Share

Istri Dadakan sang Pewaris
Istri Dadakan sang Pewaris
Penulis: Yulia Ang

BAB 1 | Teras Rumah

Penulis: Yulia Ang
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Anna menyukai suasana restoran yang ia kunjungi. Pemilihan nama “Teras Rumah”, secara harfiah merepresentasikan letak restoran yang memang berada di sebuah teras rumah sederhana. Di restoran ini juga hanya terdapat satu meja makan besar dengan delapan kursi yang mengelilingi meja. Anna duduk di salah satu kursi, menunggu kedatangan teman-teman divisinya sembari bermain ponsel.

“Saya terkesan sekali, kau hafal dengan detail tingkat kematangan steak yang disukai teman-temanmu. Kalian berenam pasti bersahabat baik.” Suara Erianto, sang empunya restoran yang merangkap sebagai satu-satunya chef di Teras Rumah, berhasil membuyarkan lamunan Anna.

Anna tersenyum menatap Erianto.

“Teman sekantor, Kek. Dan sebagian besar waktu saya habiskan bersama mereka berenam di kantor. Jadi ya... begitulah,” ujar Anna canggung.

Erianto hanya manggut-manggut dari balik kaca partisi, yang memisahkan area makan dengan dapur yang mengusung tema open kitchen. Di usia senjanya, Erianto masih kelihatan bugar dan gagah. Tak ada yang mengira kalau Erianto sudah memasuki usia kepala delapan.  Cara berpakaiannya rapi dan memberikan kesan gaya old money walaupun barang-barang yang dipakainya bukan barang-barang high end kekinian. Erianto sangat cekatan memanggang enam steak secara bersamaan di dalam panci grill modifikasi yang sangat besar.

Anna tersenyum sumringah saat menghidu aroma steak yang menguar. Desisan steak yang dibalik di atas panci grill semakin membangkitkan selera makannya.

“Enak banget, Kek, baunya.”

“Semoga kau dan teman-temanmu nanti cocok sama rasanya,” Erianto berucap sambil terus memanggang steak.

“Pastinya,” jawab Anna yakin. Anna berdiri melihat Erianto mulai plating steak dengan tingkat kematangan medium rare terlebih dahulu. “Boleh tidak saya ambil foto kakek untuk di-upload ke media sosial saya?” tanya Anna meminta izin.

“Boleh, silakan.”

Pertama Anna mengambil foto Erianto secara candid. Foto kedua Anna melakukan selfie dengan Erianto di belakang kaca partisi, yang berpose sambil mengacungkan jempolnya. Usai mengucapkan terima kasih, Anna langsung mengunggah foto-foto itu ke media sosial pribadinya. “Special Private Dinner by Kakek Erianto yang super ramah.” Begitu Anna memberi caption pada dua foto unggahannya.

Setelah beberapa saat, seluruh hidangan makan malam telah matang. Anna menawarkan diri untuk membantu Erianto menata hidangan itu ke meja makan. Hal itu disambut Erianto dengan senang hati.

“Sekalian hidangan utama dan dessert-nya saja, Kek. Biar nanti Kakek tidak kerepotan menghidangkannya ke kami,” ucap Anna waktu meletakkan hidangan pembuka berupa cream soup yang berisi campuran daging ayam, jagung, wortel, dan jamur dalam porsi kecil.

“Melayani pelanggan adalah tugas saya. Saya tidak akan merasa kerepotan.” Erianto tersenyum ramah. “Nanti saya sajikan bertahap, agar esensi fine dining-nya tidak hilang. Ya... walaupun makan malamnya cuma di teras rumah saya. Tapi saya berharap bisa memberikan pengalaman makan malam berkesan dan akan jadi kenangan menyenangkan ke semua pelanggan Teras Rumah.”

Anna tersenyum memahami aturan yang dipegang teguh oleh Erianto dalam menjamu pengunjung restorannya.

“Baiklah. Saya ikuti apa kata Kakek saja.” Anna kemudian kembali duduk setelah hidangan pembuka sudah tersaji seluruhnya di meja.

Anna melihat jam tangannya. Sudah lebih dari tiga puluh menit dari jam janjian Anna dan teman-temannya untuk makan malam. Anna mencoba berpikir positif. Mungkin mereka terjebak macet. Apalagi ini weekend. Hingga waktu terus berjalan sampai akhirnya dua jam yang panjang telah berlalu.

Anna terlihat sangat gelisah. Berulang kali Anna melihat jam tangannya. Bertanya-tanya kenapa teman-teman divisinya tak kunjung datang. Appetizer di meja sudah dingin. Sedingin hati Anna saat ini. “Kenapa mereka belum ke sini juga? Apa yang terjadi? Apa mereka lupa?” risau Anna dalam hati.

Erianto seolah bisa merasakan kegelisahan hati Anna. Tapi Erianto tidak mendesak Anna dengan banyak pertanyaan. Erianto hanya hadir di situ menemani Anna menunggu. Hingga saat Anna akan menelepon Celine, Anna melihat notifikasi kalau sahabat yang berada satu divisi dengannya itu mengunggah sesuatu di media sosialnya. Anna cepat-cepat membuka unggahan itu, dan mendapati suatu kenyataan pahit.

Foto Celine sedang makan malam bersama keempat rekan divisi Anna yang lain sambil karaokean, membuat Anna tercenung. Bagaimana tidak, mereka membuat acara sendiri tanpa Anna. Padahal jelas-jelas sebelumnya mereka sudah janjian untuk makan malam di Teras Rumah dengan Anna. Anna langsung menelepon Celine.

“Kalian di mana? Aku sudah menunggu di Teras Rumah dari dua jam yang lalu.” Anna menjaga nada bicaranya tetap tenang. Meski pada kenyataannya hati Anna dirundung rasa kecewa yang teramat sangat.

“Kami berubah pikiran tidak ingin makan steak. Kami memutuskan untuk makan seafood di menit-menit terakhir. Harusnya seseorang mengabarimu tadi. Tapi sepertinya semua kelupaan.”

Anna diam tak menanggapi ucapan Celine dan langsung menutup teleponnya. Bahu Anna merosot. Dada Anna benar-benar sesak. Mungkin alasan lupa bisa Anna terima. Tapi tidak dengan alasan mereka yang tiba-tiba berubah pikiran ingin makan seafood, tanpa pemberitahuan apa pun pada Anna.

Anna inget betul waktu itu teman-temannya heboh membicarakan restoran Teras Rumah yang sedang viral. Apalagi butuh waktu minimal satu setengah bulan sebelumnya untuk reservasi. Mereka ingin sekali makan malam di sana. Sampai akhirnya Anna berhasil mendapat reservasi dan ingin mentraktir teman-teman divisinya. Tentu saja mereka semua langsung menyambutnya dengan antusias. Termasuk Celine, sahabat baik Anna di kantor. Tetapi pada akhirnya kenyataan pahit harus Anna telan bulat-bulat.

Mata Anna berkaca-kaca menatap deretan hidangan pembuka yang sudah tersaji di meja. Anna lalu memakan bagiannya dalam diam.

Erianto khawatir memerhatikan gerak-gerik Anna.

“Harusnya saya buka restorannya di tepi jalan raya. Bukan di gang sempit begini, yang sulit diakses mobil. Jadi teman-temanmu akan mudah menemukan restorannya,” kata Erianto berusaha mencairkan suasana.

Anna diam untuk beberapa saat.

“Saya mau makan steak-nya sekarang, Kek. Yang lainnya dibungkus saja.” Anna berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh.

“Baiklah.” Erianto langsung menghidangkan menu utama dan juga dessert berupa puding karamel. Erianto lalu duduk menemani Anna makan. “Kakek temani, ya?” Anna hanya mengangguk kecil.

Anna mulai memotong-motong steak dan memakannya. Rasa steak yang begitu lezat membuat Anna semakin emosional. Air mata Anna perlahan jatuh bercucuran. Tiba-tiba Anna menangis sesenggukan. Perasaan campur aduk ia rasakan. Kecewa, marah, dan kesal pada teman-teman divisinya.  Pun juga rasa bersalah dan tak enak hati kepada Erianto, atas kerja keras serta ketulusan Erianto membuat steak yang begitu lezat dan bercita rasa tinggi. Tapi berakhir tidak jadi disajikan untuk teman-teman Anna.

“Maafkan aku, Kek. Teman-temanku batal ke sini. Padahal kakek sudah memasak steak seenak ini,” ucap Anna sembari menahan tangis sekuat tenaga. Erianto menatap Anna dengan iba.

“Menangislah. Keluarkan semuanya. Kalau perlu teriak saja tidak apa-apa."

Seketika bulir-bulir air mata Anna luruh perlahan. Anna merasakan dadanya semakin sesak.

"Jangan makan sambil menangis karena itu hanya akan membuat dadamu sakit dan semakin sesak.” Anna menghentikan makannya dan menangis sejadi-jadinya.

Erianto diam memberikan waktu untuk Anna. Sesekali Erianto menepuk punggung tangan Anna untuk sekadar memberi dukungan pada Anna. Anna mencurahkan segenap perasaannya di hadapan Erianto, selayaknya Anna bercerita pada kakeknya sendiri.

Tak berselang lama, Kavi datang bersama Rendy dari arah belakang Anna. Begitu melihat kedatangan dua pria tersebut, Erianto langsung memberi kode agar mereka berhenti melangkah tepat saat Kavi berada di balik pagar. Lalu dengan isyarat tangannya, Erianto meminta mereka pergi diam-diam. Hal itu membuat Kavi dan Rendy kebingungan.

“Apa barusan kakek mengusirku?”

Kavi tidak habis pikir apa maksud sang kakek. Saat Kavi bersikeras mendekat, Erianto langsung melotot tajam. Kali ini Kavi tidak bisa berkutik. Karena Kavi paham, tatapan mata Erianto yang seperti itu menyiratkan ketegasan bahwa ia tidak ingin dibantah.

Rendy lalu berbisik pada Kavi. “Sebaiknya kita ikuti kemauan Tuan Besar, Bos,” ucapnya.

Tak ingin bermasalah dengan sang kakek, Kavi pun menurut. Kavi balik badan lalu pergi bersama Rendy. Tapi satu yang membuat Kavi sangat penasaran. Tentang perempuan yang menangis di depan Erianto. Kavi menoleh, melihat sang kakek mencoba menenangkan perempuan itu dan mengabaikan Kavi.

“Cari tahu siapa perempuan itu. Apa hubungan dia dengan kakek,” ucap Kavi dingin pada sang asisten. “Oke, Bos,” jawab Rendy mengiyakan. Kavi berjalan menuju mobilnya yang diparkir di depan gang, diikuti oleh Rendy yang mulai sibuk dengan ponselnya. []

Bab terkait

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 2 | Beban Hidup

    Anna langsung duduk di cubicle-nya begitu sampai di kantor. Sejak peristiwa pembatalan makan malam di Teras Rumah seminggu yang lalu, Anna memutuskan untuk membatasi interaksi dengan rekan sesama divisinya. Termasuk dengan Celine yang selama ini ia anggap sebagai sahabat, tapi memperlakukannya tak lebih seperti seorang pecundang belakangan ini.Celine dan rekannya yang lain bahkan tidak merasa bersalah dan tidak meminta maaf kepada Anna. Mereka menganggap pembatalan makan malam itu hanyalah hal biasa. Kini Anna tahu kalau keberadaannya di divisi ini hanya sebatas menjadi karyawan, tidak lebih. Mulai sekarang Anna hanya akan fokus dengan kerjaannya, lalu pulang kembali ke kos, tanpa menjalin komunikasi di luar urusan kantor dengan rekan divisinya.“Anna! Ke ruangan saya sekarang!” Nada tegas Cakra berhasil menginvasi telinga Anna. Anna langsung beranjak menuju ke ruangan atasannya itu. Anna sadar rekan divisinya saling bergunjing di belakang, tapi Anna mengabaikan semua itu.Anna duduk

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 3 | Tamu Tak Diundang

    Mulut Rendy menganga lebar melihat kondisi kamar kos Anna yang sangat mengenaskan. Sedangkan Kavi hanya diam di dekat ambang pintu, menyaksikan semua barang berserakan tak karuan seperti kapal pecah. Rendy sampai harus menyingkirkan berbagai macam barang di lantai supaya Kavi bisa lewat.Anna yang belakangan masuk ke kamar kosnya baru tersadar dengan kekacauan yang ada. “Oh shit!” desisnya. Anna langsung menendangi barang-barang dari dekat sofa dengan canggung.“Bos, kau yakin tidak ingin ke dokter saja? Kurasa tempat ini kurang higienis,” kata Rendy memerhatikan situasi di kos Anna sambil bergidik.“Maaf, kosnya biasanya bersih. Cuma ini tadi saja agak berantakan.” ujar Anna menahan malu.“Agak?” Kavi menyindir Anna.“Maksudku, sangat berantakan. Adikku penyebabnya. Maaf kalau kalian jadi tidak nyaman,” ucap Anna menjelaskan. “Silakan duduk,” imbuhnya.Kavi diam menatap sofa. Ia mengernyit terlihat ragu untuk duduk. Anna yang heran langsung melihat ke sofa. DOENG! Ternyata bra milik

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 4 | Luka Hati

    Orion duduk diam di sebelah Anna dalam sebuah taksi. Anna tidak berkata apa-apa. Jadi Orion memutuskan untuk tak bicara. Orion takut emosi Anna belum stabil. Sewaktu Orion datang menemui Anna, Anna hanya bilang kalau ia ingin Orion ikut dengannya. Orion pun menuruti titah sang kakak tanpa banyak tanya. Apalagi Orion baru menemui Anna tiga hari kemudian, setelah Anna meminta untuk datang menemuinya.Taksi berhenti di depan rumah sakit megah ibu kota dengan fasilitas sangat lengkap. Orion menyusul Anna turun setelah membayar ongkos taksi.“Kenapa kita ke rumah sakit? Kau sakit?” Orion menatap Anna penuh tanda tanya.Anna menggeleng. “Kau harus melakukan medical check up, untuk mengetahui kesehatanmu secara keseluruhan.”Orion termenung. Ia tersentuh dengan perhatian yang ditunjukkan Anna secara tiba-tiba. Tak menyangka kalau sang kakak sepeduli itu padanya.“Aku sehat, bugar, dan baik-baik saja. Untuk apa buang-buang uang melakukan medical check up? Kau tidak perlu sejauh ini, Kak. Aku

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 5 | Undangan

    Anna berulangkali meremas jemarinya dengan gugup. Perasaan Anna campur aduk. Bagamana tidak, tiba-tiba ada laki-laki yang datang ke kos Anna yang mengaku sebagai sopir pribadi Kavi. Khairan diutus untuk menyampaikan berita duka sekaligus menjemput Anna.Khairan bilang kalau kemarin Erianto meninggal dunia. Hal itu tentu saja membuat hati Anna sakit sekaligus sedih bukan main. Walaupun Anna hanya sekali bertemu dengan Erianto, tapi private dinner Anna waktu itu benar-benar membawa kesan mendalam bagi Anna.Dalam hidupnya, untuk pertama kalinya Anna merasa didengar. Dan ironisnya itu dilakukan oleh orang asing, yang tak lain adalah kakek penjual steak. Belakangan Anna tahu bahwa Erianto ternyata adalah kakek Kavi.Anna ingat bagaimana Erianto turut sedih dan prihatin sewaktu Anna menceritakan sepenggal kisah hidupnya. Erianto menunggui Anna menangis dengan sabar sambil memakan steak buatannya.“Aku merencanakan makan malam ini dari jauh-jauh hari, Kek. Mereka semua senang, tidak sabar i

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 6 | Surat Wasiat

    Anna meremas-remas ibu jarinya yang ada di atas pangkuan lantaran didera rasa cemas. Terlintas di pikiran Kavi untuk menenangkan Anna. Tangan Kavi nyaris terulur untuk memegang punggung tangan Anna. Tapi Kavi mengurungkan niatnya, ketika Devan lebih dulu menarik atensi Anna.“Hai, aku Devan.” Devan yang duduk di sebelah Anna tiba-tiba mengajak Anna bersalaman. Anna agak terkejut. Ia membalas sapaan itu dengan ramah.“Anna.” Anna tersenyum seraya menyalami Devan.Anna menghela napas panjang. Berusaha untuk mengusir kecemasan. Melihat Anna sudah sedikit lebih tenang, Kavi memberi kode pada Harris dengan menganggukkan kelapanya.Haris yang paham langsung mengeluarkan berkas-berkas dari dalam tasnya. Harris berdeham, membuat perhatian semua orang yang ada di sini tertuju padanya.“Karena semua sudah berkumpul di sini, saya akan langsung membacakan surat wasiat peninggalan mendiang Tuan Erianto Waradana.” Harris memakai kacamata kemudian mulai membaca perlahan-lahan.Semua orang mendengarka

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 7 | Pemakaman

    Rendy menemani Anna hingga sampai ke mobil. Ketika Anna hendak memasuki pintu mobil yang dibukakan oleh Khairan, Devan datang menahan pintu itu. Anna terkejut, sedangkan Rendy keheranan menatap Devan.“Aku yang akan mengantarkanmu pulang,” ucap Devan tiba-tiba.“Tapi tadi Kavi minta...”Ucapan Anna terhenti saat Devan tiba-tiba menarik tangannya.“Mobilku ada di sebelah sana,” tunjuk Devan. Anna yang tidak nyaman perlahan menepiskan tangan Devan. “Kau tidak usah khawatir. Kavi pasti tidak keberatan aku mengantarmu pulang. Lagi pula siapa Kavi, sampai kau harus mengikuti perintahnya?”Anna tidak mengerti apa maksud Devan. Tapi Anna memilih untuk diam mengikuti Devan. Sebenarnya kalau dipikir-pikir omongan Devan ada benarnya juga. Kavi bukan siapa-siapa Anna, jadi Anna tidak punya kewajiban untuk menuruti perintah Kavi.Tak berapa lama, mobil Devan melesat membawa Anna pergi meninggalkan kediaman Waradana. Rendy memerhatikan semua itu dalam diam. Seolah ia yakin kalau bosnya tidak akan

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 8 | Deep Talk

    Kavi melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Anna yang duduk di sebelahnya merasa tidak nyaman dan canggung. Hal itu dirasakan Anna karena Kavi terus saja diam sejak laki-laki itu mengajak Anna pulang dari Plumeria Memorial Park. Terlebih Kavi memiliki aura mengintimidasi yang kuat.Anna merasakan semua itu dari awal pertemuan mereka. Sampai belum lama tadi, saat Kavi tiba-tiba datang ke Plumeria Memorial Park, dan langsung membawa Anna pergi tanpa minta persetujuan Anna terlebih dahulu. Dan lucunya, Anna juga mau-mau saja mengikuti perintah Kavi.Berbeda dari Anna, Kavi justru bersikap sangat tenang dan mengemudi dengan santai.“Kenapa kau pulang bersama Devan? Tadi aku menyuruhmu pulang diantar Khairan?” Kavi bicara tanpa menoleh sedikitpun pada Anna.“Pulang bersama Devan atau Khairan, bukannya sama saja?”“Beda,” jawab Kavi datar. “Devan tertarik padamu,” imbuhnya yang seketika membuat Anna menoleh.Anna tertawa tak percaya. “Jangan konyol. Aku dan Devan tidak saling kenal. Ke

