Share

2. Pernikahan

Pagi ini, Shafa nampak begitu gugup dan tidak tenang. Pasalnya hari ini dia akan dipertemukan dengan calon suaminya yang tidak pernah ia kenal sebelumnya dan mereka akan langsung menikah. Shafa bertanya-tanya, akankah calon suaminya adalah seorang pria tua. Memikirkan hal itu, Shafa rasanya ingin kabur. Namun, tentu saja dirinya tidak tega melakukan hal itu karena sudah bisa dipastikan ayahnya akan langsung segera dijebloskan ke penjara.

Shafa hanya bisa berdoa dalam hati, bahwa siapa pun calon suaminya nanti adalah pria yang baik.

“Shafa, kita sudah sampai,” Malik menepuk lembut tangan Shafa, membuatnya tersadar dan segera ikut turun dari mobil jemputan yang diberikan oleh Nalani untuk keluarganya pagi tadi.

Mata Shafa membulat tak percaya begitu melihat bangunan di depannya. Rumah yang tampak megah dan elegan, menunjukan status sosial calon suaminya yang begitu kaya dan berkuasa. Shafa menelan ludah dengan berat, namun berusaha untuk tampak tenang.

Wajah Naura, kakak tirinya terlihat begitu bahagia sejak pagi, karena tahu bahwa Shafa lah yang diminta menggantikan dirinya. Meskipun pria yang akan dinikahi adalah pria kaya, namun status istri kedua dan cacat membuat Naura merasa enggan dan meminta Fariha untuk menumbalkan Shafa.

Begitu masuk ke dalam ruang tengah, mereka semakin terkagum. Interior dan furniture mewah dapat dilihat di setiap sudut rumah. Para pelayan menyapa mereka dengan penuh keramahan.

“Kalian sudah sampai? Selamat datang di kediaman Dewananda,” sambut Nalani. Suaranya terdengar begitu lembut dan ramah, namun juga terdengar berwibawa. Malik dan Fariha langsung begitu rendah diri dihadapannya dan membungkuk hormat.

“Mari kita dukuk!” Mereka kemudian duduk di ruang makan yang sudah tersaji begitu banyak hidangan.

“Jadi, kamu adalah Shafana?” tanya Nalani.

Shafa mengangguk dan terlihat senyum lembut dari Nalani. Tak lama kemudian terdengar suara roda memasuki ruangan.

Mata Shafa langsung terpaku pada sosok pria yang duduk di kursi roda itu. Seorang pria yang terlihat begitu tampan dan berwibawa. Rahangnya yang tegas dan sorot mata yang tajam menambah pesona pria itu. Shafa bahkan tak percaya jika pria itu buta, jika tidak diberitahu oleh keluarganya.

Sayangnya meskipun pria itu nampak sempurna, Shafa merasa aura pria itu begitu mengintimidasi dirinya. Dibelakang pria itu, nampak seorang wanita cantik dan elegan yang mendorong kursi roda. Wajahnya menunjukan raut tidak suka begitu bertatapan dengan Shafa.

“Ini adalah Dewa. Dewa ini adalah Shafa, calon istrimu.” Nalani mengenalkan.

Dewa nampak diam tidak menunjukan ekspresi apa pun.

“Tinggalkan kami. Aku ingin berbicara berdua saja dengannya.” Suara berat Dewa membuat semua orang di ruangan menahan nafas.

Hanya Nalani yang akhirnya berani membuka suara, “Baik, kalau begitu mari kita keluar dulu. Mungkin Dewa ingin mengenal Shafa sebelum menikah sebentar lagi.”

Satu per satu dari mereka meninggalkan ruangan. Membuat Shafa semakin merasa cemas karena kini hanya tinggal dirinya bersama dengan Dewa.

“Dengar, saya tahu kamu dijual oleh keluargamu untuk mengganti rugi karena ayahmu telah menggelapkan uang perusahaan. Jadi jangan berharap banyak pada pernikahan ini!” Suara tegas Dewa awalnya membuat Shafa takut, namun mendengar tuduhan pria itu pada ayahnya, membuat Shafa merasa tidak senang.

“Ayahku tidak menggelapkan uang perusahaan. Ia dijebak dan seharusnya kalian dapat mengeceknya dengan benar,” tegas Shafa. Dewa menarik sudut bibirnya. Baginya, Shafa cukup menarik, karena seumur hidup Dewa tidak ada yang berani membantah ucapannya.

Melihat Dewa yang nampak diam, membuat Shafa merasa gugup. Hanya saja dirinya tidak bisa membiarkan orang berpikir bahwa ayahnya melakukan kejahatan itu, di saat sebenarnya tidak.

"Saya tidak perduli. Dan mulai sekarang kamu harus patuh pada setiap perkataan saya.” Tanpa bisa dibantah, Dewa menekankan setiap perkataannya pada Shafa.

Keduanya kemudian dipanggil untuk keluar karena penghulu yang sudah datang. Dalam sekejap acara pernikahan berlangsung. Hanya ijab kabul biasa tanpa pesta atau apa pun itu. Shafana menitkan air mata, dia tidak menyangka kalau hidupnya akan menjadi seperti ini, bersuamikan pria yang sudah memiliki istri, dengan pernikahan seperti dia sudah melakukan aib.

Shafana tak ubahnya seperti seorang simpanan yang menikah karena hamil duluan, dia tidak menyukai hal itu tapi dia juga tidak berdaya. Matanya menatap nanar ke arah Fariha yang memeluk Naura, ibunya nampak begitu bahagia setelah menjadikannya korban.

** ** **

Di dalam kamar pengantin, Shafana terlihat begitu gugup dan takut, padahal, dia tahu suaminya tidak bisa berjalan dan tidak bisa melihat. Selain itu, Dewa juga nampak tidak tertarik padanya. Jadi, seharusnya selama dia diam, Dewa pasti tidak akan melakukan apa-apa.

"Shafana!"

"Iya, Ma-s," jawab perempuan itu gugup. Ekspresi dingin yang ditunjukkan Dewa padanya membuat bulu kuduk Shafana merinding.

"Dalam situasi dan kondisi apapun, jangan pernah membuka cadarmu di depan saya, " kata Dewa dengan suara baritonnya. "Saya tahu saya buta, tidak usah bertanya, lakukan saja apa yang saya minta. Jangan menyentuh saya atau barang-barang saya!"

"Satu lagi," kata Dewa. "Jangan mengadukan hal ini kepada siapapun.”

"Baik, Mas." Shafana mengangguk setuju.

Malam itu, Shafana benar-benar tidak disentuh oleh Dewa. Awalnya dia tidur di sofa, tapi karena Dewa harus tidur dalam ruangan gelap, Shafa yang takut menimbulkan perdebatan memilih untuk pergi ke kamar mandi dan tidur di dalam bathtub, dalam keadaan lampu menyala.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Evi Erviani
mungkin shafana bukan anak kandung, makanya itu ibu2 seneng2 ajh anak nya jadi tumbal
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status