Mulut Rendy menganga lebar melihat kondisi kamar kos Anna yang sangat mengenaskan. Sedangkan Kavi hanya diam di dekat ambang pintu, menyaksikan semua barang berserakan tak karuan seperti kapal pecah. Rendy sampai harus menyingkirkan berbagai macam barang di lantai supaya Kavi bisa lewat.
Anna yang belakangan masuk ke kamar kosnya baru tersadar dengan kekacauan yang ada. “Oh shit!” desisnya. Anna langsung menendangi barang-barang dari dekat sofa dengan canggung.
“Bos, kau yakin tidak ingin ke dokter saja? Kurasa tempat ini kurang higienis,” kata Rendy memerhatikan situasi di kos Anna sambil bergidik.
“Maaf, kosnya biasanya bersih. Cuma ini tadi saja agak berantakan.” ujar Anna menahan malu.
“Agak?” Kavi menyindir Anna.
“Maksudku, sangat berantakan. Adikku penyebabnya. Maaf kalau kalian jadi tidak nyaman,” ucap Anna menjelaskan. “Silakan duduk,” imbuhnya.
Kavi diam menatap sofa. Ia mengernyit terlihat ragu untuk duduk. Anna yang heran langsung melihat ke sofa. DOENG! Ternyata bra milik Anna tadi terlempar ke sofa saat perempuan itu melemparkan keranjang cucian ke arah Orion. Anna dengan cepat mengambil pakaian dalam itu kemudian meremasnya dan menyembunyikannya di balik punggung. Muka Anna memerah menahan malu. Rendy geleng-geleng kepala.
“Maaf, kamar kosku benar-benar kacau.” Rasanya Anna ingin bersembunyi sampai ke dalam inti bumi. Sungguh kejadian yang amat memalukan di depan tamu yang tak diundang. Apalagi kedua tamunya ini— jika dilihat dari penampilan formal mereka, mereka jelas bukan orang sembarangan.
Meskipun Anna hanya karyawan biasa, Anna sedikit banyak mengenal brand-brand mahal lokal maupun luar negeri. Dan laki-laki yang dari tadi disebut bos oleh laki-laki satunya, jelas menggunakan barang branded dari ujung kepala hingga ujung kaki. Parasnya tampan, dengan tatapan dingin menusuk. Ia tidak membutuhkan effort untuk terlihat mempesona. Hanya berdiri diam saja, Kavi sudah kelihatan karismatik. Terlebih dengan jas bodyfit yang ia kenakan, membuat tubuh tingginya yang proporsional semakin menawan.
“Kau benar punya plester luka? Kening bosku harus segera diobati,” ujar Rendy kemudian. Anna mengangguk paham. Ia langsung melesat menuju ke belakang dan melempar bra-nya sembarangan ke kamar mandi. Lalu Anna mengambil kotak P3K dari nakas samping tempat tidurnya.
Anna mendekati Kavi yang sudah duduk di sofa. Rendy langsung meminta kotak P3K yang Anna pegang. “Biar saya saja,” ucap Rendy. Anna pun memberikan kotak P3K itu.
Saat Rendy hendak mengobati Kavi, laki-laki itu menolak dan memutuskan untuk mengobati lukanya sendiri. Kavi membersihkan luka gores itu kemudian menempelkan plester luka di keningnya, sambil berkaca menggunakan layar ponsel yang dipegangi Rendy.
Anna lega melihatnya. Setidaknya Anna tidak akan dituntut atas kecelakaan itu, kan?
“Sekali lagi aku minta maaf atas kejadian tadi. Kalau ternyata kau perlu ke rumah sakit, kabari aku saja. Aku akan bertanggung jawab sampai lukamu sembuh,” tutur Anna dengan tulus. “Kalau sudah selesai, kalian berdua bisa melanjutkan apa pun urusan kalian. Aku juga akan membereskan kekacauan di sini.”
Kavi mendongak, menatap Anna. "Kau mengusirku?"
