“Hah? Prof. Aditya?” pekik Sasha.
Ayah dan yang lainnya malah tersenyum, seolah-olah telah diberikan sein hijau untuk perjodohan ini. Sasha segera menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Dirinya butuh air untuk meremdamkan rasa terkejutannya ini.
Beruntung, Bi Inah datang dan menyajikan minuman dengan cemilan yang terlihat sangat nikmat. Segera Sasha mengambilnya dari nampan Bi Inah. Sasha meminumnya dengan tandas.
“Masyaallah nikmatnya,” celetuk Sasha ketika segelas minuman tersebut habis, tak ada sisa. Mungkin jika kalau gelas tersebut bukan terbuat dari kaca, Sasha akan segera menghabiskannya juga.
“Kalian sudah saling kenal, ya?” tanya Tya sambil mengelus pundak Sasha dengan lembut. Ia juga tersenyum bahagia melihatnya.
Sasha hanya diam, bingung beraksi seperti apa. Kemudian, Sasha langsung memberikan senyuman saja menampilkan deretan giginya yang putih.
“Baguslah kalau sudah dekat. Kita bisa cepat mempersatukan mereka,” celetuk Bowo yang disebelahnya.
Uhuk!!
Sasha langsung tersedak air liurnya sendiri. Ia benar-benar tak menyangka dengan ungkapan dari Om Bowo kepadanya.
“Maaf Om, adik saya kan masih berusia 18 tahun. Apa gak terlalu cepat untuknya? Dia juga belum mengerti apapun tentang pernikahan bahkan masak saja masih sering asin,” celetuk Ariz berusaha membuat mereka mengulurkan waktu untuk pernikahan sang adik.
Sasha langsung melirik ke arah Ariz, ia tersenyum tipis. “Terimakasih abang, kau lah Monyet terbaikku,” ujar Sasha di dalam hatinya.
“Gak kok, umur 18 itu sudah memasuki tahap siap menikah. Dahulu tante saja, menikah dengan Om usia 17 tahun. Mana waktu itu juga tante gak bisa masak, eemosi juga gak stabil. Om Bowo juga belum punya apa-apa,” celetuk Tya sambil tersenyum penuh bangga.
“Ehem!” Sasha berdeham sejenak. “Maaf Om, tante. Lagian Prof juga pastinya gak mau terburu-buru dengan pernikahan ini. Prof juga belum tentu suka dengan saya—”
“–Kata siapa? Saya suka dengan kamu, kok! Untuk pernikahan pun, saya siap kalau diadakan bulan depan,” potong Prof. Aditya dengan cepat.
“Oalah asu!!” batin Sasha dengan wajah yang memerah padam. Manusia yang berada dihadapanya sungguh menjengkelkan. Belum selesai berbicara saja sudah dipotong. Hari ini mengapa dirinya telah mengalami kejadian yang begitu tak masuk akal, sih?
Sasha menghela nafas sambil mentapapnya sinis. Bukan ini yang Sasha inginkan. Tiba-tiba saja Sasha langsung teringat dengan kejadian tadi siang. Apakah Prof tengah membalas dendam padanya karena mobilnya itu? Pikiran itulah yang langsung ada dibenak Sasha.
“Nah kalau begitu, kita tinggal merancang acara pertunangan saja, bagaimana? Aditya juga sudah suka dengan anakmu, Wijaya. Tentunya kami sebagai orang tua juga langsung bahagia. Gak baik bukan kalau menunggu terus-menerus, apalagi Aditya umurnya sudah memasuki 28 tahun.”
“Hah? 28 tahun?!” teriak Sasha dengan suara yang begitu nyaring, membuat mereka langsung menengok ke arah Sasha.
“Ada apa, Nak?” tanya ibu dengan raut wajah kebingungan. Wajahnya nampak panik, ia segera meraih pergelangan tangan Sasha dan tangan kanan ibu memegang kening Sasha.
“Aku gak sakit, Bu,” gumam Sasha yang masih bisa di dengar oleh ibu.
Sasha, gadis itu benar-benar tak menyangka. Berarti jika ia melakukan pernikahan ini, jarak usia dari Prof. Aditya dengannya kurang lebih 10 tahunan. Hal itu membuat Sasha langsung terbayang dengan beberapa temannya yang mungkin saja akan membuat cibiran tentang dirinya yang nikah dengan seorang Om-om.
