Dinikahkan sebagai pengantin pengganti, Jelita Anjani, seorang dokter muda 24 tahun, menjadi istri dari suami kaya raya. Jelita memulai pernikahan penuh paksaan bagaikan jerat berduri hingga akhirnya ia menemukan dua pilihan. Yaitu menyerah atau bertahan. Follow me Instagram @Cheesecake8332
View More"Kalian semua harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi hari ini!" Suara seorang wanita paruh baya terdengar lugas dengan wajah merah padam yang terlihat jelas pada kulit putihnya.
"M-maafkan anak kami, s-saya mohon maaf, Nyonya!" jawab Jimmy gugup.
"Kau pikir dengan meminta maaf semua ini akan selesai? Keluarga kalian benar-benar mencoreng nama baik keluarga Dinata! Lihat saja apa yang akan saya lakukan pada bisnis kalian!" ucap Catherine murka.
Jimmy dan Rieta terlihat pucat pasi menghadapi kemarahan pasangan Catherine dan Chandra Dinata. Perbuatan putri sulungnya yang kabur bersama pria lain saat hari pernikahannya membuat posisi keduanya berada diujung tanduk.
"Kami akan menarik seluruh saham yang kami tanam, saya sudah tidak peduli jika kalian akan jatuh miskin saat ini juga!" ancam Catherine kembali.
"J-jangan, Nyonya. Saya akan melakukan apapun untuk menebus kesalahan putri saya. Saya mohon!" pinta Jimmy berlutut.
"Saya bersedia menggantikan posisi Kak Chintya untuk menikah." Jelita yang sedari tadi duduk terdiam sambil memegang secarik kertas surat itu pun mulai membuka suara. Kedua mata orang tuanya seketika berbinar, berbeda dengan Catherine yang terlihat tak senang.
Catherine berjalan mendekati Jelita lalu mencengkram kedua pipi gadis itu dengan tangan kanannya."Kamu?"
"Ya, Saya! Bukankah Anda butuh menyelamatkan nama baik keluarga Anda?" Jelita berucap dengan ekspresi wajah datar, kedua matanya masih terlihat memerah dengan perasaan sesak di dalam hati.
"Hah, apa kamu sadar kamu siapa? Kamu hanya anak pungut dari panti asuhan! Beraninya mengajukan pernikahan dengan keluarga Dinata!" pekik Catherine sinis.
Jelita menghela napasnya dan kembali menatap lekat sepasang lensa mata biru wanita berdarah Inggris itu. Jelita menjawab dengan lugas, "Saya adalah seorang dokter muda, prestasi akademik saya pun bagus. Saya tidak akan pernah mencoreng nama baik keluarga Anda hanya karena latar belakang saya."
"Beraninya!" geram Catherine sambil mengangkat tangan kanannya untuk bersiap menampar Jelita. Namun tiba-tiba Chandra menepuk pundak sang istri dan berkata, "Benar apa katanya, kita sudah tak punya waktu. Lagipula dia tidak seburuk itu, bahkan bisa lebih baik daripada Mark harus menikahi wanita yang telah mengandung anak dari pria lain."
"Terserah!" ucap Catherine terpaksa.
Catherine berjalan keluar ruangan dan memanggil seseorang dari ambang pintu. "Hey kau! Rias dia dengan baik, jangan sampai wajah lusuhnya itu terlihat," pekiknya lalu segera meninggalkan ruangan ganti pengantin dan disusul oleh suaminya.
Jelita hanya terduduk diam, sorot matanya kosong kedepan. Pundaknya ditepuk oleh Jimmy dan Rieta, pasangan yang mengadopsinya sejak Jelita berusia 14 tahun.
"Bagus, Nak! Berkatmu perusahaan kita tidak jadi terancam gulung tikar," ucap Jimmy senang.
"Betul! Biarkan saja Adimas bersama Chintya, toh kamu sudah mendapatkan seorang pria idaman. Sekarang kamu akan menjadi menantu keluarga Dinata!" seru Rieta.
Jelita hanya diam sambil meremas surat yang masih ia genggam. Hatinya terasa sakit, tetapi hutang budi membuat dirinya terkekang dan tak mampu menunjukkan emosinya.
***
"Sudah siap?" tanya penghulu saat melihat Chandra mulai memasuki ruangan dilaksanakannya akad nikah.
"Ya!" Chandra menjawab lugas dan tak lama terlihat sosok pengantin wanita yang didampingi oleh kedua orang tuanya. Seluruh perhatian tamu tertuju pada wajah cantik pengantin wanita, begitu pula dengan Mark yang langsung menoleh ke arah orang tuanya.
