“Sampai kapan pun aku tidak akan pernah menceraikan kamu, Ayuni!” tegas Andreas, suaranya menggema seperti dentuman palu yang mematahkan harapan terakhir.
“Apa kamu bilang?! Mas!” Ayuni memegang kepalanya yang kembali berdenyut sakit, seperti ribuan paku menghujam tengkoraknya.
Ryan bergegas masuk, langkahnya seperti badai yang membawa ketenangan. Ia menekan tombol di belakang bangsal, merebahkan tubuh Ayuni dengan lembut, seolah mencoba menenangkan lautan yang sedang bergolak.
“Kondisi kamu masih lemah, Ayuni. Jangan dulu berteriak-teriak seperti itu,” ucap Ryan, nadanya seperti suara hujan yang menenangkan di tengah malam.
Air mata Ayuni berlinang tanpa henti, mengalir seperti sungai yang membawa beban luka yang tak kunjung sembuh. Ia mengusap air matanya dengan lemah, kemudian menghela napas panjang, berat, seolah mencoba mengeluarkan semua rasa sakit dari dalam dadanya. “Tinggalkan aku sendiri di sini. Aku tidak ingin bicara dengan siapa pun, termasuk Andreas!”
“Sayang. Kenapa kam—“
“Andreas. Sebaiknya turuti perintah Ayuni. Biarkan kondisinya pulih terlebih dahulu,” Ryan menyela, nadanya tegas namun tetap lembut.
Andreas akhirnya melangkah keluar, langkahnya pelan dan berat, seperti membawa beban seluruh dunia di pundaknya.
“Sudah kan, memeriksanya? Aku ingin istirahat, Ryan. Jangan biarkan Andreas kemari lagi. Aku tidak ingin melihatnya lagi.”
Ryan menghela napasnya kemudian menarik selimut hingga ke dada Ayuni. Perempuan itu lantas menoleh dan menatap Ryan yang tengah mengulas senyum tipis kepadanya.
“Istirahatlah. Kamu memang butuh istirahat.” Ryan kemudian keluar dari ruangan tersebut.
Menghampiri Andreas yang masih di sana bersama dengan Dhita dan juga Vita.
“Andreas. Kenapa kamu tidak memberi tahu aku sebelumnya kalau kamu menikah lagi? Wanita mana yang tidak sakit hati mendengar kabar orang yang dia cintai menikah lagi tanpa sepengetahuan dia?”
Andreas kemudian menoleh pelan kepada Ryan yang berdiri di sampingnya. “Karena aku tidak pernah menganggap pernikahan itu ada. Aku tidak pernah berniat mengkhianatinya. Kamu tidak tahu apa-apa, Ryan.”
“Tapi, Ayuni menganggapnya bahkan dia tidak mau melihatmu lagi, Andreas. Itu artinya, luka dalam hatinya sangat dalam. Kamu telah mematahkan hati seorang perempuan dengan cara yang cukup hina menurutku.
“Kalau kamu masih menganggap Ayuni sebagai istrimu. Apa pun yang terjadi, diizinkan atau tidak, kamu harus tetap memberi tahunya. Kalau sudah seperti ini, kamu sendiri yang merugi. Kamu akan kehilangan cinta, kebahagiaan dan semua yang sudah kalian lalui selama delapan tahun itu.”
Andreas kemudian beranjak dari duduknya. Menatap lekat wajah Ryan dengan deru napas yang menggebu.
“Apa urusanmu bicara seperti itu padaku?” tanya Andreas tampaknya tak suka dengan ucapan Ryan yang terdengar tengah menyudutkan dirinya.
Ryan menelan saliva dengan pelan lalu tersenyum tipis. “Ya. Aku memang tidak pantas ikut campur dengan urusan rumah tangga kalian. Aku hanya tidak tega melihat Ayuni disakiti oleh suaminya sendiri.”
Ryan kemudian pamit pergi dari sana meninggalkan Andreas dengan kekecewaan yang mendalam di hatinya. Bisa-bisanya Andreas melukai hati Ayuni yang begitu tulus mencintainya.
Andreas kembali masuk ke dalam ruang rawat Ayuni dan menghampirinya dengan wajah memelasnya.
“Sayang—"
“Jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi. Semuanya sudah selesai. Apa lagi yang kamu harapkan dari aku? Bahkan papa kamu sendiri yang sudah mengusirku, menempatkan Gita di dalam rumah itu!”
Ayuni kemudian membuang muka lagi setelah memotong ucapan Andreas. Keputusannya sudah bulat, tak mau mengambil program tersebut.
Lelaki itu kemudian meraup wajahnya dengan kasar. “Tapi, Ayuni ….” Andreas menghela napas dengan pelan.
“Kamu akan berhenti mengejarku bila tahu yang sebenarnya, Mas. Tapi, itu tidak penting. Jangankan kondisiku, pernikahan kita pun tidak ada artinya bagi kamu.”
Andreas kemudian duduk lemas di samping sang istri. “Maafkan aku, Ayuni. Aku ingin memperbaiki rumah tangga kita lagi. Aku mencintaimu, Sayang. Sungguh.” Andreas berucap dengan pelan.
Ayuni menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Aku sudah tidak percaya dengan kata-kata dari mulutmu itu. Pergilah! Sudah tidak ada kata kita lagi. Jangan mengikatku. Lepaskan aku dan lanjutkan bahagia itu dengan istri barumu.”
Andreas menggeleng lagi. “Bahagiaku hanya bersamamu, Ayuni.”
“Bulshit! Ucapanmu hanya membuatku ingin tertawa mendengarnya, Mas. Sudahlah, tidak perlu banyak mengumbar cinta kalau pada akhirnya kamu menyalahgunakan hal itu dengan cara berkhianat.”
Andreas mencoba meraih tangan Ayuni. Ingin sekali menggenggam tangan perempuan itu karena merindukannya.
Namun, tentu saja Ayuni menepisnya. Sebab tidak ingin disentuh lagi oleh lelaki yang telah menanamkan pedih dalam hatinya.
“Pergi, Mas! Kehadiran kamu di sini hanya memperlambat kesembuhanku!” sengalnya kemudian.
Andreas hanya menelan salivanya mendengar ucapan sarkas dari Ayuni. Sudah tidak ada kata damai lagi dalam hidup Ayuni untuk Andreas.
“Apa yang kamu sembunyikan selama ini, Ayuni? Andai aku mengetahuinya, mungkin perni—“
“Aku menyembunyikan itu semua karena aku tidak ingin kamu merasa bersalah atas apa yang telah kamu buat ke aku, Mas!” ucap Ayuni dengan mata menatap nanar wajah Andreas.
“Kenapa kamu bicara seperti itu, Sayang?”
“Aku menolak program itu karena tidak akan bisa tumbuh di rahimku. Jangan berharap banyak padaku dan tetaplah bersama dengan Gita. Aku … aku sudah tidak sempurna. Rahimku mengalami infeksi.”
Andreas mengerutkan keningnya. Bingung dengan ucapan dari istrinya itu. “Maksudmu apa, Ayuni?”
Perempuan itu mengusap wajahnya lalu menghela napasnya dengan pelan. “Kita sempat hampir memiliki anak. Tapi, keguguran.”
“Ke—kenapa kamu baru memberitahuku, Ayuni?” Andreas cukup lemas mendengar pernyataan dari Ayuni bahwa mereka sempat hampir memiliki anak.“Aku … aku keguguran dan tidak bisa memiliki anak dalam waktu yang panjang.” Ayuni mengusap air mata di pipinya.“Aku sudah pasrah, Mas. Sudah menerima keadaan bila nanti kita harus berpisah. Tapi, kamu sendiri yang memilih bertahan denganku. Karena ulah kamu juga karena terlalu semangat bila sedang menyentuhku.”Ayuni kemudian mengusap air mata yang jatuh di pipinya. Sakit rasanya memberi tahu apa yang sebenarnya tengah dia alami. Menyimpan semua rahasia itu seorang diri karena tidak ingin melukai perasaan Andreas.“Aku pernah meminta kita untuk berpisah. Tapi, kamu berjanji akan menerima aku apa adanya. Kenyataannya tidak seperti itu. Meski pernikahan itu bukan inginmu, tapi kamu sudah mengingkarinya.”Ayuni kembali berbicara. Ia kemudian menatap Andreas dengan mata sayunya. “Aku ingin cerai, Mas. Lepaskan aku agar aku tidak menjadi beban kamu lag
Vita terdiam sejenak kemudian menghela napas kasar. “Tahu. Orang tua Ayuni juga tahu. Hanya Andreas yang nggak tahu karena saat itu memang usia kandungannya baru tiga minggu.”“Seharusnya Andreas diberitahu.”“Harusnya. Tapi, Ayuni juga harus ngasih tahu kalau dia dijaga. Lima tahun lamanya, Ryan. Udah lima tahun Ayuni dijaga karena kondisi rahimnya nggak baik kalau hamil lagi. Ayuni sempat kok, minta cerai sama Andreas.“Tapi dianya yang nggak mau dan akan menerima Ayuni apa adanya. Eeh! Ternyata semuanya bulshit. Dia nikah lagi bahkan tanpa sepengetahuan Ayuni. Kan kampret. Ayuni sempat mikir, katanya itu karma buat dia karena udah merahasiakan penyakit dia.”Ryan menghela napas dengan pelan. “Sebenarnya Ayuni masih mencintai suaminya, kan?”Vita mengendikan bahunya. “Entah. Hanya Ayuni yang tahu kalau soal itu.”Ryan tersenyum tipis kemudian pamit pergi. Pun dengan Vita yang akhirnya mengurungkan diri untuk menjenguk Ayuni sebab perempua itu rupanya sudah tidur.**Waktu sudah men
Di taman kota dekat permainan anak-anak, Ayuni duduk di kursi panjang menunggu Ryan dan juga Shakira yang ingin bertemu dengannya.Ya. Ayuni memilih bertemu dengan Shakira yang ingin bertemu dengannya. Entah memang Shakira yang ingin bertemu, atau Ryan sendiri yang ingin kembali menemui perempuan itu.“Hei! Sorry banget, baru sampai.” Ryan menghampiri Ayuni kemudian mengulas senyumnya.“Eh! Iya, nggak apa-apa.” Ayuni kemudian mengusapi pucuk kepala Shakira. “Halo, anak manis. Namanya Shakira, yaa?”Shakira mengangguk. “Halo, Tante. Tante namanya Ayuni, yaa? Cantik banget, mirip Mama.”Ayuni tersenyum malu-malu mendengar ucapan Shakira. “Shakira juga cantik. Mirip sekali sama mamanya.” Ayuni mengusapi pucuk kepala anak kecil itu.Ayuni kemudian menatap Ryan yang tengah menatapnya juga. “Eh! Kacamatanya ke mana? Kok nggak dipake?”“Hanya kalau lagi kerja saja. Kalau di luar, males pake.”Ayuni manggut-manggut. “Sini, duduk, Sayang. Kamu baru pulang sekolah, yaa?” tanyanya kepada Shakira
“Keterlaluan kamu, Ayuni! Kamu bilang akan pulang. Tapi kenapa malah ke sini sama dia?” pekik Andreas naik pitam kala melihat dengan mata kepalanya sendiri bila Ayuni memang benar tengah bersama dengan Ryan.Ayuni menghela napas pelan. “Aku, keterlaluan? Kamu sendiri, harus disebut dengan apa kalau aku makan siang aja disebut keterlaluan? Sementara kamu, menikah lagi tanpa seizing aku. Lebih dari keterlaluan, kan?”Andreas lantas menyeret tangan Ayuni, membawa perempuan itu keluar dari resto tersebut dengan langkah lebarnya.Ryan kemudian mengejarnya. Menarik tangan Ayuni yang mengaduh sakit karena genggaman tangan yang erat.“Tidak baik memperlalukan wanita seperti itu, Andreas!” ucap Ryan sembari melepaskan tangannya dari tangan Ayuni.“Kamu tidak usah ikut campur, Ryan! Hubungan kalian hanya sampai di rumah sakit saja. Kamu hanya dokter yang merawat dia! Di luar itu, kalian tidak perlu bertemu apalagi sampai makan siang bersama!” pekik Andreas begitu marah.Ryan tersenyum tipis men
“Sudahlah, Ayuni. Kamu jangan seperti ratu yang semuanya ingin dituruti. Memangnya kamu bisa, menuruti keinginan Mas Andreas dan orang tuanya? Nggak, kan?”Ayuni menoleh kemudian menatap Andreas lagi. “Mas. Kamu bohong sama aku, huh? Kamu bohong, kalau dia udah nggak tinggal di sini lagi? Kurang ajar kamu, Mas! Aku mau kembali lagi ke sini karena kamu bilang dia sudah tidak tinggal di sini!”Ayuni geleng-geleng kemudian keluar lagi dari rumah itu.Andreas lantas mengejar Ayuni dan menarik tangan itu.“Lepas, Mas! Kamu sudah menyakiti tanganku di resto tadi. Kamu nggak lihat, luka karena kuku kamu di sini?” pekik Ayuni naik pitam.“Jangan pergi lagi aku mohon, Ayuni. Aku sudah membawanya perg—““Kalau memang sudah tidak tinggal di sini, kenapa dia masih ada di sini? Aku nggak akan pernah menginjakan kaki di sini lagi kalau ada dia!” ucapnya tegas.“Taksi!” Ayuni segera masuk ke dalam taksi tanpa peduli dengan Andreas yang berteriak memanggil namanya.“Ke mana, Bu?” tanya sopir itu.“Fl
“Saya ingin mengajukan cuti selama lima hari, Dok,” ucap Ryan pada Damian—pemilik rumah sakit tersebut.“Lama sekali. Mau ke mana, Dok? Mendadak sekali,” tanya Damian terheran-heran mendengar pengajuan cuti Ryan selama lima hari. Sebab tidak biasanya Ryan mengambil cuti selama itu.“Ya. Ada yang mesti saya lakukan di luar sana. Nanti tugas saya dialihkan pada Dokter Firman.”Damian menatap Ryan dengan lekat. “Mau ke mana, Dok? Nikah lagi, yaa?”Ryan terkekeh pelan kemudian menggeleng dengan pelan. “Tidak, Pak. Hanya ingin liburan saja. Menenangkan diri sejenak.”Damian manggut-manggut. “Beri izin. Saya ACC.”“Baiklah. Isi form-nya saja, Dok,” ucap Dokter Haris—kepala rumah sakit di sana.“Terima kasih, Dok. Pak Damian. Kalau begitu, saya pamit. Ada satu pasien yang mesti saya periksa.”Ryan kemudian keluar dari ruangan pimpinan di sana dan melangkah dengan lebar menuju ruangannya. Hendak mengisi form cuti meski hanya lima hari.Ia kemudian menghubungi Ayuni—berharap perempuan itu mau
Hari terakhir di Maldives ….Tampak Shakira tengah asyik bermain di pesisir pantai dengan riangnya. Ia yang sudah merindukan liburan itu akhirnya bisa menikmati waktu liburan dengan riang gembira.“Kamu mau tinggal di apartemen atau kembali ke rumah suamimu?” tanya Ryan kepada Ayuni yang tengah memasukan bajunya ke dalam koper.Ayuni mengendikan bahunya. “Entahlah. Aku bingung, Ryan. Seperti sudah tidak punya arah dan tujuan. Aku belum bisa menerima kehadiran Gita. Rasanya aneh saja kalau aku tinggal bersama dengan maduku.”Ryan menyunggingkan senyum tipis. “Aku ngerti perasaan kamu, Ayuni. Sebaiknya kamu tinggal di apartemen saja kalau memang Gita masih ada di rumah kalian.”Ayuni mengangguk kemudian mengulas senyumnya. “Iya. Kalian boleh main kapan pun ke sana. Kalau Shakira lagi kangen sama aku. Shakira anak yang baik dan periang. Mungkin karena aku memang menyukai anak kecil, merasa nyaman aja main sama Shakira.”Ryan kembali mengulas senyumnya. “Aku ingin berteman denganmu dan ti
“Kamu yang udah milih untuk nikah secara diam-diam. Dan sekarang kamu juga yang kayak orang gila,” sengal Malik—pria yang memberi tahu tentang pernikahan Andreas dan Gita.Andreas kemudian menghela napas kasar. “Kamu kan, yang udah kasih tahu dia soal itu? Kenapa sih, harus dikasih tahu?”“Dia nanya. Yaa aku jawab. Batin istri itu kuat, Andreas. Mau kamu sembunyikan sekuat tenaga pun dia pasti tahu kebenarannya. Ya udah, mending sekalian aja aku kasih tahu.”Andreas berdecak pelan lalu menuangkan beer kembali ke dalam gelasnya. Dan meneguknya dalam satu tegukan.“Aku nggak mau pisah sama Ayuni. Aku nggak berniat punya dua istri. Itu semua hanya perintah dari Mama dan Papa aja.”“Karena mereka cuma punya kamu doang, Andreas. Mereka butuh keturunan dari kamu. Ayuni kenapa sih, nggak bisa punya anak?”Andreas menghela napas kasar. “Rahimnya luka. Tuba falopinya tersumbat. Nggak bisa hamil dengan normal. Kalau hamil, akan membahayakan kondisinya.”Malik menganga mendengarnya. “Cukup berba
Satu bulan berlalu ….Ryan dan Ayuni masih terpisah jarak yang cukup jauh. Hanya bertukar kabar melalui orang tua Ayuni sebab hingga kini perempuan itu masih enggan menghubungi lelaki itu.Di sebuah pantai yang cukup indah. Australia memang terkenal dengan pantai-pantainya yang indah. Ayuni tengah duduk di pesisir pantai sembari memandang ombak yang menggulung dengan indahnya.“Kok kayak kenal,” gumam seseorang kala melihat Ayuni seorang diri di sana.“Ayuni?”Perempuan itu lantas menoleh dengan pelan. “Lho! Mas Andreas?” Ayuni menunjuk lelaki itu hingga Andreas ikut duduk di samping Ayuni.“Kamu lagi ngapain di sini? Liburan? Sendirian? Nggak sama Ryan? Atau lagi bulan madu?”Ayuni menghela napas kasar. “Nggak. Nikah aja belum.”“Kenapa?” tanyanya tak tahu.“Kamu ini gimana sih! Gara-gara kamu juga, menunda-nunda cerai. Ada masa idah yang mengharuskan aku untuk menunda pernikahan. Selama tiga bulan. Sisa sebulan lagi. Baru bisa menikah!” sengal Ayuni kesal.Andreas lantas tertawa. “Y
“Pak Damian! Dengarkan saya dulu. Saya sudah mencegahnya dan melarang dia untuk resign. Tapi, sudah dua minggu ini dia tidak pernah datang.”Rifky mencoba menjelaskan kepada Damian karena diamuk telah membiarkan Ryan mengundurkan diri di sana.“Ya sudah! Sekarang jelaskan kenapa Dokter Ryan mengundurkan diri? Kalau tidak ada alasan yang membuatnya mengundurkan diri, dia tidak akan melakukan itu!” pekik Damian lagi.“Pak Edrick di mana? Rasanya percuma, saya bicara dengan Anda!” Damian lantas mengambil ponselnya dan menghubungi orang kepercayaannya di sana.“Ke ruangan saya sekarang juga!” titahnya kemudian menutup panggilan tersebut.Tak lama setelahnya, Biru dan Dokter Firman masuk ke dalam ruangan Ryan. Menghampiri Damian untuk memberi tahu alasan mengapa Ryan mengundurkan diri.“Saya tahu, alasan Dokter Ryan mengundurkan diri, Pak Damian,” kata Dokter Firman kepada Damian.Rifky menolehkan kepalanya kepada Dokter Firman. “Tahu apa, Anda? Saya tahu, Anda sahabatnya Pak Ryan.”Dokter
Dua minggu berlalu ….Ayuni masih berada di Sidney, Australia. Bersama dengan orang tuanya yang masih berada di sana. Rini menyusul anaknya satu minggu setelah Shakira sudah diperbolehkan pulang.“Kondisi Shakira sudah membaik, Ma?” tanya Ayuni yang sebenarnya mengkhawatirkan anak itu.“Sudah, Ay. Dia sudah diperbolehkan pulang makanya Mama bisa ke sini menemui kamu dan papa kamu. Shakira masih mencari keberadaan kamu. Meskipun Mama sudah kasih tahu kamu selamat, tapi dia masih ingin bertemu sama kamu.”Ayuni menelan saliva dengan pelan seraya menatap foto Shakira di ponselnya. “Aku juga rindu. Udah dua minggu nggak pernah lihat dia. Yang penting sekarang dia udah sehat, Ma.”Rini mengangguk sembari mengulas senyumnya. “Iya, Nak. Shakira tinggal bersama Mama Melinda. Sampai kamu kembali, Shakira tidak mau bertemu dengan papanya. Dia sudah memutus hubungan dengan papanya. Dia bilang begitu. Ada lucunya dan juga sedihnya.”Ayuni menghela napasnya dengan panjang. “Gimana kabar dia, Ma?”
Shakira sudah sadarkan diri. Akan tetapi, anak kecil itu tidak mau bertemu dengan papanya lagi karena sudah membuatnya kehilangan Ayuni untuk selamanya.Ryan tidak diberi akses masuk ke dalam ruang rawat anaknya sendiri karena permintaan dari Shakira sendiri. Hati Ryan benar-benar hancur berkeping-keping karena telah dibenci dan tidak diterima kehadirannya oleh anaknya sendiri.Di kediaman Ryan ….Lelaki itu tengah mengenakan kemeja hitam dengan celana senada. Hendak pergi ke rumah sakit, menemui sang pemilik rumah sakit di mana ia bekerja.“Kamu mau ke mana?” tanya Melinda kepada sang anak yang tengah mengambil kunci mobilnya.“Mau ke rumah sakit, Ma. Mengundurkan diri dari jabatan itu dan tidak akan menjadi dokter di sana lagi,” jawabnya dengan pelan.Melinda menelan saliva dengan pelan. “Nak. Ayuni masih hidup. Dia gagal naik pesawat karena lupa bawa passpor. Rini baru saja memberi tahu Mama tadi pagi.”Ryan menoleh cepat kepada sang mama. “Mama tidak bercanda, kan?”“Tidak, Nak. M
Di bandara ….Perempuan itu tengah merenung memikirkan hal yang mengejutkan yang baru saja ia alami di hari ini. Selama ini dia selalu menutup telinga akan rumor itu. Namun, kini sudah tak perlu lagi menutupnya karena sudah melihat sendiri adegan mengejutkan itu.Suara pramugari memberi tahu keberangkatan menuju Australia sudah menggema. Ayuni kemudian beranjak dari duduknya dan menggeret koper, masuk ke bagian check in counter.“Mohon menunjukan passport-nya, Bu.”“Oh, iya tunggu sebentar.” Ayuni lupa mengeluarkan passport miliknya. Ia lantas membuka tasnya terlebih dahulu dan meminta yang lain dulu saja duluan.“Duh! Pake acara ketinggalan segala lagi,” gerutunya kemudian mengambil ponselnya karena passport miliknya tertinggal di rumah.“Halo, Vit. Elo lagi di mana? Gue mau minta tolong sama elo.” Ayuni menghubungi Vita.“Elaaah! Malam-malam gini elo mau minta tolong apaan lagi, Ayuni?”“Gue lupa bawa passport.” Ia lalu menoleh pada pesawat yang sudah terbang dan menghela napas pasr
Suasana tegang di kediaman Ryan membuat Melinda memijat pelipisnya setelah mendengar kabar dari Rini bila Ayuni sudah pergi dari Jakarta. Meninggalkan semua orang di sana termasuk Shakira.“Mel. Aku tidak tahu kalau Ryan yang ada di hotel itu. Karena tidak mungkin Ryan melakukan itu.” Irwan menjelaskan sekali lagi kepada Melinda yang tengah memijat-mijat keningnya.“Aku juga tidak percaya kalau Ryan melakukan itu. Aku tahu betul bagaimana sifat Ryan. Mana mungkin dia melakukan hal sebejad itu.” Melinda menghela napas kasar.“Mama Ayuni pergi bukan karena mau kerja ya, Oma?” Shakira menghampiri dan mendengar semua percakapan nenek dan kakeknya itu.Melinda menggeleng dengan pelan. “Bukan begitu, Sayan—““Papa udah menyakiti hati Mama Ayuni ya, Oma? Papa jahat! Papa udah janji nggak akan menyakiti hati Mama Ayuni! Huwaaaaa!”Shakira lantas menangis dengan sangat kencang. “Mama Ayuniiiiii!”Tangisan Shakira semakin menjadi sampai membuat Melinda sulit untuk menenangkan cucunya itu.“Ngga
Ayuni tersenyum miris sembari menahan air matanya yang hendak keluar dari pelupuk matantya.Dengan sekuat tenaganya, Ryan menyingkirkan tubuh Friska hingga perempuan itu terjungkal di bawah.“Awww!” pekiknya mengaduh.Ryan tak peduli. Ia memilih menghampiri Ayuni yang masih berdiri di ambang pintu kamar hotel itu.“Ayuni! Ini semua tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku bisa menjelaskan semu—“Plak!Dengan sangat kencang, perempuan itu menampar pipi Ryan hingga wajah itu berpaling karena tamparan yang cukup keras itu.Ryan menelan saliva dengan pelan kemudian menatap Ayuni dengan tatapan sayunya.“Silakan tampar aku sepuas kamu asalkan setelah ini kamu dengarkan penjelasan aku. Silakan, tampar lagi. Aku akan menerimanya.”“Bohong! Dia yang sudah menggoda saya dan meminta saya untuk memesan kamar hotel,” seru Friska membuat masalah itu semakin runyam.“Friska!” pekik Ryan tak terima dengan ucapan perempuan itu tadi. “Saya tidak pernah meminta kamu untuk memesan hotel!”“Buktinya, bukti
“Haah?” Biru membolakan matanya dengan tatapan pasrah kala melihat Ayuni yang sudah menggebu-gebu.Ia lalu menoleh cepat kepada Biru dan menarik kerah kemeja lelaki itu. “Dari tadi elo ngulur waktu gue karena sembunyiin sesuatu dari gue, kan? Jawab, Biru! Ryan bukan lagi meeting sama bapaknya, tapi lagi cek in sama anaknya! Iya?!”Suara teriakan Ayuni terdengar hingga keluar. Dokter Firman yang mendengarnya lantas segera masuk ke dalam ruangan keponakannya itu.“De—dengerin gue dulu, Ayuni. Gue nggak tahu menahu kalau soal cek ini itu. Sumpah, gue nggak tahu. Gue cuma diminta Ryan buat jangan kasih tahu elo kalau dia harus jemput tamu di hotel Livina sama Friska.”Dengan susah payah Biru menjelaskan kepada Ayuni. Sebab mengenai pembayaran kamar itu Biru tidak diberi tahu oleh lelaki itu.“Brengsek!” pekik Ayuni kemudian keluar dari ruangan tersebut. Melangkah dengan lebar dan masuk ke dalam lift.Hendak pergi ke hotel Livina di mana Ryan membayar bill cek ini kamar dan hanya satu kama
“Iyalah. Ngapain lagi gue ke sini? Mau ketemu sama elo? Dih. Gak ada gawe.”Biru menganga kemudian melirik ke arah Dokter Mia yang tengah berdiri di sampingnya yang baru saja memberikan dokumen jadwal operasi nanti malam.“Gue mau ke atas dulu.” Ayuni lantas meninggalkan Biru yang masih berdiri sembari menganga.“Tu—tunggu dulu, Ayuni.” Biru kemudian menarik tangan Ayuni yang hendak menekan tombol lift menuju lantai sepuluh.“Kenapa lagi sih?” tanya Ayuni kesal.“Ryan masih meeting sama Pak Rifky. Dia nggak ada di ruangannya. Mending elo tunggu di sini aja atau di kantin. Makan siang bareng gue.”Biru kemudian menarik napasnya lalu menerbitkan senyum kepada Ayuni.“Masih meeting? Lama banget.”“Yaa namanya juga meeting sama pemilik rumah sakit. Udah pasti lama.”“Sama cabe kriting juga?”Biru mengangguk pelan. “Ho’oh. Tapi, elo jangan nething dulu. Dua bulan lagi udahan jadi aspri-nya Ryan.”“Serius? Elo nggak bohong, kan?”“Kagak, Ayuni. Gue nggak pernah bohong sama elo. Ini makanan