Siapa yang tak kesal? Baru masuk kuliah, kini sudah dihukum saja! Tugasnya benar-benar tak tanggung, sudah menyuruh dibersihkan ruangannya dan setelahnya, membuat artikel Sasing?! Membuat kepala menjadi pusing saja.
“Sumpah deh, tuh dosen baru pertama kalinya ketemu. Sudah kayak gini aja, apalagi nanti sampai 8 semester ketemu terus. Bisa gila aku lama-lama!” gerutu Sasha.
Gadis itu tengah memindahkan buku-buku yang tak tertata kembali ke rak disebelahnya. Nampak ruangan dosen tersebut terlihat elegan dengan dekorasi yang menawan. Namun, anehnya ruangan pria ini berbeda dengan para dosen lainnya. Membuat Sasha merasa kebingungan.
“Nih dosen, ruangannya kok beda dari yang lain ya? Apa dia ini begitu istimewa di kampus sampai ruangannya pun berbeda,” gumam Sasha merasa kebingungan dengan semua yang telah dilihatnya.
Dalam sekejap, buku-buku tersebut sudah berpindah. Meja dosen tersebut pun menjadi sangat rapih nan indah membuat Sasha mengelum senyum. Akan tetapi, matanya tak sengaja melirik ke arah kartu nama yang terletak di ujung meja.
Sasha mendekatinya, merasa penasaran dengan nama dosennya tersebut. “Prof. Aditya,” ujar Sasha pelan. “Namanya sih bagus tetapi, tuh dosen belagu betul. Baru pertama kali aja kayak gini, apalagi nanti bertahun-tahun. Bisa-bisa mati berdiri karena kesal aku. Lagian yah, tuh dosen siapa sih? Sok banget, sudah kayak yang punya kampus ini saja,” gerutu Sasha kesal.
“Memang saya yang punya,” celetuk salah satu pria yang baru saja memasuki ruangannya. Sasha segera melirik dan ternyata Prof. Aditya sudah berdiri disana dengan wajah yang terlihat datar.
Kapan pria itu datang? Padahal sejak tadi, tak ada suara apapun bahkan suara decitan pintu pun tak terdengar sama sekali.
“Eh, ada Prof. Kok ada disini? Mau ngambil sesuatu ya?” tanya Sasha gelagapan. Ia maju selangkah, kemudian bibirnya tertarik membentuk senyuman yang menawan.
"Jam pelajaran saya sudah habis!” balas Aditya begitu saja. Dia mendekat ke arah Sasha yang membuat gadis itu sontak memundurkan dirinya, berjaga-jaga takut jika Prof. Aditya melakukan sesuatu. Hingga tubuhnya sudah tersudut antara kursi dan meja.
“Gak usah kepedean, saya cuman mau mengambil pena!” kata Prof. Aditya begitu saja.
Sasha terdiam. Wajahnya nampak merona memerah. Bisa-bisanya ia telah melakukan hal yang begitu konyol hingga membuat dirinya merasa malu yang luar biasa.
“Bukan kepedean, saya hanya berjaga-jaga saja. Takut jika dosen melakukan sesuatu yang gak-gak sama saya,” ujar Sasha membela dirinya.
“Sejelak itu saya dimata kamu?” tuding Prof. Aditya dengan mata yang meliriknya tajam. “Saya juga punya batasan, gak selera juga sama kamu!” sentaknya yang membuat Sasha tertohok dengan perkataannya.
“Dih, memang saya selera gitu sama Prof? Gak lah! Enak aja, saya juga ogah kali, ah!”
Andaikan saja Sasha mengatakan itu kepadanya namun, sayangnya. Sasha tidak bisa melakukannya karena dirinya masih sayang nyawa. Dia tak mau berbuat sesuatu yang lebih, apalagi Sasha adalah Maba.
“Sudah sana, pergi! Ngapain bergeming di tempat? Masih mau membersihkan ruangan saya?” ujar Prof. Aditya lagi.
Sasha menahan amarahnya. Raut wajah pun kini terasa lebih memerah. Lihat saja, Sasha pasti akan melakukan sesuatu kepada pria tersebut.
“Gaklah, Prof. Ini saya mau pergi,” ujar Sasha. Langkah kakinya segera menjauh, meninggalkan Prof. Aditya yang tengah berdiri menatapnya.
Diraihnya ganggang pintu tersebut. Belum sepenuhnya terbuka, Prof. Aditya kembali memanggilnya yang membuat Sasha segera menghentikan langkahnya.
“Ada apa lagi sih, ya allah?” gerutu Sasha dalam hatinya.
Sasha memaksa senyumannya sesaat, sebelum kembali berbalik. Menatap ke arah Prof. Aditya dengan wajah yang terlihat terpaksa.
“Cuman mengingatkan, tugasnya besok harus dikumpulkan!” perintahnya.
Oh, my gosh. Sasha menggertu dalam hatinya, yang benar saja tugasnya esok harus dikumpulkan? Berarti malam ini, Sasha harus berdagang untuk membuatkan artikel. Tidak-tidak, kenapa dosen yang berada dihadapannya terlihat sangat menyulitkan!
“Prof, yang bener aja?” tanya Sasha, memastikan perkataan Prof. Aditya dengan benar.
“Kenapa? Kamu gak suka? Mau saya tambahkan tugasnya untuk mencari artikel Sasing di majalah Inggris?” ancam Prof. Aditya.
Astaga!
Sasha tak bisa membayangkan, begitu kejamnya Prof. Aditya dengan dirinya. Lihatlah, Sasha pastikan pria itu mendapatkan hal yang setimpal dengannya.
Kini pikiran Sasha dipenuhi dengan pemikiran negatif untuk membalaskan dendamnya kepada dosen tersebut. Andaikan saja, Sasha adalah seorang penjahat. Mungkin hari ini, Prof. Aditya sudah mendapatkan balasannya.
“Tidak perlu, Prof. Saya hanya ingin mengatakan, terimakasih sudah membuat malam saya merasa begitu bahagia dengan tugas yang anda berikan,” jawab Sasha diiringi senyuman kecil yang terlihat sangat paksa.
Dalam hitungan menit, Sasha segera pergi darisana. Merasa muak untuk berlama-lama dengan pria yang berada dihadapannya itu. Meskipun pria tersebut berjabat sebagai dosennya, tak bisa dipungkiri bahwa Sasha merasa kesal.
Di lorong kampus, Sasha berjalan dengan langkah kebesaran. Melewati setiap orang yang tengah memperhatikan penampilannya. Mungkin karena Sasha adalah Maba, mereka merasa terkesima dengan penampilan Sasha yang terlihat cukup menawan.
“Sasha!!” Terdengar teriakan Alya begitu mengema di lorong kampus. Segera Sasha menengok dan mendapati Alya yang tengah melambaikan tangan ke arahnya.
Melihat wajah Alya, membuat mood Sasha merasa kesal. Ia malas dengannya namun, karena Sasha merupakan seorang yang baik hati dan tidak sombong. Ia ikut membalas lambaian tangannya.
“Sudah selesai dihukumnya?” tanya Alya ketika berada di dekatnya.
“Gak usah bahas itu, deh! Aku lagi gak mood!” sanggah Sasha seraya memutar bola matanya malas.
Alya tertawa renyah. “Lagian kamu tuh aneh, kenapa datang terlambat? Aku kan sudah bilang ke kamu, kalau pagi ini ada jadwal. Bahkan pagi tadi pun, aku sudah memperingati mu lewat pesan.”
“Aku tahu! Tetapi,tadi itu macet. Belum lagi, aku habis berdebat dengan Ayah. Makanya aku datangnya telat,” ujar Sasha dengan cepat.
“Kenapa kamu berdebat dengan Om Wijaya?” tanya Alya begitu penasaran. Ia merangkul pundak Sasha membawanya menuju Cafe yang berada di dekat kampus.
Sasha menghela nafas, mengingat kejadian tadi pagi yang menyebalkan. “Masa dia mau menjodohkan ku dengan anak pria nya! Aku ini kan masih kecil. Belum waktunya juga menikah!”
“Loh?!” Alya terkejut mendengarnya namun, detik berikutnya. Ekspresi tergantikan menjadi kesenangan. “Gak apa-apa sih, umur mu itu kan 18 tahun. Dan sebentar lagi juga 19, nah nanti umur 20 baru deh nikah.”
“Dih! Kamu kok ngatur!” sungut Sasha.
Alya terkekeh kecil. “Ngomong-ngomong, Prof. Aditya ternyata tampan juga ya? Tadi ketika kamu datang ke ruangannya, gimana aromanya?”
“Biasa aja tuh. Gak ada aroma apapun, dosen yang satu itu nyebelin. Sok galak, sok berkuasa, mana belagu banget lagi!” cerocos Sasha begitu saja.
Alya sontak terdiam, ia bergeming di tempatnya membuat Sasha yang merasakan itu ikut terdiam. Raut wajah menegok ke arah Alya.
Terlihat Alya mulai menyenggol bahu Sasha, memberikan kode untuk melihat seseorang yang tengah berdiri menatap mereka. Namun, pada dasarnya Sasha ini tidak peka. Ia malah kebingungan hingga suara seseorang langsung menyadarkannya.
“Ngomong itu jangan di belakang orangnya! Ngomong sama saya langsung!”
