Anna meremas-remas ibu jarinya yang ada di atas pangkuan lantaran didera rasa cemas. Terlintas di pikiran Kavi untuk menenangkan Anna. Tangan Kavi nyaris terulur untuk memegang punggung tangan Anna. Tapi Kavi mengurungkan niatnya, ketika Devan lebih dulu menarik atensi Anna.
“Hai, aku Devan.” Devan yang duduk di sebelah Anna tiba-tiba mengajak Anna bersalaman. Anna agak terkejut. Ia membalas sapaan itu dengan ramah.
“Anna.” Anna tersenyum seraya menyalami Devan.
Anna menghela napas panjang. Berusaha untuk mengusir kecemasan. Melihat Anna sudah sedikit lebih tenang, Kavi memberi kode pada Harris dengan menganggukkan kelapanya.
Haris yang paham langsung mengeluarkan berkas-berkas dari dalam tasnya. Harris berdeham, membuat perhatian semua orang yang ada di sini tertuju padanya.
“Karena semua sudah berkumpul di sini, saya akan langsung membacakan surat wasiat peninggalan mendiang Tuan Erianto Waradana.” Harris memakai kacamata kemudian mulai membaca perlahan-lahan.
Semua orang mendengarkan dengan serius setiap ucapan Harris. Hingga Harris sampai pada poin utamanya.
“Poin pertama, seluruh keturunan Waradana akan mendapatkan dua puluh persen saham dari Waradana Grup, yang akan dibagi rata untuk keturunan generasi kedua dan ketiga keluarga Waradana. Yaitu, anak-anakku Fiki Waradana dan Salma Waradana, juga kedua cucuku Bagas Kavi Waradana, serta Devan Jovian Waradana.”
“Poin kedua, jika cucuku yang hilang muncul, dan dia bisa membuktikan sebagai keturunan Waradana melalui dokumen tertulis yang sah, serta pembuktian genetik, maka dia akan mendapatkan hak yang sama dari dua puluh persen saham Waradana Grup.”
“Poin ketiga, untuk cucuku Bagas Kavi Waradana, aku punya tugas khusus.” Semua tampak tegang menunggu Harris melanjutkan membaca isi surat wasiat Erianto. Termasuk Anna dan Kavi, walaupun mereka berdua sudah tahu poin utamanya.
“Jika Bagas Kavi Waradana bersedia menikahi Brianna Izara, maka lima puluh persen saham Waradana Grup akan jatuh ke tangan Bagas Kavi Waradana. Dengan catatan, dalam kurun waktu dua tahun, mereka harus sudah dikarunia anak yang akan menjadi generasi keempat Waradana. Setengah bagian saham akan tertulis atas nama Brianna Izara dengan calon bayinya bersama Bagas Kavi Waradana.”
Anna terkesiap, beberapa detik saling lihat dengan Kavi. Mereka berdua tidak menyangka kalau isi surat wasiat Erianto akan sedetail itu, sampai menyinggung soal anak. Karena yang mereka tahu, hanya sebatas perjodohan saja.
Fiki, Selvia, dan Salma mengamati reaksi Anna dengan tatapan tajam. Anna tetap berusaha tenang, walau jantungnya saat ini kebat-kebit tak karuan.
“Poin keempat, sisa saham sebesar tiga puluh persen, akan dilelang sebanyak dua puluh persen. Dan sepuluh persen sisanya akan disumbangkan ke badan amal rekanan Waradana Grup. Sedangkan saham lima puluh persen di poin ketiga, jika salah satu pihak tersebut di atas menolak untuk menikah, maka saham tersebut akan ikut dilelang. Demikian surat wasiat ini dibuat dengan kesadaran penuh, dan harus ditunaikan sebagaimana mestinya. Tertanda, Erianto Waradana.”
Harris mengakhiri pembacaan surat wasiat itu.
Semua yang ada di sini terlihat tegang. Ada yang terang-terangan menunjukkan raut tidak puas dan tidak suka dengan isi dari surat wasiat peninggalan Erianto.
“Barangkali ada tanggapan dari kalian tentang surat wasiat yang tadi saya sampaikan?” Harris memberi waktu pada seluruh anggota keluarga untuk mengemukakan pendapatnya.
“Kalau boleh tahu, kenapa ayah mertua menunjuk Kavi untuk menikahi Brianna? Kenapa bukan Devan? Devan juga cucu ayah mertua yang juga sudah siap untuk menikah.” Selvia, mama Devan tampak penasaran.
“Kau yakin akan membiarkan Devan menikahi perempuan asing, yang tidak jelas bibit, bebet, dan bobotnya?” sindir Salma— anak bungsu Erianto, sembari melirik sinis pada Anna.
Menjadi bahan omongan di depan matanya langsung, tentu saja membuat Anna merasa tidak nyaman. Tapi Anna memilih untuk tetap diam.
“Sebenarnya, aku tidak keberatan juga seandainya kakek menjodohkanku dengan Anna.” Spontan Devan bicara.
Anna terkejut sampai menatap Devan tak percaya. Lain halnya dengan Kavi, yang hanya menunjukkan sikap tenang dan cenderung datar, meskipun dalam hati pernyataan Devan cukup mengagetkannya.
“Aneh saja tiba-tiba ayah mertua mempercayakan sebagian besar saham Waradana Grup pada Kavi dan perempuan itu.” Selvia masih tidak terima.
“Semoga saja dia bukan anak dari simpanan Ayah.” Fiki, papa Devan angkat bicara.
Kavi tidak bisa tinggal diam. “Tolong jaga omongan Om. Tidak pantas seorang anak laki-laki bicara jelek tentang Ayahnya.”
“Oh ya? Seperti kau tidak pernah bicara jelek tentang papamu saja,” cibir Fiki pada Kavi. “Aku sering meliat kau teriak-teriak di depan papamu dulu, asal kau tahu. Kau bahkan terang-terangan bilang kalau kau benci papamu dan berharap papamu pergi jauh.”
Kavi mengatupkan rahangnya. Menatap tajam pada Fiki. Atmosfer ruangan mendadak jadi sangat tegang. Anna merasa terjebak dalam intrik keluarga Waradana yang tak ia mengerti.
Harris langsung bicara untuk menguraikan ketegangan.
“Tuan Erianto tidak memberitahu alasan khusus kenapa Kavi harus menikahi Brianna. Dia ingin Kavi dan Brianna bersatu. Tapi keputusan tetap ia serahkan pada Kavi dan Brianna. Entah mereka menyetujui perjodohan itu, atau menolaknya.” Penjelasan Harris tentu tidak memberi kepuasan bagi Fiki, Selvia, dan juga Salma.
Salma menatap Anna dengan tajam. “Ya, sudah. Selamat datang di keluarga Waradana. Hati-hati dalam bersikap. Jangan sampai kau menjadi aib keluarga seperti ibu mertuamu.”
“Tante Salma!” Kavi tampak sangat emosi. Salma hanya menanggapinya dengan santai.
“Aku cuma mengingatkan dia, Kav. Lagi pula, cepat atau lambat dia juga akan tahu semua masalah yang dialami keluarga Waradana. Setelah dia sah menjadi istrimu.”
Kavi menghela napas panjang kemudian berkata dengan tegas.
“Saya tidak akan menikahi Brianna Izara.”
DEG!
Anna tercekat. Begitupun dengan Devan. Harris, Fiki, Selvia, dan Salma semua menatap Kavi dengan penuh tanda tanya.
“Kau akan membiarkan hampir tiga per empat saham perusahaan dilelang di pasar saham? Yang benar saja, Kavi! Itu sama saja kau menghancurkan Waradana Grup dengan mengalihkan kepemimpinan pada orang lain!” protes Fiki kesal.
“Walaupun isi wasiat Ayah tidak adil untuk kita. Tapi dengan menolak perjodohan itu dan membiarkan lima puluh persen saham perusahaan dilelang bersama dua puluh persen yang lain, itu merupakan tindakan bodoh!” Salma menambahkan.
Anna semakin tidak nyaman berada di sini lebih lama lagi. Anna akhirnya memberanikan diri bicara.
“Maaf, sepertinya saya sudah tidak ada urusan lagi di sini. Kalau boleh, saya permisi,” ucap Anna canggung, entah kepada siapa pun.
“Anda boleh pergi, Nona. Tuan Muda sudah mengambil keputusan. Terima kasih sudah menghadiri undangan saya,” jawab Harris.
Anna mengangguk.
“Khairan akan mengantarmu pulang.” Kavi menatap Anna sesaat, kemudian teriak memanggil Rendy.
“Rendy!” Seketika Pintu ruangan terbuka, dan Rendy muncul. “Ya, Bos?”