"Tidak, tidak. Bukan begitu maksudku. Kau boleh beristirahat dulu di sini. Tapi ya... kondisinya seperti ini..."
“Nona Brianna Izara.” Anna tak menyangka kalau salah satu dari tamu tak diundang itu ternyata tahu nama lengkapnya.
“Kau mengenalku?” ucap Anna bingung.
“Tidak, tapi secara tekhnis, iya.” Anna semakin bingung. “Kenalkan saya, Rendy. Dan ini Tuan Bagas Kavi Waradana, bos saya.” Rendy menyalami Anna. Saat Anna akan menyalami Kavi, laki-laki itu hanya mengangguk kecil tanpa membalas jabat tangan Anna. Anna pun menarik tangannya kembali.
“Aku Kavi, calon suamimu,” ucap Kavi dengan nada suara yang dalam.
Anna terpaku, sulit percaya dengan apa yang ia dengar.
“Ya Tuhan... apa lagi ini? Tidak cukupkah dua masalah saja yang aku hadapi hari ini. Pemecatanku dan utang Orion sudah hampir membuatku gila. Kenapa muncul pria dari antah berantah yang mengaku sebagai calon suamiku segala?” ratap Anna dalam hati.
*
Dua hari setelah private dinner Anna di Teras Rumah...
“Namanya Brianna Izara. Dia cuma karyawan kantor swasta biasa, Bos. Tidak ada hubungan apa pun dengan Tuan Besar selain sebagai pelanggan di Teras Rumah,” ucap Rendy pada Kavi.
Kavi duduk di meja kerjanya, termenung. Memandangi berkas yang berisi data diri perempuan yang ia lihat menangis di hadapan sang kakek dua hari yang lalu. Sampai membuat Kavi diabaikan dan diusir secara halus dari rumah itu. Berkas itu juga menunjukkan foto dari rekaman CCTV di sekitar rumah kakeknya.
Anna datang sendirian ke rumah Erianto, dan pulang ditemi oleh Erianto sampai ujung gang, sambil membawa beberapa kantong plastik yang kemungkinan berisi makanan.
“Ada satu kabar lagi yang berhubungan dengan Brianna Izara, Bos. Berita besar.”
“Ada apa?” Kavi mengalihkan pandangan dari berkas di tangannya.
“Kemarin Pak Harris datang ke Teras Rumah. Menurut informan kita, Tuan Besar minta pengacaranya itu untuk mengubah isi surat wasiatnya.” Ucapan Rendy semakin membuat Kavi heran. “Dan yang lebih mencengangkan lagi, dalam surat itu tertulis bahwa, Tuan Besar akan memberikan lima puluh persen saham miliknya untukmu. Dengan syarat, kau harus menikahi Brianna Izara,” tutur Rendy sungguh-sungguh.
Kavi kaget, ia mengurut pelipisnya frustrasi.
“Tidak masuk akal!” Ia berseru kebingungan. “Apa maksud kakek membuat wasiat seperti itu? Dia pikir dia bisa mengatur hidupku seenaknya?!” hardik Kavi tak terima.
“Kenyataannya Tuan Besar memang bisa, Bos.”
Kavi benci mengakui kenyataan itu. Bahwa Erianto memang yang paling berkuasa di kalangan keluarga Waradana. Sang kakek membawahi berbagai macam perusahaan raksasa yang memiliki ratusan anak perusahaan, baik di dalam mau pun luar negeri. Khususnya pasar Asia dan beberapa Negara Eropa.
“Atur waktu, aku ingin menyapa calon istriku,” ujar Kavi yang membuat Rendy terkejut.
“Memangnya kau yakin sudah siap menikah, Bos? Ya... walaupun saham lima puluh persen itu cukup menggiurkan. Sepadanlah untuk menukar masa lajangmu.”
Kavi hanya diam. Mungkin di mata Rendy atau semuanya, Kavi termasuk orang yang ambisius. Haus kekuasaan. Dan Kavi membiarkan image tentang dirinya tetap seperti itu.