Astaga!
Memikirkannya saja, Sasha sudah bergedik ngeri, apalagi sampai terjadi. Bisa-bisa dia mati berdiri mendengar cibiran dari orang-orang yang mulutnya begitu pedas. Di tengoknya Prof. Aditya yang terlihat tampan jika dilihat oleh orang-orang. Pria itu nampak seperti orang yang berusia 20 tahunan. Tetapi, kumis tipis di wajahnya tak bisa berbohong.
“Iyah sudah, bagaimana kalau acara pertunangannya kita rancang minggu depan?” celetuk ayah begitu saja.
“Oke deal!” ujar mereka penuh antusias. Berbeda dengan Sasha dan Ariz yang nampak bergeming di tempat. Raut wajah mereka berdua terlihat tak berselera.
Sasha melirik ke arah Prof. Aditya lagi kemudian bergantian melirik ke arah yang lainnya. “Ayah, ibu. Om dan tante, boleh saya berbicara empat mata dengan Prof. Aditya?”
Mereka serentak mengangguk. “Tentu, sayang. Kalian bisa berbicara,” ujar Tya memberikan persetujuan.
Sasha bangkit lebih dahulu, disusul dengan Aditya yang terlihat penuh kebingungan dengan ucapan Sasha. Mereka berdua berjalan berjauhan menuju luar.
Langkah Sasha nampak terburu-buru, matanya langsung tertuju pada di kursi di depan rumahnya itu. Ia duduk lebih dahulu dan diikuti oleh Aditya. Mereka saling menatap satu sama lain menciptakan ketegangan yang melanda di luar. Padahal cuaca hari ini terlihat lebih sejuk dan hilir angin menerpa mereka.
“Prof, Kalau dendam sama saya bilang aja. Gak usah sok legowo menerima pernikahan ini!” celetuk Sasha dengan nada marah.
“Apakah raut wajah saya seperti dendam kepada mu?” Wajah Aditya terlihat sangat tenang. Berbeda dari sebelumnya.
“Iyah! Muka Prof menyebalkan. Pakai hukum saya buat artikel segala lah, mana besok harus selesai. Gimana saya bisa mengerjakannya?! Prof juga pastinya dendam sama saya berkali-kali lipat karena saya yang ngebuat mobil Prof kotor?!” cercah Sasha.
Namun, detik berikutnya Sasha melotot. Ia kecepolosan mengatakannya semuanya membuat Sasha langsung menggigit bibirnya kuat-kuat. Tak menyangka dengan emosinya yang kurang stabil hingga mengatakan sepenuhnya dengan jujur.
Aditya yang mendengar sontak tersenyum tipis tanpa sepengetahuannya. “Oh, jadi kamu yang membuat mobil saya seperti itu? Saya sih gak marah dan gak masalah!” ungkapnya tanpa eksperi.
Tumben sekali.
Padahal Sasha sudah menduga bahwa pria itu akan marah-marah namun, ternyata Aditya malah tidak beraksi apapun.
“Iyah saya yang melakukannya. Prof pasti kesel kan? Mau marahkan? Iya udah, marah aja dan putusin perjodohin ini. Saya masih kecil Prof masa harus menikah sama om-om sih,” cibir Sasha.
“Saya marah. Maka dari itu, saya menerima perjodohan ini. Jangan mimpi kalau saya akan menolaknya, Sasha. Lagian saya akan menjadi suami yang baik untukmu. Mengapa kamu terlihat tak begitu suka dengan saya?” tanyanya.
“Karena Prof itu menyebalkan! Semena-mena dengan mahasiswanya!”
“Asal sekali mulutmu. Baiklah saya akan menolak perjodohan ini tetapi, sebagai gantinya. Kamu harus bertanggung jawab atas mobil saya, atau kalau tidak. Saya akan memberikan tahunya kepada orang tua mu dan untuk tugas mu, saya minta tiga artikel! Besok pagi segera dikumpulkan kepada saya!” ancamnya.
“Prof gila?!” batin Sasha.
Sasha frustasi dibuatnya. Jika pria utu mengatakan sejujurnya kepada orang tuanya. Bisa-bisa Sasha mendapatkan hukuman yang lebih kejam dibandingkan dengan perjodohan ini. Pinkyu akan menjadi taruhannya dan uang jajan dirinya bisa tak dikasih selama berbulan-bulan.
