Kavi melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Anna yang duduk di sebelahnya merasa tidak nyaman dan canggung. Hal itu dirasakan Anna karena Kavi terus saja diam sejak laki-laki itu mengajak Anna pulang dari Plumeria Memorial Park. Terlebih Kavi memiliki aura mengintimidasi yang kuat.
Anna merasakan semua itu dari awal pertemuan mereka. Sampai belum lama tadi, saat Kavi tiba-tiba datang ke Plumeria Memorial Park, dan langsung membawa Anna pergi tanpa minta persetujuan Anna terlebih dahulu. Dan lucunya, Anna juga mau-mau saja mengikuti perintah Kavi.
Berbeda dari Anna, Kavi justru bersikap sangat tenang dan mengemudi dengan santai.
“Kenapa kau pulang bersama Devan? Tadi aku menyuruhmu pulang diantar Khairan?” Kavi bicara tanpa menoleh sedikitpun pada Anna.
“Pulang bersama Devan atau Khairan, bukannya sama saja?”
“Beda,” jawab Kavi datar. “Devan tertarik padamu,” imbuhnya yang seketika membuat Anna menoleh.
Anna tertawa tak percaya. “Jangan konyol. Aku dan Devan tidak saling kenal. Ketemu pun baru hari ini. Bagaimana bisa kau menganggap Devan tertarik padaku?”
“Aku kenal baik siapa Devan.” Kali ini Kavi menoleh sekilas, menatap Anna dengan sorot mata yang dalam. Sampai Anna sempat salah tingkah saat tatapan matanya dan Kavi berserobok. Gadis itu pun segera memalingkan muka. Sedangkan Kavi kembali fokus menyetir.
“Devan itu jarang tertarik dengan perempuan.”
Anna terkesiap, kembali menatap Kavi. “Maksudmu... Devan tidak normal?”
“Bukan begitu. Devan tidak akan mendekati perempuan, kalau dia tidak benar-benar tertarik. Apalagi dia sampai membawamu ke makam kakek.”
Anna terdiam. Dalam hatinya ia bertanya-tanya, atas dasar apa Kavi punya pikiran seperti itu. Lantas kalau memang Devan tertarik padanya, apa itu masalah untuk Kavi? Toh Kavi dan Anna tidak memiliki hubungan apa-apa. Harusnya siapa pun boleh mendekati Anna. Termasuk Devan. Apalagi Devan merupakan kriteria pria tampan dan mapan. Dan kelihatannya Devan juga baik. Setidaknya itu penilaian Anna terhadap Devan.
Mobil yang membawa Kavi dan Anna telah sampai di pelataran parkir indekos Anna. Setelah mengucapkan terima kasih, tanpa berbasa-basi Anna turun dan langsung pergi meninggalkan Kavi.
Anna tidak tau apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Karena tadinya ia sudah yakin dengan keputusannya menerima perjodohan dirinya dengan Kavi, lewat perjanjian kawin kontrak. Tapi siapa sangka di tengah jalan Kavi justru menolak perjodohan itu.
“Bodoh sekali kau mengira Kavi benar-benar akan menikahimu, Anna. Lihatlah, dunia kalian saja berbeda. Dia seorang pangeran kerajaan berkuda putih, dan kau hanyalah upik abu menyedihkan yang tidak akan pernah menjadi Cinderella,” ratap Anna dalam hati.
Anna langsung mengubur dalam-dalam keinginannya mendapatkan uang lewat jalan pintas. Anna harus berpikir realistis dengan sesegera mungkin mencari pekerjaan, supaya ia bisa segera melunasi utang Orion, dan menjauhkan pemuda itu dari masalah yang lebih besar lagi.
Lamunan Anna terhenti ketika ia sampai di depan kamar kosnya. Anna membuka anak kunci pintu kamar kos itu. Lalu Anna masuk. Saat Anna hendak menutup pintu itu kembali, tiba-tiba ada yang menahannya dari luar.
Anna yang keheranan melongok. Betapa terkejutnya Anna medapati kalau yang menahan pintu kamar kosnya adalah Kavi.
Anna menatap Kavi bingung sembari membuka pintu kamar kosnya kembali. Belum sampai Anna mempersilakan masuk, Kavi sudah nyelonong memasuki kamar kos Anna dengan santainya. Jelas Anna heran dengan sikap Kavi. Tapi Anna hanya membiarkannya dan mengikuti Kavi masuk.
“Ada apa?” tanya Anna lalu mempersilakan Kavi duduk.
Kavi mengedarkan pandangannya sebentar memerhatikan kamar kos Anna.
“Ternyata lumayan juga kalau tidak berantakan.”
Anna semakin bingung mendengar ucapan Kavi.
“Apanya? Oh, soal kamar kosku? Aku kan sudah bilang waktu itu, kalau biasanya kamar kosku memang bersih dan rapi. Cuma saat itu saja kondisinya seperti kapal pecah gara-gara aku berkelahi dengan adikku.”
Kavi hanya diam tak menanggapi.
“Kenapa kau ke sini?”
“Kau lupa, aku baru saja mengantarkanmu pulang.” Anna mengernyit mendengar jawaban Kavi yang menurutnya aneh.
“Maksudku, kenapa kau mengikutiku ke sini?”
“Memangnya kau tidak penasaran, kenapa aku menolak perjodohan yang diatur mendiang kakekku?” Anna terdiam. Kavi menatap Anna, menunggu perempuan itu menjawab.
“Dari yang aku dengar dalam surat wasiat kakekmu tadi, entah itu aku atau pun kau, berhak menolak perjodohan. Benar, kan?”
Kavi balik terdiam.
“Kalau akhirnya kau memutuskan untuk menolak perjodohan itu, aku bisa menghargai semuanya, tanpa kau harus menjelaskan alasannya padaku.” Anna termenung sebentar. “Sebenarnya aku tidak pernah memasukkan ‘menikah’ ke dalam list tujuan hidupku.”
Ucapan Anna mampu membuat Kavi termenung cukup lama.
“Kenapa?”
“Pernikahan itu bukan sesuatu yang berarti. Menikah bagiku hanya sekadar status saja. Tidak lebih.”
“Orang-orang menganggap, pernikahan itu sesuatu yang sakral,” ucap Kavi tiba-tiba.
Anna tersenyum ironis.
“Kalau pernikahan itu sesuatu yang sakral, kenapa masih banyak orang yang selingkuh? Padahal mereka menikah berlandaskan cinta yang juga melibatkan Tuhan. Dan itu dilakukan bukan hanya oleh pasangan yang tidak bahagia dengan pernikahannya. Tapi ada juga pasangan bahagia yang berselingkuh,”
“Aku tumbuh tanpa figur orang tua. Di lingkungan kerjaku sebelumnya, kebanyakan dari mereka menormalisasi perselingkuhan. Banyak yang mempunyai ‘work husband’ atau pun ‘work wife’ di kantor. Klien-klien besar juga sudah biasa ‘minta ditemani’ untuk memuluskan suatu project. Sebagai seorang presiden direktur kau pasti lebih paham semua itu, kan?” Anna menatap Kavi.
Lagi-lagi Kavi hanya diam. Karena semua yang Anna ucapkan memang benar adanya. Wanita penghibur memang salah satu sisi gelap dunia bisnis kalangan atas. Walau tidak semuanya seperti itu. Tapi Kavi sering bertemu dengan para eksekutif-eksekutif tua atau muda sering membawa teman wanitanya dalam perjalanan bisnis, ketimbang membawa istri mereka.
“Kau tahu apa yang membuatku muak, ketika aku melihat ada salah satu karyawan yang dibawakan bekal makan siang dari rumah oleh istri yang sangat mencintainya. Lalu di kantor, suami bajingan itu malah memberikan bekalnya untuk ‘work wife-nya’. Semua itu membuatku memiliki trust issue pada pernikahan. Makanya kubilang, kalau menikah itu bukan sesuatu yang berarti.”
Kavi tinggal cukup lama mengobrol di kamar kost Anna. Banyak yang mereka obrolkan. Hingga tanpa sadar keduanya sudah berkali-kali terlibat dalam pembicaraan yang dalam. Anna merasa Kavi teman mengobrol yang baik, bukan asyik. Karena Kavi lebih banyak diam, mendengarkan. Tidak pernah menghakimi apa pun yang Anna ucapkan.
Setelah Kavi pulang, dunia Anna kembali sepi. Seperti sebelumnya. Mungkin tadi itu juga akan menjadi pertemuan terakhirnya dengan Kavi. Tapi Anna cukup senang bisa berkenalan dengan Kavi. Ia bisa lepas membicarakan apa pun pada laki-laki bermata hazel itu. Sama ketika ia mengobrol dengan mendiang Erianto, Anna bisa mengeluhkan hidupnya tanpa merasa dihakimi. []
Anna berlari melintasi jembatan penyeberangan dengan napas memburu. Pikirannya begitu kalut. Satu jam yang lalu tiba-tiba Anna mendapat telepon dari kantor polisi Ibu Kota. Seorang polisi mengabarkan kalau Orion ditangkap atas dugaan penipuan. Anna yakin sekali kalau itu berkaitan dengan utang Orion.Anna langsung mencari taksi dan minta secepat mungkin diantar menuju ke kantor polisi. Tapi sialnya ada kebakaran yang mengakibatkan jalur terdekat menuju kantor polisi macet total. Akhirnya Anna memilih turun dan berlari beberapa blok daripada harus memutar lebih jauh.Begitu sampai di kantor polisi Anna langsung menuju ke sebuah ruangan, tempat Orion berada. Anna terengah-engah. Melihat Orion duduk menunduk memakai baju tahanan dengan kedua tangan diborgol, membuat hati Anna mencelos.Orion mendongak, menatap sang kakak dengan sorot putus asa.Seorang polisi menyapa Anna. “Silakan duduk,” pintanya pada Anna.Anna hanya diam menurut.“Benar Anda wali dari Orion Arsyanendra?” tanya polisi
Anna menatap pantulan dirinya di cermin ruang ganti. Sedikit pun tak pernah terlintas dalam benak Anna kalau ia akan mengenakan pakaian seterbuka ini. Rok jeans mini yang Anna kenakan hanya menutupi area kewanitaannya saja.Kemeja top crop putih transparan memperlihatkan dengan jelas setiap lekuk tubuh indah Anna, yang hanya dibalut dengan strapless bra berwarna putih.Ada pergolakan besar dalam batin Anna. “Bukannya ini sama saja dengan ia menjual diri?” pikirnya.Anna sudah mengambil keputusan. Saat Sitha menawarinya sebuah pekerjaan, setelah menimbang-nimbang sebentar, Anna langsung menerima tawaran kerja itu. Anna ingat pembicaraannya dengan Sitha beberapa hari yang lalu, ketika ia nyaris diusir dari indekosnya karena terlambat bayar sewa.“Aku turut prihatin dengan masalah yang menimpa adikmu,” kata Sitha dengan tulus saat mengajak Anna makan siang di sebuah restoran mahal.“Terima kasih. Aku hargai kepedulianmu padaku dan Orion. Dan selamat juga atas rumah barumu. Sayang sekali
Meeting santai bersama klien dengan ditemani seorang lady companion sudah biasa bagi Kavi. Seringnya klien tertentu memang suka melihat LC cantik melayani mereka minum, atau berkaraoke di sela-sela kesepakatan bisnis yang sedang dibahas.Biasanya Kavi tidak terlalu peduli dengan kehadiran si LC. Namun berbeda dengan hari ini. Saat seorang LC yang disebut Lady Rose masuk ke private lounge tempatnya meeting, Kavi tidak bisa mengalihkan pandangan dari wanita itu. Tentu Kavi tidak menyadari, jika wanita yang ada di balik topeng Lady Rose itu adalah Anna.Anna yang sempat terpaku beberapa detik lantaran melihat kehadiran Kavi, buru-buru mengalihkan pandangan. Ternyata Kavi pun melakukan hal yang sama. Kavi mengobrol dengan ketiga kliennya.Anna sedikit lega. Setidaknya Anna merasa aman dan merasa tidak akan ketahuan. Anna kemudian memulai kerjanya. Ia berdiri membungkuk menuangkan wine ke dalam gelas yang sudah kosong dengan hati-hati. Melihat gesture Anna yang tampak gugup, salah satu k
Anna menyukai suasana restoran yang ia kunjungi. Pemilihan nama “Teras Rumah”, secara harfiah merepresentasikan letak restoran yang memang berada di sebuah teras rumah sederhana. Di restoran ini juga hanya terdapat satu meja makan besar dengan delapan kursi yang mengelilingi meja. Anna duduk di salah satu kursi, menunggu kedatangan teman-teman divisinya sembari bermain ponsel.“Saya terkesan sekali, kau hafal dengan detail tingkat kematangan steak yang disukai teman-temanmu. Kalian berenam pasti bersahabat baik.” Suara Erianto, sang empunya restoran yang merangkap sebagai satu-satunya chef di Teras Rumah, berhasil membuyarkan lamunan Anna.Anna tersenyum menatap Erianto.“Teman sekantor, Kek. Dan sebagian besar waktu saya habiskan bersama mereka berenam di kantor. Jadi ya... begitulah,” ujar Anna canggung.Erianto hanya manggut-manggut dari balik kaca partisi, yang memisahkan area makan dengan dapur yang mengusung tema open kitchen. Di usia senjanya, Erianto masih kelihatan bugar dan
Anna langsung duduk di cubicle-nya begitu sampai di kantor. Sejak peristiwa pembatalan makan malam di Teras Rumah seminggu yang lalu, Anna memutuskan untuk membatasi interaksi dengan rekan sesama divisinya. Termasuk dengan Celine yang selama ini ia anggap sebagai sahabat, tapi memperlakukannya tak lebih seperti seorang pecundang belakangan ini.Celine dan rekannya yang lain bahkan tidak merasa bersalah dan tidak meminta maaf kepada Anna. Mereka menganggap pembatalan makan malam itu hanyalah hal biasa. Kini Anna tahu kalau keberadaannya di divisi ini hanya sebatas menjadi karyawan, tidak lebih. Mulai sekarang Anna hanya akan fokus dengan kerjaannya, lalu pulang kembali ke kos, tanpa menjalin komunikasi di luar urusan kantor dengan rekan divisinya.“Anna! Ke ruangan saya sekarang!” Nada tegas Cakra berhasil menginvasi telinga Anna. Anna langsung beranjak menuju ke ruangan atasannya itu. Anna sadar rekan divisinya saling bergunjing di belakang, tapi Anna mengabaikan semua itu.Anna duduk
Mulut Rendy menganga lebar melihat kondisi kamar kos Anna yang sangat mengenaskan. Sedangkan Kavi hanya diam di dekat ambang pintu, menyaksikan semua barang berserakan tak karuan seperti kapal pecah. Rendy sampai harus menyingkirkan berbagai macam barang di lantai supaya Kavi bisa lewat.Anna yang belakangan masuk ke kamar kosnya baru tersadar dengan kekacauan yang ada. “Oh shit!” desisnya. Anna langsung menendangi barang-barang dari dekat sofa dengan canggung.“Bos, kau yakin tidak ingin ke dokter saja? Kurasa tempat ini kurang higienis,” kata Rendy memerhatikan situasi di kos Anna sambil bergidik.“Maaf, kosnya biasanya bersih. Cuma ini tadi saja agak berantakan.” ujar Anna menahan malu.“Agak?” Kavi menyindir Anna.“Maksudku, sangat berantakan. Adikku penyebabnya. Maaf kalau kalian jadi tidak nyaman,” ucap Anna menjelaskan. “Silakan duduk,” imbuhnya.Kavi diam menatap sofa. Ia mengernyit terlihat ragu untuk duduk. Anna yang heran langsung melihat ke sofa. DOENG! Ternyata bra milik
Orion duduk diam di sebelah Anna dalam sebuah taksi. Anna tidak berkata apa-apa. Jadi Orion memutuskan untuk tak bicara. Orion takut emosi Anna belum stabil. Sewaktu Orion datang menemui Anna, Anna hanya bilang kalau ia ingin Orion ikut dengannya. Orion pun menuruti titah sang kakak tanpa banyak tanya. Apalagi Orion baru menemui Anna tiga hari kemudian, setelah Anna meminta untuk datang menemuinya.Taksi berhenti di depan rumah sakit megah ibu kota dengan fasilitas sangat lengkap. Orion menyusul Anna turun setelah membayar ongkos taksi.“Kenapa kita ke rumah sakit? Kau sakit?” Orion menatap Anna penuh tanda tanya.Anna menggeleng. “Kau harus melakukan medical check up, untuk mengetahui kesehatanmu secara keseluruhan.”Orion termenung. Ia tersentuh dengan perhatian yang ditunjukkan Anna secara tiba-tiba. Tak menyangka kalau sang kakak sepeduli itu padanya.“Aku sehat, bugar, dan baik-baik saja. Untuk apa buang-buang uang melakukan medical check up? Kau tidak perlu sejauh ini, Kak. Aku
Anna berulangkali meremas jemarinya dengan gugup. Perasaan Anna campur aduk. Bagamana tidak, tiba-tiba ada laki-laki yang datang ke kos Anna yang mengaku sebagai sopir pribadi Kavi. Khairan diutus untuk menyampaikan berita duka sekaligus menjemput Anna.Khairan bilang kalau kemarin Erianto meninggal dunia. Hal itu tentu saja membuat hati Anna sakit sekaligus sedih bukan main. Walaupun Anna hanya sekali bertemu dengan Erianto, tapi private dinner Anna waktu itu benar-benar membawa kesan mendalam bagi Anna.Dalam hidupnya, untuk pertama kalinya Anna merasa didengar. Dan ironisnya itu dilakukan oleh orang asing, yang tak lain adalah kakek penjual steak. Belakangan Anna tahu bahwa Erianto ternyata adalah kakek Kavi.Anna ingat bagaimana Erianto turut sedih dan prihatin sewaktu Anna menceritakan sepenggal kisah hidupnya. Erianto menunggui Anna menangis dengan sabar sambil memakan steak buatannya.“Aku merencanakan makan malam ini dari jauh-jauh hari, Kek. Mereka semua senang, tidak sabar i
Meeting santai bersama klien dengan ditemani seorang lady companion sudah biasa bagi Kavi. Seringnya klien tertentu memang suka melihat LC cantik melayani mereka minum, atau berkaraoke di sela-sela kesepakatan bisnis yang sedang dibahas.Biasanya Kavi tidak terlalu peduli dengan kehadiran si LC. Namun berbeda dengan hari ini. Saat seorang LC yang disebut Lady Rose masuk ke private lounge tempatnya meeting, Kavi tidak bisa mengalihkan pandangan dari wanita itu. Tentu Kavi tidak menyadari, jika wanita yang ada di balik topeng Lady Rose itu adalah Anna.Anna yang sempat terpaku beberapa detik lantaran melihat kehadiran Kavi, buru-buru mengalihkan pandangan. Ternyata Kavi pun melakukan hal yang sama. Kavi mengobrol dengan ketiga kliennya.Anna sedikit lega. Setidaknya Anna merasa aman dan merasa tidak akan ketahuan. Anna kemudian memulai kerjanya. Ia berdiri membungkuk menuangkan wine ke dalam gelas yang sudah kosong dengan hati-hati. Melihat gesture Anna yang tampak gugup, salah satu k
Anna menatap pantulan dirinya di cermin ruang ganti. Sedikit pun tak pernah terlintas dalam benak Anna kalau ia akan mengenakan pakaian seterbuka ini. Rok jeans mini yang Anna kenakan hanya menutupi area kewanitaannya saja.Kemeja top crop putih transparan memperlihatkan dengan jelas setiap lekuk tubuh indah Anna, yang hanya dibalut dengan strapless bra berwarna putih.Ada pergolakan besar dalam batin Anna. “Bukannya ini sama saja dengan ia menjual diri?” pikirnya.Anna sudah mengambil keputusan. Saat Sitha menawarinya sebuah pekerjaan, setelah menimbang-nimbang sebentar, Anna langsung menerima tawaran kerja itu. Anna ingat pembicaraannya dengan Sitha beberapa hari yang lalu, ketika ia nyaris diusir dari indekosnya karena terlambat bayar sewa.“Aku turut prihatin dengan masalah yang menimpa adikmu,” kata Sitha dengan tulus saat mengajak Anna makan siang di sebuah restoran mahal.“Terima kasih. Aku hargai kepedulianmu padaku dan Orion. Dan selamat juga atas rumah barumu. Sayang sekali
Anna berlari melintasi jembatan penyeberangan dengan napas memburu. Pikirannya begitu kalut. Satu jam yang lalu tiba-tiba Anna mendapat telepon dari kantor polisi Ibu Kota. Seorang polisi mengabarkan kalau Orion ditangkap atas dugaan penipuan. Anna yakin sekali kalau itu berkaitan dengan utang Orion.Anna langsung mencari taksi dan minta secepat mungkin diantar menuju ke kantor polisi. Tapi sialnya ada kebakaran yang mengakibatkan jalur terdekat menuju kantor polisi macet total. Akhirnya Anna memilih turun dan berlari beberapa blok daripada harus memutar lebih jauh.Begitu sampai di kantor polisi Anna langsung menuju ke sebuah ruangan, tempat Orion berada. Anna terengah-engah. Melihat Orion duduk menunduk memakai baju tahanan dengan kedua tangan diborgol, membuat hati Anna mencelos.Orion mendongak, menatap sang kakak dengan sorot putus asa.Seorang polisi menyapa Anna. “Silakan duduk,” pintanya pada Anna.Anna hanya diam menurut.“Benar Anda wali dari Orion Arsyanendra?” tanya polisi
Kavi melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Anna yang duduk di sebelahnya merasa tidak nyaman dan canggung. Hal itu dirasakan Anna karena Kavi terus saja diam sejak laki-laki itu mengajak Anna pulang dari Plumeria Memorial Park. Terlebih Kavi memiliki aura mengintimidasi yang kuat.Anna merasakan semua itu dari awal pertemuan mereka. Sampai belum lama tadi, saat Kavi tiba-tiba datang ke Plumeria Memorial Park, dan langsung membawa Anna pergi tanpa minta persetujuan Anna terlebih dahulu. Dan lucunya, Anna juga mau-mau saja mengikuti perintah Kavi.Berbeda dari Anna, Kavi justru bersikap sangat tenang dan mengemudi dengan santai.“Kenapa kau pulang bersama Devan? Tadi aku menyuruhmu pulang diantar Khairan?” Kavi bicara tanpa menoleh sedikitpun pada Anna.“Pulang bersama Devan atau Khairan, bukannya sama saja?”“Beda,” jawab Kavi datar. “Devan tertarik padamu,” imbuhnya yang seketika membuat Anna menoleh.Anna tertawa tak percaya. “Jangan konyol. Aku dan Devan tidak saling kenal. Ke
Rendy menemani Anna hingga sampai ke mobil. Ketika Anna hendak memasuki pintu mobil yang dibukakan oleh Khairan, Devan datang menahan pintu itu. Anna terkejut, sedangkan Rendy keheranan menatap Devan.“Aku yang akan mengantarkanmu pulang,” ucap Devan tiba-tiba.“Tapi tadi Kavi minta...”Ucapan Anna terhenti saat Devan tiba-tiba menarik tangannya.“Mobilku ada di sebelah sana,” tunjuk Devan. Anna yang tidak nyaman perlahan menepiskan tangan Devan. “Kau tidak usah khawatir. Kavi pasti tidak keberatan aku mengantarmu pulang. Lagi pula siapa Kavi, sampai kau harus mengikuti perintahnya?”Anna tidak mengerti apa maksud Devan. Tapi Anna memilih untuk diam mengikuti Devan. Sebenarnya kalau dipikir-pikir omongan Devan ada benarnya juga. Kavi bukan siapa-siapa Anna, jadi Anna tidak punya kewajiban untuk menuruti perintah Kavi.Tak berapa lama, mobil Devan melesat membawa Anna pergi meninggalkan kediaman Waradana. Rendy memerhatikan semua itu dalam diam. Seolah ia yakin kalau bosnya tidak akan
Anna meremas-remas ibu jarinya yang ada di atas pangkuan lantaran didera rasa cemas. Terlintas di pikiran Kavi untuk menenangkan Anna. Tangan Kavi nyaris terulur untuk memegang punggung tangan Anna. Tapi Kavi mengurungkan niatnya, ketika Devan lebih dulu menarik atensi Anna.“Hai, aku Devan.” Devan yang duduk di sebelah Anna tiba-tiba mengajak Anna bersalaman. Anna agak terkejut. Ia membalas sapaan itu dengan ramah.“Anna.” Anna tersenyum seraya menyalami Devan.Anna menghela napas panjang. Berusaha untuk mengusir kecemasan. Melihat Anna sudah sedikit lebih tenang, Kavi memberi kode pada Harris dengan menganggukkan kelapanya.Haris yang paham langsung mengeluarkan berkas-berkas dari dalam tasnya. Harris berdeham, membuat perhatian semua orang yang ada di sini tertuju padanya.“Karena semua sudah berkumpul di sini, saya akan langsung membacakan surat wasiat peninggalan mendiang Tuan Erianto Waradana.” Harris memakai kacamata kemudian mulai membaca perlahan-lahan.Semua orang mendengarka
Anna berulangkali meremas jemarinya dengan gugup. Perasaan Anna campur aduk. Bagamana tidak, tiba-tiba ada laki-laki yang datang ke kos Anna yang mengaku sebagai sopir pribadi Kavi. Khairan diutus untuk menyampaikan berita duka sekaligus menjemput Anna.Khairan bilang kalau kemarin Erianto meninggal dunia. Hal itu tentu saja membuat hati Anna sakit sekaligus sedih bukan main. Walaupun Anna hanya sekali bertemu dengan Erianto, tapi private dinner Anna waktu itu benar-benar membawa kesan mendalam bagi Anna.Dalam hidupnya, untuk pertama kalinya Anna merasa didengar. Dan ironisnya itu dilakukan oleh orang asing, yang tak lain adalah kakek penjual steak. Belakangan Anna tahu bahwa Erianto ternyata adalah kakek Kavi.Anna ingat bagaimana Erianto turut sedih dan prihatin sewaktu Anna menceritakan sepenggal kisah hidupnya. Erianto menunggui Anna menangis dengan sabar sambil memakan steak buatannya.“Aku merencanakan makan malam ini dari jauh-jauh hari, Kek. Mereka semua senang, tidak sabar i
Orion duduk diam di sebelah Anna dalam sebuah taksi. Anna tidak berkata apa-apa. Jadi Orion memutuskan untuk tak bicara. Orion takut emosi Anna belum stabil. Sewaktu Orion datang menemui Anna, Anna hanya bilang kalau ia ingin Orion ikut dengannya. Orion pun menuruti titah sang kakak tanpa banyak tanya. Apalagi Orion baru menemui Anna tiga hari kemudian, setelah Anna meminta untuk datang menemuinya.Taksi berhenti di depan rumah sakit megah ibu kota dengan fasilitas sangat lengkap. Orion menyusul Anna turun setelah membayar ongkos taksi.“Kenapa kita ke rumah sakit? Kau sakit?” Orion menatap Anna penuh tanda tanya.Anna menggeleng. “Kau harus melakukan medical check up, untuk mengetahui kesehatanmu secara keseluruhan.”Orion termenung. Ia tersentuh dengan perhatian yang ditunjukkan Anna secara tiba-tiba. Tak menyangka kalau sang kakak sepeduli itu padanya.“Aku sehat, bugar, dan baik-baik saja. Untuk apa buang-buang uang melakukan medical check up? Kau tidak perlu sejauh ini, Kak. Aku
Mulut Rendy menganga lebar melihat kondisi kamar kos Anna yang sangat mengenaskan. Sedangkan Kavi hanya diam di dekat ambang pintu, menyaksikan semua barang berserakan tak karuan seperti kapal pecah. Rendy sampai harus menyingkirkan berbagai macam barang di lantai supaya Kavi bisa lewat.Anna yang belakangan masuk ke kamar kosnya baru tersadar dengan kekacauan yang ada. “Oh shit!” desisnya. Anna langsung menendangi barang-barang dari dekat sofa dengan canggung.“Bos, kau yakin tidak ingin ke dokter saja? Kurasa tempat ini kurang higienis,” kata Rendy memerhatikan situasi di kos Anna sambil bergidik.“Maaf, kosnya biasanya bersih. Cuma ini tadi saja agak berantakan.” ujar Anna menahan malu.“Agak?” Kavi menyindir Anna.“Maksudku, sangat berantakan. Adikku penyebabnya. Maaf kalau kalian jadi tidak nyaman,” ucap Anna menjelaskan. “Silakan duduk,” imbuhnya.Kavi diam menatap sofa. Ia mengernyit terlihat ragu untuk duduk. Anna yang heran langsung melihat ke sofa. DOENG! Ternyata bra milik