Chandra meletakkan jari telunjuknya tepat di depan bibir, dan Mark pun kembali menghadap penghulu dengan raut wajahnya yang tenang.
Akad nikah pun berjalan dengan lancar, begitu pula dengan resepsi yang diadakan setelahnya. Seolah tak terjadi peristiwa apapun, semua tampak sempurna bak pernikahan impian walaupun bagi Jelita hanya sebuah kamuflase semata.
Brak!
"Apa yang terjadi sebenarnya?"
Pintu dibuka dengan kasar, mengangetkan keluarga kedua mempelai yang tengah beristirahat setelah pesta usai. Jelita bangkit dari tempatnya duduk dan memberikan selembar kertas yang telah terlihat kusut.
Mark Dinata, pria yang kini mengemban jabatan sebagai CEO Dinata Group sekaligus pewaris perusahaan retail dan provider itu menatap Jelita dengan dingin.
"Bacalah," ucap Jelita tenang.
Mark segera meraih surat tersebut lalu membacanya, semakin lama ia baca maka rahangnya kian mengeras. "Siapa pria itu?"
Hening, tidak ada yang menjawab. Kedua orang tua Chintya terdiam dan terus menunduk.
"Kenapa diam?" Mark menatap Jelita dengan tajam, sebelum bertanya lagi, "Siapa dia?"
Jelita menghela napasnya dan berkata, "Dia, tunanganku."
"K-kamu pukul aku?"Plak!Belum usai rasa sakit di pipi kiri Chintya, kini pipi kanannya pun terasa nyeri hingga telinganya berdenging. Tak hanya itu, kedua mata Chintya pun terbelalak, karena Jelita dengan kesadaran penuh berani memukulnya.Wajahnya memerah, ia menatap marah sambil menunjuk. "Kamu! Kamu, beraninya!""Mau aku pukul lagi?" tantang Jelita.Jelita tersenyum miring dan berbisik tepat di telinga Chintya. "Atau ... mau lapor polisi, Kakakku tersayang? Silahkan saja, aku penasaran siapa yang akan ditangkap?! Aku atau kamu?"Chintya berdengus, perkataan Jelita semakin membuatnya tersulut emosi. Posisinya saat ini sungguh terhimpit. Dia tak bisa melakukan apapun kepada Jelita."Dasar penyihir gila! Berani sekali kamu memukul Kak Chintya!"Dengan cepat Mark menangkap.tangan Bella.yang hendak ingin menampar Jelita. Digenggamnya erat lengan sang adik, yang membuat gadis nakal itu pun meringis kesakitan.Mark menatapnya tajam. Rasa dingin dan mencekam seketika membuat bulu kuduk g
"Ih! Minggir dikit ngapa! Sempit tau!"Di balik pilar rumah sakit itu Zeya bersembunyi. Tangannya mendorong seseorang yang ada di depannya. "Gak kelihatan, Nicky!" serunya sekali lagi."Ya ampun, istriku! Kita ini lagi ngintip, gak usah pakai toa! Lagian siapa suruh stunting? Pendek, kan?!" ejek Nicky.Kesal dengan suaminya, Zeya pun mencubit perut Nicky. Kedua matanya melotot lalu menginjak kaki sang suami sekuat tenaga."Kamu nanti malam tidur aja di luar, nyempit-nyempitin kasur! Ngabisin oksigen!" ancam Zeya yang berhasil membungkam Nicky dan membuatnya mengalah. Keduanya pun kembali fokus menyaksikan drama yang tersaji di depan mata.Sementara itu kedua pria sedang bersitatap seolah siap memangsamu. Sorot tajam mata Mark begitu mendominasi, tak selaras dengan senyuman yang menghiasi wajahnya."Loh, kok kamu di sini?" tanya Jelita terkejut.Mark mengalihkan pandangannya, seketika sorot tajam itu berubah menjadi begitu lembut dalam sekejap mata. Ia membelai pucuk kepala Jelita, lal