“Antar Anna ke depan,” ucap Kavi memberi perintah pada Rendy.
“Baik.”
Anna menganggukkan kepala pada Harris kemudian menghampiri Rendy. Tak lama setelah Anna dan Rendy keluar dari ruangan, Devan juga ikut berdiri dan berjalan pergi. Saat Kavi hendak beranjak, Salma dan Fiki menghentikannya.
“Kau mau ke mana, Kavi? Duduk kalau kau masih menghormatiku sebagai tantemu,” perintah Salma pada Kavi.
“Obrolan kita belum selesai. Masa depan Waradana Grup ada di tanganmu.” Fiki bersikap tegas pada Kavi.
Kavi menghela napas panjang. Mau tidak mau akhirnya ia duduk kembali. Kavi sadar menghadapi Salma dan Fiki tidak mudah. Seringnya perdebatan mereka alot dan tidak akan menemukan titik temu. []
Hai, semua. Terima kasih ya buat kalian yang ngikutin kisah Anna dan Kavi. Semoga kisahnya bisa menghibur dan menjadi teman di saat suntuk~
Rendy menemani Anna hingga sampai ke mobil. Ketika Anna hendak memasuki pintu mobil yang dibukakan oleh Khairan, Devan datang menahan pintu itu. Anna terkejut, sedangkan Rendy keheranan menatap Devan.“Aku yang akan mengantarkanmu pulang,” ucap Devan tiba-tiba.“Tapi tadi Kavi minta...”Ucapan Anna terhenti saat Devan tiba-tiba menarik tangannya.“Mobilku ada di sebelah sana,” tunjuk Devan. Anna yang tidak nyaman perlahan menepiskan tangan Devan. “Kau tidak usah khawatir. Kavi pasti tidak keberatan aku mengantarmu pulang. Lagi pula siapa Kavi, sampai kau harus mengikuti perintahnya?”Anna tidak mengerti apa maksud Devan. Tapi Anna memilih untuk diam mengikuti Devan. Sebenarnya kalau dipikir-pikir omongan Devan ada benarnya juga. Kavi bukan siapa-siapa Anna, jadi Anna tidak punya kewajiban untuk menuruti perintah Kavi.Tak berapa lama, mobil Devan melesat membawa Anna pergi meninggalkan kediaman Waradana. Rendy memerhatikan semua itu dalam diam. Seolah ia yakin kalau bosnya tidak akan
Kavi melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Anna yang duduk di sebelahnya merasa tidak nyaman dan canggung. Hal itu dirasakan Anna karena Kavi terus saja diam sejak laki-laki itu mengajak Anna pulang dari Plumeria Memorial Park. Terlebih Kavi memiliki aura mengintimidasi yang kuat.Anna merasakan semua itu dari awal pertemuan mereka. Sampai belum lama tadi, saat Kavi tiba-tiba datang ke Plumeria Memorial Park, dan langsung membawa Anna pergi tanpa minta persetujuan Anna terlebih dahulu. Dan lucunya, Anna juga mau-mau saja mengikuti perintah Kavi.Berbeda dari Anna, Kavi justru bersikap sangat tenang dan mengemudi dengan santai.“Kenapa kau pulang bersama Devan? Tadi aku menyuruhmu pulang diantar Khairan?” Kavi bicara tanpa menoleh sedikitpun pada Anna.“Pulang bersama Devan atau Khairan, bukannya sama saja?”“Beda,” jawab Kavi datar. “Devan tertarik padamu,” imbuhnya yang seketika membuat Anna menoleh.Anna tertawa tak percaya. “Jangan konyol. Aku dan Devan tidak saling kenal. Ke
Anna berlari melintasi jembatan penyeberangan dengan napas memburu. Pikirannya begitu kalut. Satu jam yang lalu tiba-tiba Anna mendapat telepon dari kantor polisi Ibu Kota. Seorang polisi mengabarkan kalau Orion ditangkap atas dugaan penipuan. Anna yakin sekali kalau itu berkaitan dengan utang Orion.Anna langsung mencari taksi dan minta secepat mungkin diantar menuju ke kantor polisi. Tapi sialnya ada kebakaran yang mengakibatkan jalur terdekat menuju kantor polisi macet total. Akhirnya Anna memilih turun dan berlari beberapa blok daripada harus memutar lebih jauh.Begitu sampai di kantor polisi Anna langsung menuju ke sebuah ruangan, tempat Orion berada. Anna terengah-engah. Melihat Orion duduk menunduk memakai baju tahanan dengan kedua tangan diborgol, membuat hati Anna mencelos.Orion mendongak, menatap sang kakak dengan sorot putus asa.Seorang polisi menyapa Anna. “Silakan duduk,” pintanya pada Anna.Anna hanya diam menurut.“Benar Anda wali dari Orion Arsyanendra?” tanya polisi
