Share

4. Hasutan Istri Pertama

Sepulang dari hotel bersama dengan Manendra, Rania melihat suaminya berada tak jauh dari tempatnya saat ini.

"Mas Dewaaaa!" Rania memekik dan berlari, hendak memeluk Dewa yang sedang berada di halaman rumah. Namun kakinya malah tersandung dan membuatnya jatuh.

"Awhhh!"

Shafa melotot, dia buru-buru menghampiri Rania yang tersungkur di rerumputan.

"Mbak, Mbak enggak papa 'kan?" tanya Shafa. Dia berniat membantu Rania untuk berdiri akan tetapi istri pertama Dewa itu malah mendorong kedua bahu Shafa sampai Shafa terduduk di atas rumput.

"Dasar monyet. Enggak usah sentuh-sentuh, aku jijik sama kamu. Kamu itu cuma pelakor," bisik Rania di depan wajah Shafa, tangan kanannya mencubit dan memelintir lengan Shafa.

Shafa merasa sedih diperlakukan seperti itu, namun tidak dapat berbuat apa pun. Matanya melirik ke arah Dewa yang menunjukan wajah datar.

Shafa menghela nafas. Baru dua hari pernikahannya, namun dirinya sudah diperlakukan begitu buruk oleh suaminya dan istri pertama suaminya. Tangan Rania bahkan kini sudah mengibas-ngibaskan dan mengusir Shafa dari sana.

Shafa kemudian melangkah masuk ke dalam rumah.

"Mas Dewa, kamu lihat, istri baru kamu itu kayaknya kurang sopan santun, aku maklum karena dia orang kalangan menengah ke bawah." Rania mencoba untuk menyentuh wajah suaminya tapi Dewa berpaling.

"Mas, aku tadi jatoh gara-gara Shafa, dia pake baju kepanjangan, keserimpet kakiku jadinya. Mas tahu kan kalau orang-orang kayak dia itu kebanyakan enggak bisa ditebak, kalau rumah ini tiba-tiba meledak gimana?"

"Aku masih ada urusan, Rania."

Dewa memberikan isyarat pada asistennya, Roy ada di sana pun mengambil alih kursi roda Dewananda dari Rania.

"Mas tunggu!" Rania menahan kepergian sang suami. Menatap suaminya dengan wajah sedih. "Kamu tahu kan aku sayang banget sama kamu, tolong lebih waspada sama dia, Mas. Kamu juga belum kenal dia, aku takut dia manfaatin kondisi kamu."

Pria itu sama sekali tidak menjawab, dia dan Roy pergi meninggalkan Rania yang sekarang sedang tersenyum penuh arti ke arah mereka.

** ** **

"Tuan Muda, sepertinya Nyonya Muda tidak menyukai Non Shafa, apa tidak berbahaya membiarkan mereka tinggal satu rumah?"

Dewa menarik ujung bibirnya. "Biarkan mereka, Roy."

Asisten Dewa itu mengerutkan kening. "Tuan, mau membiarkan Nyonya Muda sama Non Shafa bersaing?"

Kedua bahu Dewa terangkat, baik Shafa ataupun Rania, mereka ada di posisi yang sama, tidak berarti untuknya. Perselingkuhan Rania telah membuat Dewa tidak percaya akan cinta lagi, dan baginya semua wanita sama saja.

"Bagimana kondisi ayah, Roy?"

"Alhamdulillah sudah membaik, Tuan Muda. Ayah Anda akan segera kembali ke perusahaan dalam beberapa minggu."

"Obat ayah sudah kamu urus 'kan?" tanya Dewa lagi.

"Sudah, Tuan Muda."

"Tolong siapkan mobil, Roy!"

** **

"Dewa!" panggil Nalani dengan suara yang sumringahnya.

Kening Dewa mengerut samar, dia mencoba untuk mencari jawaban dari keherananya

"Oma ingin mengantar Anda dan Non Shafa ke rumah sakit, Tuan." Roy berbisik.

"Siapa yang mengizinkan wanita itu ikut?"

"Oma!" sahut Nalani ketus. "Oma yang ngajak Shafa. Lagian, dia juga butuh tahu siapa mertuanya."

Nalani tersenyum ketika melihat Shafa keluar dari rumah, dia menarik tangan cucu menantunya dan menuntun Shafa untuk masuk ke mobil lebih dulu.

