Share

BAB 7 | Pemakaman

Author: Yulia Ang
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Rendy menemani Anna hingga sampai ke mobil. Ketika Anna hendak memasuki pintu mobil yang dibukakan oleh Khairan, Devan datang menahan pintu itu. Anna terkejut, sedangkan Rendy keheranan menatap Devan.

“Aku yang akan mengantarkanmu pulang,” ucap Devan tiba-tiba.

“Tapi tadi Kavi minta...”

Ucapan Anna terhenti saat Devan tiba-tiba menarik tangannya.

“Mobilku ada di sebelah sana,” tunjuk Devan. Anna yang tidak nyaman perlahan menepiskan tangan Devan. “Kau tidak usah khawatir. Kavi pasti tidak keberatan aku mengantarmu pulang. Lagi pula siapa Kavi, sampai kau harus mengikuti perintahnya?”

Anna tidak mengerti apa maksud Devan. Tapi Anna memilih untuk diam mengikuti Devan. Sebenarnya kalau dipikir-pikir omongan Devan ada benarnya juga. Kavi bukan siapa-siapa Anna, jadi Anna tidak punya kewajiban untuk menuruti perintah Kavi.

Tak berapa lama, mobil Devan melesat membawa Anna pergi meninggalkan kediaman Waradana. Rendy memerhatikan semua itu dalam diam. Seolah ia yakin kalau bosnya tidak akan suka melihat pemandangan tersebut.

Kavi keluar dari pintu utama. Ia keheranan melihat mobil Khairan masih ada di halaman parkir. Kavi pun menghampiri Rendy.

“Mana Anna? Kenapa Khairan belum jalan mengantar Anna pulang?

“Anna pulang bersama Devan.”

Kavi agak bereaksi mendengar jawaban Rendy. Ada raut tidak suka yang terpancar di wajah Kavi. “Kau pulang bersama Khairan. Aku akan membawa mobilku sendiri.”

“Oke, Bos.”

Setelah itu Kavi beranjak mengambil mobilnya yang terparkir di salah satu sisi halaman. Kavi memakai kaca mata hitamnya, kemudian melajukan mobil mewah yang ia kendarai keluar dari halaman rumah sang kakek.

*

Sepanjang perjalanan, Anna hanya duduk diam di samping Devan yang sedang menyetir. Devan melirik Anna sembari tersenyum.

“Jangan tegang begitu. Santai saja. Anggap aku temanmu.”

Anna balas tersenyum canggung. Tapi masih tetap diam. Anna bingung apa yang harus ia obrolkan dengan Devan. Mengingat mereka baru berkenalan hari ini. Bagi Anna, Devan tetaplah orang asing.

“Di mana kau kenal kakek? Sepertinya kau cukup dekat dengan kakek. Buktinya kakek seperhatian itu padamu,” tanya Devan penasaran.

“Aku ketemu cuma sekali. Waktu itu aku makan malam di restoran Teras Rumah. Lalu aku banyak mengobrol dengan kakekmu. Hanya sebatas itu aku mengenalnya.” Anna kembali mengenang pertemuan pertama sekaligus menjadi pertemuan terakhirnya dengan Erianto.

“Tapi jujur, kalau obrolanku dengan kakekmu malam itu cukup berkesan bagiku. Aku banyak bercerita tentang masalahku. Entahlah... Aku merasa seperti sedang bercerita pada kakekku sendiri. Mungkin karena aku terlalu lama memendam keluh kesahku selama ini, makanya begitu merasa didengar aku langsung cerita panjang lebar ke kakekmu.”

Devan hanya mengangguk mendengar penjelasan Anna. Tapi Sebenarnya Devan tidak puas sama sekali. Seolah informasi itu tidak cukup baginya untuk menerima alasan kenapa sang kakek dengan mudahnya mempercayakan saham Waradana Grup kepada Kavi dan juga Anna. Devan sempat kepikiran kalau Anna tidak sepolos kelihatannya.

“Kau mau kuantar mengunjungi makam kakek?”

Mendengar tawaran Devan yang tiba-tiba, Anna pun terkejut.

“Siapa tahu kau ingin ke sana? Karena kau tidak mungkin bisa ke sana tanpa mengajak anggota keluarga Waradana,” ucap Devan lagi.

“Apa tidak apa-apa kalau aku mengunjungi makam kakekmu?” Anna tampak ragu. Lebih ke tidak enak kalau harus merepotkan Devan.

“Memangnya kenapa? Aku tidak keberatan mengantarmu ke sana.”

Anna berpikir sejenak. Menimbang-nimbang tawaran Devan. Akhirnya Anna menerima tawaran tersebut. Devan melajukan mobilnya menuju kawasan Plumeria Memorial Park. Tak butuh waktu lama mobil Devan sampai di pintu gerbang Plumeria Memorial Park. Devan bicara sejenak dengan penjaga gerbang, setelah mendapatkan akses masuk. Devan kembali melajukan mobilnya.

Anna cukup takjub dengan suasana pemakaman yang jauh dari kesan angker itu. Justru Plumeria Memorial Park mirip taman bunga yang sangat terawat, dengan pohon-pohon bunga kamboja menghiasi setiap komplek pemakaman. Malah Anna pernah dengar kalau harga tanah pemakaman di situ cukup fantastis. Mencapai kisaran lima belas juta per meternya.

Devan menghentikan mobilnya di sebuah komplek pemakaman. Lalu mengajak Anna turun. Devan menunjukkan makam Erianto Waradana. Anna terpekur menatap pusara dengan tanah yang masih basah itu.

“Hai, Kek. Lihat siapa yang kuajak ke sini,” ucap Devan bicara di depan pusara sang kakek.

Anna meletakkan buket bunga krisan yang tadi dibelinya dalam perjalanan menuju Plumeria Memorial Park.

“Aku turut berduka dengan meninggalnya kakekmu. Semoga beliau bisa beristirahat dengan tenang,” kata Anna dengan tulus.

“Padahal Kakek berharap kau jadi menantu di keluarga Waradana. Aku heran kenapa Kavi menolak perjodohan itu. Setahuku Kavi tidak sedang dekat dengan perempuan mana pun. Warisan setengah saham kakek juga cukup menggiurkan untuk seorang Kavi yang terkenal ambisius.”

Anna hanya diam mendengar ucapan Devan. Bagi Anna penolakan Kavi tadi memang cukup mengejutkan. Apa lagi saat pertemuan kedua dirinya bersama Kavi belum lama ini, mereka sempat mongobrolkan soal perjodohan itu.

Waktu itu Anna berjalan sambil melamun dan tidak fokus. Hingga Anna nyaris tertabrak bodi belakang mobil box farmasi di area rumah sakit. Lalu tiba-tiba Kavi datang menarik Anna, menyelamatkan perempuan itu dari bahaya. Anna yang kondisi emosionalnya sedang tidak stabil usai bertengkar dengan Orion, menangis saat Kavi membentaknya. Sampai Kavi memeluk Anna dan menenangkannya.

Setelah itu Kavi mengajak Anna duduk di taman kota untuk menenangkan diri. Di situ Kavi dan Anna mengobrol, meskipun tidak banyak. Kavi juga menyinggung soal perjodohan yang diinginkan sang kakek.

“Aku tidak tahu kenapa Kakek ingin aku menikahimu. Aku akan jujur padamu. Kakek menjanjikan setengah saham miliknya untukku— maksudku, untuk kita, kalau kita menikah.”

Anna tersenyum miris dengan wajahnya yang masih sembab.

“Rasanya aku masih sulit percaya ada kejadian semacam ini di dunia nyata. Lihat aku... Aku perempuan yang biasa-biasa saja, yang hidup pas-pasan. Tidak ada yang spesial yang bisa dibanggakan. Lalu tiba-tiba aku dijodohkan dengan orang kaya sepertimu.”

Welcome to reality,” ucap Kavi enteng.

Anna kembali tersenyum. Namun kali ini Anna tersenyum karena mendengar lelucon yang dilontarkan Kavi.

“Kau ingin aku jadi istrimu, supaya kau dapat setengah saham milik kakekmu?” tanya Anna tiba-tiba.

Kavi diam, memerhatikan ekspresi Anna. Kavi sadar betul. Jelas Anna menginginkan sesuatu sebagai timbal balik kesepakatan itu, seandainya mereka benar-benar akan menikah.

“Apa yang kau inginkan sebagai imbalannya?”

“Aku ingin uang.” Spontan Anna menjawab. Tatapan mata Anna kosong. Air matanya kembali merebak. Anna sebenarnya malu mengakui terang-terangan ke Kavi kalau ia butuh uang.

Kavi tak tampak terkejut sedikit pun dengan apa yang diminta Anna.

“Berapa?” Kavi menatap Anna dengan serius.

Anna tertawa kecil sembari mengusap matanya yang basah.

“Jangan kau anggap serius. Aku hanya bercanda. Aku tidak ingin menikah.”

“Kenapa? Kau punya pacar?”

“Bukan itu...” Pandangan Anna menerawang. Memerhatikan hamparan taman yang asri di musim semi. “Aku hanya tidak ada pikiran untuk menikah dalam waktu dekat. Banyak masalah yang harus aku urus. Dan menikah denganmu, mungkin akan menambah masalah dalam hidupku.”

Kavi tertegun. Suasana seketika hening. Anna menoleh, menatap Kavi.

“Aku juga baru dua puluh empat tahun. Bukannya masih terlalu muda untuk menikah, huh?” ucap Anna memecah keheningan.

Anna memalingkan pandangannya dari Kavi. Kembali menatapi taman yang begitu indah, yang sangat kontras dengan suasana hatinya.

“Kalau kau mau, kau tinggal sebut saja nominal uang yang kau minta. Kau bisa mendapatkan berapa pun yang kau mau jika kau menjadi istriku, Anna. Pikirkan saja dulu baik-baik.”

Anna termenung. Tak bisa dipungkiri kalau tawaran Kavi sangat menggiurkan. Seperti solusi cepat untuk menyelesaikan masalah utang Orion. Tapi Anna ragu, apa ia benar-benar harus menyerahkan hidupnya menjadi istri Kavi.

Anna tersadar dari lamunannya ketika tiba-tiba ia mendengar suara Kavi memanggilnya.

“Anna,” seru Kavi dengan suara khasnya yang tegas dan dalam.

Anna dan Devan kompak menoleh. Anna terkejut melihat Kavi tiba-tiba sudah berada di Plumeria Memorial Park, menatap Anna dengan tatapan tajam. []

Related chapters

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 8 | Deep Talk

    Kavi melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Anna yang duduk di sebelahnya merasa tidak nyaman dan canggung. Hal itu dirasakan Anna karena Kavi terus saja diam sejak laki-laki itu mengajak Anna pulang dari Plumeria Memorial Park. Terlebih Kavi memiliki aura mengintimidasi yang kuat.Anna merasakan semua itu dari awal pertemuan mereka. Sampai belum lama tadi, saat Kavi tiba-tiba datang ke Plumeria Memorial Park, dan langsung membawa Anna pergi tanpa minta persetujuan Anna terlebih dahulu. Dan lucunya, Anna juga mau-mau saja mengikuti perintah Kavi.Berbeda dari Anna, Kavi justru bersikap sangat tenang dan mengemudi dengan santai.“Kenapa kau pulang bersama Devan? Tadi aku menyuruhmu pulang diantar Khairan?” Kavi bicara tanpa menoleh sedikitpun pada Anna.“Pulang bersama Devan atau Khairan, bukannya sama saja?”“Beda,” jawab Kavi datar. “Devan tertarik padamu,” imbuhnya yang seketika membuat Anna menoleh.Anna tertawa tak percaya. “Jangan konyol. Aku dan Devan tidak saling kenal. Ke

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 9 | Terdesak

    Anna berlari melintasi jembatan penyeberangan dengan napas memburu. Pikirannya begitu kalut. Satu jam yang lalu tiba-tiba Anna mendapat telepon dari kantor polisi Ibu Kota. Seorang polisi mengabarkan kalau Orion ditangkap atas dugaan penipuan. Anna yakin sekali kalau itu berkaitan dengan utang Orion.Anna langsung mencari taksi dan minta secepat mungkin diantar menuju ke kantor polisi. Tapi sialnya ada kebakaran yang mengakibatkan jalur terdekat menuju kantor polisi macet total. Akhirnya Anna memilih turun dan berlari beberapa blok daripada harus memutar lebih jauh.Begitu sampai di kantor polisi Anna langsung menuju ke sebuah ruangan, tempat Orion berada. Anna terengah-engah. Melihat Orion duduk menunduk memakai baju tahanan dengan kedua tangan diborgol, membuat hati Anna mencelos.Orion mendongak, menatap sang kakak dengan sorot putus asa.Seorang polisi menyapa Anna. “Silakan duduk,” pintanya pada Anna.Anna hanya diam menurut.“Benar Anda wali dari Orion Arsyanendra?” tanya polisi

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 10 | Lady Rose

    Anna menatap pantulan dirinya di cermin ruang ganti. Sedikit pun tak pernah terlintas dalam benak Anna kalau ia akan mengenakan pakaian seterbuka ini. Rok jeans mini yang Anna kenakan hanya menutupi area kewanitaannya saja.Kemeja top crop putih transparan memperlihatkan dengan jelas setiap lekuk tubuh indah Anna, yang hanya dibalut dengan strapless bra berwarna putih.Ada pergolakan besar dalam batin Anna. “Bukannya ini sama saja dengan ia menjual diri?” pikirnya.Anna sudah mengambil keputusan. Saat Sitha menawarinya sebuah pekerjaan, setelah menimbang-nimbang sebentar, Anna langsung menerima tawaran kerja itu. Anna ingat pembicaraannya dengan Sitha beberapa hari yang lalu, ketika ia nyaris diusir dari indekosnya karena terlambat bayar sewa.“Aku turut prihatin dengan masalah yang menimpa adikmu,” kata Sitha dengan tulus saat mengajak Anna makan siang di sebuah restoran mahal.“Terima kasih. Aku hargai kepedulianmu padaku dan Orion. Dan selamat juga atas rumah barumu. Sayang sekali

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 11 | Kesatria Berkuda Putih

    Meeting santai bersama klien dengan ditemani seorang lady companion sudah biasa bagi Kavi. Seringnya klien tertentu memang suka melihat LC cantik melayani mereka minum, atau berkaraoke di sela-sela kesepakatan bisnis yang sedang dibahas.Biasanya Kavi tidak terlalu peduli dengan kehadiran si LC. Namun berbeda dengan hari ini. Saat seorang LC yang disebut Lady Rose masuk ke private lounge tempatnya meeting, Kavi tidak bisa mengalihkan pandangan dari wanita itu. Tentu Kavi tidak menyadari, jika wanita yang ada di balik topeng Lady Rose itu adalah Anna.Anna yang sempat terpaku beberapa detik lantaran melihat kehadiran Kavi, buru-buru mengalihkan pandangan. Ternyata Kavi pun melakukan hal yang sama. Kavi mengobrol dengan ketiga kliennya.Anna sedikit lega. Setidaknya Anna merasa aman dan merasa tidak akan ketahuan. Anna kemudian memulai kerjanya. Ia berdiri membungkuk menuangkan wine ke dalam gelas yang sudah kosong dengan hati-hati. Melihat gesture Anna yang tampak gugup, salah satu k