Anna menatap pantulan dirinya di cermin ruang ganti. Sedikit pun tak pernah terlintas dalam benak Anna kalau ia akan mengenakan pakaian seterbuka ini. Rok jeans mini yang Anna kenakan hanya menutupi area kewanitaannya saja.Kemeja top crop putih transparan memperlihatkan dengan jelas setiap lekuk tubuh indah Anna, yang hanya dibalut dengan strapless bra berwarna putih.Ada pergolakan besar dalam batin Anna. “Bukannya ini sama saja dengan ia menjual diri?” pikirnya.Anna sudah mengambil keputusan. Saat Sitha menawarinya sebuah pekerjaan, setelah menimbang-nimbang sebentar, Anna langsung menerima tawaran kerja itu. Anna ingat pembicaraannya dengan Sitha beberapa hari yang lalu, ketika ia nyaris diusir dari indekosnya karena terlambat bayar sewa.“Aku turut prihatin dengan masalah yang menimpa adikmu,” kata Sitha dengan tulus saat mengajak Anna makan siang di sebuah restoran mahal.“Terima kasih. Aku hargai kepedulianmu padaku dan Orion. Dan selamat juga atas rumah barumu. Sayang sekali
Meeting santai bersama klien dengan ditemani seorang lady companion sudah biasa bagi Kavi. Seringnya klien tertentu memang suka melihat LC cantik melayani mereka minum, atau berkaraoke di sela-sela kesepakatan bisnis yang sedang dibahas.Biasanya Kavi tidak terlalu peduli dengan kehadiran si LC. Namun berbeda dengan hari ini. Saat seorang LC yang disebut Lady Rose masuk ke private lounge tempatnya meeting, Kavi tidak bisa mengalihkan pandangan dari wanita itu. Tentu Kavi tidak menyadari, jika wanita yang ada di balik topeng Lady Rose itu adalah Anna.Anna yang sempat terpaku beberapa detik lantaran melihat kehadiran Kavi, buru-buru mengalihkan pandangan. Ternyata Kavi pun melakukan hal yang sama. Kavi mengobrol dengan ketiga kliennya.Anna sedikit lega. Setidaknya Anna merasa aman dan merasa tidak akan ketahuan. Anna kemudian memulai kerjanya. Ia berdiri membungkuk menuangkan wine ke dalam gelas yang sudah kosong dengan hati-hati. Melihat gesture Anna yang tampak gugup, salah satu k
Anna menyukai suasana restoran yang ia kunjungi. Pemilihan nama “Teras Rumah”, secara harfiah merepresentasikan letak restoran yang memang berada di sebuah teras rumah sederhana. Di restoran ini juga hanya terdapat satu meja makan besar dengan delapan kursi yang mengelilingi meja. Anna duduk di salah satu kursi, menunggu kedatangan teman-teman divisinya sembari bermain ponsel.“Saya terkesan sekali, kau hafal dengan detail tingkat kematangan steak yang disukai teman-temanmu. Kalian berenam pasti bersahabat baik.” Suara Erianto, sang empunya restoran yang merangkap sebagai satu-satunya chef di Teras Rumah, berhasil membuyarkan lamunan Anna.Anna tersenyum menatap Erianto.“Teman sekantor, Kek. Dan sebagian besar waktu saya habiskan bersama mereka berenam di kantor. Jadi ya... begitulah,” ujar Anna canggung.Erianto hanya manggut-manggut dari balik kaca partisi, yang memisahkan area makan dengan dapur yang mengusung tema open kitchen. Di usia senjanya, Erianto masih kelihatan bugar dan
