Sasha terkejut mendengar kalimat yang telah dilontarkan oleh sang Ayah. Ia bahkan mematung di tempatnya dengan ponsel yang sengaja ia jauhkan dari telinganya. Prof. Aditya seperti mempermainkannya bahkan hingga membuat keputusan sendiri yang membuatnya merasa kesal. Tanpa mengatakan apapun pada sang Ayah, Sasha langsung mematikan ponsel sepihak. Rasa kesal menghingapinya membuat Sasha bangkit dari tempat duduknya. Ia segera pergi dari kantin yang semakin sepi, meninggalkan Raffi dan juga Alya. Sasha benar-benar tak berpamitan sepatah-katapun yang dipikirannya kini hanya ingin menemui Prof. Aditya. "Woi?!" Alya berteriak ketika kakinya menginjak di tempat mereka duduk semula. Namun, Sasha malah pergi layaknya seorang jailangkung. "Makanan kamu gimana, ini? Kok ditinggal?!" teriak Alya cukup kencang. Sasha memilih untuk tak mendengarkannya. Dia tak mendengarkan apapun dan memilih untuk tetap pergi dengan raut wajah memerah. Langkah kakinya terus menelusuri tiap-tiap sudut ruangan ka
Tiga hari kemudian .... Tak pernah terbayangkan dalam hidup Sasha untuk menikah muda dengan sosok pria yang menjadi dosennya di kampus. Sasha tak pernah tahu tentang takdir Tuhan yang direncanakan untuknya tetapi, rasanya begitu pusing untuk menghadapi semuanya. Padahal jarak mereka cukup jauh, Sasha hanyalah gadis yang baru beranjak usia 19 tahun. Sedangkan, Aditya berumur 27 tahun, mungkin bisa jadi lebih. Lantas Sasha harus bagaimana dengan pernikahan ini nantinya? "Sasha ...!" teriak Alya yang baru masuk ke dalam kamar rias pengantin. Sontak Sasha sedikit terkejut, ia melirik ke arah Alya yang tengah berdiri dengan pakaian berwarna merah maroon, itu adalah kain yang Sahsa berikan untuk dikenakan oleh Alya dan menjadikan sebagai briedesmaid. "Jangan berisik, nanti MUA yang meriah wajahku terperanjat dan malah mencoret wajah cantik ku ini!" desis Sasha. "Maaf, maaf, habisnya aku terlalu excited. Kok, kamu sudah menikah saja sedangkan kamu gak pernah bilang kalau kamu
Hal yang begitu menakutkan untuk Sasha akhirnya tiba. Dengan nafas yang begitu tercekat, Sasha meraih ganggang pintu yang nampak tertutup di sana. Jantungnya berdebar kencang untuk menemui Aditya yang telah berada di dalam sana. Sasha bahkan cukup ketakutan untuk membukanya. Takut hal aneh akan terjadi pada malam ini, ingin sekali Sasha merengek pada sang ibu yang telah menaruh Aditya di kamarnya. "Nak ...!" Sasha langsung terkejut dengan suara yang tiba-tiba saja datang. Detak jantungnya langsung berhenti berdetak, dan melirik ke arah ibu mertuanya. Sasha langsung tersenyum kecil. "Eh, Tante. Lagi apa disini, Tan?" tanya Sasha basa-basi . "Panggil mama sekarang, Sa. Sekarang 'kan kamu sudah menjadi mantu ku, masa masih panggil tante," jawabnya dengan helaan nafas yang begitu panjang. Sasha tertawa, tangannya terangkat, menggaruk tengkuknya yang tak merasa gatal. Begitu canggung dirinya untuk mengatakan hal tersebut pada ibu mertuanya. "Saya coba, Tan— eh, maksudnya,
“Kamu sudah menjadi Maba kenapa masih belum punya pacar?” gerutu sang Ayah yang baru saja tiba di ruang meja makan. “Ayah punya calon buat mu. Esok kalian harus saling ketemu ya,” lanjutnya. “Lah, apa-apaan! Aku ini masih muda, jalanku juga masih panjang. Ini sudah ngomongin calon saja, memangnya anak Ayah ini gak laku sampai Ayah ngomong gitu?!” cibir Sasha. Ayah menggelengkan kepalanya kecil. Perkataan Sasha membuatnya menghela nafas panjang seolah-olah ada beban yang disimpan sendirian. Mata yang berwarna hitam pekat itu melirik ke arah Sasha dengan tatapan ketulusan. “Gak gitu, Sasha. Ayah ini sudah punya janji dengan teman ayah dahulu. Kalau umurmu sudah beranjak 18 tahun, Ayah ingin menjodohkan mu dengan anaknya,” jelas Ayah yang membuat Sasha terkejut. Gadis itu membulatkan matanya, tak menyangka dengan apa yang telah dikatakan oleh sang Ayah. Mulutnya yang mengunyah makanan langsung terhenti sejenak. Setelahnya, Sasha menelan dan membuatnya terbatuk-batuk ringan. Uhuk!Uh