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 1 | Teras Rumah

    Anna menyukai suasana restoran yang ia kunjungi. Pemilihan nama “Teras Rumah”, secara harfiah merepresentasikan letak restoran yang memang berada di sebuah teras rumah sederhana. Di restoran ini juga hanya terdapat satu meja makan besar dengan delapan kursi yang mengelilingi meja. Anna duduk di salah satu kursi, menunggu kedatangan teman-teman divisinya sembari bermain ponsel.“Saya terkesan sekali, kau hafal dengan detail tingkat kematangan steak yang disukai teman-temanmu. Kalian berenam pasti bersahabat baik.” Suara Erianto, sang empunya restoran yang merangkap sebagai satu-satunya chef di Teras Rumah, berhasil membuyarkan lamunan Anna.Anna tersenyum menatap Erianto.“Teman sekantor, Kek. Dan sebagian besar waktu saya habiskan bersama mereka berenam di kantor. Jadi ya... begitulah,” ujar Anna canggung.Erianto hanya manggut-manggut dari balik kaca partisi, yang memisahkan area makan dengan dapur yang mengusung tema open kitchen. Di usia senjanya, Erianto masih kelihatan bugar dan

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 2 | Beban Hidup

    Anna langsung duduk di cubicle-nya begitu sampai di kantor. Sejak peristiwa pembatalan makan malam di Teras Rumah seminggu yang lalu, Anna memutuskan untuk membatasi interaksi dengan rekan sesama divisinya. Termasuk dengan Celine yang selama ini ia anggap sebagai sahabat, tapi memperlakukannya tak lebih seperti seorang pecundang belakangan ini.Celine dan rekannya yang lain bahkan tidak merasa bersalah dan tidak meminta maaf kepada Anna. Mereka menganggap pembatalan makan malam itu hanyalah hal biasa. Kini Anna tahu kalau keberadaannya di divisi ini hanya sebatas menjadi karyawan, tidak lebih. Mulai sekarang Anna hanya akan fokus dengan kerjaannya, lalu pulang kembali ke kos, tanpa menjalin komunikasi di luar urusan kantor dengan rekan divisinya.“Anna! Ke ruangan saya sekarang!” Nada tegas Cakra berhasil menginvasi telinga Anna. Anna langsung beranjak menuju ke ruangan atasannya itu. Anna sadar rekan divisinya saling bergunjing di belakang, tapi Anna mengabaikan semua itu.Anna duduk

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 3 | Tamu Tak Diundang

    Mulut Rendy menganga lebar melihat kondisi kamar kos Anna yang sangat mengenaskan. Sedangkan Kavi hanya diam di dekat ambang pintu, menyaksikan semua barang berserakan tak karuan seperti kapal pecah. Rendy sampai harus menyingkirkan berbagai macam barang di lantai supaya Kavi bisa lewat.Anna yang belakangan masuk ke kamar kosnya baru tersadar dengan kekacauan yang ada. “Oh shit!” desisnya. Anna langsung menendangi barang-barang dari dekat sofa dengan canggung.“Bos, kau yakin tidak ingin ke dokter saja? Kurasa tempat ini kurang higienis,” kata Rendy memerhatikan situasi di kos Anna sambil bergidik.“Maaf, kosnya biasanya bersih. Cuma ini tadi saja agak berantakan.” ujar Anna menahan malu.“Agak?” Kavi menyindir Anna.“Maksudku, sangat berantakan. Adikku penyebabnya. Maaf kalau kalian jadi tidak nyaman,” ucap Anna menjelaskan. “Silakan duduk,” imbuhnya.Kavi diam menatap sofa. Ia mengernyit terlihat ragu untuk duduk. Anna yang heran langsung melihat ke sofa. DOENG! Ternyata bra milik

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 4 | Luka Hati

    Orion duduk diam di sebelah Anna dalam sebuah taksi. Anna tidak berkata apa-apa. Jadi Orion memutuskan untuk tak bicara. Orion takut emosi Anna belum stabil. Sewaktu Orion datang menemui Anna, Anna hanya bilang kalau ia ingin Orion ikut dengannya. Orion pun menuruti titah sang kakak tanpa banyak tanya. Apalagi Orion baru menemui Anna tiga hari kemudian, setelah Anna meminta untuk datang menemuinya.Taksi berhenti di depan rumah sakit megah ibu kota dengan fasilitas sangat lengkap. Orion menyusul Anna turun setelah membayar ongkos taksi.“Kenapa kita ke rumah sakit? Kau sakit?” Orion menatap Anna penuh tanda tanya.Anna menggeleng. “Kau harus melakukan medical check up, untuk mengetahui kesehatanmu secara keseluruhan.”Orion termenung. Ia tersentuh dengan perhatian yang ditunjukkan Anna secara tiba-tiba. Tak menyangka kalau sang kakak sepeduli itu padanya.“Aku sehat, bugar, dan baik-baik saja. Untuk apa buang-buang uang melakukan medical check up? Kau tidak perlu sejauh ini, Kak. Aku

Latest chapter

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 11 | Kesatria Berkuda Putih

    Meeting santai bersama klien dengan ditemani seorang lady companion sudah biasa bagi Kavi. Seringnya klien tertentu memang suka melihat LC cantik melayani mereka minum, atau berkaraoke di sela-sela kesepakatan bisnis yang sedang dibahas.Biasanya Kavi tidak terlalu peduli dengan kehadiran si LC. Namun berbeda dengan hari ini. Saat seorang LC yang disebut Lady Rose masuk ke private lounge tempatnya meeting, Kavi tidak bisa mengalihkan pandangan dari wanita itu. Tentu Kavi tidak menyadari, jika wanita yang ada di balik topeng Lady Rose itu adalah Anna.Anna yang sempat terpaku beberapa detik lantaran melihat kehadiran Kavi, buru-buru mengalihkan pandangan. Ternyata Kavi pun melakukan hal yang sama. Kavi mengobrol dengan ketiga kliennya.Anna sedikit lega. Setidaknya Anna merasa aman dan merasa tidak akan ketahuan. Anna kemudian memulai kerjanya. Ia berdiri membungkuk menuangkan wine ke dalam gelas yang sudah kosong dengan hati-hati. Melihat gesture Anna yang tampak gugup, salah satu k

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 10 | Lady Rose

    Anna menatap pantulan dirinya di cermin ruang ganti. Sedikit pun tak pernah terlintas dalam benak Anna kalau ia akan mengenakan pakaian seterbuka ini. Rok jeans mini yang Anna kenakan hanya menutupi area kewanitaannya saja.Kemeja top crop putih transparan memperlihatkan dengan jelas setiap lekuk tubuh indah Anna, yang hanya dibalut dengan strapless bra berwarna putih.Ada pergolakan besar dalam batin Anna. “Bukannya ini sama saja dengan ia menjual diri?” pikirnya.Anna sudah mengambil keputusan. Saat Sitha menawarinya sebuah pekerjaan, setelah menimbang-nimbang sebentar, Anna langsung menerima tawaran kerja itu. Anna ingat pembicaraannya dengan Sitha beberapa hari yang lalu, ketika ia nyaris diusir dari indekosnya karena terlambat bayar sewa.“Aku turut prihatin dengan masalah yang menimpa adikmu,” kata Sitha dengan tulus saat mengajak Anna makan siang di sebuah restoran mahal.“Terima kasih. Aku hargai kepedulianmu padaku dan Orion. Dan selamat juga atas rumah barumu. Sayang sekali

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 9 | Terdesak

    Anna berlari melintasi jembatan penyeberangan dengan napas memburu. Pikirannya begitu kalut. Satu jam yang lalu tiba-tiba Anna mendapat telepon dari kantor polisi Ibu Kota. Seorang polisi mengabarkan kalau Orion ditangkap atas dugaan penipuan. Anna yakin sekali kalau itu berkaitan dengan utang Orion.Anna langsung mencari taksi dan minta secepat mungkin diantar menuju ke kantor polisi. Tapi sialnya ada kebakaran yang mengakibatkan jalur terdekat menuju kantor polisi macet total. Akhirnya Anna memilih turun dan berlari beberapa blok daripada harus memutar lebih jauh.Begitu sampai di kantor polisi Anna langsung menuju ke sebuah ruangan, tempat Orion berada. Anna terengah-engah. Melihat Orion duduk menunduk memakai baju tahanan dengan kedua tangan diborgol, membuat hati Anna mencelos.Orion mendongak, menatap sang kakak dengan sorot putus asa.Seorang polisi menyapa Anna. “Silakan duduk,” pintanya pada Anna.Anna hanya diam menurut.“Benar Anda wali dari Orion Arsyanendra?” tanya polisi

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 8 | Deep Talk

    Kavi melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Anna yang duduk di sebelahnya merasa tidak nyaman dan canggung. Hal itu dirasakan Anna karena Kavi terus saja diam sejak laki-laki itu mengajak Anna pulang dari Plumeria Memorial Park. Terlebih Kavi memiliki aura mengintimidasi yang kuat.Anna merasakan semua itu dari awal pertemuan mereka. Sampai belum lama tadi, saat Kavi tiba-tiba datang ke Plumeria Memorial Park, dan langsung membawa Anna pergi tanpa minta persetujuan Anna terlebih dahulu. Dan lucunya, Anna juga mau-mau saja mengikuti perintah Kavi.Berbeda dari Anna, Kavi justru bersikap sangat tenang dan mengemudi dengan santai.“Kenapa kau pulang bersama Devan? Tadi aku menyuruhmu pulang diantar Khairan?” Kavi bicara tanpa menoleh sedikitpun pada Anna.“Pulang bersama Devan atau Khairan, bukannya sama saja?”“Beda,” jawab Kavi datar. “Devan tertarik padamu,” imbuhnya yang seketika membuat Anna menoleh.Anna tertawa tak percaya. “Jangan konyol. Aku dan Devan tidak saling kenal. Ke

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 7 | Pemakaman

    Rendy menemani Anna hingga sampai ke mobil. Ketika Anna hendak memasuki pintu mobil yang dibukakan oleh Khairan, Devan datang menahan pintu itu. Anna terkejut, sedangkan Rendy keheranan menatap Devan.“Aku yang akan mengantarkanmu pulang,” ucap Devan tiba-tiba.“Tapi tadi Kavi minta...”Ucapan Anna terhenti saat Devan tiba-tiba menarik tangannya.“Mobilku ada di sebelah sana,” tunjuk Devan. Anna yang tidak nyaman perlahan menepiskan tangan Devan. “Kau tidak usah khawatir. Kavi pasti tidak keberatan aku mengantarmu pulang. Lagi pula siapa Kavi, sampai kau harus mengikuti perintahnya?”Anna tidak mengerti apa maksud Devan. Tapi Anna memilih untuk diam mengikuti Devan. Sebenarnya kalau dipikir-pikir omongan Devan ada benarnya juga. Kavi bukan siapa-siapa Anna, jadi Anna tidak punya kewajiban untuk menuruti perintah Kavi.Tak berapa lama, mobil Devan melesat membawa Anna pergi meninggalkan kediaman Waradana. Rendy memerhatikan semua itu dalam diam. Seolah ia yakin kalau bosnya tidak akan

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 6 | Surat Wasiat

    Anna meremas-remas ibu jarinya yang ada di atas pangkuan lantaran didera rasa cemas. Terlintas di pikiran Kavi untuk menenangkan Anna. Tangan Kavi nyaris terulur untuk memegang punggung tangan Anna. Tapi Kavi mengurungkan niatnya, ketika Devan lebih dulu menarik atensi Anna.“Hai, aku Devan.” Devan yang duduk di sebelah Anna tiba-tiba mengajak Anna bersalaman. Anna agak terkejut. Ia membalas sapaan itu dengan ramah.“Anna.” Anna tersenyum seraya menyalami Devan.Anna menghela napas panjang. Berusaha untuk mengusir kecemasan. Melihat Anna sudah sedikit lebih tenang, Kavi memberi kode pada Harris dengan menganggukkan kelapanya.Haris yang paham langsung mengeluarkan berkas-berkas dari dalam tasnya. Harris berdeham, membuat perhatian semua orang yang ada di sini tertuju padanya.“Karena semua sudah berkumpul di sini, saya akan langsung membacakan surat wasiat peninggalan mendiang Tuan Erianto Waradana.” Harris memakai kacamata kemudian mulai membaca perlahan-lahan.Semua orang mendengarka

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 5 | Undangan

    Anna berulangkali meremas jemarinya dengan gugup. Perasaan Anna campur aduk. Bagamana tidak, tiba-tiba ada laki-laki yang datang ke kos Anna yang mengaku sebagai sopir pribadi Kavi. Khairan diutus untuk menyampaikan berita duka sekaligus menjemput Anna.Khairan bilang kalau kemarin Erianto meninggal dunia. Hal itu tentu saja membuat hati Anna sakit sekaligus sedih bukan main. Walaupun Anna hanya sekali bertemu dengan Erianto, tapi private dinner Anna waktu itu benar-benar membawa kesan mendalam bagi Anna.Dalam hidupnya, untuk pertama kalinya Anna merasa didengar. Dan ironisnya itu dilakukan oleh orang asing, yang tak lain adalah kakek penjual steak. Belakangan Anna tahu bahwa Erianto ternyata adalah kakek Kavi.Anna ingat bagaimana Erianto turut sedih dan prihatin sewaktu Anna menceritakan sepenggal kisah hidupnya. Erianto menunggui Anna menangis dengan sabar sambil memakan steak buatannya.“Aku merencanakan makan malam ini dari jauh-jauh hari, Kek. Mereka semua senang, tidak sabar i

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 4 | Luka Hati

    Orion duduk diam di sebelah Anna dalam sebuah taksi. Anna tidak berkata apa-apa. Jadi Orion memutuskan untuk tak bicara. Orion takut emosi Anna belum stabil. Sewaktu Orion datang menemui Anna, Anna hanya bilang kalau ia ingin Orion ikut dengannya. Orion pun menuruti titah sang kakak tanpa banyak tanya. Apalagi Orion baru menemui Anna tiga hari kemudian, setelah Anna meminta untuk datang menemuinya.Taksi berhenti di depan rumah sakit megah ibu kota dengan fasilitas sangat lengkap. Orion menyusul Anna turun setelah membayar ongkos taksi.“Kenapa kita ke rumah sakit? Kau sakit?” Orion menatap Anna penuh tanda tanya.Anna menggeleng. “Kau harus melakukan medical check up, untuk mengetahui kesehatanmu secara keseluruhan.”Orion termenung. Ia tersentuh dengan perhatian yang ditunjukkan Anna secara tiba-tiba. Tak menyangka kalau sang kakak sepeduli itu padanya.“Aku sehat, bugar, dan baik-baik saja. Untuk apa buang-buang uang melakukan medical check up? Kau tidak perlu sejauh ini, Kak. Aku

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 3 | Tamu Tak Diundang

    Mulut Rendy menganga lebar melihat kondisi kamar kos Anna yang sangat mengenaskan. Sedangkan Kavi hanya diam di dekat ambang pintu, menyaksikan semua barang berserakan tak karuan seperti kapal pecah. Rendy sampai harus menyingkirkan berbagai macam barang di lantai supaya Kavi bisa lewat.Anna yang belakangan masuk ke kamar kosnya baru tersadar dengan kekacauan yang ada. “Oh shit!” desisnya. Anna langsung menendangi barang-barang dari dekat sofa dengan canggung.“Bos, kau yakin tidak ingin ke dokter saja? Kurasa tempat ini kurang higienis,” kata Rendy memerhatikan situasi di kos Anna sambil bergidik.“Maaf, kosnya biasanya bersih. Cuma ini tadi saja agak berantakan.” ujar Anna menahan malu.“Agak?” Kavi menyindir Anna.“Maksudku, sangat berantakan. Adikku penyebabnya. Maaf kalau kalian jadi tidak nyaman,” ucap Anna menjelaskan. “Silakan duduk,” imbuhnya.Kavi diam menatap sofa. Ia mengernyit terlihat ragu untuk duduk. Anna yang heran langsung melihat ke sofa. DOENG! Ternyata bra milik

DMCA.com Protection Status