“Jadi bagaimana, mau saya bilangin atau nurut ucapan ayahmu? Sebagai gantinya, tugas artikel mu tidak usah dikerjakan dan kamu tidak usah bertanggung jawab, atas perbuatan yang kamu lakukan dengan mobil saya.”
Sasha terdiam. Dirinya langsung pusing dengan pilihan yang diberikan olehnya. Ia merutuki dirinya sendiri yang begitu sangat bodoh.
“Bagaimana?” tanya Aditya dengan penuh ketegasan. Sasha seketika diam membisu, dirinya benar-benar tak bisa menjawab pertanyaan itu. Mata cantik itu melirik ke arah Aditya dengan tatapan sendu. Aditya seketika terkesima melihatnya. Ia tak sadar, bahwa mata Sasha ternyata sangat cantik.Segera Aditya membuang wajahnya sembarang, tak ingin menatapnya. Hatinya terasa melonjak begitu, detak jantung menjadi bersahutan mengiringi hatinya. Entah mengapa, perutnya kini bertaburan kupu-kupu yang berterbangan disana. “Prof gak mau memberikan pilihan lain?” tanya Sasha sambil menghela nafas panjang. Tangannya terulur, membenarkan anak-anak rambutnya yang tergerai dan menusuk ke matanya. “Tidak ada!” balas Aditya dengan tegas meskipun ia tak menatap lawan bicaranya. Sasha menarik nafas panjang. Pusing telah menghampirinya, bagaimana bisa Prof memberikan pertanyaan yang sulit untuk dijawab olehnya. Ingin sekali, Sasha memakai pemuda dihadapannya ini.“Oke, saya tahu. Kamu pasti tak akan mau ka
“Karena Sasha sudah menerima perjodohannya ini dengan lapang dada, begitupula dengan Aditya. Bagaimana kalau kalian langsung menikah, dua minggu yang akan datang?” usul Bowo dengan senyuman manis yang khas. “Apa?!” Sasha langsung syok mendengarnya, tak menyangka dengan apa yang telah dikatakan oleh Bowo. Seketika Bowo dan yang lainnya melirik ke arah Sasha dengan tatapan bingung yang melanda, membuat suasana sekitar menjadi hening menyelimuti ruangan ini. “Om, yang benar saja? Dua minggu yang akan datang? Kenapa gak satu bulan atau dua bulan lagi aja, kita harus mengenal satu sama lain dahulu,” ungkap Sasha dengan mimik wajah yang kentara lucu nan membingungkan. “Untuk apa? Bukankah, kalian sudah mengenal di kampus. Jadi, buat apa menunggu lebih lama lagi?” celetuk Papa Wijaya dengan alis yang berkerut kebingungan. Sasha seketika memerah, ada kepanikan di dalam dirinya. Ia sangat ketakutan sekarang, melirik ke arah sang Abang yang sedari tadi diam saja dengan raut wajah lugu. Ane
Sontak Sasha membulatkan mata. Pagi-pagi seperti ini harusnya ia mendengarkan kabar baik namun, sepertinya dunia sedang tak berpihak pada Sasha sehingga menyebabkan keterkejutan yang mendalam. “Apa-apaan, Prof?! Kan Prof sendiri yang mengatakan bahwa, 'tugas yang saya berikan tidak usah kamu kerjakan jika menerima perjodohan ini'. Prof, gak pikun kan?,” sentak Sasha dengan wajah yang memerah.“Saya gak pikun tetapi, karena kamu sudah meminta pernikahannya di undur menjadi dua minggu yang akan datang, membuat saya berubah pikiran.” Wajah tampan dengan hidung mancung layaknya perosotan anak TK itu, kini menatap ke arah Sasha tajam. “Mana sini?” pintanya. Sasha langsung mendesah pelan. Bisa gila dia menghadapi Prof. Aditya dengan segala tingkahnya yang kurang ajar. Lantas Sasha tersenyum pasrah. “Wahai, Prof. Aditya yang tampan dan juga angkuh. Dengarkan saya, karena Prof sudah mengatakan bahwa tugas yang engkau berikan tidak usah dikerjakan. Jadi, saya menurut dan tidak mengerjakanny