Anna langsung duduk di cubicle-nya begitu sampai di kantor. Sejak peristiwa pembatalan makan malam di Teras Rumah seminggu yang lalu, Anna memutuskan untuk membatasi interaksi dengan rekan sesama divisinya. Termasuk dengan Celine yang selama ini ia anggap sebagai sahabat, tapi memperlakukannya tak lebih seperti seorang pecundang belakangan ini.Celine dan rekannya yang lain bahkan tidak merasa bersalah dan tidak meminta maaf kepada Anna. Mereka menganggap pembatalan makan malam itu hanyalah hal biasa. Kini Anna tahu kalau keberadaannya di divisi ini hanya sebatas menjadi karyawan, tidak lebih. Mulai sekarang Anna hanya akan fokus dengan kerjaannya, lalu pulang kembali ke kos, tanpa menjalin komunikasi di luar urusan kantor dengan rekan divisinya.“Anna! Ke ruangan saya sekarang!” Nada tegas Cakra berhasil menginvasi telinga Anna. Anna langsung beranjak menuju ke ruangan atasannya itu. Anna sadar rekan divisinya saling bergunjing di belakang, tapi Anna mengabaikan semua itu.Anna duduk
Mulut Rendy menganga lebar melihat kondisi kamar kos Anna yang sangat mengenaskan. Sedangkan Kavi hanya diam di dekat ambang pintu, menyaksikan semua barang berserakan tak karuan seperti kapal pecah. Rendy sampai harus menyingkirkan berbagai macam barang di lantai supaya Kavi bisa lewat.Anna yang belakangan masuk ke kamar kosnya baru tersadar dengan kekacauan yang ada. “Oh shit!” desisnya. Anna langsung menendangi barang-barang dari dekat sofa dengan canggung.“Bos, kau yakin tidak ingin ke dokter saja? Kurasa tempat ini kurang higienis,” kata Rendy memerhatikan situasi di kos Anna sambil bergidik.“Maaf, kosnya biasanya bersih. Cuma ini tadi saja agak berantakan.” ujar Anna menahan malu.“Agak?” Kavi menyindir Anna.“Maksudku, sangat berantakan. Adikku penyebabnya. Maaf kalau kalian jadi tidak nyaman,” ucap Anna menjelaskan. “Silakan duduk,” imbuhnya.Kavi diam menatap sofa. Ia mengernyit terlihat ragu untuk duduk. Anna yang heran langsung melihat ke sofa. DOENG! Ternyata bra milik
Meeting santai bersama klien dengan ditemani seorang lady companion sudah biasa bagi Kavi. Seringnya klien tertentu memang suka melihat LC cantik melayani mereka minum, atau berkaraoke di sela-sela kesepakatan bisnis yang sedang dibahas.Biasanya Kavi tidak terlalu peduli dengan kehadiran si LC. Namun berbeda dengan hari ini. Saat seorang LC yang disebut Lady Rose masuk ke private lounge tempatnya meeting, Kavi tidak bisa mengalihkan pandangan dari wanita itu. Tentu Kavi tidak menyadari, jika wanita yang ada di balik topeng Lady Rose itu adalah Anna.Anna yang sempat terpaku beberapa detik lantaran melihat kehadiran Kavi, buru-buru mengalihkan pandangan. Ternyata Kavi pun melakukan hal yang sama. Kavi mengobrol dengan ketiga kliennya.Anna sedikit lega. Setidaknya Anna merasa aman dan merasa tidak akan ketahuan. Anna kemudian memulai kerjanya. Ia berdiri membungkuk menuangkan wine ke dalam gelas yang sudah kosong dengan hati-hati. Melihat gesture Anna yang tampak gugup, salah satu k
Anna menatap pantulan dirinya di cermin ruang ganti. Sedikit pun tak pernah terlintas dalam benak Anna kalau ia akan mengenakan pakaian seterbuka ini. Rok jeans mini yang Anna kenakan hanya menutupi area kewanitaannya saja.Kemeja top crop putih transparan memperlihatkan dengan jelas setiap lekuk tubuh indah Anna, yang hanya dibalut dengan strapless bra berwarna putih.Ada pergolakan besar dalam batin Anna. “Bukannya ini sama saja dengan ia menjual diri?” pikirnya.Anna sudah mengambil keputusan. Saat Sitha menawarinya sebuah pekerjaan, setelah menimbang-nimbang sebentar, Anna langsung menerima tawaran kerja itu. Anna ingat pembicaraannya dengan Sitha beberapa hari yang lalu, ketika ia nyaris diusir dari indekosnya karena terlambat bayar sewa.“Aku turut prihatin dengan masalah yang menimpa adikmu,” kata Sitha dengan tulus saat mengajak Anna makan siang di sebuah restoran mahal.“Terima kasih. Aku hargai kepedulianmu padaku dan Orion. Dan selamat juga atas rumah barumu. Sayang sekali
Anna berlari melintasi jembatan penyeberangan dengan napas memburu. Pikirannya begitu kalut. Satu jam yang lalu tiba-tiba Anna mendapat telepon dari kantor polisi Ibu Kota. Seorang polisi mengabarkan kalau Orion ditangkap atas dugaan penipuan. Anna yakin sekali kalau itu berkaitan dengan utang Orion.Anna langsung mencari taksi dan minta secepat mungkin diantar menuju ke kantor polisi. Tapi sialnya ada kebakaran yang mengakibatkan jalur terdekat menuju kantor polisi macet total. Akhirnya Anna memilih turun dan berlari beberapa blok daripada harus memutar lebih jauh.Begitu sampai di kantor polisi Anna langsung menuju ke sebuah ruangan, tempat Orion berada. Anna terengah-engah. Melihat Orion duduk menunduk memakai baju tahanan dengan kedua tangan diborgol, membuat hati Anna mencelos.Orion mendongak, menatap sang kakak dengan sorot putus asa.Seorang polisi menyapa Anna. “Silakan duduk,” pintanya pada Anna.Anna hanya diam menurut.“Benar Anda wali dari Orion Arsyanendra?” tanya polisi
Kavi melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Anna yang duduk di sebelahnya merasa tidak nyaman dan canggung. Hal itu dirasakan Anna karena Kavi terus saja diam sejak laki-laki itu mengajak Anna pulang dari Plumeria Memorial Park. Terlebih Kavi memiliki aura mengintimidasi yang kuat.Anna merasakan semua itu dari awal pertemuan mereka. Sampai belum lama tadi, saat Kavi tiba-tiba datang ke Plumeria Memorial Park, dan langsung membawa Anna pergi tanpa minta persetujuan Anna terlebih dahulu. Dan lucunya, Anna juga mau-mau saja mengikuti perintah Kavi.Berbeda dari Anna, Kavi justru bersikap sangat tenang dan mengemudi dengan santai.“Kenapa kau pulang bersama Devan? Tadi aku menyuruhmu pulang diantar Khairan?” Kavi bicara tanpa menoleh sedikitpun pada Anna.“Pulang bersama Devan atau Khairan, bukannya sama saja?”“Beda,” jawab Kavi datar. “Devan tertarik padamu,” imbuhnya yang seketika membuat Anna menoleh.Anna tertawa tak percaya. “Jangan konyol. Aku dan Devan tidak saling kenal. Ke
Rendy menemani Anna hingga sampai ke mobil. Ketika Anna hendak memasuki pintu mobil yang dibukakan oleh Khairan, Devan datang menahan pintu itu. Anna terkejut, sedangkan Rendy keheranan menatap Devan.“Aku yang akan mengantarkanmu pulang,” ucap Devan tiba-tiba.“Tapi tadi Kavi minta...”Ucapan Anna terhenti saat Devan tiba-tiba menarik tangannya.“Mobilku ada di sebelah sana,” tunjuk Devan. Anna yang tidak nyaman perlahan menepiskan tangan Devan. “Kau tidak usah khawatir. Kavi pasti tidak keberatan aku mengantarmu pulang. Lagi pula siapa Kavi, sampai kau harus mengikuti perintahnya?”Anna tidak mengerti apa maksud Devan. Tapi Anna memilih untuk diam mengikuti Devan. Sebenarnya kalau dipikir-pikir omongan Devan ada benarnya juga. Kavi bukan siapa-siapa Anna, jadi Anna tidak punya kewajiban untuk menuruti perintah Kavi.Tak berapa lama, mobil Devan melesat membawa Anna pergi meninggalkan kediaman Waradana. Rendy memerhatikan semua itu dalam diam. Seolah ia yakin kalau bosnya tidak akan
Anna meremas-remas ibu jarinya yang ada di atas pangkuan lantaran didera rasa cemas. Terlintas di pikiran Kavi untuk menenangkan Anna. Tangan Kavi nyaris terulur untuk memegang punggung tangan Anna. Tapi Kavi mengurungkan niatnya, ketika Devan lebih dulu menarik atensi Anna.“Hai, aku Devan.” Devan yang duduk di sebelah Anna tiba-tiba mengajak Anna bersalaman. Anna agak terkejut. Ia membalas sapaan itu dengan ramah.“Anna.” Anna tersenyum seraya menyalami Devan.Anna menghela napas panjang. Berusaha untuk mengusir kecemasan. Melihat Anna sudah sedikit lebih tenang, Kavi memberi kode pada Harris dengan menganggukkan kelapanya.Haris yang paham langsung mengeluarkan berkas-berkas dari dalam tasnya. Harris berdeham, membuat perhatian semua orang yang ada di sini tertuju padanya.“Karena semua sudah berkumpul di sini, saya akan langsung membacakan surat wasiat peninggalan mendiang Tuan Erianto Waradana.” Harris memakai kacamata kemudian mulai membaca perlahan-lahan.Semua orang mendengarka
Anna berulangkali meremas jemarinya dengan gugup. Perasaan Anna campur aduk. Bagamana tidak, tiba-tiba ada laki-laki yang datang ke kos Anna yang mengaku sebagai sopir pribadi Kavi. Khairan diutus untuk menyampaikan berita duka sekaligus menjemput Anna.Khairan bilang kalau kemarin Erianto meninggal dunia. Hal itu tentu saja membuat hati Anna sakit sekaligus sedih bukan main. Walaupun Anna hanya sekali bertemu dengan Erianto, tapi private dinner Anna waktu itu benar-benar membawa kesan mendalam bagi Anna.Dalam hidupnya, untuk pertama kalinya Anna merasa didengar. Dan ironisnya itu dilakukan oleh orang asing, yang tak lain adalah kakek penjual steak. Belakangan Anna tahu bahwa Erianto ternyata adalah kakek Kavi.Anna ingat bagaimana Erianto turut sedih dan prihatin sewaktu Anna menceritakan sepenggal kisah hidupnya. Erianto menunggui Anna menangis dengan sabar sambil memakan steak buatannya.“Aku merencanakan makan malam ini dari jauh-jauh hari, Kek. Mereka semua senang, tidak sabar i
Orion duduk diam di sebelah Anna dalam sebuah taksi. Anna tidak berkata apa-apa. Jadi Orion memutuskan untuk tak bicara. Orion takut emosi Anna belum stabil. Sewaktu Orion datang menemui Anna, Anna hanya bilang kalau ia ingin Orion ikut dengannya. Orion pun menuruti titah sang kakak tanpa banyak tanya. Apalagi Orion baru menemui Anna tiga hari kemudian, setelah Anna meminta untuk datang menemuinya.Taksi berhenti di depan rumah sakit megah ibu kota dengan fasilitas sangat lengkap. Orion menyusul Anna turun setelah membayar ongkos taksi.“Kenapa kita ke rumah sakit? Kau sakit?” Orion menatap Anna penuh tanda tanya.Anna menggeleng. “Kau harus melakukan medical check up, untuk mengetahui kesehatanmu secara keseluruhan.”Orion termenung. Ia tersentuh dengan perhatian yang ditunjukkan Anna secara tiba-tiba. Tak menyangka kalau sang kakak sepeduli itu padanya.“Aku sehat, bugar, dan baik-baik saja. Untuk apa buang-buang uang melakukan medical check up? Kau tidak perlu sejauh ini, Kak. Aku
Mulut Rendy menganga lebar melihat kondisi kamar kos Anna yang sangat mengenaskan. Sedangkan Kavi hanya diam di dekat ambang pintu, menyaksikan semua barang berserakan tak karuan seperti kapal pecah. Rendy sampai harus menyingkirkan berbagai macam barang di lantai supaya Kavi bisa lewat.Anna yang belakangan masuk ke kamar kosnya baru tersadar dengan kekacauan yang ada. “Oh shit!” desisnya. Anna langsung menendangi barang-barang dari dekat sofa dengan canggung.“Bos, kau yakin tidak ingin ke dokter saja? Kurasa tempat ini kurang higienis,” kata Rendy memerhatikan situasi di kos Anna sambil bergidik.“Maaf, kosnya biasanya bersih. Cuma ini tadi saja agak berantakan.” ujar Anna menahan malu.“Agak?” Kavi menyindir Anna.“Maksudku, sangat berantakan. Adikku penyebabnya. Maaf kalau kalian jadi tidak nyaman,” ucap Anna menjelaskan. “Silakan duduk,” imbuhnya.Kavi diam menatap sofa. Ia mengernyit terlihat ragu untuk duduk. Anna yang heran langsung melihat ke sofa. DOENG! Ternyata bra milik