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 9 | Terdesak

    Anna berlari melintasi jembatan penyeberangan dengan napas memburu. Pikirannya begitu kalut. Satu jam yang lalu tiba-tiba Anna mendapat telepon dari kantor polisi Ibu Kota. Seorang polisi mengabarkan kalau Orion ditangkap atas dugaan penipuan. Anna yakin sekali kalau itu berkaitan dengan utang Orion.Anna langsung mencari taksi dan minta secepat mungkin diantar menuju ke kantor polisi. Tapi sialnya ada kebakaran yang mengakibatkan jalur terdekat menuju kantor polisi macet total. Akhirnya Anna memilih turun dan berlari beberapa blok daripada harus memutar lebih jauh.Begitu sampai di kantor polisi Anna langsung menuju ke sebuah ruangan, tempat Orion berada. Anna terengah-engah. Melihat Orion duduk menunduk memakai baju tahanan dengan kedua tangan diborgol, membuat hati Anna mencelos.Orion mendongak, menatap sang kakak dengan sorot putus asa.Seorang polisi menyapa Anna. “Silakan duduk,” pintanya pada Anna.Anna hanya diam menurut.“Benar Anda wali dari Orion Arsyanendra?” tanya polisi

Bab terbaru

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 11 | Kesatria Berkuda Putih

    Meeting santai bersama klien dengan ditemani seorang lady companion sudah biasa bagi Kavi. Seringnya klien tertentu memang suka melihat LC cantik melayani mereka minum, atau berkaraoke di sela-sela kesepakatan bisnis yang sedang dibahas.Biasanya Kavi tidak terlalu peduli dengan kehadiran si LC. Namun berbeda dengan hari ini. Saat seorang LC yang disebut Lady Rose masuk ke private lounge tempatnya meeting, Kavi tidak bisa mengalihkan pandangan dari wanita itu. Tentu Kavi tidak menyadari, jika wanita yang ada di balik topeng Lady Rose itu adalah Anna.Anna yang sempat terpaku beberapa detik lantaran melihat kehadiran Kavi, buru-buru mengalihkan pandangan. Ternyata Kavi pun melakukan hal yang sama. Kavi mengobrol dengan ketiga kliennya.Anna sedikit lega. Setidaknya Anna merasa aman dan merasa tidak akan ketahuan. Anna kemudian memulai kerjanya. Ia berdiri membungkuk menuangkan wine ke dalam gelas yang sudah kosong dengan hati-hati. Melihat gesture Anna yang tampak gugup, salah satu k

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 10 | Lady Rose

    Anna menatap pantulan dirinya di cermin ruang ganti. Sedikit pun tak pernah terlintas dalam benak Anna kalau ia akan mengenakan pakaian seterbuka ini. Rok jeans mini yang Anna kenakan hanya menutupi area kewanitaannya saja.Kemeja top crop putih transparan memperlihatkan dengan jelas setiap lekuk tubuh indah Anna, yang hanya dibalut dengan strapless bra berwarna putih.Ada pergolakan besar dalam batin Anna. “Bukannya ini sama saja dengan ia menjual diri?” pikirnya.Anna sudah mengambil keputusan. Saat Sitha menawarinya sebuah pekerjaan, setelah menimbang-nimbang sebentar, Anna langsung menerima tawaran kerja itu. Anna ingat pembicaraannya dengan Sitha beberapa hari yang lalu, ketika ia nyaris diusir dari indekosnya karena terlambat bayar sewa.“Aku turut prihatin dengan masalah yang menimpa adikmu,” kata Sitha dengan tulus saat mengajak Anna makan siang di sebuah restoran mahal.“Terima kasih. Aku hargai kepedulianmu padaku dan Orion. Dan selamat juga atas rumah barumu. Sayang sekali

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 9 | Terdesak

    Anna berlari melintasi jembatan penyeberangan dengan napas memburu. Pikirannya begitu kalut. Satu jam yang lalu tiba-tiba Anna mendapat telepon dari kantor polisi Ibu Kota. Seorang polisi mengabarkan kalau Orion ditangkap atas dugaan penipuan. Anna yakin sekali kalau itu berkaitan dengan utang Orion.Anna langsung mencari taksi dan minta secepat mungkin diantar menuju ke kantor polisi. Tapi sialnya ada kebakaran yang mengakibatkan jalur terdekat menuju kantor polisi macet total. Akhirnya Anna memilih turun dan berlari beberapa blok daripada harus memutar lebih jauh.Begitu sampai di kantor polisi Anna langsung menuju ke sebuah ruangan, tempat Orion berada. Anna terengah-engah. Melihat Orion duduk menunduk memakai baju tahanan dengan kedua tangan diborgol, membuat hati Anna mencelos.Orion mendongak, menatap sang kakak dengan sorot putus asa.Seorang polisi menyapa Anna. “Silakan duduk,” pintanya pada Anna.Anna hanya diam menurut.“Benar Anda wali dari Orion Arsyanendra?” tanya polisi