Siapa yang tak kesal? Baru masuk kuliah, kini sudah dihukum saja! Tugasnya benar-benar tak tanggung, sudah menyuruh dibersihkan ruangannya dan setelahnya, membuat artikel Sasing?! Membuat kepala menjadi pusing saja. “Sumpah deh, tuh dosen baru pertama kalinya ketemu. Sudah kayak gini aja, apalagi nanti sampai 8 semester ketemu terus. Bisa gila aku lama-lama!” gerutu Sasha. Gadis itu tengah memindahkan buku-buku yang tak tertata kembali ke rak disebelahnya. Nampak ruangan dosen tersebut terlihat elegan dengan dekorasi yang menawan. Namun, anehnya ruangan pria ini berbeda dengan para dosen lainnya. Membuat Sasha merasa kebingungan. “Nih dosen, ruangannya kok beda dari yang lain ya? Apa dia ini begitu istimewa di kampus sampai ruangannya pun berbeda,” gumam Sasha merasa kebingungan dengan semua yang telah dilihatnya. Dalam sekejap, buku-buku tersebut sudah berpindah. Meja dosen tersebut pun menjadi sangat rapih nan indah membuat Sasha mengelum senyum. Akan tetapi, matanya tak sengaja
Prof. Aditya, pria itu kini menatap ke arah Sasha dengan raut wajah tanpa ekspresi. Sudah biasa, Prof. Aditya pasti selalu melakukan hal itu kepadanya. “Pintar sekali ngomongin saya di belakang. Mau tugasnya saya tambahkan?” tanya Prof. Aditya dengan satu tangan yang ia taruh di saku celananya. “Eh …” Sasha tak menyangka, pria itu layaknya seorang jalangkung yang tiba-tiba saja sudah datang. Kini degup jantungnya berpacu karena khawatir. “Gak dong, Prof. Tadi itu saya bukan ngomongin Prof tetapi, ngomongin Prof universitas sebelah,” alibi Sasha. “Alah! Pintar sekali berbohongnya!” sinis Prof. Aditya. Parasnya yang tampan nan rupawan itu menatap Sasha dengan tak percaya. Suasana menjadi tegang akibat ulah Sasha sendiri yang mengatakan dan tak melihat setempat. Sasha yang takut, ia menyenggol bahu Alya. Meliriknya berusaha memberikan kode untuk menyelamatkan dari pria itu. Alya hanya diam, dia tak bergeming dan hanya memandangi Prof. Aditya dengan tatapan memuja.“Al, bantuin aku,”
Sasha turun dari motornya, tangannya bergerak untuk melepaskan pengait helm. Ia menghela nafas sejenak seraya berjalan mendekati rumahnya yang tertutup. Wajahnya nampak gusar akibat pertemuan yang tak bagus oleh sang dosen. Langit sudah berubah menjadi berwarna jingga dan sebentar lagi, adzan magrib pun tiba. Sasha berjalan memasuki rumahnya. Ketika di depan pintu, Sasha meraih gagang pintu yang tergantung disana. Ia membukanya secara perlahan. “Assalamualaikum,” sapa Sasha ketika langkah kakinya memasuki rumah. “Waalaikumsalam,” sahut Ibu yang tengah terduduk di sofa panjang sembari menonton acara televisi kesayangannya. Sasha berjalan, menghampiri sang Ibu yang terduduk dengan santai. Diraihnya tangan sang ibu seraya menyalaminya dengan wajah tertekuk. “Kenapa wajah mu ditekuk seperti itu? Sudah kayak orang kehabisan diskon saja,” celetuk ibu yang menyadari sikap anaknya. Sasha diam. Ia duduk di sebelah sang ibu dengan kepala yang disenderkan ke arahnya. Disana Sasha bisa
“Hah? Prof. Aditya?” pekik Sasha.Ayah dan yang lainnya malah tersenyum, seolah-olah telah diberikan sein hijau untuk perjodohan ini. Sasha segera menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Dirinya butuh air untuk meremdamkan rasa terkejutannya ini.Beruntung, Bi Inah datang dan menyajikan minuman dengan cemilan yang terlihat sangat nikmat. Segera Sasha mengambilnya dari nampan Bi Inah. Sasha meminumnya dengan tandas.“Masyaallah nikmatnya,” celetuk Sasha ketika segelas minuman tersebut habis, tak ada sisa. Mungkin jika kalau gelas tersebut bukan terbuat dari kaca, Sasha akan segera menghabiskannya juga. “Kalian sudah saling kenal, ya?” tanya Tya sambil mengelus pundak Sasha dengan lembut. Ia juga tersenyum bahagia melihatnya. Sasha hanya diam, bingung beraksi seperti apa. Kemudian, Sasha langsung memberikan senyuman saja menampilkan deretan giginya yang putih. “Baguslah kalau sudah dekat. Kita bisa cepat mempersatukan mereka,” celetuk Bowo yang disebelahnya. Uhuk!!Sasha langsung terseda