“Kamu sudah menjadi Maba kenapa masih belum punya pacar?” gerutu sang Ayah yang baru saja tiba di ruang meja makan. “Ayah punya calon buat mu. Esok kalian harus saling ketemu ya,” lanjutnya.
“Lah, apa-apaan! Aku ini masih muda, jalanku juga masih panjang. Ini sudah ngomongin calon saja, memangnya anak Ayah ini gak laku sampai Ayah ngomong gitu?!” cibir Sasha.
Ayah menggelengkan kepalanya kecil. Perkataan Sasha membuatnya menghela nafas panjang seolah-olah ada beban yang disimpan sendirian. Mata yang berwarna hitam pekat itu melirik ke arah Sasha dengan tatapan ketulusan.
“Gak gitu, Sasha. Ayah ini sudah punya janji dengan teman ayah dahulu. Kalau umurmu sudah beranjak 18 tahun, Ayah ingin menjodohkan mu dengan anaknya,” jelas Ayah yang membuat Sasha terkejut.
Gadis itu membulatkan matanya, tak menyangka dengan apa yang telah dikatakan oleh sang Ayah. Mulutnya yang mengunyah makanan langsung terhenti sejenak. Setelahnya, Sasha menelan dan membuatnya terbatuk-batuk ringan.
Uhuk!
Uhuk!
Ibu, wanita itu sedari tadi menyimak perkataan yang telah diucapkan oleh anak dan suaminya. Ia melirik ke arah Sasha yang kesedak makanannya sendiri, segera ibu menuangkan segelas air putih.
“Minum dulu. Baru diomongin begitu saja, sudah tersedak. Apalagi langsung disuruh menikah, sudah pingsan kali kamu!” cibir sang ibu pedas.
Sasha menerimanya. Ia tak banyak berbicara seraya mengambil segelas air putih yang telah disodorkan olehnya. Gadis itu mulai meneguk dengan tandas, tanpa tersisa apapun lagi.
“Ayah yang benar saja! Ini sudah zaman mileanal, kenapa masih ada perjodohan seperti itu?! Sudah kayak zaman siti nurbaya saja!” sentak Sasha.
Dia bangkit dari tempat duduknya. Menyalami kedua orang tuanya secara bergantian seraya pergi begitu saja menuju kampusnya. Hatinya bergerak gelisah, tak menyangka dengan apa yang telah dikatakan oleh sang ayah.
“Aku pergi dulu. Assalamualaikum,” ujar Sasha seraya menutup pintu dengan begitu kerasnya.
Ayah dan ibunya, seketika terkejut. Mereka menatap satu sama lain dengan raut wajah yang kebingungan. Diliriknya pintu utama, mereka sudah tak melihat Sasha lagi.
“Anakmu itu,” cibir Ibu sembari menyantap makanannya lagi.
“Anakmu juga, lah!” balas Ayah, merasa tak terima dengan ucapannya istrinya.
“Anakku gak ada yang begitu. Dia mah sewot sekali kalau sudah dibicarakan seperti itu. Lagian kamu, pakai acara menjodohkannya segala!” ungkap Ibu seraya memutar bola matanya malas.
“Namanya juga sudah berjanji, yah harus ditempati. Aku pasti akan memaksa Sasha untuk menikah dengan anak teman ku itu!”
Disisi lain, Sasha nampak buru-buru mengendari sepeda motor scoopy berwarna Pink yang diberi nama ‘Pinkyu’. Nampak gadis itu tergesa-gesa, ia membelah kerumunan begitu sangat lihai.
Sasha harus memburu waktu agar cepat sampai di kampusnya. Diliriknya arloji yang berada di pergelangan tangannya itu. Ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 07.55 yang berarti lima menit lagi, kelas akan segera di mulai.
“Astaghfirullah, ini teh kunaon. Lima menit lagi kelas dimulai tapi, aku masih dijalan,” gerutu Sasha mulai merasa khawatir terhadap dirinya sendiri.
Ini adalah kelas pertama bagi Sasha makanya, gadis itu sangat terburu-buru dan sangat takut dengan ancaman dosen. Apalagi namanya pasti akan tercoreng karena baru masuk sudah telat saja.
