Tidak ada yang menyangka bila Andreas Ganitra-suami yang dikenal sangat setia dan selalu menghormati istrinya rupanya memiliki istri lagi atas perintah dari orang tuanya. Menikah secara diam-diam karena keluarganya menuntut untuk memiliki keturunan dari lelaki berusia tiga puluh tiga tahun itu. Sebab, sudah delapan tahun lamanya berumah tangga dengan Larrisa Putri Ayuni, tidak kunjung diberikan keturunan. Ayuni mengetahuinya. Dia meminta Andreas untuk menceraikan dirinya karena sudah merasa dikhianati. Andreas menolaknya. Pernikahan itu hanya pernikahan kontrak. Dia akan menceraikan Gita setelah memberinya keturunan. Namun, pertemuanya dengan Ryan mengubah segalanya. Ayuni yang dulu ingin menyerah dengan nasib buruknya itu, kembali bangkit karena hadirnya Baskara Alryandra di hidupnya. Mampukah Ryan memberi pelangi untuk Ayuni setelah badai dan topan menghadang perempuan itu?
View MoreDi bandara ….Perempuan itu tengah merenung memikirkan hal yang mengejutkan yang baru saja ia alami di hari ini. Selama ini dia selalu menutup telinga akan rumor itu. Namun, kini sudah tak perlu lagi menutupnya karena sudah melihat sendiri adegan mengejutkan itu.Suara pramugari memberi tahu keberangkatan menuju Australia sudah menggema. Ayuni kemudian beranjak dari duduknya dan menggeret koper, masuk ke bagian check in counter.“Mohon menunjukan passport-nya, Bu.”“Oh, iya tunggu sebentar.” Ayuni lupa mengeluarkan passport miliknya. Ia lantas membuka tasnya terlebih dahulu dan meminta yang lain dulu saja duluan.“Duh! Pake acara ketinggalan segala lagi,” gerutunya kemudian mengambil ponselnya karena passport miliknya tertinggal di rumah.“Halo, Vit. Elo lagi di mana? Gue mau minta tolong sama elo.” Ayuni menghubungi Vita.“Elaaah! Malam-malam gini elo mau minta tolong apaan lagi, Ayuni?”“Gue lupa bawa passport.” Ia lalu menoleh pada pesawat yang sudah terbang dan menghela napas pasr
Suasana tegang di kediaman Ryan membuat Melinda memijat pelipisnya setelah mendengar kabar dari Rini bila Ayuni sudah pergi dari Jakarta. Meninggalkan semua orang di sana termasuk Shakira.“Mel. Aku tidak tahu kalau Ryan yang ada di hotel itu. Karena tidak mungkin Ryan melakukan itu.” Irwan menjelaskan sekali lagi kepada Melinda yang tengah memijat-mijat keningnya.“Aku juga tidak percaya kalau Ryan melakukan itu. Aku tahu betul bagaimana sifat Ryan. Mana mungkin dia melakukan hal sebejad itu.” Melinda menghela napas kasar.“Mama Ayuni pergi bukan karena mau kerja ya, Oma?” Shakira menghampiri dan mendengar semua percakapan nenek dan kakeknya itu.Melinda menggeleng dengan pelan. “Bukan begitu, Sayan—““Papa udah menyakiti hati Mama Ayuni ya, Oma? Papa jahat! Papa udah janji nggak akan menyakiti hati Mama Ayuni! Huwaaaaa!”Shakira lantas menangis dengan sangat kencang. “Mama Ayuniiiiii!”Tangisan Shakira semakin menjadi sampai membuat Melinda sulit untuk menenangkan cucunya itu.“Ngga
Ayuni tersenyum miris sembari menahan air matanya yang hendak keluar dari pelupuk matantya.Dengan sekuat tenaganya, Ryan menyingkirkan tubuh Friska hingga perempuan itu terjungkal di bawah.“Awww!” pekiknya mengaduh.Ryan tak peduli. Ia memilih menghampiri Ayuni yang masih berdiri di ambang pintu kamar hotel itu.“Ayuni! Ini semua tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku bisa menjelaskan semu—“Plak!Dengan sangat kencang, perempuan itu menampar pipi Ryan hingga wajah itu berpaling karena tamparan yang cukup keras itu.Ryan menelan saliva dengan pelan kemudian menatap Ayuni dengan tatapan sayunya.“Silakan tampar aku sepuas kamu asalkan setelah ini kamu dengarkan penjelasan aku. Silakan, tampar lagi. Aku akan menerimanya.”“Bohong! Dia yang sudah menggoda saya dan meminta saya untuk memesan kamar hotel,” seru Friska membuat masalah itu semakin runyam.“Friska!” pekik Ryan tak terima dengan ucapan perempuan itu tadi. “Saya tidak pernah meminta kamu untuk memesan hotel!”“Buktinya, bukti