Sebenarnya jika Kavi menolak perjodohan itu, Kavi juga tidak akan rugi. Karena dia sudah memiliki sahamnya sendiri. Tapi tujuan Kavi untuk menguasai harta warisan keluarga Waradana tidak sesederhana itu. Kavi hanya ingin menyelamatkan dan melindungi harta sang kakek, dari tangan-tangan kotor para penjilat serakah, dan serigala berbulu domba di lingkungan keluarganya.
*
Setelah kepulangan Kavi dan Rendy dari rumahnya. Anna hanya berdiam diri sepanjang hari dengan menghabiskan waktu tanpa melakukan apa pun. Anna membiarkan kamar kosnya tetap berantakan. Bahkan Anna juga tidak mengganti bajunya sejak pagi tadi. Anna berbaring di sofa tanpa adanya percikan semangat hidup barang sedikit pun.
Ponsel Anna yang tergeletak di meja bergetar. Anna mengambil ponsel itu dan melihat pesan masuk dari Orion.
“Bocah kurang ajar,” gumam Anna kesal. Saking kesalnya Anna pada Orion, Anna sampai menyimpan kontak Orion dengan nama “Beban Hidup”.
Anna lantas membaca pesan itu.
BEBAN HIDUP
Kak, aku serius soal uang 140 juta itu. Aku benar-benar butuh bantuanmu. Aku bisa menjelaskan kenapa aku bisa sampai terjerat utang 140 juta. Tapi nanti, kalau perasaanmu sudah tenang. Yang jelas, kalau aku tidak memberikan kejelasan tentang uang 140 juta itu, aku akan dilaporkan polisi. Kau tidak ingin adikmu ini masuk penjara, kan?
Anna berdecak emosi usai membaca pesan Orion. Anna bangkit lalu menelepon Orion. Anna semakin mengurut dada karena Orion tak kunjung menjawab teleponnya. Hingga panggilan ke-empat, Orion baru mengangkat telepon Anna.
“Sebenarnya penjara tidak terlalu buruk untukmu, daripada kau mati di tanganku,” ucap Anna jengkel.
“Jangan begitu, Kak. Aku satu-satunya keluargamu. Bukannya keluarga itu harus saling membantu?” Orion memelas di seberang telepon.
“Kau bukan keluarga, tapi beban hidup! Temui aku besok!” Anna langsung mematikan sambungan telepon tanpa menunggu jawaban sang adik.
Anna melempar ponselnya sembarang. Ia kembali berbaring sambil menutupi kedua mata dengan sebelah lengannya. Bahu Anna naik turun. Anna menangis tertahan. Meratapi keadaan yang kian menghimpitnya. []
Orion duduk diam di sebelah Anna dalam sebuah taksi. Anna tidak berkata apa-apa. Jadi Orion memutuskan untuk tak bicara. Orion takut emosi Anna belum stabil. Sewaktu Orion datang menemui Anna, Anna hanya bilang kalau ia ingin Orion ikut dengannya. Orion pun menuruti titah sang kakak tanpa banyak tanya. Apalagi Orion baru menemui Anna tiga hari kemudian, setelah Anna meminta untuk datang menemuinya.Taksi berhenti di depan rumah sakit megah ibu kota dengan fasilitas sangat lengkap. Orion menyusul Anna turun setelah membayar ongkos taksi.“Kenapa kita ke rumah sakit? Kau sakit?” Orion menatap Anna penuh tanda tanya.Anna menggeleng. “Kau harus melakukan medical check up, untuk mengetahui kesehatanmu secara keseluruhan.”Orion termenung. Ia tersentuh dengan perhatian yang ditunjukkan Anna secara tiba-tiba. Tak menyangka kalau sang kakak sepeduli itu padanya.“Aku sehat, bugar, dan baik-baik saja. Untuk apa buang-buang uang melakukan medical check up? Kau tidak perlu sejauh ini, Kak. Aku