Mata Mark tak sengaja tertuju pada kancing manset tuxedo yang dikenakan Veshal.Kedua alisnya menyatu, tengah berpikir melihat hiasan ruby semerah delima yang begitu familiar."Tuan Dinata, apa kabar?" tanya Veshal ramah.Tak menyambut keramahan Veshal, Mark membuang wajahnya. Ia melihat lurus ke depan tanpa menunjukkan ekspresi apapun. "Baik," jawabnya singkat.Veshal hanya tersenyum, sepertinya rasa persaingan masih tersimpan di hati pria berwajah bule itu. Namun, ia juga tidak mengambil pusing, karena ia sadar tidak bisa memaksa siapapun untuk bersikap baik padanya.Kehadiran Veshal nampaknya menjadi momok yang mengancam bagi Mark. Walaupun sepekan telah berlalu, pria itu masih tak tenang terutama saat harus melepas Jelita berkerja. Segala khayalan liar terbesit di kepalanya. Semakin membuatnya menjadi pribadi yang lebih sensitif."Sore ini kita akan rapat bersama direksi, lalu pukul 8 malam akan menghadiri pesta amal di Hotel Semusim," ujar Yesi.Tetapi tak ada jawaban dari atasan
"Zey." Jelita menyapa. Ia berjalan menghpiri Zeta yang masih memandang kosong lewat jendela kamarnya.Malam itu langit gelap ditaburi bintang yang elok bak hamparan permata. Namun, kecantikan malam tak lantas menghibur hati seorang gadis.Jelita menepuk pundak Zeya, berusaha untuk menjadi pelipur lara sahabatnya."Sudahlah, jangan diharapkan laki-laki itu. Aku yakin pilihan orang tuamu adalah yang terbaik!" ucap Jelita.Zeya menghela napasnya. Ia sudah berupaya untuk melepaskan cinta pertamanya yang tiba-tiba saja menghilangkan bak di telan bumi. Namun, semua tak semudah apa yang diucapkan, karena hatinya tak mampu untuk berkata dusta. Jelita membalik tubuh sahabatnya, perlahan ia mengusap air mata yang mulai menggenangi pelupuk mata Zeya. "Udah cantik kayak begini! Jangan nangis dong!" "Zeya aku yakin kamu pasti akan bahagia!" lanjutnya."Tapi, Ta. Sebenarnya kemana Nicky?" tanya Zeya tiba-tiba. "Bukannya apa-apa, sebenarnya aku juga khawatir."Jelita tersenyum dan menggenggam tang
"Dokter Veshal!"Veshal menghentikan langkahnya, menoleh ke arah suara yang memanggilnya.Dengan langkah setengah berlari Zeya yang baru kembali bertugas usai cuti pun tersenyum dan menghampiri Veshal."Selamat malam, Dok! Dokter apa kabarnya? Dokter kembali ke sini lagi?" tanya Zeya kembali."Kabar baik," jawab Veshal, lensa matanya yang berwarna coklat menatap Zeya dengan seksama. "Saya memutuskan kembali, karena saat di India saya merasa jiwa dan hati saya masih tertinggal di sini."Sontak jawaban Veshal membuat Zeya mengulum bibir guna menahan senyumnya. Walaupun tak berkata terus terang, Zeya seolah memahami apa yang tersirat secara halus."Oh ya, Dokter Zeya kemana aja? Beberapa hari yang lalu Jelita panik mencari kamu?" tanya Veshal kembali.Zeya tersenyum walaupun jelas sekali perasaannya yang sesungguhnya lewat sirat mata. Gadis itu memainkan stetoskop yang ada di tangannya sebelum menjawab. "Istirahat aja, Dok. Terkadang kita butuh ketenangan dan waktu sendiri agar bisa ber
"Apa, apa maksudnya?"Mark gugup, dan terlihat jelas dari raut wajahnya. Sikapnya pun tentu semakin membuat Jelita curiga.Seketika Jelita sadar jika mereka tengah menjadi tontonan beberapa karyawan. Ia pun segera berdiri dan menatap suaminya. "Lebih baik kita bicara di ruangan kamu!"Jelita berjalan mendahului Mark, berusaha menahan semua rasa yang tersembunyi dalam hatinya. Setelah memastikan Mark masuk ke dalam ruang kerjanya pun Jelita segera membanting pintu, menghadang sang suami yang kini tersudut di antara tembok dan lengan istrinya."Apa ada yang kamu mau katakan padaku?" tanya Jelita tiba-tiba.Wajah pria itu pun semakin gugup, bahkan terus berupaya untuk menghindari kontak mata dengan istrinya. Sikapnya semakin menambah kecurigaan Jelita jika foto yang ia dapatkan buka. Sekedar editan belaka."Mark, jangan coba-coba menutupi sesuatu padaku. Aku tau kamu baru saja bertemu Chintya, kan?!"Deg!Tepat mengenai sasaran. Mark tidak dapat berkelit, ditambah saat Jelita mengeluarka
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments