Share

Dua Minggu

“Karena Sasha sudah menerima perjodohannya ini dengan lapang dada, begitupula dengan Aditya. Bagaimana kalau kalian langsung menikah, dua minggu yang akan datang?” usul Bowo dengan senyuman manis yang khas.

“Apa?!” Sasha langsung syok mendengarnya, tak menyangka dengan apa yang telah dikatakan oleh Bowo.

Seketika Bowo dan yang lainnya melirik ke arah Sasha dengan tatapan bingung yang melanda, membuat suasana sekitar menjadi hening menyelimuti ruangan ini.

“Om, yang benar saja? Dua minggu yang akan datang? Kenapa gak satu bulan atau dua bulan lagi aja, kita harus mengenal satu sama lain dahulu,” ungkap Sasha dengan mimik wajah yang kentara lucu nan membingungkan.

“Untuk apa? Bukankah, kalian sudah mengenal di kampus. Jadi, buat apa menunggu lebih lama lagi?” celetuk Papa Wijaya dengan alis yang berkerut kebingungan.

Sasha seketika memerah, ada kepanikan di dalam dirinya. Ia sangat ketakutan sekarang, melirik ke arah sang Abang yang sedari tadi diam saja dengan raut wajah lugu. Aneh, biasanya abang Ariz akan menyeletuk. Kini malah diam saja.

“Abang, please. Bantulah adikmu ini,” batin Sasha di dalam hatinya.

Abang Ariz hanya diam saja sambil tersenyum kecil padanya, membuat Sasha semakin kesal. Tingkahnya yang tak paham seperti biasa membuat Sasha semakin kesulitan.

“Aduh, bukan begitu, Pa! Aku sama Prof. Aditya, baru ketemu hari ini saja dan itupun, kita gak ngobrol sama sekali ataupun dekat,” ucap Sasha mencoba untuk menyadarkan mereka.

“Loh?! Bukankah kita tadi ngobrol di ruanganku, Sasha? Kamu pikun, ya?” celetuk Prof. Aditya.

Seketika jantung Sasha melonjak ingin keluar. Amarahnya sudah tak terkendali, ingin rasanya menendang bokong Prof. Aditya yang menyebalkan.

“Nah itu, katanya Aditya sendiri kalian sudah mengobrol. Kenapa kita harus menunggu satu bulan, jika dua minggu yang akan datang bisa?” ucap Bowo diiringi senyuman manis.

“Benar itu, lebih cepat, lebih baik,” celetuk Tya sambil mengelus pundak Sasha.

“Aku setuju, saja. Kalau memang mau dua minggu yang akan datang juga, aku gak masalah. Satu minggu yang akan datang juga, aku siap,” cetus Prof. Aditya dengan penuh keyakinan.

“Gila! Dia sudah, gila! Prof ini kenapa membuatku langsung mati kutu, sih?” Deru nafas Sasha langsung memburu, melirik ke arah Prof. Aditya dengan tatapan yang sangat nyalang.

Prof. Aditya membalas tatapannya namun, dia membalasnya dengan senyuman yang mematikan, seolah-olah telah membuat rencana yang sempurna untuk dia lakukan kepada Sasha.

Senyumannya yang aneh dan mematikan itu, membuat bulu kuduk Sasha seketika merinding. Sasha bersumpah di dalam hatinya, “Awas saja, kalau mereka malah setuju dengan ucapanmu, Prof!”

“Apa? Papa gak salah dengar, Adit? Kamu beneran siap kalau acara pernikahan ini, satu minggu lagi?” ujar Bowo dengan ekspresi kebingungan.

Prof. Aditya malah tersenyum, kemudian mengangguk setuju. “Benar, Pa. Kata Mama, kan, lebih cepat, lebih baik.”

“Baiklah! Kalau begitu, satu minggu lagi saja, kita akan mengadakan pernikahan,” ungkap Papa Wijaya dengan antusiasnya. Wajahnya terlihat bahagia dan berseri-seri mendengar penuturan itu.

Namun, tidak untuk Sasha. Dia sudah menggerutu di dalam hatinya dengan satu tangan yang menggepal kuat-kuat. Sasha melirik tajam ke arah Prof. Aditya dengan tatapan yang sulit untuk diungkapkan.

“Pa, jangan begitu. Satu bulan aja, deh. Jangan terlalu terburu-buru aku yang belum siap,” ungkap Sasha seraya melirik ke arah sang Mama, berharap Mama bisa membantunya.

“Sasha, calon suami kamu sudah siap, loh. Kenapa kamu mau mengundurnya?” tanya Papa Wijaya.

“Gini Papa, aku ‘kan baru masuk menjadi Maba. Perjodohan ini secara mendadak membuat aku kebingungan harus gimana. Lalu, setelahnya masa kalian langsung mengusulkan pernikahan. Biasanya ‘kan, ada acara pertunangan dahulu,” ucap Sasha seraya tersenyum kecil. Dia berusaha memberikan alasan yang kuat kepada mereka.

“Benar, Mas. Kita terlalu cepat memberikan sebuah pernyataan ini kepada Sasha. Lebih baik, kita adakan dua minggu yang akan datang saja,” timpal Mama yang membuat hati Sasha langsung berbunga-bunga.

Papa Wijaya langsung melirik ke arah Bowo, mereka berdua seolah-olah tengah berbicara dari tatapan mereka. Membuat Sasha berdoa di dalam hatinya agar mereka menyetujui ucapannya.

Seperkian detik, suasana sangat hening. Tak ada pembicaraan bahkan nafas pun terlihat enggan. Hanya suara detak jam dinding yang begitu kencang. Hingga saatnya, Papa Wijaya dan Bowo langsung menatap ke arah Sasha beserta Prof. Aditya secara bergiliran.

“Baiklah, kita akan mengadakannya dua minggu yang akan datang. Kalian harus saling berkenalan juga agar hubungan kalian semakin dekat dan tidak canggung. Masalah pernikahan biar kami yang atur, kalian berdua cukup diam saja dan fighting baju,” ucap Bowo yang langsung diangguki oleh semuanya.

Sasha langsung tersenyum bahagia. Oke, tidak masalah untuknya. Dua minggu yang akan datang adalah waktu yang bagus namun, pastinya itu akan cepat berlalu.

****

Suara riuh langsung terdengar di telinga Sasha ketika dia baru saja datang di parkiran universitasnya. Sasha menghela nafas panjang, terlihat jelas matanya nampak seperti panda karena semalam kesulitan untuk tidur.

“Pinkyu, kamu baik-baik disini, ya. Aku akan kuliah dahulu,” ucap Sasha kepada motor scopy pinknya.

Segera Sasha membuka helmnya dengan cepat, dia langsung menaruh di kaca spionnya. Kemudian Sasha langsung berjalan dengan langkah gontai.

Di dekat tangga, Prof. Aditya baru saja datang dengan dua tangan yang memegang buku. Pria itu segera mendekat ke arah Sasha sambil tersenyum kecil.

“Pagi, calon istri,” bisik Prof. Aditya tepat di telinganya.

Sasha langsung merinding sekujur tubuh. Dia bahkan bergeming di tempatnya seperti batu. Sasha menatap ke arah Prof. Aditya yang berdiri di sebelahnya sambil menatapnya datar.

“Mana tugas yang saya minta?” tagih Prof. Aditya, tangannya bergerak maju mencoba untuk memintanya kepada Sasha.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status