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 8 | Deep Talk

    Kavi melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Anna yang duduk di sebelahnya merasa tidak nyaman dan canggung. Hal itu dirasakan Anna karena Kavi terus saja diam sejak laki-laki itu mengajak Anna pulang dari Plumeria Memorial Park. Terlebih Kavi memiliki aura mengintimidasi yang kuat.Anna merasakan semua itu dari awal pertemuan mereka. Sampai belum lama tadi, saat Kavi tiba-tiba datang ke Plumeria Memorial Park, dan langsung membawa Anna pergi tanpa minta persetujuan Anna terlebih dahulu. Dan lucunya, Anna juga mau-mau saja mengikuti perintah Kavi.Berbeda dari Anna, Kavi justru bersikap sangat tenang dan mengemudi dengan santai.“Kenapa kau pulang bersama Devan? Tadi aku menyuruhmu pulang diantar Khairan?” Kavi bicara tanpa menoleh sedikitpun pada Anna.“Pulang bersama Devan atau Khairan, bukannya sama saja?”“Beda,” jawab Kavi datar. “Devan tertarik padamu,” imbuhnya yang seketika membuat Anna menoleh.Anna tertawa tak percaya. “Jangan konyol. Aku dan Devan tidak saling kenal. Ke

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 7 | Pemakaman

    Rendy menemani Anna hingga sampai ke mobil. Ketika Anna hendak memasuki pintu mobil yang dibukakan oleh Khairan, Devan datang menahan pintu itu. Anna terkejut, sedangkan Rendy keheranan menatap Devan.“Aku yang akan mengantarkanmu pulang,” ucap Devan tiba-tiba.“Tapi tadi Kavi minta...”Ucapan Anna terhenti saat Devan tiba-tiba menarik tangannya.“Mobilku ada di sebelah sana,” tunjuk Devan. Anna yang tidak nyaman perlahan menepiskan tangan Devan. “Kau tidak usah khawatir. Kavi pasti tidak keberatan aku mengantarmu pulang. Lagi pula siapa Kavi, sampai kau harus mengikuti perintahnya?”Anna tidak mengerti apa maksud Devan. Tapi Anna memilih untuk diam mengikuti Devan. Sebenarnya kalau dipikir-pikir omongan Devan ada benarnya juga. Kavi bukan siapa-siapa Anna, jadi Anna tidak punya kewajiban untuk menuruti perintah Kavi.Tak berapa lama, mobil Devan melesat membawa Anna pergi meninggalkan kediaman Waradana. Rendy memerhatikan semua itu dalam diam. Seolah ia yakin kalau bosnya tidak akan

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 6 | Surat Wasiat

    Anna meremas-remas ibu jarinya yang ada di atas pangkuan lantaran didera rasa cemas. Terlintas di pikiran Kavi untuk menenangkan Anna. Tangan Kavi nyaris terulur untuk memegang punggung tangan Anna. Tapi Kavi mengurungkan niatnya, ketika Devan lebih dulu menarik atensi Anna.“Hai, aku Devan.” Devan yang duduk di sebelah Anna tiba-tiba mengajak Anna bersalaman. Anna agak terkejut. Ia membalas sapaan itu dengan ramah.“Anna.” Anna tersenyum seraya menyalami Devan.Anna menghela napas panjang. Berusaha untuk mengusir kecemasan. Melihat Anna sudah sedikit lebih tenang, Kavi memberi kode pada Harris dengan menganggukkan kelapanya.Haris yang paham langsung mengeluarkan berkas-berkas dari dalam tasnya. Harris berdeham, membuat perhatian semua orang yang ada di sini tertuju padanya.“Karena semua sudah berkumpul di sini, saya akan langsung membacakan surat wasiat peninggalan mendiang Tuan Erianto Waradana.” Harris memakai kacamata kemudian mulai membaca perlahan-lahan.Semua orang mendengarka