Anna berulangkali meremas jemarinya dengan gugup. Perasaan Anna campur aduk. Bagamana tidak, tiba-tiba ada laki-laki yang datang ke kos Anna yang mengaku sebagai sopir pribadi Kavi. Khairan diutus untuk menyampaikan berita duka sekaligus menjemput Anna.Khairan bilang kalau kemarin Erianto meninggal dunia. Hal itu tentu saja membuat hati Anna sakit sekaligus sedih bukan main. Walaupun Anna hanya sekali bertemu dengan Erianto, tapi private dinner Anna waktu itu benar-benar membawa kesan mendalam bagi Anna.Dalam hidupnya, untuk pertama kalinya Anna merasa didengar. Dan ironisnya itu dilakukan oleh orang asing, yang tak lain adalah kakek penjual steak. Belakangan Anna tahu bahwa Erianto ternyata adalah kakek Kavi.Anna ingat bagaimana Erianto turut sedih dan prihatin sewaktu Anna menceritakan sepenggal kisah hidupnya. Erianto menunggui Anna menangis dengan sabar sambil memakan steak buatannya.“Aku merencanakan makan malam ini dari jauh-jauh hari, Kek. Mereka semua senang, tidak sabar i
Anna meremas-remas ibu jarinya yang ada di atas pangkuan lantaran didera rasa cemas. Terlintas di pikiran Kavi untuk menenangkan Anna. Tangan Kavi nyaris terulur untuk memegang punggung tangan Anna. Tapi Kavi mengurungkan niatnya, ketika Devan lebih dulu menarik atensi Anna.“Hai, aku Devan.” Devan yang duduk di sebelah Anna tiba-tiba mengajak Anna bersalaman. Anna agak terkejut. Ia membalas sapaan itu dengan ramah.“Anna.” Anna tersenyum seraya menyalami Devan.Anna menghela napas panjang. Berusaha untuk mengusir kecemasan. Melihat Anna sudah sedikit lebih tenang, Kavi memberi kode pada Harris dengan menganggukkan kelapanya.Haris yang paham langsung mengeluarkan berkas-berkas dari dalam tasnya. Harris berdeham, membuat perhatian semua orang yang ada di sini tertuju padanya.“Karena semua sudah berkumpul di sini, saya akan langsung membacakan surat wasiat peninggalan mendiang Tuan Erianto Waradana.” Harris memakai kacamata kemudian mulai membaca perlahan-lahan.Semua orang mendengarka
Rendy menemani Anna hingga sampai ke mobil. Ketika Anna hendak memasuki pintu mobil yang dibukakan oleh Khairan, Devan datang menahan pintu itu. Anna terkejut, sedangkan Rendy keheranan menatap Devan.“Aku yang akan mengantarkanmu pulang,” ucap Devan tiba-tiba.“Tapi tadi Kavi minta...”Ucapan Anna terhenti saat Devan tiba-tiba menarik tangannya.“Mobilku ada di sebelah sana,” tunjuk Devan. Anna yang tidak nyaman perlahan menepiskan tangan Devan. “Kau tidak usah khawatir. Kavi pasti tidak keberatan aku mengantarmu pulang. Lagi pula siapa Kavi, sampai kau harus mengikuti perintahnya?”Anna tidak mengerti apa maksud Devan. Tapi Anna memilih untuk diam mengikuti Devan. Sebenarnya kalau dipikir-pikir omongan Devan ada benarnya juga. Kavi bukan siapa-siapa Anna, jadi Anna tidak punya kewajiban untuk menuruti perintah Kavi.Tak berapa lama, mobil Devan melesat membawa Anna pergi meninggalkan kediaman Waradana. Rendy memerhatikan semua itu dalam diam. Seolah ia yakin kalau bosnya tidak akan