Tanpa banyak berbicara lagi. Sasha menambahkan kecepatannya menjadi 100km. Bagai kilatan yang menyambar akhirnya, Sasha berhasil sampai di kampusnya. Buru-buru ia menaruh Pinkyu dijajaran parkiran kampus.
Sasha mulai berlari tergopoh-gopoh menuju kelasnya. Ia menaiki anak tangga tanpa ragu namun, matanya tetap melirik arloji yang kini sudah menunjukkan pukul 08.00.
“Oke, pasti telat,” kekeh Sasha seraya tertawa pelan.
Benar saja, ketika Sasha sudah berada di hadapan kelasnya. Seorang dosen pria tengah berdiri di depan saja, memperkenalkan dirinya pada mahasiswa setempat.
Sekujur tubuh Sasha merinding, wajahnya kini pucat pasi. Ia melirik ke arah kaca ruangan tersebut. Matanya bergerak lincah mencari Alya, salah satu sahabatnya.
Ternyata Alya sudah duduk disana dengan wajah yang berseri-seri memandangi dosen yang cukup muda tersebut. Wajahnya memang terlihat tampan, banyak para mahasiswi yang memandanginya dengan tatapan memuja namun, bagi Sasha pria itu cukup seperti seorang pria yang terlihat galak.
“Ini masuk aja atau bolos?” gumam Sasha merasa kebingungan. Tubuhnya yang kecil itu, meminjit kembali. Melihat ke arah Alya namun, sayangnya. Tempat duduk Alya cukup jauh yang membuatnya sulit untuk berkomunikasi.
“Memang dasar hari yang buruk!” gerutu Sasha kembali fokus menatap cerminan kaca tersebut.
“Apa yang buruk?” tanya seseorang dari arah belakangan Sasha.
Tentunya, Sasha cukup terkejut. Ia kaget dan sontak melirik ke arah seseorang yang kini sudah berdiri dihadapannya. Ternyata itu adalah dosen yang mengajar dikelasnya tadi.
Sasha tersenyum, menampilkan deretan giginya saja. Dia tersenyum tanpa dosa. “Eh Pak dosen sudah ada di depan saya saja. Bukannya tadi lagi mengajar ya?” tanya Sasha basa-basi. Padahal sedari tadi jantung berdetak kencang. Bukan karena jatuh cinta, melainkan karena takut dengan wajah sang dosen yang cukup menyeramkan.
“Saya yang harusnya bertanya! Kamu sejak kapan ngintip di jendela?!” sentaknya dengan suara yang cukup datar dan menakutkan.
“Ah–anu, saya tadi–” Sasha telah kehabisan kata. Dia berpikir sejenak, mencari alasan yang tepat dengan kedatangannya yang telat ini. “Saya tadi cuman lihat-lihat saja kok, pak. Tadi gak sengaja lewat dan mengintip untuk melihat teman saya yang masuk kelas atau gak,” ujar Sasha dengan cepat.
Hanya jawaban itu yang mungkin membuat dirinya terselamatkan dengan dosen yang berada di hadapannya. Lagipula dosen tersebut, tak akan mungkin tahu dirinya. Apalagi ini baru pertama kalinya, Sasha mengikuti kelasnya.
Tak ada reaksi apapun dari sang dosen yang membuat Sasha merasa kesulitan untuk bernafas. Dia sangat kebingungan sekarang.
“Loh! Sasha? Kok baru datang?” teriak Alya yang tiba-tiba saja keluar dari kelas.
Sontak Sasha membulatkan matanya. Ia melirik ke arah Alya yang tengah berdiri disana sembari menatapnya kebingungan. Sasha mengumpat dalam hatinya, mengapa gadis itu cukup menyebalkan. Dan malah menjebaknya begitu saja.
“Oh! Pintar sekali kamu berbohong!” sindir dosen tersebut. Dia menatap tajam ke arah Sasha, seolah-olah ingin melahapnya.
Wajahnya yang tampan dengan mata berwarna biru safir itu terlihat sangat menyeramkan sekarang. Sasha lagi-lagi, mengumpat, ingin sekali memaki Alya yang tiba-tiba saja datang.
“Baru maba, kamu sudah pandai berbohong! Datang terlambat, mengintip seperti pengutit. Dan ini, mau mengalambui saya?!” sentaknya.
Sasha tertunduk. “Maaf Pak, gak bermaksud telat. Tadi saya kena macet dijalan,” ujar Sasha berbohong.
“Alasan! Saya gak mau mendengar apapun. Sekarang bersihkan ruangan saya dan tentunya buat tugas artikel sesuai prodi sasing!” desisnya.
“Monyet!” Sasha membantin. “Nih dosen baru pertama aja nyebelin amat, banyak tingkah lagi!”
Siapa yang tak kesal? Baru masuk kuliah, kini sudah dihukum saja! Tugasnya benar-benar tak tanggung, sudah menyuruh dibersihkan ruangannya dan setelahnya, membuat artikel Sasing?! Membuat kepala menjadi pusing saja. “Sumpah deh, tuh dosen baru pertama kalinya ketemu. Sudah kayak gini aja, apalagi nanti sampai 8 semester ketemu terus. Bisa gila aku lama-lama!” gerutu Sasha. Gadis itu tengah memindahkan buku-buku yang tak tertata kembali ke rak disebelahnya. Nampak ruangan dosen tersebut terlihat elegan dengan dekorasi yang menawan. Namun, anehnya ruangan pria ini berbeda dengan para dosen lainnya. Membuat Sasha merasa kebingungan. “Nih dosen, ruangannya kok beda dari yang lain ya? Apa dia ini begitu istimewa di kampus sampai ruangannya pun berbeda,” gumam Sasha merasa kebingungan dengan semua yang telah dilihatnya. Dalam sekejap, buku-buku tersebut sudah berpindah. Meja dosen tersebut pun menjadi sangat rapih nan indah membuat Sasha mengelum senyum. Akan tetapi, matanya tak sengaja
Prof. Aditya, pria itu kini menatap ke arah Sasha dengan raut wajah tanpa ekspresi. Sudah biasa, Prof. Aditya pasti selalu melakukan hal itu kepadanya. “Pintar sekali ngomongin saya di belakang. Mau tugasnya saya tambahkan?” tanya Prof. Aditya dengan satu tangan yang ia taruh di saku celananya. “Eh …” Sasha tak menyangka, pria itu layaknya seorang jalangkung yang tiba-tiba saja sudah datang. Kini degup jantungnya berpacu karena khawatir. “Gak dong, Prof. Tadi itu saya bukan ngomongin Prof tetapi, ngomongin Prof universitas sebelah,” alibi Sasha. “Alah! Pintar sekali berbohongnya!” sinis Prof. Aditya. Parasnya yang tampan nan rupawan itu menatap Sasha dengan tak percaya. Suasana menjadi tegang akibat ulah Sasha sendiri yang mengatakan dan tak melihat setempat. Sasha yang takut, ia menyenggol bahu Alya. Meliriknya berusaha memberikan kode untuk menyelamatkan dari pria itu. Alya hanya diam, dia tak bergeming dan hanya memandangi Prof. Aditya dengan tatapan memuja.“Al, bantuin aku,”
Sasha turun dari motornya, tangannya bergerak untuk melepaskan pengait helm. Ia menghela nafas sejenak seraya berjalan mendekati rumahnya yang tertutup. Wajahnya nampak gusar akibat pertemuan yang tak bagus oleh sang dosen. Langit sudah berubah menjadi berwarna jingga dan sebentar lagi, adzan magrib pun tiba. Sasha berjalan memasuki rumahnya. Ketika di depan pintu, Sasha meraih gagang pintu yang tergantung disana. Ia membukanya secara perlahan. “Assalamualaikum,” sapa Sasha ketika langkah kakinya memasuki rumah. “Waalaikumsalam,” sahut Ibu yang tengah terduduk di sofa panjang sembari menonton acara televisi kesayangannya. Sasha berjalan, menghampiri sang Ibu yang terduduk dengan santai. Diraihnya tangan sang ibu seraya menyalaminya dengan wajah tertekuk. “Kenapa wajah mu ditekuk seperti itu? Sudah kayak orang kehabisan diskon saja,” celetuk ibu yang menyadari sikap anaknya. Sasha diam. Ia duduk di sebelah sang ibu dengan kepala yang disenderkan ke arahnya. Disana Sasha bisa
“Hah? Prof. Aditya?” pekik Sasha.Ayah dan yang lainnya malah tersenyum, seolah-olah telah diberikan sein hijau untuk perjodohan ini. Sasha segera menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Dirinya butuh air untuk meremdamkan rasa terkejutannya ini.Beruntung, Bi Inah datang dan menyajikan minuman dengan cemilan yang terlihat sangat nikmat. Segera Sasha mengambilnya dari nampan Bi Inah. Sasha meminumnya dengan tandas.“Masyaallah nikmatnya,” celetuk Sasha ketika segelas minuman tersebut habis, tak ada sisa. Mungkin jika kalau gelas tersebut bukan terbuat dari kaca, Sasha akan segera menghabiskannya juga. “Kalian sudah saling kenal, ya?” tanya Tya sambil mengelus pundak Sasha dengan lembut. Ia juga tersenyum bahagia melihatnya. Sasha hanya diam, bingung beraksi seperti apa. Kemudian, Sasha langsung memberikan senyuman saja menampilkan deretan giginya yang putih. “Baguslah kalau sudah dekat. Kita bisa cepat mempersatukan mereka,” celetuk Bowo yang disebelahnya. Uhuk!!Sasha langsung terseda
“Bagaimana?” tanya Aditya dengan penuh ketegasan. Sasha seketika diam membisu, dirinya benar-benar tak bisa menjawab pertanyaan itu. Mata cantik itu melirik ke arah Aditya dengan tatapan sendu. Aditya seketika terkesima melihatnya. Ia tak sadar, bahwa mata Sasha ternyata sangat cantik.Segera Aditya membuang wajahnya sembarang, tak ingin menatapnya. Hatinya terasa melonjak begitu, detak jantung menjadi bersahutan mengiringi hatinya. Entah mengapa, perutnya kini bertaburan kupu-kupu yang berterbangan disana. “Prof gak mau memberikan pilihan lain?” tanya Sasha sambil menghela nafas panjang. Tangannya terulur, membenarkan anak-anak rambutnya yang tergerai dan menusuk ke matanya. “Tidak ada!” balas Aditya dengan tegas meskipun ia tak menatap lawan bicaranya. Sasha menarik nafas panjang. Pusing telah menghampirinya, bagaimana bisa Prof memberikan pertanyaan yang sulit untuk dijawab olehnya. Ingin sekali, Sasha memakai pemuda dihadapannya ini.“Oke, saya tahu. Kamu pasti tak akan mau ka
“Karena Sasha sudah menerima perjodohannya ini dengan lapang dada, begitupula dengan Aditya. Bagaimana kalau kalian langsung menikah, dua minggu yang akan datang?” usul Bowo dengan senyuman manis yang khas. “Apa?!” Sasha langsung syok mendengarnya, tak menyangka dengan apa yang telah dikatakan oleh Bowo. Seketika Bowo dan yang lainnya melirik ke arah Sasha dengan tatapan bingung yang melanda, membuat suasana sekitar menjadi hening menyelimuti ruangan ini. “Om, yang benar saja? Dua minggu yang akan datang? Kenapa gak satu bulan atau dua bulan lagi aja, kita harus mengenal satu sama lain dahulu,” ungkap Sasha dengan mimik wajah yang kentara lucu nan membingungkan. “Untuk apa? Bukankah, kalian sudah mengenal di kampus. Jadi, buat apa menunggu lebih lama lagi?” celetuk Papa Wijaya dengan alis yang berkerut kebingungan. Sasha seketika memerah, ada kepanikan di dalam dirinya. Ia sangat ketakutan sekarang, melirik ke arah sang Abang yang sedari tadi diam saja dengan raut wajah lugu. Ane
Sontak Sasha membulatkan mata. Pagi-pagi seperti ini harusnya ia mendengarkan kabar baik namun, sepertinya dunia sedang tak berpihak pada Sasha sehingga menyebabkan keterkejutan yang mendalam. “Apa-apaan, Prof?! Kan Prof sendiri yang mengatakan bahwa, 'tugas yang saya berikan tidak usah kamu kerjakan jika menerima perjodohan ini'. Prof, gak pikun kan?,” sentak Sasha dengan wajah yang memerah.“Saya gak pikun tetapi, karena kamu sudah meminta pernikahannya di undur menjadi dua minggu yang akan datang, membuat saya berubah pikiran.” Wajah tampan dengan hidung mancung layaknya perosotan anak TK itu, kini menatap ke arah Sasha tajam. “Mana sini?” pintanya. Sasha langsung mendesah pelan. Bisa gila dia menghadapi Prof. Aditya dengan segala tingkahnya yang kurang ajar. Lantas Sasha tersenyum pasrah. “Wahai, Prof. Aditya yang tampan dan juga angkuh. Dengarkan saya, karena Prof sudah mengatakan bahwa tugas yang engkau berikan tidak usah dikerjakan. Jadi, saya menurut dan tidak mengerjakanny
“Anjani, turunkan tangan kamu, jangan sesekali memukulnya.”Suara itu langsung berdegung di telinga Sasha. Perlahan matanya terbuka dan menyaksikan tangan dosen tersebut yang bernama Anjani, lengannya tengah ditahan oleh Prof. Aditya. Wajah tampan dan menjengkelkan itu, berhasil membuat detak jantung Sasha melonjak keluar. Sasha mengerjap-erjapkan matanya, dia melongo, rencananya kali ini gagal lagi. “Pak Adit, kok anda berada disini?” ucap Anjani dengan suara yang mendayu dan melemah, seolah-olah menunjukkan sisinya yang lembut dan ramah. “Itu urusan saya! Mau saya berada disini, disana atau dimana pun, itu urusan saya, Anjani” tekan Prof. Aditya dengan raut wajah yang begitu datar. “Ngapain kamu mau memukul Sasha?” lanjutnya. “Tidak, Pak. Kamu salah paham, saya hanya ingin mengelus rambut Sasha dan mengajaknya masuk,” ungkap Anjani dengan senyuman yang khas. Sasha langsung menatap matanya, bola matanya langsung mendelik sebal. Rasa kesal memenuhi hatinya, terlebih Anjani malah
Sesaat, Sasha langsung tertegun dengan ucapannya. Pria yang berada di hadapannya seakan menyimpan luka yang membuatnya kebingungan. Apa maksudnya dari perkataannya? Sasha yakin, Aditya mengatakan itu untuk seseorang yang mungkin pernah singgah di kehidupannya. "Tolong, peluk aku," gumamnya dengan mata yang masih terpejam. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Padahal suhu udara sudah masuk ke maksimal. Sehingga membuat Sasha bergerak namun, Aditya langsung menghentikan pergerakanya dan berakhir mengunci Sasha untuk tidak pergi. "Nih, Om-om, kenapa sih?" gerutu Sasha secara gamblangnya. Sontak Sasha mengganti posisi menjadi tertidur agar lebih nyaman. Mata yang masih belum mengantuk, menatap tiap inci wajah Aditya yang terlihat ketakutan di dalam mimpinya. Tanpa sadar, tangan Sasha beranjak, membelai rambut Aditya agar lebih tenang. Dan dalam sekejap—seperti sihir yang berada di tangannya, Aditya perlahan mulai tenang. Keringat yang membanjiri sudah mereda dan digantikan oleh suara
"Eh! Maaf, Sa, Prof. Aku gak sengaja." Alya tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar Sasha tanpa sengaja. Gadis itu begitu lupa dengan temannya yang sudah menikah pada hari ini. Ia meruntuki sikapnya yang cerobos dan menganggu kenyamanan kedua pasutri yang ingin melakukan malam pertama, mungkin. "Aku akan pergi! Kalian lanjutkan aja," ucap Alya terburu-buru, ia langsung mundur ke belakang dan berniat menutup pintu. "Tunggu dulu," celetuk Aditya seraya bangkit dari tempatnya. Pria itu mendekati Alya yang berhenti di tempatnya, nampak gadis itu tengah bergeming di tempat dengan kepala yang tertunduk menahan rasa malu yang menyergap hatinya. "Kalian kalau mau mengobrol silakan saja, saya akan pergi keluar sebentar," lanjut Aditya seraya melangkahkan kakinya menuju luar kamar. "Eh! Nggak perlu, Prof! Saya cuman mau ngasih tahu Sasha, kalau saya mau pulang. Nah, karena saya sudah ngasih tahu, kalian lanjutin aja," ucap Alya seraya memundurkan langkahnya dan langsung menutup pintu ken
Hal yang begitu menakutkan untuk Sasha akhirnya tiba. Dengan nafas yang begitu tercekat, Sasha meraih ganggang pintu yang nampak tertutup di sana. Jantungnya berdebar kencang untuk menemui Aditya yang telah berada di dalam sana. Sasha bahkan cukup ketakutan untuk membukanya. Takut hal aneh akan terjadi pada malam ini, ingin sekali Sasha merengek pada sang ibu yang telah menaruh Aditya di kamarnya. "Nak ...!" Sasha langsung terkejut dengan suara yang tiba-tiba saja datang. Detak jantungnya langsung berhenti berdetak, dan melirik ke arah ibu mertuanya. Sasha langsung tersenyum kecil. "Eh, Tante. Lagi apa disini, Tan?" tanya Sasha basa-basi . "Panggil mama sekarang, Sa. Sekarang 'kan kamu sudah menjadi mantu ku, masa masih panggil tante," jawabnya dengan helaan nafas yang begitu panjang. Sasha tertawa, tangannya terangkat, menggaruk tengkuknya yang tak merasa gatal. Begitu canggung dirinya untuk mengatakan hal tersebut pada ibu mertuanya. "Saya coba, Tan— eh, maksudnya,
Tiga hari kemudian .... Tak pernah terbayangkan dalam hidup Sasha untuk menikah muda dengan sosok pria yang menjadi dosennya di kampus. Sasha tak pernah tahu tentang takdir Tuhan yang direncanakan untuknya tetapi, rasanya begitu pusing untuk menghadapi semuanya. Padahal jarak mereka cukup jauh, Sasha hanyalah gadis yang baru beranjak usia 19 tahun. Sedangkan, Aditya berumur 27 tahun, mungkin bisa jadi lebih. Lantas Sasha harus bagaimana dengan pernikahan ini nantinya? "Sasha ...!" teriak Alya yang baru masuk ke dalam kamar rias pengantin. Sontak Sasha sedikit terkejut, ia melirik ke arah Alya yang tengah berdiri dengan pakaian berwarna merah maroon, itu adalah kain yang Sahsa berikan untuk dikenakan oleh Alya dan menjadikan sebagai briedesmaid. "Jangan berisik, nanti MUA yang meriah wajahku terperanjat dan malah mencoret wajah cantik ku ini!" desis Sasha. "Maaf, maaf, habisnya aku terlalu excited. Kok, kamu sudah menikah saja sedangkan kamu gak pernah bilang kalau kamu
Sasha terkejut mendengar kalimat yang telah dilontarkan oleh sang Ayah. Ia bahkan mematung di tempatnya dengan ponsel yang sengaja ia jauhkan dari telinganya. Prof. Aditya seperti mempermainkannya bahkan hingga membuat keputusan sendiri yang membuatnya merasa kesal. Tanpa mengatakan apapun pada sang Ayah, Sasha langsung mematikan ponsel sepihak. Rasa kesal menghingapinya membuat Sasha bangkit dari tempat duduknya. Ia segera pergi dari kantin yang semakin sepi, meninggalkan Raffi dan juga Alya. Sasha benar-benar tak berpamitan sepatah-katapun yang dipikirannya kini hanya ingin menemui Prof. Aditya. "Woi?!" Alya berteriak ketika kakinya menginjak di tempat mereka duduk semula. Namun, Sasha malah pergi layaknya seorang jailangkung. "Makanan kamu gimana, ini? Kok ditinggal?!" teriak Alya cukup kencang. Sasha memilih untuk tak mendengarkannya. Dia tak mendengarkan apapun dan memilih untuk tetap pergi dengan raut wajah memerah. Langkah kakinya terus menelusuri tiap-tiap sudut ruangan ka
Mulut Prof. Aditya memang harus dikunci rapat-rapat menggunakan solatip hitam. Pria itu secara gamblangnya mengungkapkan semua yang terjadi pada malam hari membuat Sasha merasa kesal. “Apasih?! Prof halu nih,” cetus Sasha seraya meraih kedua tangan Raffi dan Alya bersamaan. Ia tak mau membuat kedua temannya mendengar ucapan dari Prof. Aditya lagi dan membuat gosip terbaru di kalangan kampus hingga membuat namanya langsung terkenal dimana-mana. Kakinya melangkah sambil menarik-narik Raffi dan Alya secara bersamaan menuju kantin yang berada di ujung kampus. Ia tak mau mendengar kalimat apapun lagi dari mulut Prof. Aditya dan malah membuatnya kesal setengah mati. Di area kampus begitu banyak sekali orang di setiap penjuru. Tatapan demi tatapan dilayangkan oleh orang-orang berada di sekitar mereka dengan tatapan aneh namun, ketiganya tetap berjalan dan mengabaikan semuanya. Mereka beranggapan bahwa orang-orang itu hanyalah seorang makhluk halus yang datang dan memperhatikannya.Sampai
Tanpa sadar, bibirnya Sasha langsung menyungging. Mengikuti senyuman pria tersebut. Aura pria itu begitu kuat hingga membuat Sasha mengikuti senyumannya. “Salam kenal juga. Aku Sasha,” ucap Sasha dengan ramah dan lembut. Mata gadis itu berbinar cantik membuat Raffi menjadi terkesima. “Saya tahu nama kamu. Sasha Wijaya, bukankah seperti itu namamu?” kata Raffi diikuti senyuman kecil yang begitu sempurna. Sasha segera mengangguk kepalanya. “Namamu sangat cantik, seperti wajahmu,” lanjut Raffi memberi pujian. Sontak Sasha tertawa pelan. Gombalan yang terlontarkan oleh Raffi membuat tubuh meremang, bulu kuduknya berdiri merasa ngeri dengan ucapan yang dikatakan olehnya. “Aku baru melihatmu. Apakah pertemuan kemarin dengan dosen kemarin, kamu tidak datang?” tanya Sasha kebingungan. Meskipun Sasha baru pertama kali memasuki kelas dan ini adalah yang kedua kalinya, Sasha langsung familiar dengan wajah temen sekelasnya. Bahkan beberapa nama temannya, Sasha mengetahuinya. Raffi te
“Anjani, turunkan tangan kamu, jangan sesekali memukulnya.”Suara itu langsung berdegung di telinga Sasha. Perlahan matanya terbuka dan menyaksikan tangan dosen tersebut yang bernama Anjani, lengannya tengah ditahan oleh Prof. Aditya. Wajah tampan dan menjengkelkan itu, berhasil membuat detak jantung Sasha melonjak keluar. Sasha mengerjap-erjapkan matanya, dia melongo, rencananya kali ini gagal lagi. “Pak Adit, kok anda berada disini?” ucap Anjani dengan suara yang mendayu dan melemah, seolah-olah menunjukkan sisinya yang lembut dan ramah. “Itu urusan saya! Mau saya berada disini, disana atau dimana pun, itu urusan saya, Anjani” tekan Prof. Aditya dengan raut wajah yang begitu datar. “Ngapain kamu mau memukul Sasha?” lanjutnya. “Tidak, Pak. Kamu salah paham, saya hanya ingin mengelus rambut Sasha dan mengajaknya masuk,” ungkap Anjani dengan senyuman yang khas. Sasha langsung menatap matanya, bola matanya langsung mendelik sebal. Rasa kesal memenuhi hatinya, terlebih Anjani malah
Sontak Sasha membulatkan mata. Pagi-pagi seperti ini harusnya ia mendengarkan kabar baik namun, sepertinya dunia sedang tak berpihak pada Sasha sehingga menyebabkan keterkejutan yang mendalam. “Apa-apaan, Prof?! Kan Prof sendiri yang mengatakan bahwa, 'tugas yang saya berikan tidak usah kamu kerjakan jika menerima perjodohan ini'. Prof, gak pikun kan?,” sentak Sasha dengan wajah yang memerah.“Saya gak pikun tetapi, karena kamu sudah meminta pernikahannya di undur menjadi dua minggu yang akan datang, membuat saya berubah pikiran.” Wajah tampan dengan hidung mancung layaknya perosotan anak TK itu, kini menatap ke arah Sasha tajam. “Mana sini?” pintanya. Sasha langsung mendesah pelan. Bisa gila dia menghadapi Prof. Aditya dengan segala tingkahnya yang kurang ajar. Lantas Sasha tersenyum pasrah. “Wahai, Prof. Aditya yang tampan dan juga angkuh. Dengarkan saya, karena Prof sudah mengatakan bahwa tugas yang engkau berikan tidak usah dikerjakan. Jadi, saya menurut dan tidak mengerjakanny