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 5 | Undangan

    Anna berulangkali meremas jemarinya dengan gugup. Perasaan Anna campur aduk. Bagamana tidak, tiba-tiba ada laki-laki yang datang ke kos Anna yang mengaku sebagai sopir pribadi Kavi. Khairan diutus untuk menyampaikan berita duka sekaligus menjemput Anna.Khairan bilang kalau kemarin Erianto meninggal dunia. Hal itu tentu saja membuat hati Anna sakit sekaligus sedih bukan main. Walaupun Anna hanya sekali bertemu dengan Erianto, tapi private dinner Anna waktu itu benar-benar membawa kesan mendalam bagi Anna.Dalam hidupnya, untuk pertama kalinya Anna merasa didengar. Dan ironisnya itu dilakukan oleh orang asing, yang tak lain adalah kakek penjual steak. Belakangan Anna tahu bahwa Erianto ternyata adalah kakek Kavi.Anna ingat bagaimana Erianto turut sedih dan prihatin sewaktu Anna menceritakan sepenggal kisah hidupnya. Erianto menunggui Anna menangis dengan sabar sambil memakan steak buatannya.“Aku merencanakan makan malam ini dari jauh-jauh hari, Kek. Mereka semua senang, tidak sabar i

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 4 | Luka Hati

    Orion duduk diam di sebelah Anna dalam sebuah taksi. Anna tidak berkata apa-apa. Jadi Orion memutuskan untuk tak bicara. Orion takut emosi Anna belum stabil. Sewaktu Orion datang menemui Anna, Anna hanya bilang kalau ia ingin Orion ikut dengannya. Orion pun menuruti titah sang kakak tanpa banyak tanya. Apalagi Orion baru menemui Anna tiga hari kemudian, setelah Anna meminta untuk datang menemuinya.Taksi berhenti di depan rumah sakit megah ibu kota dengan fasilitas sangat lengkap. Orion menyusul Anna turun setelah membayar ongkos taksi.“Kenapa kita ke rumah sakit? Kau sakit?” Orion menatap Anna penuh tanda tanya.Anna menggeleng. “Kau harus melakukan medical check up, untuk mengetahui kesehatanmu secara keseluruhan.”Orion termenung. Ia tersentuh dengan perhatian yang ditunjukkan Anna secara tiba-tiba. Tak menyangka kalau sang kakak sepeduli itu padanya.“Aku sehat, bugar, dan baik-baik saja. Untuk apa buang-buang uang melakukan medical check up? Kau tidak perlu sejauh ini, Kak. Aku

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 3 | Tamu Tak Diundang

    Mulut Rendy menganga lebar melihat kondisi kamar kos Anna yang sangat mengenaskan. Sedangkan Kavi hanya diam di dekat ambang pintu, menyaksikan semua barang berserakan tak karuan seperti kapal pecah. Rendy sampai harus menyingkirkan berbagai macam barang di lantai supaya Kavi bisa lewat.Anna yang belakangan masuk ke kamar kosnya baru tersadar dengan kekacauan yang ada. “Oh shit!” desisnya. Anna langsung menendangi barang-barang dari dekat sofa dengan canggung.“Bos, kau yakin tidak ingin ke dokter saja? Kurasa tempat ini kurang higienis,” kata Rendy memerhatikan situasi di kos Anna sambil bergidik.“Maaf, kosnya biasanya bersih. Cuma ini tadi saja agak berantakan.” ujar Anna menahan malu.“Agak?” Kavi menyindir Anna.“Maksudku, sangat berantakan. Adikku penyebabnya. Maaf kalau kalian jadi tidak nyaman,” ucap Anna menjelaskan. “Silakan duduk,” imbuhnya.Kavi diam menatap sofa. Ia mengernyit terlihat ragu untuk duduk. Anna yang heran langsung melihat ke sofa. DOENG! Ternyata bra milik

DMCA.com Protection Status