Dewa hanya bisa mendesah pelan, dia tidak bisa melawan Nalani.

"Saya tidak perlu dikasihani," kata Dewa seolah tahu isi kepala Shafa.

Wanita itu pun menoleh, menatap suaminya sekilas kemudian berpaling ke arah lain.

** **

"Pergilah!" titah Oma pada Roy yang hendak mendorong kursi roda Dewa. "Biarkan istrinya yang mengurus dia."

"Baik, Oma."

"Ayok!" ajak Oma seraya mengusap lengan Shafa. Meskipun agak takut suaminya akan memarahi dia saat mereka kembali ke rumah, Shafa tetap menurut.

Pintu geser terbuka, ruangan yang cukup dingin, dengan bau obat menyeruak. Seseorang yang terbaring di atas tempat tidur menoleh ke arah mereka.

Perasaan aneh menyelimuti hati Shafana, kedua tangannya semakin mencengkram erat pegangan kursi roda sang suami.

"Oma!" Rania yang ada di ruangan itu menyapa. "Mas Dewa enggak bilang mau jenguk ayah."

Dia melirik tajam Shafana, membuat istri kedua Dewa menundukkan pandangan.

"Keluarlah!" titah Nalani.

"Ibu," gumam Putri pelan. "Kita bukan tamu, boleh kok menjenguk seperti ini."

"Tolong keluar saja, Tante." Dewa bertitah.

Sanjaya, ayah dari Dewa tersenyum. Dia melirik Putri, menggerakan dagunya sehingga Putri tidak bisa berkata-kata lagi.

"Aku akan menjaga ayah, Bu." Rania tersenyum.

"Kamu juga keluar!" titah Nalani pada Rania.

"Oma--."

"Sudah!" Putri mengusap lengan Rania. "Kita keluar dulu, mungkin ada hal penting yang ingin mereka bicarakan."

"Sanjaya, ini Shafa. Menantu kamu," kata Nalani memperkenalkan.

Shafana mendekati pria itu, dia meraih tangan Sanjaya, hendak memberikan salam yang baik namun Sanjaya malah menarik tangannya dan mengusap kepalanya lembut.

"Jadi ini istri baru Dewa. Sayang banget dia tidak bisa melihat wajahmu."

Dewa masih tanpa ekspresi.

"Shafa gadis baik, dia cantik dan semuanya eksklusif, yang ada di tubuhnya hanya untuk Dewa." Nalani sinis.

"Ya meskipun begitu untuk apa, Dewa tetap tidak bisa menikmatinya."

"Tu-tuan." Shafana gugup.

"Panggil ayah saja," titah Sanjaya.

Shafana mengangguk. Sekarang dia mulai menyadari kenapa suaminya memiliki sipat diktator. Aura ayah dan anak ini seperti pinang dibelah dua.

"Ada apa, kamu mau bilang apa?"

"Maaf Tu... Ayah. Mas Dewa memang tidak bisa melihat saya, tapi saya bisa melihatnya. Saya yakin, cepat atau lambat, Mas Dewa akan sembuh."

Hening, semua orang di ruangan itu terdiam, tapi, beberapa saat kemudian, Sanjaya tertawa.

Shafa terlihat bingung tapi Nalani ikut tersenyum.

"Ini juga cukup bagus, Dewa! Ayah suka istri keduamu."

Pria yang mengerti maksud ayahnya itu sama sekali tidak bereaksi.

"Tolong tinggalkan kami," kata Dewa. Oma menatap Shafana dan mengangguk memberikan isyarat.

"Apa yang mau kamu sampaikan, Dewa!" todong Sanjaya.

"Ayah sudah pernah mengatakan kalau aku boleh melakukan apapun yang aku mau."

Wajah Sanjaya berubah semakin serius. Melihat nada bicara Dewa, anaknya memang sedang dalam mode bossy yang tidak bisa dibantah siapapun.

"Jangan ikut campur urusanku, apapun yang terjadi, Ayah tidak boleh membantu Manendra."

Pria yang terbaring menarik ujung bibirnya. "Lakukan apapun yang kamu mau, Dewa!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Evi Erviani
wow.. seperti biasa banyak teka teki ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status