Anna langsung duduk di cubicle-nya begitu sampai di kantor. Sejak peristiwa pembatalan makan malam di Teras Rumah seminggu yang lalu, Anna memutuskan untuk membatasi interaksi dengan rekan sesama divisinya. Termasuk dengan Celine yang selama ini ia anggap sebagai sahabat, tapi memperlakukannya tak lebih seperti seorang pecundang belakangan ini.
Celine dan rekannya yang lain bahkan tidak merasa bersalah dan tidak meminta maaf kepada Anna. Mereka menganggap pembatalan makan malam itu hanyalah hal biasa. Kini Anna tahu kalau keberadaannya di divisi ini hanya sebatas menjadi karyawan, tidak lebih. Mulai sekarang Anna hanya akan fokus dengan kerjaannya, lalu pulang kembali ke kos, tanpa menjalin komunikasi di luar urusan kantor dengan rekan divisinya.
“Anna! Ke ruangan saya sekarang!” Nada tegas Cakra berhasil menginvasi telinga Anna. Anna langsung beranjak menuju ke ruangan atasannya itu. Anna sadar rekan divisinya saling bergunjing di belakang, tapi Anna mengabaikan semua itu.
Anna duduk di hadapan Cakra dengan tenang. Sebaliknya, sikap Cakra sangat dingin terhadap Anna. Cakra menyerahkan sebuah amplop putih dengan logo perusahaan pada Anna.
“Apa ini, Pak?”
“Surat pemecatanmu,” jawab Cakra enteng.
DEG!
Anna tercekat lalu dengan tergesa-gesa membuka amplop itu. Ia berharap ucapan Cakra hanyalah sebuah candaan belaka. Tapi begitu Anna mengetahui kalau di dalam amplop itu benar-benar surat pemecatan dirinya, Anna langsung protes pada sang atasan.
“Apa maksudnya ini? Kenapa Pak Cakra tiba-tiba memecat saya? Apa salah saya, Pak?” Anna panik, bingung, dan juga tidak terima tiba-tiba diberhentikan dari perusahaan tempatnya mengabdi empat tahun belakangan.
“Pak Steven membatalkan tender besar dengan perusahaan kita.” Anna terkesiap mendengar ucapan Cakra. “Dan kaulah penyebab semua itu terjadi,” ujar Cakra mengimbuhkan. Terselip nada marah pada perkataan Cakra.
“Saya minta maaf. Saya tidak menyangka kalau akan jadi seperti ini,” sesal Anna pada Cakra. “Tapi pemecatan sepihak ini tidak adil bagi saya, Pak.”
“Kata maafmu tidak akan mengembalikan keadaan, Anna. Kau sadar tidak, perusahaan kita kehilangan kontrak puluhan milyar rupiah, gara-gara sikap sok sucimu!” Kali ini Anna tidak bisa terima dengan tudingan Cakra yang memojokkannya. “Apa salahnya, kau sedikit menyenangkan hati client kita, hah?”
Anna sontak tersulut emosi.
“Menyenangkan hati client katamu?!! Laki-laki bejat itu bukan cuma minta ditemani makan malam, tapi dia hampir melecehkanku!” Anna sudah tidak bisa berbicara dengan sopan di depan Cakra. Karena harga dirinya sudah diinjak-injak oleh atasannya sendiri. “Apa pantas seorang pria beristri tiba-tiba merangkul aku, dan membelai pahaku penuh nafsu sambil berbisik untuk mengajak aku ke hotelnya?”
Cakra tersenyum meremehkan Anna. “Pak Steven bilang dia hanya ingin ngobrol dekat denganmu demi terjalinnya kerja sama. Tapi reaksimu berlebihan sampai kau dengan kurang ajar menampar beliau. Padahal kau tidak sampai tidur dengannya.”
Anna membelalak. Tak percaya Cakra akan berkata demikian. Anna bahkan meremas surat pemecatan dirinya dengan kuat untuk menyalurkan emosi meledak-ledak yang ia tahan.
