tidak baik-baik saja.Dia tahu, Damian dan Gina batal menikah. Tapi Annie ingin menuruti egonya sendiri kali ini, karena dia tidak ingin kehilangan Damian untuk kedua kalinya.Sore harinya, Damian benar-be
"Miss Gina?" Sari ternganga lebar, ketika dia membuka pintu depan dan sosok Gina sudah berdiri di sana dengan senyuman manis.Sari spontan memeluk Gina dan tangisnya pecah. "Ibu sangat merindukanmu, Gina! Kemana saja kamu setahun ini?"Gina balas memeluk Sari. Dia tidak bicara apapun, hanya tersenyum lega karena ternyata dia masih diterima cukup hangat di dalam keluarga Damian.Tasya muncul, dengan wajahnya yang kaget luar biasa. Tak menyangka Gina akan datang kembali ke rumahnya."Tasya, gimana kabarmu?" tegur Gina ramah.Tasya masih menganga, dengan mata mengerjap beberapa kali. "T-Tante Gina?" ucapnya terbata-bata. Gina berjalan mendekat. Lalu mendekap gadis yang kini tidak begitu kecil itu."Kamu sudah tambah besar, ya. Miss kangen sama Tasya," ucap Gina dalam dekapannya.Tidak ada reaksi yang keluar dari bibir Tasya. Tapi dia tidak menolak saat Gina memeluk erat tubuhnya. Yang dia lakukan hanya bergantian memandang Damian dan Sari, yang terus tersenyum haru."Tante Gina … " pang
"Mari kita bercerai, Gina!" Gina mematung—tak bisa berkata-kata mendengar sang suami berkata dengan santai di balik meja kerjanya. Wijaya bahkan tak peduli sama sekali dengan keberadaan Gina. Terang-terangan, pria yang menikahi Gina 10 tahun lalu itu–mencium tangan gadis muda yang wajahnya familiar di televisi swasta. Tangan Gina mengepal. Dia tak menyangka suaminya tanpa malu mempertontonkan perselingkuhan ini.Belum berhenti di sana, pengacara Wijaya kini menyerahkan sebuah berkas pada Gina."Apa maksud semua ini? Kenapa tiba-tiba kita bercerai?" ucap Gina pada akhirnya. Wijaya sontak tersenyum miring. "Aku ingin menikahi Andrea," jawabnya enteng."Jika ingin menikah, silahkan kalian menikah." Gina juga menyahut santai–mencoba menunjukkan dirinya baik-baik saja.Tidak masalah jika memang suaminya itu menikahi selingkuhannya ini. Dengan status istri pertama, kedudukan Gina masih jauh lebih tinggi. Setidaknya, sang anak juga memiliki posisi aman sebagai pewaris Wijaya. Toh, perni
“Maaf, putra Anda meninggal.”Sekuat tenaga Gina berusaha membekap mulutnya sendiri, demi meredam suara tangisannya yang kian keras. Di balik dinding, Gina bisa mendengar vonis sang dokter terhadap Sean. Dunia Gina seketika runtuh setelah mendengarnya, bahkan untuk sekedar berdiri pun dia tak sanggup. Gina berdoa dalam hati, semoga dia bisa segera bangun dari mimpi ini.Sementara Wijaya, tetap berdiri kokoh di tempatnya. Meski kini dia bak patung yang kaku, tetapi bola matanya tampak bergetar dan otaknya berusaha mencerna segala ucapan yang baru saja diucapkan dokter.“Tuan … “ Annie berusaha memastikan Wijaya tetap baik-baik saja meski berita meninggalnya Sean tentu mengguncang klien pentingnya itu.“Brengsek!!!” Wijaya tiba-tiba menerjang tubuh Annie, mendorong ke dinding di belakang.Melihat itu, Andrea dan asisten Wijaya tampak berusaha memisahkan keduanya. Beruntung, Wijaya mempekerjakan asisten tangguh. Jadi, wanita itu bisa diandalkan di saat genting seperti ini.Sementara