Kavi melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Anna yang duduk di sebelahnya merasa tidak nyaman dan canggung. Hal itu dirasakan Anna karena Kavi terus saja diam sejak laki-laki itu mengajak Anna pulang dari Plumeria Memorial Park. Terlebih Kavi memiliki aura mengintimidasi yang kuat.Anna merasakan semua itu dari awal pertemuan mereka. Sampai belum lama tadi, saat Kavi tiba-tiba datang ke Plumeria Memorial Park, dan langsung membawa Anna pergi tanpa minta persetujuan Anna terlebih dahulu. Dan lucunya, Anna juga mau-mau saja mengikuti perintah Kavi.Berbeda dari Anna, Kavi justru bersikap sangat tenang dan mengemudi dengan santai.“Kenapa kau pulang bersama Devan? Tadi aku menyuruhmu pulang diantar Khairan?” Kavi bicara tanpa menoleh sedikitpun pada Anna.“Pulang bersama Devan atau Khairan, bukannya sama saja?”“Beda,” jawab Kavi datar. “Devan tertarik padamu,” imbuhnya yang seketika membuat Anna menoleh.Anna tertawa tak percaya. “Jangan konyol. Aku dan Devan tidak saling kenal. Ke
Anna berlari melintasi jembatan penyeberangan dengan napas memburu. Pikirannya begitu kalut. Satu jam yang lalu tiba-tiba Anna mendapat telepon dari kantor polisi Ibu Kota. Seorang polisi mengabarkan kalau Orion ditangkap atas dugaan penipuan. Anna yakin sekali kalau itu berkaitan dengan utang Orion.Anna langsung mencari taksi dan minta secepat mungkin diantar menuju ke kantor polisi. Tapi sialnya ada kebakaran yang mengakibatkan jalur terdekat menuju kantor polisi macet total. Akhirnya Anna memilih turun dan berlari beberapa blok daripada harus memutar lebih jauh.Begitu sampai di kantor polisi Anna langsung menuju ke sebuah ruangan, tempat Orion berada. Anna terengah-engah. Melihat Orion duduk menunduk memakai baju tahanan dengan kedua tangan diborgol, membuat hati Anna mencelos.Orion mendongak, menatap sang kakak dengan sorot putus asa.Seorang polisi menyapa Anna. “Silakan duduk,” pintanya pada Anna.Anna hanya diam menurut.“Benar Anda wali dari Orion Arsyanendra?” tanya polisi
Anna menatap pantulan dirinya di cermin ruang ganti. Sedikit pun tak pernah terlintas dalam benak Anna kalau ia akan mengenakan pakaian seterbuka ini. Rok jeans mini yang Anna kenakan hanya menutupi area kewanitaannya saja.Kemeja top crop putih transparan memperlihatkan dengan jelas setiap lekuk tubuh indah Anna, yang hanya dibalut dengan strapless bra berwarna putih.Ada pergolakan besar dalam batin Anna. “Bukannya ini sama saja dengan ia menjual diri?” pikirnya.Anna sudah mengambil keputusan. Saat Sitha menawarinya sebuah pekerjaan, setelah menimbang-nimbang sebentar, Anna langsung menerima tawaran kerja itu. Anna ingat pembicaraannya dengan Sitha beberapa hari yang lalu, ketika ia nyaris diusir dari indekosnya karena terlambat bayar sewa.“Aku turut prihatin dengan masalah yang menimpa adikmu,” kata Sitha dengan tulus saat mengajak Anna makan siang di sebuah restoran mahal.“Terima kasih. Aku hargai kepedulianmu padaku dan Orion. Dan selamat juga atas rumah barumu. Sayang sekali