“Pemecatan itu adalah konsekuensi yang kau dapat karena merugikan perusahaan. Silakan kemasi barang-barangmu. Setelah mengambil uang pesangon, segera tinggalkan kantor ini.” Cakra bicara tanpa melihat sedikitpun pada Anna.
Cakra langsung menelepon bagian HRD menggunakan intercom kantor. Ia memberi perintah untuk membuka lowongan di bagian divisi Anna dengan seleksi tertutup. Dari situ Anna tahu kalau Anna benar-benar dicampakan dan kehadirannya di kantor ini sudah tidak dibutuhkan lagi. Dengan langkah berat Anna keluar dari ruangan Cakra, dan sesegera mungkin pergi dari kantor.
*
Anna memasuki indekosnya sambil membawa kardus berisi barang-barang pribadinya yang ia kemasi dari kantor. Langkahnya berat oleh beban yang ada di pundaknya.
“Tumben jam segini sudah pulang?” Kedatangan Orion yang tiba-tiba membuat Anna semakin lelah saja. Anna hanya diam sambil menghela napas panjang. Orion berjalan menjajari Anna. Ia keheranan melihat kardus yang Anna bawa, tapi Orion enggan bertanya.
“Mau apa kau ke sini?” ucap Anna pada sang adik saat mereka sudah berada di dalam kamar kos Anna. Orion menatap Anna ragu-ragu. Anna yang sudah hafal dengan gelagat sang adik langsung menodong Orion. “Mau minta uang?”
“Iya,” jawab Orion dengan wajah tak berdosa. “Aku punya utang ke temanku. Dan dia ingin kejelasan soal utang itu. Sebenarnya aku tidak ingin merepotkanmu, tapi...”
“Berapa?” Anna langsung memotong pembicaraan Orion, supaya Orion bisa segera pergi dari kosnya. Karena jujur, Anna lelah dan butuh waktu sendiri. Ia tidak ingin diganggu siapa pun, apalagi Orion. Adik yang selama ini dianggapnya sebagai beban hidup. Anna mengambil dompetnya.
“Seratus empat puluh...” Orion berkata dengan hati-hati. “Juta,” imbuhnya dengan tegang. Anna yang tadinya hendak mengeluarkan uang dari dompetnya langsung mendelik pada Orion.
“Apa katamu? Sepertinya ada yang salah dengan otakku. Bisa-bisanya aku dengar kau menyebut seratus empat puluh juta.” Anna masih mencoba denial, walau ia mendengar jelas perkataan sang adik.
“Aku memang butuh uang seratus empat puluh juta, Kak,” ujar Orion kembali menegaskan pada Anna.
“KAU MAU MATI, YA?!!” Anna refleks meraih tasnya lalu menyabetkannya pada Orion. Orion dengan sigap melompat menghindar. “Kak, sabar dulu. Aku bisa menjalaskan semuanya! Jangan emosi. Ingat, aku adikmu.”
“Aku tidak butuh adik menyusahkan sepertimu! Dari dulu kau cuma jadi beban hidupku!”
Anna terus melempari Orion dengan berbagai macam barang-barang yang ada di kamar kosnya. Ia tidak peduli sekalipun semua barangnya hancur tak tersisa. Pigura foto, buku-buku setebal batu bata, pajangan di meja, semua dilemparkan Anna ke arah Orion. Anna benar-benar mengamuk dan kehilangan akal.
Anna mengangkat keranjang baju kotor miliknya dan ia lemparkan ke arah Orion. Alhasil baju-baju kotor Anna berhamburan di lantai dan juga di sofa.
“Kau bisa dipenjara kalau aku sampai terbunuh!” Orion menenangkan Anna, dengan caranya yang semakin menyulut kemarahan Anna.
“Aku tidak peduli! Lebih baik aku dipenjara daripada harus menghadapi adik kurang ajar sepertimu!” Kali ini Anna mengambil sapu. Lalu mengejar Orion yang berlarian dikejar Anna dalam kamar kos yang sempit. Kondisi kamar kos Anna sudah tak berbentuk selayaknya kapal karam. Orion lalu kabur berlari keluar kamar.
“Jangan kabur, Orion!” Anna terus mengejar Orion keluar. Anna mengambil sepatu kets tebal miliknya yang ada di rak sepatu depan. Dengan sekuat tenaga Anna melempar sepatu itu searah dengan kaburnya Orion.
Di saat yang bersamaan, ketika Orion berlari berbelok, Kavi muncul dari belokan yang sama bersama dengan Rendy. Hingga akhirnya, BLETAK! Sepatu kets yang Anna lempar malah mendarat tepat di kepala Kavi.
Anna terkejut bukan main. Begitupun dengan Rendy yang ada di belakang Kavi. Rendy dengan sigap mengecek kondisi kepala Kavi.
“Bos! Kepalamu berdarah!” pekik Rendy.
Kavi menatap Anna dengan tatapan tajam, terlihat marah. Anna menelan ludah, sadar dirinya dalam masalah besar ketika Kavi mulai melangkah mendekatinya.
Orion melongok dari balik dinding. Ia melambaikan tangan pada Anna lalu kabur. Anna menahan dongkol tapi ia harus lebih dulu menyelesaikan kesalahpahaman dengan Kavi. Anna merasa bersalah dan tidak enak hati melihat pelipis Kavi yang sedikit berdarah.
“Ya ampun, saya minta maaf. Saya tidak sengaja. Sungguh, saya minta maaf."
Kavi hanya diam menatap Anna. Lebih tepatnya mengamati Anna. Tapi Anna yang panik tidak menyadari semua itu.
"Saya ada plester luka di dalam kamar kos. Kalau anda tidak keberatan...” Anna menunjuk letak kamar kosnya pada Kavi. Tanpa berkata apa-apa Kavi berjalan menuju kamar kos Anna diikuti oleh Rendy.
Anna bingung sekaligus heran. Tapi dirinya memilih diam lalu menyusul mereka.
“Awas kau Orion! Lain kali aku akan benar-benar membunuhmu!” gerutu Anna sebelum memasuki kamar kosnya. []
Mulut Rendy menganga lebar melihat kondisi kamar kos Anna yang sangat mengenaskan. Sedangkan Kavi hanya diam di dekat ambang pintu, menyaksikan semua barang berserakan tak karuan seperti kapal pecah. Rendy sampai harus menyingkirkan berbagai macam barang di lantai supaya Kavi bisa lewat.Anna yang belakangan masuk ke kamar kosnya baru tersadar dengan kekacauan yang ada. “Oh shit!” desisnya. Anna langsung menendangi barang-barang dari dekat sofa dengan canggung.“Bos, kau yakin tidak ingin ke dokter saja? Kurasa tempat ini kurang higienis,” kata Rendy memerhatikan situasi di kos Anna sambil bergidik.“Maaf, kosnya biasanya bersih. Cuma ini tadi saja agak berantakan.” ujar Anna menahan malu.“Agak?” Kavi menyindir Anna.“Maksudku, sangat berantakan. Adikku penyebabnya. Maaf kalau kalian jadi tidak nyaman,” ucap Anna menjelaskan. “Silakan duduk,” imbuhnya.Kavi diam menatap sofa. Ia mengernyit terlihat ragu untuk duduk. Anna yang heran langsung melihat ke sofa. DOENG! Ternyata bra milik
Orion duduk diam di sebelah Anna dalam sebuah taksi. Anna tidak berkata apa-apa. Jadi Orion memutuskan untuk tak bicara. Orion takut emosi Anna belum stabil. Sewaktu Orion datang menemui Anna, Anna hanya bilang kalau ia ingin Orion ikut dengannya. Orion pun menuruti titah sang kakak tanpa banyak tanya. Apalagi Orion baru menemui Anna tiga hari kemudian, setelah Anna meminta untuk datang menemuinya.Taksi berhenti di depan rumah sakit megah ibu kota dengan fasilitas sangat lengkap. Orion menyusul Anna turun setelah membayar ongkos taksi.“Kenapa kita ke rumah sakit? Kau sakit?” Orion menatap Anna penuh tanda tanya.Anna menggeleng. “Kau harus melakukan medical check up, untuk mengetahui kesehatanmu secara keseluruhan.”Orion termenung. Ia tersentuh dengan perhatian yang ditunjukkan Anna secara tiba-tiba. Tak menyangka kalau sang kakak sepeduli itu padanya.“Aku sehat, bugar, dan baik-baik saja. Untuk apa buang-buang uang melakukan medical check up? Kau tidak perlu sejauh ini, Kak. Aku
Anna berulangkali meremas jemarinya dengan gugup. Perasaan Anna campur aduk. Bagamana tidak, tiba-tiba ada laki-laki yang datang ke kos Anna yang mengaku sebagai sopir pribadi Kavi. Khairan diutus untuk menyampaikan berita duka sekaligus menjemput Anna.Khairan bilang kalau kemarin Erianto meninggal dunia. Hal itu tentu saja membuat hati Anna sakit sekaligus sedih bukan main. Walaupun Anna hanya sekali bertemu dengan Erianto, tapi private dinner Anna waktu itu benar-benar membawa kesan mendalam bagi Anna.Dalam hidupnya, untuk pertama kalinya Anna merasa didengar. Dan ironisnya itu dilakukan oleh orang asing, yang tak lain adalah kakek penjual steak. Belakangan Anna tahu bahwa Erianto ternyata adalah kakek Kavi.Anna ingat bagaimana Erianto turut sedih dan prihatin sewaktu Anna menceritakan sepenggal kisah hidupnya. Erianto menunggui Anna menangis dengan sabar sambil memakan steak buatannya.“Aku merencanakan makan malam ini dari jauh-jauh hari, Kek. Mereka semua senang, tidak sabar i
Anna meremas-remas ibu jarinya yang ada di atas pangkuan lantaran didera rasa cemas. Terlintas di pikiran Kavi untuk menenangkan Anna. Tangan Kavi nyaris terulur untuk memegang punggung tangan Anna. Tapi Kavi mengurungkan niatnya, ketika Devan lebih dulu menarik atensi Anna.“Hai, aku Devan.” Devan yang duduk di sebelah Anna tiba-tiba mengajak Anna bersalaman. Anna agak terkejut. Ia membalas sapaan itu dengan ramah.“Anna.” Anna tersenyum seraya menyalami Devan.Anna menghela napas panjang. Berusaha untuk mengusir kecemasan. Melihat Anna sudah sedikit lebih tenang, Kavi memberi kode pada Harris dengan menganggukkan kelapanya.Haris yang paham langsung mengeluarkan berkas-berkas dari dalam tasnya. Harris berdeham, membuat perhatian semua orang yang ada di sini tertuju padanya.“Karena semua sudah berkumpul di sini, saya akan langsung membacakan surat wasiat peninggalan mendiang Tuan Erianto Waradana.” Harris memakai kacamata kemudian mulai membaca perlahan-lahan.Semua orang mendengarka
Rendy menemani Anna hingga sampai ke mobil. Ketika Anna hendak memasuki pintu mobil yang dibukakan oleh Khairan, Devan datang menahan pintu itu. Anna terkejut, sedangkan Rendy keheranan menatap Devan.“Aku yang akan mengantarkanmu pulang,” ucap Devan tiba-tiba.“Tapi tadi Kavi minta...”Ucapan Anna terhenti saat Devan tiba-tiba menarik tangannya.“Mobilku ada di sebelah sana,” tunjuk Devan. Anna yang tidak nyaman perlahan menepiskan tangan Devan. “Kau tidak usah khawatir. Kavi pasti tidak keberatan aku mengantarmu pulang. Lagi pula siapa Kavi, sampai kau harus mengikuti perintahnya?”Anna tidak mengerti apa maksud Devan. Tapi Anna memilih untuk diam mengikuti Devan. Sebenarnya kalau dipikir-pikir omongan Devan ada benarnya juga. Kavi bukan siapa-siapa Anna, jadi Anna tidak punya kewajiban untuk menuruti perintah Kavi.Tak berapa lama, mobil Devan melesat membawa Anna pergi meninggalkan kediaman Waradana. Rendy memerhatikan semua itu dalam diam. Seolah ia yakin kalau bosnya tidak akan
Kavi melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Anna yang duduk di sebelahnya merasa tidak nyaman dan canggung. Hal itu dirasakan Anna karena Kavi terus saja diam sejak laki-laki itu mengajak Anna pulang dari Plumeria Memorial Park. Terlebih Kavi memiliki aura mengintimidasi yang kuat.Anna merasakan semua itu dari awal pertemuan mereka. Sampai belum lama tadi, saat Kavi tiba-tiba datang ke Plumeria Memorial Park, dan langsung membawa Anna pergi tanpa minta persetujuan Anna terlebih dahulu. Dan lucunya, Anna juga mau-mau saja mengikuti perintah Kavi.Berbeda dari Anna, Kavi justru bersikap sangat tenang dan mengemudi dengan santai.“Kenapa kau pulang bersama Devan? Tadi aku menyuruhmu pulang diantar Khairan?” Kavi bicara tanpa menoleh sedikitpun pada Anna.“Pulang bersama Devan atau Khairan, bukannya sama saja?”“Beda,” jawab Kavi datar. “Devan tertarik padamu,” imbuhnya yang seketika membuat Anna menoleh.Anna tertawa tak percaya. “Jangan konyol. Aku dan Devan tidak saling kenal. Ke
Anna berlari melintasi jembatan penyeberangan dengan napas memburu. Pikirannya begitu kalut. Satu jam yang lalu tiba-tiba Anna mendapat telepon dari kantor polisi Ibu Kota. Seorang polisi mengabarkan kalau Orion ditangkap atas dugaan penipuan. Anna yakin sekali kalau itu berkaitan dengan utang Orion.Anna langsung mencari taksi dan minta secepat mungkin diantar menuju ke kantor polisi. Tapi sialnya ada kebakaran yang mengakibatkan jalur terdekat menuju kantor polisi macet total. Akhirnya Anna memilih turun dan berlari beberapa blok daripada harus memutar lebih jauh.Begitu sampai di kantor polisi Anna langsung menuju ke sebuah ruangan, tempat Orion berada. Anna terengah-engah. Melihat Orion duduk menunduk memakai baju tahanan dengan kedua tangan diborgol, membuat hati Anna mencelos.Orion mendongak, menatap sang kakak dengan sorot putus asa.Seorang polisi menyapa Anna. “Silakan duduk,” pintanya pada Anna.Anna hanya diam menurut.“Benar Anda wali dari Orion Arsyanendra?” tanya polisi
Anna menatap pantulan dirinya di cermin ruang ganti. Sedikit pun tak pernah terlintas dalam benak Anna kalau ia akan mengenakan pakaian seterbuka ini. Rok jeans mini yang Anna kenakan hanya menutupi area kewanitaannya saja.Kemeja top crop putih transparan memperlihatkan dengan jelas setiap lekuk tubuh indah Anna, yang hanya dibalut dengan strapless bra berwarna putih.Ada pergolakan besar dalam batin Anna. “Bukannya ini sama saja dengan ia menjual diri?” pikirnya.Anna sudah mengambil keputusan. Saat Sitha menawarinya sebuah pekerjaan, setelah menimbang-nimbang sebentar, Anna langsung menerima tawaran kerja itu. Anna ingat pembicaraannya dengan Sitha beberapa hari yang lalu, ketika ia nyaris diusir dari indekosnya karena terlambat bayar sewa.“Aku turut prihatin dengan masalah yang menimpa adikmu,” kata Sitha dengan tulus saat mengajak Anna makan siang di sebuah restoran mahal.“Terima kasih. Aku hargai kepedulianmu padaku dan Orion. Dan selamat juga atas rumah barumu. Sayang sekali
Meeting santai bersama klien dengan ditemani seorang lady companion sudah biasa bagi Kavi. Seringnya klien tertentu memang suka melihat LC cantik melayani mereka minum, atau berkaraoke di sela-sela kesepakatan bisnis yang sedang dibahas.Biasanya Kavi tidak terlalu peduli dengan kehadiran si LC. Namun berbeda dengan hari ini. Saat seorang LC yang disebut Lady Rose masuk ke private lounge tempatnya meeting, Kavi tidak bisa mengalihkan pandangan dari wanita itu. Tentu Kavi tidak menyadari, jika wanita yang ada di balik topeng Lady Rose itu adalah Anna.Anna yang sempat terpaku beberapa detik lantaran melihat kehadiran Kavi, buru-buru mengalihkan pandangan. Ternyata Kavi pun melakukan hal yang sama. Kavi mengobrol dengan ketiga kliennya.Anna sedikit lega. Setidaknya Anna merasa aman dan merasa tidak akan ketahuan. Anna kemudian memulai kerjanya. Ia berdiri membungkuk menuangkan wine ke dalam gelas yang sudah kosong dengan hati-hati. Melihat gesture Anna yang tampak gugup, salah satu k
Anna menatap pantulan dirinya di cermin ruang ganti. Sedikit pun tak pernah terlintas dalam benak Anna kalau ia akan mengenakan pakaian seterbuka ini. Rok jeans mini yang Anna kenakan hanya menutupi area kewanitaannya saja.Kemeja top crop putih transparan memperlihatkan dengan jelas setiap lekuk tubuh indah Anna, yang hanya dibalut dengan strapless bra berwarna putih.Ada pergolakan besar dalam batin Anna. “Bukannya ini sama saja dengan ia menjual diri?” pikirnya.Anna sudah mengambil keputusan. Saat Sitha menawarinya sebuah pekerjaan, setelah menimbang-nimbang sebentar, Anna langsung menerima tawaran kerja itu. Anna ingat pembicaraannya dengan Sitha beberapa hari yang lalu, ketika ia nyaris diusir dari indekosnya karena terlambat bayar sewa.“Aku turut prihatin dengan masalah yang menimpa adikmu,” kata Sitha dengan tulus saat mengajak Anna makan siang di sebuah restoran mahal.“Terima kasih. Aku hargai kepedulianmu padaku dan Orion. Dan selamat juga atas rumah barumu. Sayang sekali
Anna berlari melintasi jembatan penyeberangan dengan napas memburu. Pikirannya begitu kalut. Satu jam yang lalu tiba-tiba Anna mendapat telepon dari kantor polisi Ibu Kota. Seorang polisi mengabarkan kalau Orion ditangkap atas dugaan penipuan. Anna yakin sekali kalau itu berkaitan dengan utang Orion.Anna langsung mencari taksi dan minta secepat mungkin diantar menuju ke kantor polisi. Tapi sialnya ada kebakaran yang mengakibatkan jalur terdekat menuju kantor polisi macet total. Akhirnya Anna memilih turun dan berlari beberapa blok daripada harus memutar lebih jauh.Begitu sampai di kantor polisi Anna langsung menuju ke sebuah ruangan, tempat Orion berada. Anna terengah-engah. Melihat Orion duduk menunduk memakai baju tahanan dengan kedua tangan diborgol, membuat hati Anna mencelos.Orion mendongak, menatap sang kakak dengan sorot putus asa.Seorang polisi menyapa Anna. “Silakan duduk,” pintanya pada Anna.Anna hanya diam menurut.“Benar Anda wali dari Orion Arsyanendra?” tanya polisi
Kavi melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Anna yang duduk di sebelahnya merasa tidak nyaman dan canggung. Hal itu dirasakan Anna karena Kavi terus saja diam sejak laki-laki itu mengajak Anna pulang dari Plumeria Memorial Park. Terlebih Kavi memiliki aura mengintimidasi yang kuat.Anna merasakan semua itu dari awal pertemuan mereka. Sampai belum lama tadi, saat Kavi tiba-tiba datang ke Plumeria Memorial Park, dan langsung membawa Anna pergi tanpa minta persetujuan Anna terlebih dahulu. Dan lucunya, Anna juga mau-mau saja mengikuti perintah Kavi.Berbeda dari Anna, Kavi justru bersikap sangat tenang dan mengemudi dengan santai.“Kenapa kau pulang bersama Devan? Tadi aku menyuruhmu pulang diantar Khairan?” Kavi bicara tanpa menoleh sedikitpun pada Anna.“Pulang bersama Devan atau Khairan, bukannya sama saja?”“Beda,” jawab Kavi datar. “Devan tertarik padamu,” imbuhnya yang seketika membuat Anna menoleh.Anna tertawa tak percaya. “Jangan konyol. Aku dan Devan tidak saling kenal. Ke
Rendy menemani Anna hingga sampai ke mobil. Ketika Anna hendak memasuki pintu mobil yang dibukakan oleh Khairan, Devan datang menahan pintu itu. Anna terkejut, sedangkan Rendy keheranan menatap Devan.“Aku yang akan mengantarkanmu pulang,” ucap Devan tiba-tiba.“Tapi tadi Kavi minta...”Ucapan Anna terhenti saat Devan tiba-tiba menarik tangannya.“Mobilku ada di sebelah sana,” tunjuk Devan. Anna yang tidak nyaman perlahan menepiskan tangan Devan. “Kau tidak usah khawatir. Kavi pasti tidak keberatan aku mengantarmu pulang. Lagi pula siapa Kavi, sampai kau harus mengikuti perintahnya?”Anna tidak mengerti apa maksud Devan. Tapi Anna memilih untuk diam mengikuti Devan. Sebenarnya kalau dipikir-pikir omongan Devan ada benarnya juga. Kavi bukan siapa-siapa Anna, jadi Anna tidak punya kewajiban untuk menuruti perintah Kavi.Tak berapa lama, mobil Devan melesat membawa Anna pergi meninggalkan kediaman Waradana. Rendy memerhatikan semua itu dalam diam. Seolah ia yakin kalau bosnya tidak akan
Anna meremas-remas ibu jarinya yang ada di atas pangkuan lantaran didera rasa cemas. Terlintas di pikiran Kavi untuk menenangkan Anna. Tangan Kavi nyaris terulur untuk memegang punggung tangan Anna. Tapi Kavi mengurungkan niatnya, ketika Devan lebih dulu menarik atensi Anna.“Hai, aku Devan.” Devan yang duduk di sebelah Anna tiba-tiba mengajak Anna bersalaman. Anna agak terkejut. Ia membalas sapaan itu dengan ramah.“Anna.” Anna tersenyum seraya menyalami Devan.Anna menghela napas panjang. Berusaha untuk mengusir kecemasan. Melihat Anna sudah sedikit lebih tenang, Kavi memberi kode pada Harris dengan menganggukkan kelapanya.Haris yang paham langsung mengeluarkan berkas-berkas dari dalam tasnya. Harris berdeham, membuat perhatian semua orang yang ada di sini tertuju padanya.“Karena semua sudah berkumpul di sini, saya akan langsung membacakan surat wasiat peninggalan mendiang Tuan Erianto Waradana.” Harris memakai kacamata kemudian mulai membaca perlahan-lahan.Semua orang mendengarka
Anna berulangkali meremas jemarinya dengan gugup. Perasaan Anna campur aduk. Bagamana tidak, tiba-tiba ada laki-laki yang datang ke kos Anna yang mengaku sebagai sopir pribadi Kavi. Khairan diutus untuk menyampaikan berita duka sekaligus menjemput Anna.Khairan bilang kalau kemarin Erianto meninggal dunia. Hal itu tentu saja membuat hati Anna sakit sekaligus sedih bukan main. Walaupun Anna hanya sekali bertemu dengan Erianto, tapi private dinner Anna waktu itu benar-benar membawa kesan mendalam bagi Anna.Dalam hidupnya, untuk pertama kalinya Anna merasa didengar. Dan ironisnya itu dilakukan oleh orang asing, yang tak lain adalah kakek penjual steak. Belakangan Anna tahu bahwa Erianto ternyata adalah kakek Kavi.Anna ingat bagaimana Erianto turut sedih dan prihatin sewaktu Anna menceritakan sepenggal kisah hidupnya. Erianto menunggui Anna menangis dengan sabar sambil memakan steak buatannya.“Aku merencanakan makan malam ini dari jauh-jauh hari, Kek. Mereka semua senang, tidak sabar i
Orion duduk diam di sebelah Anna dalam sebuah taksi. Anna tidak berkata apa-apa. Jadi Orion memutuskan untuk tak bicara. Orion takut emosi Anna belum stabil. Sewaktu Orion datang menemui Anna, Anna hanya bilang kalau ia ingin Orion ikut dengannya. Orion pun menuruti titah sang kakak tanpa banyak tanya. Apalagi Orion baru menemui Anna tiga hari kemudian, setelah Anna meminta untuk datang menemuinya.Taksi berhenti di depan rumah sakit megah ibu kota dengan fasilitas sangat lengkap. Orion menyusul Anna turun setelah membayar ongkos taksi.“Kenapa kita ke rumah sakit? Kau sakit?” Orion menatap Anna penuh tanda tanya.Anna menggeleng. “Kau harus melakukan medical check up, untuk mengetahui kesehatanmu secara keseluruhan.”Orion termenung. Ia tersentuh dengan perhatian yang ditunjukkan Anna secara tiba-tiba. Tak menyangka kalau sang kakak sepeduli itu padanya.“Aku sehat, bugar, dan baik-baik saja. Untuk apa buang-buang uang melakukan medical check up? Kau tidak perlu sejauh ini, Kak. Aku
Mulut Rendy menganga lebar melihat kondisi kamar kos Anna yang sangat mengenaskan. Sedangkan Kavi hanya diam di dekat ambang pintu, menyaksikan semua barang berserakan tak karuan seperti kapal pecah. Rendy sampai harus menyingkirkan berbagai macam barang di lantai supaya Kavi bisa lewat.Anna yang belakangan masuk ke kamar kosnya baru tersadar dengan kekacauan yang ada. “Oh shit!” desisnya. Anna langsung menendangi barang-barang dari dekat sofa dengan canggung.“Bos, kau yakin tidak ingin ke dokter saja? Kurasa tempat ini kurang higienis,” kata Rendy memerhatikan situasi di kos Anna sambil bergidik.“Maaf, kosnya biasanya bersih. Cuma ini tadi saja agak berantakan.” ujar Anna menahan malu.“Agak?” Kavi menyindir Anna.“Maksudku, sangat berantakan. Adikku penyebabnya. Maaf kalau kalian jadi tidak nyaman,” ucap Anna menjelaskan. “Silakan duduk,” imbuhnya.Kavi diam menatap sofa. Ia mengernyit terlihat ragu untuk duduk. Anna yang heran langsung melihat ke sofa. DOENG! Ternyata bra milik