“Anjani, turunkan tangan kamu, jangan sesekali memukulnya.”Suara itu langsung berdegung di telinga Sasha. Perlahan matanya terbuka dan menyaksikan tangan dosen tersebut yang bernama Anjani, lengannya tengah ditahan oleh Prof. Aditya. Wajah tampan dan menjengkelkan itu, berhasil membuat detak jantung Sasha melonjak keluar. Sasha mengerjap-erjapkan matanya, dia melongo, rencananya kali ini gagal lagi. “Pak Adit, kok anda berada disini?” ucap Anjani dengan suara yang mendayu dan melemah, seolah-olah menunjukkan sisinya yang lembut dan ramah. “Itu urusan saya! Mau saya berada disini, disana atau dimana pun, itu urusan saya, Anjani” tekan Prof. Aditya dengan raut wajah yang begitu datar. “Ngapain kamu mau memukul Sasha?” lanjutnya. “Tidak, Pak. Kamu salah paham, saya hanya ingin mengelus rambut Sasha dan mengajaknya masuk,” ungkap Anjani dengan senyuman yang khas. Sasha langsung menatap matanya, bola matanya langsung mendelik sebal. Rasa kesal memenuhi hatinya, terlebih Anjani malah
Tanpa sadar, bibirnya Sasha langsung menyungging. Mengikuti senyuman pria tersebut. Aura pria itu begitu kuat hingga membuat Sasha mengikuti senyumannya. “Salam kenal juga. Aku Sasha,” ucap Sasha dengan ramah dan lembut. Mata gadis itu berbinar cantik membuat Raffi menjadi terkesima. “Saya tahu nama kamu. Sasha Wijaya, bukankah seperti itu namamu?” kata Raffi diikuti senyuman kecil yang begitu sempurna. Sasha segera mengangguk kepalanya. “Namamu sangat cantik, seperti wajahmu,” lanjut Raffi memberi pujian. Sontak Sasha tertawa pelan. Gombalan yang terlontarkan oleh Raffi membuat tubuh meremang, bulu kuduknya berdiri merasa ngeri dengan ucapan yang dikatakan olehnya. “Aku baru melihatmu. Apakah pertemuan kemarin dengan dosen kemarin, kamu tidak datang?” tanya Sasha kebingungan. Meskipun Sasha baru pertama kali memasuki kelas dan ini adalah yang kedua kalinya, Sasha langsung familiar dengan wajah temen sekelasnya. Bahkan beberapa nama temannya, Sasha mengetahuinya. Raffi te
Mulut Prof. Aditya memang harus dikunci rapat-rapat menggunakan solatip hitam. Pria itu secara gamblangnya mengungkapkan semua yang terjadi pada malam hari membuat Sasha merasa kesal. “Apasih?! Prof halu nih,” cetus Sasha seraya meraih kedua tangan Raffi dan Alya bersamaan. Ia tak mau membuat kedua temannya mendengar ucapan dari Prof. Aditya lagi dan membuat gosip terbaru di kalangan kampus hingga membuat namanya langsung terkenal dimana-mana. Kakinya melangkah sambil menarik-narik Raffi dan Alya secara bersamaan menuju kantin yang berada di ujung kampus. Ia tak mau mendengar kalimat apapun lagi dari mulut Prof. Aditya dan malah membuatnya kesal setengah mati. Di area kampus begitu banyak sekali orang di setiap penjuru. Tatapan demi tatapan dilayangkan oleh orang-orang berada di sekitar mereka dengan tatapan aneh namun, ketiganya tetap berjalan dan mengabaikan semuanya. Mereka beranggapan bahwa orang-orang itu hanyalah seorang makhluk halus yang datang dan memperhatikannya.Sampai
Sasha terkejut mendengar kalimat yang telah dilontarkan oleh sang Ayah. Ia bahkan mematung di tempatnya dengan ponsel yang sengaja ia jauhkan dari telinganya. Prof. Aditya seperti mempermainkannya bahkan hingga membuat keputusan sendiri yang membuatnya merasa kesal. Tanpa mengatakan apapun pada sang Ayah, Sasha langsung mematikan ponsel sepihak. Rasa kesal menghingapinya membuat Sasha bangkit dari tempat duduknya. Ia segera pergi dari kantin yang semakin sepi, meninggalkan Raffi dan juga Alya. Sasha benar-benar tak berpamitan sepatah-katapun yang dipikirannya kini hanya ingin menemui Prof. Aditya. "Woi?!" Alya berteriak ketika kakinya menginjak di tempat mereka duduk semula. Namun, Sasha malah pergi layaknya seorang jailangkung. "Makanan kamu gimana, ini? Kok ditinggal?!" teriak Alya cukup kencang. Sasha memilih untuk tak mendengarkannya. Dia tak mendengarkan apapun dan memilih untuk tetap pergi dengan raut wajah memerah. Langkah kakinya terus menelusuri tiap-tiap sudut ruangan ka
Tiga hari kemudian .... Tak pernah terbayangkan dalam hidup Sasha untuk menikah muda dengan sosok pria yang menjadi dosennya di kampus. Sasha tak pernah tahu tentang takdir Tuhan yang direncanakan untuknya tetapi, rasanya begitu pusing untuk menghadapi semuanya. Padahal jarak mereka cukup jauh, Sasha hanyalah gadis yang baru beranjak usia 19 tahun. Sedangkan, Aditya berumur 27 tahun, mungkin bisa jadi lebih. Lantas Sasha harus bagaimana dengan pernikahan ini nantinya? "Sasha ...!" teriak Alya yang baru masuk ke dalam kamar rias pengantin. Sontak Sasha sedikit terkejut, ia melirik ke arah Alya yang tengah berdiri dengan pakaian berwarna merah maroon, itu adalah kain yang Sahsa berikan untuk dikenakan oleh Alya dan menjadikan sebagai briedesmaid. "Jangan berisik, nanti MUA yang meriah wajahku terperanjat dan malah mencoret wajah cantik ku ini!" desis Sasha. "Maaf, maaf, habisnya aku terlalu excited. Kok, kamu sudah menikah saja sedangkan kamu gak pernah bilang kalau kamu
Sesaat, Sasha langsung tertegun dengan ucapannya. Pria yang berada di hadapannya seakan menyimpan luka yang membuatnya kebingungan. Apa maksudnya dari perkataannya? Sasha yakin, Aditya mengatakan itu untuk seseorang yang mungkin pernah singgah di kehidupannya. "Tolong, peluk aku," gumamnya dengan mata yang masih terpejam. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Padahal suhu udara sudah masuk ke maksimal. Sehingga membuat Sasha bergerak namun, Aditya langsung menghentikan pergerakanya dan berakhir mengunci Sasha untuk tidak pergi. "Nih, Om-om, kenapa sih?" gerutu Sasha secara gamblangnya. Sontak Sasha mengganti posisi menjadi tertidur agar lebih nyaman. Mata yang masih belum mengantuk, menatap tiap inci wajah Aditya yang terlihat ketakutan di dalam mimpinya. Tanpa sadar, tangan Sasha beranjak, membelai rambut Aditya agar lebih tenang. Dan dalam sekejap—seperti sihir yang berada di tangannya, Aditya perlahan mulai tenang. Keringat yang membanjiri sudah mereda dan digantikan oleh suara
"Eh! Maaf, Sa, Prof. Aku gak sengaja." Alya tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar Sasha tanpa sengaja. Gadis itu begitu lupa dengan temannya yang sudah menikah pada hari ini. Ia meruntuki sikapnya yang cerobos dan menganggu kenyamanan kedua pasutri yang ingin melakukan malam pertama, mungkin. "Aku akan pergi! Kalian lanjutkan aja," ucap Alya terburu-buru, ia langsung mundur ke belakang dan berniat menutup pintu. "Tunggu dulu," celetuk Aditya seraya bangkit dari tempatnya. Pria itu mendekati Alya yang berhenti di tempatnya, nampak gadis itu tengah bergeming di tempat dengan kepala yang tertunduk menahan rasa malu yang menyergap hatinya. "Kalian kalau mau mengobrol silakan saja, saya akan pergi keluar sebentar," lanjut Aditya seraya melangkahkan kakinya menuju luar kamar. "Eh! Nggak perlu, Prof! Saya cuman mau ngasih tahu Sasha, kalau saya mau pulang. Nah, karena saya sudah ngasih tahu, kalian lanjutin aja," ucap Alya seraya memundurkan langkahnya dan langsung menutup pintu ken
Hal yang begitu menakutkan untuk Sasha akhirnya tiba. Dengan nafas yang begitu tercekat, Sasha meraih ganggang pintu yang nampak tertutup di sana. Jantungnya berdebar kencang untuk menemui Aditya yang telah berada di dalam sana. Sasha bahkan cukup ketakutan untuk membukanya. Takut hal aneh akan terjadi pada malam ini, ingin sekali Sasha merengek pada sang ibu yang telah menaruh Aditya di kamarnya. "Nak ...!" Sasha langsung terkejut dengan suara yang tiba-tiba saja datang. Detak jantungnya langsung berhenti berdetak, dan melirik ke arah ibu mertuanya. Sasha langsung tersenyum kecil. "Eh, Tante. Lagi apa disini, Tan?" tanya Sasha basa-basi . "Panggil mama sekarang, Sa. Sekarang 'kan kamu sudah menjadi mantu ku, masa masih panggil tante," jawabnya dengan helaan nafas yang begitu panjang. Sasha tertawa, tangannya terangkat, menggaruk tengkuknya yang tak merasa gatal. Begitu canggung dirinya untuk mengatakan hal tersebut pada ibu mertuanya. "Saya coba, Tan— eh, maksudnya,
Tiga hari kemudian .... Tak pernah terbayangkan dalam hidup Sasha untuk menikah muda dengan sosok pria yang menjadi dosennya di kampus. Sasha tak pernah tahu tentang takdir Tuhan yang direncanakan untuknya tetapi, rasanya begitu pusing untuk menghadapi semuanya. Padahal jarak mereka cukup jauh, Sasha hanyalah gadis yang baru beranjak usia 19 tahun. Sedangkan, Aditya berumur 27 tahun, mungkin bisa jadi lebih. Lantas Sasha harus bagaimana dengan pernikahan ini nantinya? "Sasha ...!" teriak Alya yang baru masuk ke dalam kamar rias pengantin. Sontak Sasha sedikit terkejut, ia melirik ke arah Alya yang tengah berdiri dengan pakaian berwarna merah maroon, itu adalah kain yang Sahsa berikan untuk dikenakan oleh Alya dan menjadikan sebagai briedesmaid. "Jangan berisik, nanti MUA yang meriah wajahku terperanjat dan malah mencoret wajah cantik ku ini!" desis Sasha. "Maaf, maaf, habisnya aku terlalu excited. Kok, kamu sudah menikah saja sedangkan kamu gak pernah bilang kalau kamu
Sasha terkejut mendengar kalimat yang telah dilontarkan oleh sang Ayah. Ia bahkan mematung di tempatnya dengan ponsel yang sengaja ia jauhkan dari telinganya. Prof. Aditya seperti mempermainkannya bahkan hingga membuat keputusan sendiri yang membuatnya merasa kesal. Tanpa mengatakan apapun pada sang Ayah, Sasha langsung mematikan ponsel sepihak. Rasa kesal menghingapinya membuat Sasha bangkit dari tempat duduknya. Ia segera pergi dari kantin yang semakin sepi, meninggalkan Raffi dan juga Alya. Sasha benar-benar tak berpamitan sepatah-katapun yang dipikirannya kini hanya ingin menemui Prof. Aditya. "Woi?!" Alya berteriak ketika kakinya menginjak di tempat mereka duduk semula. Namun, Sasha malah pergi layaknya seorang jailangkung. "Makanan kamu gimana, ini? Kok ditinggal?!" teriak Alya cukup kencang. Sasha memilih untuk tak mendengarkannya. Dia tak mendengarkan apapun dan memilih untuk tetap pergi dengan raut wajah memerah. Langkah kakinya terus menelusuri tiap-tiap sudut ruangan ka
Mulut Prof. Aditya memang harus dikunci rapat-rapat menggunakan solatip hitam. Pria itu secara gamblangnya mengungkapkan semua yang terjadi pada malam hari membuat Sasha merasa kesal. “Apasih?! Prof halu nih,” cetus Sasha seraya meraih kedua tangan Raffi dan Alya bersamaan. Ia tak mau membuat kedua temannya mendengar ucapan dari Prof. Aditya lagi dan membuat gosip terbaru di kalangan kampus hingga membuat namanya langsung terkenal dimana-mana. Kakinya melangkah sambil menarik-narik Raffi dan Alya secara bersamaan menuju kantin yang berada di ujung kampus. Ia tak mau mendengar kalimat apapun lagi dari mulut Prof. Aditya dan malah membuatnya kesal setengah mati. Di area kampus begitu banyak sekali orang di setiap penjuru. Tatapan demi tatapan dilayangkan oleh orang-orang berada di sekitar mereka dengan tatapan aneh namun, ketiganya tetap berjalan dan mengabaikan semuanya. Mereka beranggapan bahwa orang-orang itu hanyalah seorang makhluk halus yang datang dan memperhatikannya.Sampai
Tanpa sadar, bibirnya Sasha langsung menyungging. Mengikuti senyuman pria tersebut. Aura pria itu begitu kuat hingga membuat Sasha mengikuti senyumannya. “Salam kenal juga. Aku Sasha,” ucap Sasha dengan ramah dan lembut. Mata gadis itu berbinar cantik membuat Raffi menjadi terkesima. “Saya tahu nama kamu. Sasha Wijaya, bukankah seperti itu namamu?” kata Raffi diikuti senyuman kecil yang begitu sempurna. Sasha segera mengangguk kepalanya. “Namamu sangat cantik, seperti wajahmu,” lanjut Raffi memberi pujian. Sontak Sasha tertawa pelan. Gombalan yang terlontarkan oleh Raffi membuat tubuh meremang, bulu kuduknya berdiri merasa ngeri dengan ucapan yang dikatakan olehnya. “Aku baru melihatmu. Apakah pertemuan kemarin dengan dosen kemarin, kamu tidak datang?” tanya Sasha kebingungan. Meskipun Sasha baru pertama kali memasuki kelas dan ini adalah yang kedua kalinya, Sasha langsung familiar dengan wajah temen sekelasnya. Bahkan beberapa nama temannya, Sasha mengetahuinya. Raffi te
“Anjani, turunkan tangan kamu, jangan sesekali memukulnya.”Suara itu langsung berdegung di telinga Sasha. Perlahan matanya terbuka dan menyaksikan tangan dosen tersebut yang bernama Anjani, lengannya tengah ditahan oleh Prof. Aditya. Wajah tampan dan menjengkelkan itu, berhasil membuat detak jantung Sasha melonjak keluar. Sasha mengerjap-erjapkan matanya, dia melongo, rencananya kali ini gagal lagi. “Pak Adit, kok anda berada disini?” ucap Anjani dengan suara yang mendayu dan melemah, seolah-olah menunjukkan sisinya yang lembut dan ramah. “Itu urusan saya! Mau saya berada disini, disana atau dimana pun, itu urusan saya, Anjani” tekan Prof. Aditya dengan raut wajah yang begitu datar. “Ngapain kamu mau memukul Sasha?” lanjutnya. “Tidak, Pak. Kamu salah paham, saya hanya ingin mengelus rambut Sasha dan mengajaknya masuk,” ungkap Anjani dengan senyuman yang khas. Sasha langsung menatap matanya, bola matanya langsung mendelik sebal. Rasa kesal memenuhi hatinya, terlebih Anjani malah
Sontak Sasha membulatkan mata. Pagi-pagi seperti ini harusnya ia mendengarkan kabar baik namun, sepertinya dunia sedang tak berpihak pada Sasha sehingga menyebabkan keterkejutan yang mendalam. “Apa-apaan, Prof?! Kan Prof sendiri yang mengatakan bahwa, 'tugas yang saya berikan tidak usah kamu kerjakan jika menerima perjodohan ini'. Prof, gak pikun kan?,” sentak Sasha dengan wajah yang memerah.“Saya gak pikun tetapi, karena kamu sudah meminta pernikahannya di undur menjadi dua minggu yang akan datang, membuat saya berubah pikiran.” Wajah tampan dengan hidung mancung layaknya perosotan anak TK itu, kini menatap ke arah Sasha tajam. “Mana sini?” pintanya. Sasha langsung mendesah pelan. Bisa gila dia menghadapi Prof. Aditya dengan segala tingkahnya yang kurang ajar. Lantas Sasha tersenyum pasrah. “Wahai, Prof. Aditya yang tampan dan juga angkuh. Dengarkan saya, karena Prof sudah mengatakan bahwa tugas yang engkau berikan tidak usah dikerjakan. Jadi, saya menurut dan tidak mengerjakanny