Rekaman CCTV yang diberikan asisten kepercayaan Wijaya itu membuat Gina bergidik ngeri.Bagaimana bisa anaknya yang berusia 6 tahun itu diseret paksa oleh Andrea tanpa belas kasihan? Padahal, anaknya itu hanya ingin menemui Gina!Yang paling mengerikan adalah tindakan Annie–sosok pengacara yang sedang naik daun itu. Dia melotot dan mengancam Sean untuk segera masuk. Berulang kali, wanita itu membentak “anak dari klien pentingnya”. Namun, Annie tak berhasil membuat Sean berubah pikiran.Di satu titik, perempuan itu terlihat begitu marah, hingga melepas tangan Sean mendadak. Anak lelaki itu spontan jatuh ke depan karena tak bisa menjaga keseimbangan. Sean berguling maju jatuh dari atas ketinggian tangga di depan rumah besar kediaman Wijaya. Anaknya berguling tak berdaya dan terluka parah!Dan Wijaya …. Meski pria itu marah pada Annie, tetapi itu hanya sebentar saja.Begitu Annie mengingatkannya tentang poin di surat warisan mengenai kematian Sean, pria itu terdiam. Wijaya langsung pa
Melihat pelukan penuh tangis itu, Emma bergerak cepat. Dia juga mempersilahkan Leo, ayah Gina, untuk masuk ke dalam kamar hotel sebelum ada mata-mata Wijaya yang melihat.“Apa yang terjadi, Gina? Kenapa segalanya jadi seperti ini?” tuntut Leo.Mata pria yang terkenal tegas itu terlihat sembab. Tampak, bahwa dia pun begitu sedih atas nasib putri dan cucunya.Melihat itu, Gina sontak menggeleng putus asa. “Ini semua salahku karena tidak memperjuangkan Sean.”“Kenapa Wijaya tiba-tiba menikah dengan artis itu? Bukankah kalian belum bercerai?” Kini, giliran Eli yang bertanya.“Dia sudah menceraikanku.” jawab Gina lesu.“Kurang ajar!” umpat Leo, “Berani-beraninya dia mencampakkan anak dan cucuku.”Leo mulai mengambil ponselnya, hendak menghubungi seseorang. Namun, Gina buru-buru merebut ponsel itu.“Papa, kumohon … ” Gina menggeleng. Meskipun sudah tidur seharian, nada suara Gina tetap menunjukkan depresi. “Biar Gina yang menyelesaikan semuanya,” lanjut Gina.“Apa yang akan kamu lakukan,
Deg!Meski terkejut, Fiona dengan cepat menormalkan diri. Sudah sepantasnya mereka menanyakan hal ini.Tersenyum tipis sambil menundukkan pandangannya, Fiona kemudian berbicara, “Nyonya Ajeng … saya pernah bekerja dua tahun untuk merawat ayah beliau yang sempat terkena stroke.”Damian terlihat mengangguk dan mengelus bagian belakang kepalanya–tampak kikuk. Sebenarnya, pria itu terpesona dengan kecantikan Gina yang sedang menyamar jadi Fiona ini. Namun, “Fiona” masih belum menyadari itu.Dia justru merasa Damian begitu lucu.‘Bagaimana orang sekejam Annie memiliki suami seperti ini?’ Fiona membatin sebelum sadar bahwa sudah terlalu lama keduanya terdiam di ruangan itu.“Saya harus mulai dari mana, Tuan Damian?” ujar Fiona pada akhirnya karena sejak tadi Damian tak bersuara. “Oh, iya,” Damian menegakkan duduknya. “Kamu wajib memasak untuk sarapan, makan siang dan makan malam. Tapi kalau Annie pulang telat, kamu harus menyiapkan makanan yang siap dihangatkan untuknya. Dan segala keperl