“Haah?” Biru membolakan matanya dengan tatapan pasrah kala melihat Ayuni yang sudah menggebu-gebu.Ia lalu menoleh cepat kepada Biru dan menarik kerah kemeja lelaki itu. “Dari tadi elo ngulur waktu gue karena sembunyiin sesuatu dari gue, kan? Jawab, Biru! Ryan bukan lagi meeting sama bapaknya, tapi lagi cek in sama anaknya! Iya?!”Suara teriakan Ayuni terdengar hingga keluar. Dokter Firman yang mendengarnya lantas segera masuk ke dalam ruangan keponakannya itu.“De—dengerin gue dulu, Ayuni. Gue nggak tahu menahu kalau soal cek ini itu. Sumpah, gue nggak tahu. Gue cuma diminta Ryan buat jangan kasih tahu elo kalau dia harus jemput tamu di hotel Livina sama Friska.”Dengan susah payah Biru menjelaskan kepada Ayuni. Sebab mengenai pembayaran kamar itu Biru tidak diberi tahu oleh lelaki itu.“Brengsek!” pekik Ayuni kemudian keluar dari ruangan tersebut. Melangkah dengan lebar dan masuk ke dalam lift.Hendak pergi ke hotel Livina di mana Ryan membayar bill cek ini kamar dan hanya satu kama
“Iyalah. Ngapain lagi gue ke sini? Mau ketemu sama elo? Dih. Gak ada gawe.”Biru menganga kemudian melirik ke arah Dokter Mia yang tengah berdiri di sampingnya yang baru saja memberikan dokumen jadwal operasi nanti malam.“Gue mau ke atas dulu.” Ayuni lantas meninggalkan Biru yang masih berdiri sembari menganga.“Tu—tunggu dulu, Ayuni.” Biru kemudian menarik tangan Ayuni yang hendak menekan tombol lift menuju lantai sepuluh.“Kenapa lagi sih?” tanya Ayuni kesal.“Ryan masih meeting sama Pak Rifky. Dia nggak ada di ruangannya. Mending elo tunggu di sini aja atau di kantin. Makan siang bareng gue.”Biru kemudian menarik napasnya lalu menerbitkan senyum kepada Ayuni.“Masih meeting? Lama banget.”“Yaa namanya juga meeting sama pemilik rumah sakit. Udah pasti lama.”“Sama cabe kriting juga?”Biru mengangguk pelan. “Ho’oh. Tapi, elo jangan nething dulu. Dua bulan lagi udahan jadi aspri-nya Ryan.”“Serius? Elo nggak bohong, kan?”“Kagak, Ayuni. Gue nggak pernah bohong sama elo. Ini makanan
Ryan kemudian menutup panggilan tersebut dan menghela napasnya dengan panjang.“Kenapa, Ryan?” tanyanya kemudian.Ryan menoleh kepada Ayuni sembari mengulas senyumnya. “Sarapan dulu aja. Nanti kita ngobrol setelah makan.”“Harus pulang sekarang juga?”“Nggak kok. Hanya diminta untuk menemuinya. Tapi, aku udah bilang lagi di Bandung. Dia paham, dan minta aku besok menemuinya.”“Beneran? Mau ngapain? Jodohin kamu sama anak kesayangannya?”“Nggak, Sayang. Kalaupun iya, aku akan menolaknya.”“Dia tajir lho, Ryan. Pewaris rumah sakit terbesar seantero Jakarta. Bahkan udah bangun di berbagai kota-kota besar di Indonesia. Kalau nggak salah, lagi debut ke Singapur dan Thailand juga.”Ryan menggeleng dengan pelan. “Nggak tertarik. Karena yang lebih menarik itu janda kembang.”Ayuni lantas memukul lengan Ryan. “Aslinya aku takut, kamu digaet cabe-cabean itu.”“Aku juga takut, kamu lebih percaya omongan orang dibanding aku.”Ayuni kemudian menatap Ryan yang tengah memasak nasi goreng itu. “Andai