Meeting santai bersama klien dengan ditemani seorang lady companion sudah biasa bagi Kavi. Seringnya klien tertentu memang suka melihat LC cantik melayani mereka minum, atau berkaraoke di sela-sela kesepakatan bisnis yang sedang dibahas.Biasanya Kavi tidak terlalu peduli dengan kehadiran si LC. Namun berbeda dengan hari ini. Saat seorang LC yang disebut Lady Rose masuk ke private lounge tempatnya meeting, Kavi tidak bisa mengalihkan pandangan dari wanita itu. Tentu Kavi tidak menyadari, jika wanita yang ada di balik topeng Lady Rose itu adalah Anna.Anna yang sempat terpaku beberapa detik lantaran melihat kehadiran Kavi, buru-buru mengalihkan pandangan. Ternyata Kavi pun melakukan hal yang sama. Kavi mengobrol dengan ketiga kliennya.Anna sedikit lega. Setidaknya Anna merasa aman dan merasa tidak akan ketahuan. Anna kemudian memulai kerjanya. Ia berdiri membungkuk menuangkan wine ke dalam gelas yang sudah kosong dengan hati-hati. Melihat gesture Anna yang tampak gugup, salah satu k
Meeting santai bersama klien dengan ditemani seorang lady companion sudah biasa bagi Kavi. Seringnya klien tertentu memang suka melihat LC cantik melayani mereka minum, atau berkaraoke di sela-sela kesepakatan bisnis yang sedang dibahas.Biasanya Kavi tidak terlalu peduli dengan kehadiran si LC. Namun berbeda dengan hari ini. Saat seorang LC yang disebut Lady Rose masuk ke private lounge tempatnya meeting, Kavi tidak bisa mengalihkan pandangan dari wanita itu. Tentu Kavi tidak menyadari, jika wanita yang ada di balik topeng Lady Rose itu adalah Anna.Anna yang sempat terpaku beberapa detik lantaran melihat kehadiran Kavi, buru-buru mengalihkan pandangan. Ternyata Kavi pun melakukan hal yang sama. Kavi mengobrol dengan ketiga kliennya.Anna sedikit lega. Setidaknya Anna merasa aman dan merasa tidak akan ketahuan. Anna kemudian memulai kerjanya. Ia berdiri membungkuk menuangkan wine ke dalam gelas yang sudah kosong dengan hati-hati. Melihat gesture Anna yang tampak gugup, salah satu k
Anna menatap pantulan dirinya di cermin ruang ganti. Sedikit pun tak pernah terlintas dalam benak Anna kalau ia akan mengenakan pakaian seterbuka ini. Rok jeans mini yang Anna kenakan hanya menutupi area kewanitaannya saja.Kemeja top crop putih transparan memperlihatkan dengan jelas setiap lekuk tubuh indah Anna, yang hanya dibalut dengan strapless bra berwarna putih.Ada pergolakan besar dalam batin Anna. “Bukannya ini sama saja dengan ia menjual diri?” pikirnya.Anna sudah mengambil keputusan. Saat Sitha menawarinya sebuah pekerjaan, setelah menimbang-nimbang sebentar, Anna langsung menerima tawaran kerja itu. Anna ingat pembicaraannya dengan Sitha beberapa hari yang lalu, ketika ia nyaris diusir dari indekosnya karena terlambat bayar sewa.“Aku turut prihatin dengan masalah yang menimpa adikmu,” kata Sitha dengan tulus saat mengajak Anna makan siang di sebuah restoran mahal.“Terima kasih. Aku hargai kepedulianmu padaku dan Orion. Dan selamat juga atas rumah barumu. Sayang sekali
Anna berlari melintasi jembatan penyeberangan dengan napas memburu. Pikirannya begitu kalut. Satu jam yang lalu tiba-tiba Anna mendapat telepon dari kantor polisi Ibu Kota. Seorang polisi mengabarkan kalau Orion ditangkap atas dugaan penipuan. Anna yakin sekali kalau itu berkaitan dengan utang Orion.Anna langsung mencari taksi dan minta secepat mungkin diantar menuju ke kantor polisi. Tapi sialnya ada kebakaran yang mengakibatkan jalur terdekat menuju kantor polisi macet total. Akhirnya Anna memilih turun dan berlari beberapa blok daripada harus memutar lebih jauh.Begitu sampai di kantor polisi Anna langsung menuju ke sebuah ruangan, tempat Orion berada. Anna terengah-engah. Melihat Orion duduk menunduk memakai baju tahanan dengan kedua tangan diborgol, membuat hati Anna mencelos.Orion mendongak, menatap sang kakak dengan sorot putus asa.Seorang polisi menyapa Anna. “Silakan duduk,” pintanya pada Anna.Anna hanya diam menurut.“Benar Anda wali dari Orion Arsyanendra?” tanya polisi
Kavi melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Anna yang duduk di sebelahnya merasa tidak nyaman dan canggung. Hal itu dirasakan Anna karena Kavi terus saja diam sejak laki-laki itu mengajak Anna pulang dari Plumeria Memorial Park. Terlebih Kavi memiliki aura mengintimidasi yang kuat.Anna merasakan semua itu dari awal pertemuan mereka. Sampai belum lama tadi, saat Kavi tiba-tiba datang ke Plumeria Memorial Park, dan langsung membawa Anna pergi tanpa minta persetujuan Anna terlebih dahulu. Dan lucunya, Anna juga mau-mau saja mengikuti perintah Kavi.Berbeda dari Anna, Kavi justru bersikap sangat tenang dan mengemudi dengan santai.“Kenapa kau pulang bersama Devan? Tadi aku menyuruhmu pulang diantar Khairan?” Kavi bicara tanpa menoleh sedikitpun pada Anna.“Pulang bersama Devan atau Khairan, bukannya sama saja?”“Beda,” jawab Kavi datar. “Devan tertarik padamu,” imbuhnya yang seketika membuat Anna menoleh.Anna tertawa tak percaya. “Jangan konyol. Aku dan Devan tidak saling kenal. Ke
Rendy menemani Anna hingga sampai ke mobil. Ketika Anna hendak memasuki pintu mobil yang dibukakan oleh Khairan, Devan datang menahan pintu itu. Anna terkejut, sedangkan Rendy keheranan menatap Devan.“Aku yang akan mengantarkanmu pulang,” ucap Devan tiba-tiba.“Tapi tadi Kavi minta...”Ucapan Anna terhenti saat Devan tiba-tiba menarik tangannya.“Mobilku ada di sebelah sana,” tunjuk Devan. Anna yang tidak nyaman perlahan menepiskan tangan Devan. “Kau tidak usah khawatir. Kavi pasti tidak keberatan aku mengantarmu pulang. Lagi pula siapa Kavi, sampai kau harus mengikuti perintahnya?”Anna tidak mengerti apa maksud Devan. Tapi Anna memilih untuk diam mengikuti Devan. Sebenarnya kalau dipikir-pikir omongan Devan ada benarnya juga. Kavi bukan siapa-siapa Anna, jadi Anna tidak punya kewajiban untuk menuruti perintah Kavi.Tak berapa lama, mobil Devan melesat membawa Anna pergi meninggalkan kediaman Waradana. Rendy memerhatikan semua itu dalam diam. Seolah ia yakin kalau bosnya tidak akan
Anna meremas-remas ibu jarinya yang ada di atas pangkuan lantaran didera rasa cemas. Terlintas di pikiran Kavi untuk menenangkan Anna. Tangan Kavi nyaris terulur untuk memegang punggung tangan Anna. Tapi Kavi mengurungkan niatnya, ketika Devan lebih dulu menarik atensi Anna.“Hai, aku Devan.” Devan yang duduk di sebelah Anna tiba-tiba mengajak Anna bersalaman. Anna agak terkejut. Ia membalas sapaan itu dengan ramah.“Anna.” Anna tersenyum seraya menyalami Devan.Anna menghela napas panjang. Berusaha untuk mengusir kecemasan. Melihat Anna sudah sedikit lebih tenang, Kavi memberi kode pada Harris dengan menganggukkan kelapanya.Haris yang paham langsung mengeluarkan berkas-berkas dari dalam tasnya. Harris berdeham, membuat perhatian semua orang yang ada di sini tertuju padanya.“Karena semua sudah berkumpul di sini, saya akan langsung membacakan surat wasiat peninggalan mendiang Tuan Erianto Waradana.” Harris memakai kacamata kemudian mulai membaca perlahan-lahan.Semua orang mendengarka
Anna berulangkali meremas jemarinya dengan gugup. Perasaan Anna campur aduk. Bagamana tidak, tiba-tiba ada laki-laki yang datang ke kos Anna yang mengaku sebagai sopir pribadi Kavi. Khairan diutus untuk menyampaikan berita duka sekaligus menjemput Anna.Khairan bilang kalau kemarin Erianto meninggal dunia. Hal itu tentu saja membuat hati Anna sakit sekaligus sedih bukan main. Walaupun Anna hanya sekali bertemu dengan Erianto, tapi private dinner Anna waktu itu benar-benar membawa kesan mendalam bagi Anna.Dalam hidupnya, untuk pertama kalinya Anna merasa didengar. Dan ironisnya itu dilakukan oleh orang asing, yang tak lain adalah kakek penjual steak. Belakangan Anna tahu bahwa Erianto ternyata adalah kakek Kavi.Anna ingat bagaimana Erianto turut sedih dan prihatin sewaktu Anna menceritakan sepenggal kisah hidupnya. Erianto menunggui Anna menangis dengan sabar sambil memakan steak buatannya.“Aku merencanakan makan malam ini dari jauh-jauh hari, Kek. Mereka semua senang, tidak sabar i
Orion duduk diam di sebelah Anna dalam sebuah taksi. Anna tidak berkata apa-apa. Jadi Orion memutuskan untuk tak bicara. Orion takut emosi Anna belum stabil. Sewaktu Orion datang menemui Anna, Anna hanya bilang kalau ia ingin Orion ikut dengannya. Orion pun menuruti titah sang kakak tanpa banyak tanya. Apalagi Orion baru menemui Anna tiga hari kemudian, setelah Anna meminta untuk datang menemuinya.Taksi berhenti di depan rumah sakit megah ibu kota dengan fasilitas sangat lengkap. Orion menyusul Anna turun setelah membayar ongkos taksi.“Kenapa kita ke rumah sakit? Kau sakit?” Orion menatap Anna penuh tanda tanya.Anna menggeleng. “Kau harus melakukan medical check up, untuk mengetahui kesehatanmu secara keseluruhan.”Orion termenung. Ia tersentuh dengan perhatian yang ditunjukkan Anna secara tiba-tiba. Tak menyangka kalau sang kakak sepeduli itu padanya.“Aku sehat, bugar, dan baik-baik saja. Untuk apa buang-buang uang melakukan medical check up? Kau tidak perlu sejauh ini, Kak. Aku
Mulut Rendy menganga lebar melihat kondisi kamar kos Anna yang sangat mengenaskan. Sedangkan Kavi hanya diam di dekat ambang pintu, menyaksikan semua barang berserakan tak karuan seperti kapal pecah. Rendy sampai harus menyingkirkan berbagai macam barang di lantai supaya Kavi bisa lewat.Anna yang belakangan masuk ke kamar kosnya baru tersadar dengan kekacauan yang ada. “Oh shit!” desisnya. Anna langsung menendangi barang-barang dari dekat sofa dengan canggung.“Bos, kau yakin tidak ingin ke dokter saja? Kurasa tempat ini kurang higienis,” kata Rendy memerhatikan situasi di kos Anna sambil bergidik.“Maaf, kosnya biasanya bersih. Cuma ini tadi saja agak berantakan.” ujar Anna menahan malu.“Agak?” Kavi menyindir Anna.“Maksudku, sangat berantakan. Adikku penyebabnya. Maaf kalau kalian jadi tidak nyaman,” ucap Anna menjelaskan. “Silakan duduk,” imbuhnya.Kavi diam menatap sofa. Ia mengernyit terlihat ragu untuk duduk. Anna yang heran langsung melihat ke sofa. DOENG! Ternyata bra milik