Share

Menerima dengan pasrah

“Bagaimana?” tanya Aditya dengan penuh ketegasan.

Sasha seketika diam membisu, dirinya benar-benar tak bisa menjawab pertanyaan itu. Mata cantik itu melirik ke arah Aditya dengan tatapan sendu. Aditya seketika terkesima melihatnya. Ia tak sadar, bahwa mata Sasha ternyata sangat cantik.

Segera Aditya membuang wajahnya sembarang, tak ingin menatapnya. Hatinya terasa melonjak begitu, detak jantung menjadi bersahutan mengiringi hatinya. Entah mengapa, perutnya kini bertaburan kupu-kupu yang berterbangan disana.

“Prof gak mau memberikan pilihan lain?” tanya Sasha sambil menghela nafas panjang. Tangannya terulur, membenarkan anak-anak rambutnya yang tergerai dan menusuk ke matanya.

“Tidak ada!” balas Aditya dengan tegas meskipun ia tak menatap lawan bicaranya.

Sasha menarik nafas panjang. Pusing telah menghampirinya, bagaimana bisa Prof memberikan pertanyaan yang sulit untuk dijawab olehnya. Ingin sekali, Sasha memakai pemuda dihadapannya ini.

“Oke, saya tahu. Kamu pasti tak akan mau kan, aku akan memberitahukannya langsung kepada ibumu,” ungkap Prof Aditya seraya bangkit dari tempat duduknya.

Sasha seketika panik dibuatnya, dengan gesit Sasha langsung memegang tangan Prof Aditya untuk menahannya tak pergi menemui kedua orang tuanya. Sasha tak mau jika menambah masalah lagi.

Disisi lain, Prof Aditya tersenyum kecil. Melihat wajah Sasha yang terlihat panik membuat kebahagiaannya tersendiri.

“Jangan dong, aku akan menerimanya, deh!” cetus Sasha pasrah.

Aditya bahagia mendengarnya. Entah mengapa, hatinya terselip penuh kebahagian mendengar penuturan Sasha.

“Tapi ada syaratnya, kalau nanti sudah nikah. Jangan beritahu anak-anak kampus,” lanjut Sasha sambil melepaskan tautan tangannya. Wajahnya nampak masam, menahan emosi yang menggelonjak dihatinya.

“Oke, saya setuju!” balas Prof. Aditya dengan datar.

Mereka berdua kembali menuju ruang tengah, berkumpul bersama keluarganya yang sudah menunggu. Raut wajah terlihat jelas kesal dan masam seperti orang yang kejatuhan tempo. Sementara, Aditya, pria itu hanya santai saja seolah-olah tak ada yang terjadi pada mereka.

Sasha beserta Aditya berjalan beriringan menghampiri semuanya. Ketika sampai, Sasha lebih dahulu duduk di dekat ibunya.

“Ah, mimpi apaan aku semalam. Bisa-bisanya dinikahin sama dosen killer di sekolah,” gerutu Sasha di dalam hatinya.

“Bagaimana, apakah kalian berdua setuju dengan perjodohan ini?” tanya Ayah Wijaya dengan suara yang penuh keterburuan.

“Pastinya setuju lah, Jay. Gak akan mungkin juga mereka tidak setuju,” celetuk Bowo dengan suara yang terdengar menggema di seluruh ruangan.

Sasha yang mendengar sontak tersenyum tipis, bola matanya berputar malas. Andaikan saja dia bisa memilih, mungkin Sasha tak ingin pernikahan ini akan terjadi.

“Tadi, saya dengan Sasha sudah membicarakannya dan kami berdua setuju dengan perjodohan ini,” ucap Prof. Aditya yang mewakilinya.

Segera Sasha meliriknya sinis. “Tcih! Andaikan saja, kau gak mengancam. Sudah aku batalkan nih perjodohan!” gerutu Sasha di dalam hatinya.

“Kamu seriusan, Sa? Ini gak ada paksaan, kan?” Ariz menatap Sasha tak percaya, abangnya itu tahu betul bahwa Sasha tak menginginkan pernikahan ini. Namun, mengapa Sasha tiba-tiba saja berubah pikiran?

“Iyah, sesuai apa yang telah dikatakan Prof,” ucap Sasha malas tetapi sebisa mungkin ia mengatakannya dengan legowo. “Perjodohan ini kami terima,” lanjutnya.

“Kamu lagi gak kesambet, kan, Sa? Kok abang jadi ngeri gini dengernya.” Ariz mengelus-elus tangannya karena bulu kuduknya seketika berdiri semua, seolah-olah ruangan ini menjadi misterius.

Sasha malas sekali mendengarnya, ia langsung menatap Ariz dengan nyalang. Memperhatikannya untuk diam dan tak hanya omong, Sasha memberitahukan lewat tatapannya yang seolah-olah mereka menggunakan telepati.

“Kamu ini, menggoda adikmu saja. Jangan seperti itu!” peringat Ayah Wijaya seraya menatap Ariz untuk diam.

Ariz terkekeh kecil. Ia meruntuki dirinya sendiri seraya tertawa yang menampilkan deretan giginya, “Baiklah! Baiklah! Aku akan diam.”

Segera, Ariz menutup mulutnya rapat-rapat, memperhatikan dengan cermat perkembangan situasi yang sedang terjadi di depannya.

Ayah Wijaya dan lawan bicaranya terlihat tengah bertukar bisikan, memancing rasa kekhawatiran yang mendalam dalam diri Sasha. Hatinya berdegup kencang, dan rasa tak enak mulai menyelimuti dirinya dengan keras. Ketegangan dan kecemasan mulai merayap di dalam diri Sasha, membuatnya merasa gelisah dan tidak nyaman.

Selama sekitar lima menit, keduanya terus berbincang dengan bisikan, tersenyum bahagia yang terpancar dari wajah Ayah dan Bowo. Namun, suasana yang tercipta di ruangan tersebut membuat Sasha semakin merasa tidak nyaman dan gelisah. Semua kekhawatiran dan ketidakpastian mulai menghantui pikirannya.

“Karena Sasha sudah menerima perjodohannya ini dengan lapang dada, begitupula dengan Aditya. Bagaimana kalau kalian langsung menikah, dua minggu yang akan datang?” usul Bowo dengan senyuman manis yang khas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status