Brak!Perempuan itu menarik napasnya dalam-dalam seraya menatap Biru dengan tatapan lekatnya. Sementara lelaki itu mengusapi dadanya karena terkejut.“Apa sih?” sentak Biru sembari menatap sengal wajah Dokter Mia yang bisa-bisanya masih pagi sudah membuat Biru terkejut.“Dokter Ryan ke mana? Saya habis dimaki-maki Bu Friska karena bawa laporan ini yang harusnya langsung dikasih ke Dokter Ryan.”Biru terdiam sejenak kemudian tertawa sembari mengusap wajahnya dengan pelan. “Dokter Ryan hari ini bolos. Lagi liburan sama ayangnya di Bandung. Nih!”Biru memperlihatkan postingan Ryan di medsos bersama dengan Ayuni di sebuah vila yang ada di Lembang.Dokter Mia mengangguk-anggukan kepalanya dengan pelan. “Pantesan asistennya ngamuk kayak gorilla. Ternyata tahu dari ini. Sengaja banget kayaknya diposting.”“Iya. Biar asisten ganjen itu berhenti goda Dokter Ryan. Dia udah bosen, risi dan pengen jambak itu perempuan. Dok? Nggak punya kenalan biar dia insyaf gitu?”Dokter Mia menggelengkan kepal
Ayuni meregangkan otot-ototnya setelah delapan jam lamanya tertidur pulas di rumah barunya. Entah sampai kapan ia akan tinggal di sana. Mungkin sampai masa idahnya selesai setelah bercerai dengan Andreas.“Selamat pagi.”Ayuni terperanjat kaget mendengar suara lembut di sampingnya. “Ryan. Ngapain kamu di sini?”Ryan kemudian menghela napasnya dengan panjang. “Kamu sendiri yang telah memberiku akses keluar masuk rumah baru kamu. Sejak lima belas menit yang lalu, aku sudah di sini. Bawa sarapan untuk kamu.”Ryan memberikan kotak makan berisi sandwich di dalamnya. “Mandi dulu. Setelah itu sarapan. Aku mau minta tolong sama kamu.”“Minta tolong apa?” tanyanya ingin tahu.“Cintai aku seperti dulu.”Ayuni mengerutkan keningnya mendengar ucapan Ryan yang mendadak membahas masa lalunya.“Maksudnya? Kok tiba-tiba ngomong kayak gini?” Ayuni tampak bingung.Ryan kemudian memberikan diary milik Ayuni kepada si empunya.“Lho! Kok diary aku ada di kamu?” Ayuni terkejut sembari mengambil diary itu.
Dua puluh lima tahun kemudian ….“Ar?”Arumi yang tengah mengusapi kepala patung di ruang lab kemudian menoleh kepada Ryan. “Heum? Kenapa? Mau ngasih cokelat batang lagi?”Ryan terkekeh pelan. “Bukan. Mama sama papa kamu ada di rumah?”Arumi mengedip-ngedipkan matanya. “Ada sih. Tapi, mau ngapain nanyain Mama sama Papa? Mau minta uang jajan?”Ryan lantas menggetok kening Arumi. “Aku udah jadi dokter di rumah sakit harapan. Udah diterima lewat jalur khusus.”“Anjir. Udah mau kerja aja. Baru juga lulus. Tungguin dulu kek.”Ryan menyunggingkan senyum. “Nggak, aah. Males. Kelamaan kalau nunggu kamu. Malesin.”Arumi kemudian mengerucutkan bibirnya. “Terus, mau ngapain nanya mereka? Tapi, kebetulan lagi ada di rumah sih.”Ryan kemudian menghela napasnya dengan panjang. “Ar. Kayaknya pacaran doang nggak ada faedahnya, ya
“Apa yang terjadi?” tanyanya dengan suara yang menyeret bayang-bayang kekhawatiran, matanya menembus ruang, mencari jawaban di wajah perawat yang membawa Ayuni.Lelaki berusia tiga puluh tiga tahun itu mengerutkan keningnya, betapa terkejutnya ia ketika pandangannya jatuh pada wajah Ayuni yang berlumuran darah.“Kecelakaan, Dok. Sepertinya pasien habis minum-minum,” jawab perawat yang membawa Ayuni.“Biar saya saja,” ucapnya, nada suaranya memotong keheningan seperti pedang yang membelah kabut.Ia mengangkat tangan, menghentikan dokter lain yang hendak memeriksa keadaan Ayuni yang kini tergeletak tak sadarkan diri, seperti boneka rusak yang kehilangan daya tariknya.“Sus. Siapkan dua kantong darah O. Pasien mengalami pendarahan yang cukup fatal,” titahnya, sementara tangannya bergerak cepat tetapi lembut, mengelap darah dari wajah Ayuni.“Ada apa denganmu, Ayuni?” bisiknya dengan nada yang nyaris seperti doa, seraya menatap wajah Ayuni yang tampak begitu jauh, seolah berada di dunia y...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments