Orion duduk diam di sebelah Anna dalam sebuah taksi. Anna tidak berkata apa-apa. Jadi Orion memutuskan untuk tak bicara. Orion takut emosi Anna belum stabil. Sewaktu Orion datang menemui Anna, Anna hanya bilang kalau ia ingin Orion ikut dengannya. Orion pun menuruti titah sang kakak tanpa banyak tanya. Apalagi Orion baru menemui Anna tiga hari kemudian, setelah Anna meminta untuk datang menemuinya.
Taksi berhenti di depan rumah sakit megah ibu kota dengan fasilitas sangat lengkap. Orion menyusul Anna turun setelah membayar ongkos taksi.
“Kenapa kita ke rumah sakit? Kau sakit?” Orion menatap Anna penuh tanda tanya.
Anna menggeleng. “Kau harus melakukan medical check up, untuk mengetahui kesehatanmu secara keseluruhan.”
Orion termenung. Ia tersentuh dengan perhatian yang ditunjukkan Anna secara tiba-tiba. Tak menyangka kalau sang kakak sepeduli itu padanya.
“Aku sehat, bugar, dan baik-baik saja. Untuk apa buang-buang uang melakukan medical check up? Kau tidak perlu sejauh ini, Kak. Aku tahu kau sayang padaku. Tapi ini terlalu berlebihan untukku.”
Anna diam tak menanggapi ucapan Orion. Anna berjalan menuju lobi rumah sakit. Orion mengikuti meski enggan. “Jadi kau memaksa?”
“Setelah hasil pemeriksaanmu keluar, dan organ dalam tubuhmu semua sehat. Kita jual ginjalmu,” ucap Anna enteng.
Orion langsung menghentikan langkah. Terlalu shock. “ANNA! KAU GILA?!”
“KAU YANG GILA!” Anna tak mau kalah berteriak. Anna dan Orion berdiri saling berhadapan dengan ekspresi sama-sama kesal. Orion menarik tangan Anna menjauhi keramaian. Anna langsung menepiskan tangan Orion dengan marah.
“Lepaskan aku!”
“Bagaimana bisa kau punya pikiran untuk menjual ginjalku? Jangan bercanda, Anna.”
“Jadi kau pilih mendekam di penjara? Atau kubunuh?”
Orion menghela napas kasar.
“Menjual ginjal itu solusi terbaik. Kau masih bisa hidup dengan satu ginjal. Kau juga akan dapat uang banyak yang bisa kau pakai untuk membayar utangmu!”
Orion diam, tak menyangka kalau Anna akan berbuat sejauh itu. Ada rasa marah, sakit hati, dan juga kecewa atas sikap Anna. Tapi Orion tak bisa meluapkannya pada Anna.
“Apa kau pikir hidupku lelucon? Kau yakin ingin aku menjual ginjalku?”
Kali ini Anna yang diam karena melihat sorot mata Orion yang kecewa. Ada rasa tidak tega dalam hatinya.
“Aku tidak akan meminta bantuanmu kalau situasiku tidak terdesak. Aku pikir tidak apa-apa mengandalkan kakakku, walau aku sadar membebanimu dengan uang seratus empat puluh juta itu keterlaluan.” Orion berhenti sejenak. “Tapi aku tidak menyangka kau sampai hati menyuruhku menjual ginjal,” ujar Orion putus asa.
“Lalu bagaimana caramu membayar utang? Apa aku yang harus menjual diri untuk menutup semua utangmu itu?!”
Mata Orion membulat. Kali ini ia benar-benar marah. “Tutup mulutmu, Anna! Ada apa denganmu?! Kau benar-benar tidak waras!”
“Memang,” mulut Anna bergetar. “Aku memang sudah kehilangan akal.” Butiran air mata mulai jatuh di pipi Anna, seolah Anna sudah tidak bisa menahan segala sesuatu yang berkecamuk di hatinya.
“Aku kehilangan pekerjaan! Aku dipecat karena aku menolak tidur dengan salah satu client kantorku!”
DEG!
Jantung Orion serasa dihujam mendengar pengakuan Anna. Orion kehilangan kata-kata.
“Aku bahkan tidak punya teman satu orang pun. Teman yang selama ini aku anggap sahabat, hanya menjadikanku lelucon dalam hidupnya.” Anna terus menangis, meluapkan semuanya. “Tentu saja aku bersyukur karena setidaknya aku masih punya adik. Tapi apa kau pernah benar-benar menganggap aku ada, selain saat kau butuh sesuatu? Apa kau pernah menanyakan kabarku? Apakah aku baik-baik saja atau tidak?”
“Asal kau tahu Orion, kakak perempuanmu yang menyedihkan ini seringnya terpuruk, dan berkali-kali ingin mengakhiri hidupnya. Karena tidak ada seorang pun yang bisa aku ajak bicara, sekadar bertukar keluh kesah...”
Orion menatap Anna, kelu. Mata Orion memerah. Rahangnya mengatup. Hatinya sakit seperti ditusuk-tusuk menyadari bagaimana Anna selama ini berjuang sendiri demi dirinya. Anna hanyalah perempuan yang rapuh, tapi dipaksa kuat oleh keadaan.
“Sungguh, Orion. Kalau aku punya segalanya, aku pasti tidak keberatan memberikan semuanya untukmu. Bahkan kalau perlu dunia juga akan aku berikan padamu. Tapi sekarang aku tidak punya apa-apa... selain nyawaku.” Anna tergugu karena tangisannya. Dadanya begitu sesak.
Orion menatap kekek perempuannya itu dengan hati yang remuk. Ia terpaku, lidahnya kelu.
“A-aku minta maaf, Anna,” ucap Orion sambil tertunduk.
Anna hanya diam. Anna menyusut air matanya berusaha mengendalikan diri. Ia sadar sedikit banyak perkataannya pada Orion memang keterlaluan.
“Aku ingin sendiri. Lain kali kita bicarakan semua dengan kepala dingin. Minta sedikit kelonggaran pada temanmu soal utang itu.” Anna masih berusaha memberikan solusi pada Orion dengan perasaannya yang carut marut. Anna lalu melangkah pergi meninggalkan Orion.
Orion ingin sekali mengejar Anna, dan minta agar Anna tidak usah memikirkan soal utangnya. Tapi Orion tak punya keberanian. Orion menghela napas panjang, lalu balik badan. Orion melangkah dengan sangat berat. Kesedihan tergambar jelas di wajah pemuda tampan itu.
*
Kavi duduk di jok belakang mobilnya yang dikemudikan oleh Rendy. Rendy mengarahkan mobil itu keluar dari area parkir rumah sakit.
“Aneh sekali tiba-tiba kakek mengalami komplikasi. Kakek itu orang yang paling sehat dalam keluarga. Kakek menjaga pola makannya sejak masih muda. Hanya makanan sehat yang dia konsumsi. No alcohol, no smoking, dan rutin melakukan medical check up secara berkala. Apa masuk akal kalau tiba-tiba kakek jatuh sakit seperti ini?” Kavi berkata dengan pandangan tetap fokus pada iPad yang ia pegang.
“Tuan Besar sudah berumur, Bos. Metabolisme tubuhnya menurun.”
Rendy menghentikan mobilnya sebelum berbelok ke jalur keluar rumah sakit, karena ada mobil box farmasi berjalan mundur menuju keluar usai melakukan loading obat-obatan. Saat Rendy menoleh ia terkejut melihat Anna melintas di depan jalur keluar tanpa menyadari mobil box yang bergerak mundur ke arahnya.
“Itu calon istrimu kan, Bos?!” pekik Rendy. Rendy menekan klakson memberi kode pada sopir mobil box, kalau ada orang di belakang. Tapi sopir tak paham, mengira Rendy memintanya untuk menyingkir secepat mungkin. Sopir pun menekan gas lebih dalam.
Kavi sontak melompat turun dari mobilnya. Kavi lalu berlari dan menarik Anna yang nyaris kena terjang bagian belakang mobil box. Anna tercekat tiba-tiba sudah berada di rengkuhan seseorang.
“Kau itu bodoh atau bagaimana?! Kau tidak lihat ada mobil sebesar itu?!”
Anna mendongak, seolah hafal dengan si empunya suara walau ia baru bertemu Kavi sekali. Begitu melihat Kavi memarahinya, mata Anna kembali berkaca-kaca. Air mata Anna kembali merebak di pelupuk mata.
Kavi terkejut melihat reaksi Anna yang hampir menangis.
“Maaf,” ucap Kavi singkat.
Anna melangkah mundur, menjauh dari Kavi dengan berderai air mata tanpa berkata apa-apa. Emosi Anna belum stabil karena pertengkarannya dengan Orion.
Kavi tertegun menatap Anna yang tampak berantakan dengan wajahnya yang sembab. Kavi membuang muka sesaat, kemudian kembali meraih tangan Anna. Kavi langsung menarik Anna ke dalam pelukannya.
Anna ingin melepaskan pelukan itu. Tapi Kavi menahannya dengan kuat. Tangisan Anna pun semakin pecah berada di dalam rengkuhan Kavi. Tanpa Anna sadari, ia telah membagi luka hatinya dengan Kavi. Laki-laki asing yang mengaku sebagai calon suaminya. []
Anna berulangkali meremas jemarinya dengan gugup. Perasaan Anna campur aduk. Bagamana tidak, tiba-tiba ada laki-laki yang datang ke kos Anna yang mengaku sebagai sopir pribadi Kavi. Khairan diutus untuk menyampaikan berita duka sekaligus menjemput Anna.Khairan bilang kalau kemarin Erianto meninggal dunia. Hal itu tentu saja membuat hati Anna sakit sekaligus sedih bukan main. Walaupun Anna hanya sekali bertemu dengan Erianto, tapi private dinner Anna waktu itu benar-benar membawa kesan mendalam bagi Anna.Dalam hidupnya, untuk pertama kalinya Anna merasa didengar. Dan ironisnya itu dilakukan oleh orang asing, yang tak lain adalah kakek penjual steak. Belakangan Anna tahu bahwa Erianto ternyata adalah kakek Kavi.Anna ingat bagaimana Erianto turut sedih dan prihatin sewaktu Anna menceritakan sepenggal kisah hidupnya. Erianto menunggui Anna menangis dengan sabar sambil memakan steak buatannya.“Aku merencanakan makan malam ini dari jauh-jauh hari, Kek. Mereka semua senang, tidak sabar i
Anna meremas-remas ibu jarinya yang ada di atas pangkuan lantaran didera rasa cemas. Terlintas di pikiran Kavi untuk menenangkan Anna. Tangan Kavi nyaris terulur untuk memegang punggung tangan Anna. Tapi Kavi mengurungkan niatnya, ketika Devan lebih dulu menarik atensi Anna.“Hai, aku Devan.” Devan yang duduk di sebelah Anna tiba-tiba mengajak Anna bersalaman. Anna agak terkejut. Ia membalas sapaan itu dengan ramah.“Anna.” Anna tersenyum seraya menyalami Devan.Anna menghela napas panjang. Berusaha untuk mengusir kecemasan. Melihat Anna sudah sedikit lebih tenang, Kavi memberi kode pada Harris dengan menganggukkan kelapanya.Haris yang paham langsung mengeluarkan berkas-berkas dari dalam tasnya. Harris berdeham, membuat perhatian semua orang yang ada di sini tertuju padanya.“Karena semua sudah berkumpul di sini, saya akan langsung membacakan surat wasiat peninggalan mendiang Tuan Erianto Waradana.” Harris memakai kacamata kemudian mulai membaca perlahan-lahan.Semua orang mendengarka
Rendy menemani Anna hingga sampai ke mobil. Ketika Anna hendak memasuki pintu mobil yang dibukakan oleh Khairan, Devan datang menahan pintu itu. Anna terkejut, sedangkan Rendy keheranan menatap Devan.“Aku yang akan mengantarkanmu pulang,” ucap Devan tiba-tiba.“Tapi tadi Kavi minta...”Ucapan Anna terhenti saat Devan tiba-tiba menarik tangannya.“Mobilku ada di sebelah sana,” tunjuk Devan. Anna yang tidak nyaman perlahan menepiskan tangan Devan. “Kau tidak usah khawatir. Kavi pasti tidak keberatan aku mengantarmu pulang. Lagi pula siapa Kavi, sampai kau harus mengikuti perintahnya?”Anna tidak mengerti apa maksud Devan. Tapi Anna memilih untuk diam mengikuti Devan. Sebenarnya kalau dipikir-pikir omongan Devan ada benarnya juga. Kavi bukan siapa-siapa Anna, jadi Anna tidak punya kewajiban untuk menuruti perintah Kavi.Tak berapa lama, mobil Devan melesat membawa Anna pergi meninggalkan kediaman Waradana. Rendy memerhatikan semua itu dalam diam. Seolah ia yakin kalau bosnya tidak akan
Kavi melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Anna yang duduk di sebelahnya merasa tidak nyaman dan canggung. Hal itu dirasakan Anna karena Kavi terus saja diam sejak laki-laki itu mengajak Anna pulang dari Plumeria Memorial Park. Terlebih Kavi memiliki aura mengintimidasi yang kuat.Anna merasakan semua itu dari awal pertemuan mereka. Sampai belum lama tadi, saat Kavi tiba-tiba datang ke Plumeria Memorial Park, dan langsung membawa Anna pergi tanpa minta persetujuan Anna terlebih dahulu. Dan lucunya, Anna juga mau-mau saja mengikuti perintah Kavi.Berbeda dari Anna, Kavi justru bersikap sangat tenang dan mengemudi dengan santai.“Kenapa kau pulang bersama Devan? Tadi aku menyuruhmu pulang diantar Khairan?” Kavi bicara tanpa menoleh sedikitpun pada Anna.“Pulang bersama Devan atau Khairan, bukannya sama saja?”“Beda,” jawab Kavi datar. “Devan tertarik padamu,” imbuhnya yang seketika membuat Anna menoleh.Anna tertawa tak percaya. “Jangan konyol. Aku dan Devan tidak saling kenal. Ke
Anna berlari melintasi jembatan penyeberangan dengan napas memburu. Pikirannya begitu kalut. Satu jam yang lalu tiba-tiba Anna mendapat telepon dari kantor polisi Ibu Kota. Seorang polisi mengabarkan kalau Orion ditangkap atas dugaan penipuan. Anna yakin sekali kalau itu berkaitan dengan utang Orion.Anna langsung mencari taksi dan minta secepat mungkin diantar menuju ke kantor polisi. Tapi sialnya ada kebakaran yang mengakibatkan jalur terdekat menuju kantor polisi macet total. Akhirnya Anna memilih turun dan berlari beberapa blok daripada harus memutar lebih jauh.Begitu sampai di kantor polisi Anna langsung menuju ke sebuah ruangan, tempat Orion berada. Anna terengah-engah. Melihat Orion duduk menunduk memakai baju tahanan dengan kedua tangan diborgol, membuat hati Anna mencelos.Orion mendongak, menatap sang kakak dengan sorot putus asa.Seorang polisi menyapa Anna. “Silakan duduk,” pintanya pada Anna.Anna hanya diam menurut.“Benar Anda wali dari Orion Arsyanendra?” tanya polisi
Anna menatap pantulan dirinya di cermin ruang ganti. Sedikit pun tak pernah terlintas dalam benak Anna kalau ia akan mengenakan pakaian seterbuka ini. Rok jeans mini yang Anna kenakan hanya menutupi area kewanitaannya saja.Kemeja top crop putih transparan memperlihatkan dengan jelas setiap lekuk tubuh indah Anna, yang hanya dibalut dengan strapless bra berwarna putih.Ada pergolakan besar dalam batin Anna. “Bukannya ini sama saja dengan ia menjual diri?” pikirnya.Anna sudah mengambil keputusan. Saat Sitha menawarinya sebuah pekerjaan, setelah menimbang-nimbang sebentar, Anna langsung menerima tawaran kerja itu. Anna ingat pembicaraannya dengan Sitha beberapa hari yang lalu, ketika ia nyaris diusir dari indekosnya karena terlambat bayar sewa.“Aku turut prihatin dengan masalah yang menimpa adikmu,” kata Sitha dengan tulus saat mengajak Anna makan siang di sebuah restoran mahal.“Terima kasih. Aku hargai kepedulianmu padaku dan Orion. Dan selamat juga atas rumah barumu. Sayang sekali
Meeting santai bersama klien dengan ditemani seorang lady companion sudah biasa bagi Kavi. Seringnya klien tertentu memang suka melihat LC cantik melayani mereka minum, atau berkaraoke di sela-sela kesepakatan bisnis yang sedang dibahas.Biasanya Kavi tidak terlalu peduli dengan kehadiran si LC. Namun berbeda dengan hari ini. Saat seorang LC yang disebut Lady Rose masuk ke private lounge tempatnya meeting, Kavi tidak bisa mengalihkan pandangan dari wanita itu. Tentu Kavi tidak menyadari, jika wanita yang ada di balik topeng Lady Rose itu adalah Anna.Anna yang sempat terpaku beberapa detik lantaran melihat kehadiran Kavi, buru-buru mengalihkan pandangan. Ternyata Kavi pun melakukan hal yang sama. Kavi mengobrol dengan ketiga kliennya.Anna sedikit lega. Setidaknya Anna merasa aman dan merasa tidak akan ketahuan. Anna kemudian memulai kerjanya. Ia berdiri membungkuk menuangkan wine ke dalam gelas yang sudah kosong dengan hati-hati. Melihat gesture Anna yang tampak gugup, salah satu k
Anna menyukai suasana restoran yang ia kunjungi. Pemilihan nama “Teras Rumah”, secara harfiah merepresentasikan letak restoran yang memang berada di sebuah teras rumah sederhana. Di restoran ini juga hanya terdapat satu meja makan besar dengan delapan kursi yang mengelilingi meja. Anna duduk di salah satu kursi, menunggu kedatangan teman-teman divisinya sembari bermain ponsel.“Saya terkesan sekali, kau hafal dengan detail tingkat kematangan steak yang disukai teman-temanmu. Kalian berenam pasti bersahabat baik.” Suara Erianto, sang empunya restoran yang merangkap sebagai satu-satunya chef di Teras Rumah, berhasil membuyarkan lamunan Anna.Anna tersenyum menatap Erianto.“Teman sekantor, Kek. Dan sebagian besar waktu saya habiskan bersama mereka berenam di kantor. Jadi ya... begitulah,” ujar Anna canggung.Erianto hanya manggut-manggut dari balik kaca partisi, yang memisahkan area makan dengan dapur yang mengusung tema open kitchen. Di usia senjanya, Erianto masih kelihatan bugar dan
Meeting santai bersama klien dengan ditemani seorang lady companion sudah biasa bagi Kavi. Seringnya klien tertentu memang suka melihat LC cantik melayani mereka minum, atau berkaraoke di sela-sela kesepakatan bisnis yang sedang dibahas.Biasanya Kavi tidak terlalu peduli dengan kehadiran si LC. Namun berbeda dengan hari ini. Saat seorang LC yang disebut Lady Rose masuk ke private lounge tempatnya meeting, Kavi tidak bisa mengalihkan pandangan dari wanita itu. Tentu Kavi tidak menyadari, jika wanita yang ada di balik topeng Lady Rose itu adalah Anna.Anna yang sempat terpaku beberapa detik lantaran melihat kehadiran Kavi, buru-buru mengalihkan pandangan. Ternyata Kavi pun melakukan hal yang sama. Kavi mengobrol dengan ketiga kliennya.Anna sedikit lega. Setidaknya Anna merasa aman dan merasa tidak akan ketahuan. Anna kemudian memulai kerjanya. Ia berdiri membungkuk menuangkan wine ke dalam gelas yang sudah kosong dengan hati-hati. Melihat gesture Anna yang tampak gugup, salah satu k
Anna menatap pantulan dirinya di cermin ruang ganti. Sedikit pun tak pernah terlintas dalam benak Anna kalau ia akan mengenakan pakaian seterbuka ini. Rok jeans mini yang Anna kenakan hanya menutupi area kewanitaannya saja.Kemeja top crop putih transparan memperlihatkan dengan jelas setiap lekuk tubuh indah Anna, yang hanya dibalut dengan strapless bra berwarna putih.Ada pergolakan besar dalam batin Anna. “Bukannya ini sama saja dengan ia menjual diri?” pikirnya.Anna sudah mengambil keputusan. Saat Sitha menawarinya sebuah pekerjaan, setelah menimbang-nimbang sebentar, Anna langsung menerima tawaran kerja itu. Anna ingat pembicaraannya dengan Sitha beberapa hari yang lalu, ketika ia nyaris diusir dari indekosnya karena terlambat bayar sewa.“Aku turut prihatin dengan masalah yang menimpa adikmu,” kata Sitha dengan tulus saat mengajak Anna makan siang di sebuah restoran mahal.“Terima kasih. Aku hargai kepedulianmu padaku dan Orion. Dan selamat juga atas rumah barumu. Sayang sekali
Anna berlari melintasi jembatan penyeberangan dengan napas memburu. Pikirannya begitu kalut. Satu jam yang lalu tiba-tiba Anna mendapat telepon dari kantor polisi Ibu Kota. Seorang polisi mengabarkan kalau Orion ditangkap atas dugaan penipuan. Anna yakin sekali kalau itu berkaitan dengan utang Orion.Anna langsung mencari taksi dan minta secepat mungkin diantar menuju ke kantor polisi. Tapi sialnya ada kebakaran yang mengakibatkan jalur terdekat menuju kantor polisi macet total. Akhirnya Anna memilih turun dan berlari beberapa blok daripada harus memutar lebih jauh.Begitu sampai di kantor polisi Anna langsung menuju ke sebuah ruangan, tempat Orion berada. Anna terengah-engah. Melihat Orion duduk menunduk memakai baju tahanan dengan kedua tangan diborgol, membuat hati Anna mencelos.Orion mendongak, menatap sang kakak dengan sorot putus asa.Seorang polisi menyapa Anna. “Silakan duduk,” pintanya pada Anna.Anna hanya diam menurut.“Benar Anda wali dari Orion Arsyanendra?” tanya polisi
Kavi melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Anna yang duduk di sebelahnya merasa tidak nyaman dan canggung. Hal itu dirasakan Anna karena Kavi terus saja diam sejak laki-laki itu mengajak Anna pulang dari Plumeria Memorial Park. Terlebih Kavi memiliki aura mengintimidasi yang kuat.Anna merasakan semua itu dari awal pertemuan mereka. Sampai belum lama tadi, saat Kavi tiba-tiba datang ke Plumeria Memorial Park, dan langsung membawa Anna pergi tanpa minta persetujuan Anna terlebih dahulu. Dan lucunya, Anna juga mau-mau saja mengikuti perintah Kavi.Berbeda dari Anna, Kavi justru bersikap sangat tenang dan mengemudi dengan santai.“Kenapa kau pulang bersama Devan? Tadi aku menyuruhmu pulang diantar Khairan?” Kavi bicara tanpa menoleh sedikitpun pada Anna.“Pulang bersama Devan atau Khairan, bukannya sama saja?”“Beda,” jawab Kavi datar. “Devan tertarik padamu,” imbuhnya yang seketika membuat Anna menoleh.Anna tertawa tak percaya. “Jangan konyol. Aku dan Devan tidak saling kenal. Ke
Rendy menemani Anna hingga sampai ke mobil. Ketika Anna hendak memasuki pintu mobil yang dibukakan oleh Khairan, Devan datang menahan pintu itu. Anna terkejut, sedangkan Rendy keheranan menatap Devan.“Aku yang akan mengantarkanmu pulang,” ucap Devan tiba-tiba.“Tapi tadi Kavi minta...”Ucapan Anna terhenti saat Devan tiba-tiba menarik tangannya.“Mobilku ada di sebelah sana,” tunjuk Devan. Anna yang tidak nyaman perlahan menepiskan tangan Devan. “Kau tidak usah khawatir. Kavi pasti tidak keberatan aku mengantarmu pulang. Lagi pula siapa Kavi, sampai kau harus mengikuti perintahnya?”Anna tidak mengerti apa maksud Devan. Tapi Anna memilih untuk diam mengikuti Devan. Sebenarnya kalau dipikir-pikir omongan Devan ada benarnya juga. Kavi bukan siapa-siapa Anna, jadi Anna tidak punya kewajiban untuk menuruti perintah Kavi.Tak berapa lama, mobil Devan melesat membawa Anna pergi meninggalkan kediaman Waradana. Rendy memerhatikan semua itu dalam diam. Seolah ia yakin kalau bosnya tidak akan
Anna meremas-remas ibu jarinya yang ada di atas pangkuan lantaran didera rasa cemas. Terlintas di pikiran Kavi untuk menenangkan Anna. Tangan Kavi nyaris terulur untuk memegang punggung tangan Anna. Tapi Kavi mengurungkan niatnya, ketika Devan lebih dulu menarik atensi Anna.“Hai, aku Devan.” Devan yang duduk di sebelah Anna tiba-tiba mengajak Anna bersalaman. Anna agak terkejut. Ia membalas sapaan itu dengan ramah.“Anna.” Anna tersenyum seraya menyalami Devan.Anna menghela napas panjang. Berusaha untuk mengusir kecemasan. Melihat Anna sudah sedikit lebih tenang, Kavi memberi kode pada Harris dengan menganggukkan kelapanya.Haris yang paham langsung mengeluarkan berkas-berkas dari dalam tasnya. Harris berdeham, membuat perhatian semua orang yang ada di sini tertuju padanya.“Karena semua sudah berkumpul di sini, saya akan langsung membacakan surat wasiat peninggalan mendiang Tuan Erianto Waradana.” Harris memakai kacamata kemudian mulai membaca perlahan-lahan.Semua orang mendengarka
Anna berulangkali meremas jemarinya dengan gugup. Perasaan Anna campur aduk. Bagamana tidak, tiba-tiba ada laki-laki yang datang ke kos Anna yang mengaku sebagai sopir pribadi Kavi. Khairan diutus untuk menyampaikan berita duka sekaligus menjemput Anna.Khairan bilang kalau kemarin Erianto meninggal dunia. Hal itu tentu saja membuat hati Anna sakit sekaligus sedih bukan main. Walaupun Anna hanya sekali bertemu dengan Erianto, tapi private dinner Anna waktu itu benar-benar membawa kesan mendalam bagi Anna.Dalam hidupnya, untuk pertama kalinya Anna merasa didengar. Dan ironisnya itu dilakukan oleh orang asing, yang tak lain adalah kakek penjual steak. Belakangan Anna tahu bahwa Erianto ternyata adalah kakek Kavi.Anna ingat bagaimana Erianto turut sedih dan prihatin sewaktu Anna menceritakan sepenggal kisah hidupnya. Erianto menunggui Anna menangis dengan sabar sambil memakan steak buatannya.“Aku merencanakan makan malam ini dari jauh-jauh hari, Kek. Mereka semua senang, tidak sabar i
Orion duduk diam di sebelah Anna dalam sebuah taksi. Anna tidak berkata apa-apa. Jadi Orion memutuskan untuk tak bicara. Orion takut emosi Anna belum stabil. Sewaktu Orion datang menemui Anna, Anna hanya bilang kalau ia ingin Orion ikut dengannya. Orion pun menuruti titah sang kakak tanpa banyak tanya. Apalagi Orion baru menemui Anna tiga hari kemudian, setelah Anna meminta untuk datang menemuinya.Taksi berhenti di depan rumah sakit megah ibu kota dengan fasilitas sangat lengkap. Orion menyusul Anna turun setelah membayar ongkos taksi.“Kenapa kita ke rumah sakit? Kau sakit?” Orion menatap Anna penuh tanda tanya.Anna menggeleng. “Kau harus melakukan medical check up, untuk mengetahui kesehatanmu secara keseluruhan.”Orion termenung. Ia tersentuh dengan perhatian yang ditunjukkan Anna secara tiba-tiba. Tak menyangka kalau sang kakak sepeduli itu padanya.“Aku sehat, bugar, dan baik-baik saja. Untuk apa buang-buang uang melakukan medical check up? Kau tidak perlu sejauh ini, Kak. Aku
Mulut Rendy menganga lebar melihat kondisi kamar kos Anna yang sangat mengenaskan. Sedangkan Kavi hanya diam di dekat ambang pintu, menyaksikan semua barang berserakan tak karuan seperti kapal pecah. Rendy sampai harus menyingkirkan berbagai macam barang di lantai supaya Kavi bisa lewat.Anna yang belakangan masuk ke kamar kosnya baru tersadar dengan kekacauan yang ada. “Oh shit!” desisnya. Anna langsung menendangi barang-barang dari dekat sofa dengan canggung.“Bos, kau yakin tidak ingin ke dokter saja? Kurasa tempat ini kurang higienis,” kata Rendy memerhatikan situasi di kos Anna sambil bergidik.“Maaf, kosnya biasanya bersih. Cuma ini tadi saja agak berantakan.” ujar Anna menahan malu.“Agak?” Kavi menyindir Anna.“Maksudku, sangat berantakan. Adikku penyebabnya. Maaf kalau kalian jadi tidak nyaman,” ucap Anna menjelaskan. “Silakan duduk,” imbuhnya.Kavi diam menatap sofa. Ia mengernyit terlihat ragu untuk duduk. Anna yang heran langsung melihat ke sofa. DOENG! Ternyata bra milik