Prof. Aditya, pria itu kini menatap ke arah Sasha dengan raut wajah tanpa ekspresi. Sudah biasa, Prof. Aditya pasti selalu melakukan hal itu kepadanya. “Pintar sekali ngomongin saya di belakang. Mau tugasnya saya tambahkan?” tanya Prof. Aditya dengan satu tangan yang ia taruh di saku celananya. “Eh …” Sasha tak menyangka, pria itu layaknya seorang jalangkung yang tiba-tiba saja sudah datang. Kini degup jantungnya berpacu karena khawatir. “Gak dong, Prof. Tadi itu saya bukan ngomongin Prof tetapi, ngomongin Prof universitas sebelah,” alibi Sasha. “Alah! Pintar sekali berbohongnya!” sinis Prof. Aditya. Parasnya yang tampan nan rupawan itu menatap Sasha dengan tak percaya. Suasana menjadi tegang akibat ulah Sasha sendiri yang mengatakan dan tak melihat setempat. Sasha yang takut, ia menyenggol bahu Alya. Meliriknya berusaha memberikan kode untuk menyelamatkan dari pria itu. Alya hanya diam, dia tak bergeming dan hanya memandangi Prof. Aditya dengan tatapan memuja.“Al, bantuin aku,”
Sasha turun dari motornya, tangannya bergerak untuk melepaskan pengait helm. Ia menghela nafas sejenak seraya berjalan mendekati rumahnya yang tertutup. Wajahnya nampak gusar akibat pertemuan yang tak bagus oleh sang dosen. Langit sudah berubah menjadi berwarna jingga dan sebentar lagi, adzan magrib pun tiba. Sasha berjalan memasuki rumahnya. Ketika di depan pintu, Sasha meraih gagang pintu yang tergantung disana. Ia membukanya secara perlahan. “Assalamualaikum,” sapa Sasha ketika langkah kakinya memasuki rumah. “Waalaikumsalam,” sahut Ibu yang tengah terduduk di sofa panjang sembari menonton acara televisi kesayangannya. Sasha berjalan, menghampiri sang Ibu yang terduduk dengan santai. Diraihnya tangan sang ibu seraya menyalaminya dengan wajah tertekuk. “Kenapa wajah mu ditekuk seperti itu? Sudah kayak orang kehabisan diskon saja,” celetuk ibu yang menyadari sikap anaknya. Sasha diam. Ia duduk di sebelah sang ibu dengan kepala yang disenderkan ke arahnya. Disana Sasha bisa
“Hah? Prof. Aditya?” pekik Sasha.Ayah dan yang lainnya malah tersenyum, seolah-olah telah diberikan sein hijau untuk perjodohan ini. Sasha segera menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Dirinya butuh air untuk meremdamkan rasa terkejutannya ini.Beruntung, Bi Inah datang dan menyajikan minuman dengan cemilan yang terlihat sangat nikmat. Segera Sasha mengambilnya dari nampan Bi Inah. Sasha meminumnya dengan tandas.“Masyaallah nikmatnya,” celetuk Sasha ketika segelas minuman tersebut habis, tak ada sisa. Mungkin jika kalau gelas tersebut bukan terbuat dari kaca, Sasha akan segera menghabiskannya juga. “Kalian sudah saling kenal, ya?” tanya Tya sambil mengelus pundak Sasha dengan lembut. Ia juga tersenyum bahagia melihatnya. Sasha hanya diam, bingung beraksi seperti apa. Kemudian, Sasha langsung memberikan senyuman saja menampilkan deretan giginya yang putih. “Baguslah kalau sudah dekat. Kita bisa cepat mempersatukan mereka,” celetuk Bowo yang disebelahnya. Uhuk!!Sasha langsung terseda
“Bagaimana?” tanya Aditya dengan penuh ketegasan. Sasha seketika diam membisu, dirinya benar-benar tak bisa menjawab pertanyaan itu. Mata cantik itu melirik ke arah Aditya dengan tatapan sendu. Aditya seketika terkesima melihatnya. Ia tak sadar, bahwa mata Sasha ternyata sangat cantik.Segera Aditya membuang wajahnya sembarang, tak ingin menatapnya. Hatinya terasa melonjak begitu, detak jantung menjadi bersahutan mengiringi hatinya. Entah mengapa, perutnya kini bertaburan kupu-kupu yang berterbangan disana. “Prof gak mau memberikan pilihan lain?” tanya Sasha sambil menghela nafas panjang. Tangannya terulur, membenarkan anak-anak rambutnya yang tergerai dan menusuk ke matanya. “Tidak ada!” balas Aditya dengan tegas meskipun ia tak menatap lawan bicaranya. Sasha menarik nafas panjang. Pusing telah menghampirinya, bagaimana bisa Prof memberikan pertanyaan yang sulit untuk dijawab olehnya. Ingin sekali, Sasha memakai pemuda dihadapannya ini.“Oke, saya tahu. Kamu pasti tak akan mau ka
“Karena Sasha sudah menerima perjodohannya ini dengan lapang dada, begitupula dengan Aditya. Bagaimana kalau kalian langsung menikah, dua minggu yang akan datang?” usul Bowo dengan senyuman manis yang khas. “Apa?!” Sasha langsung syok mendengarnya, tak menyangka dengan apa yang telah dikatakan oleh Bowo. Seketika Bowo dan yang lainnya melirik ke arah Sasha dengan tatapan bingung yang melanda, membuat suasana sekitar menjadi hening menyelimuti ruangan ini. “Om, yang benar saja? Dua minggu yang akan datang? Kenapa gak satu bulan atau dua bulan lagi aja, kita harus mengenal satu sama lain dahulu,” ungkap Sasha dengan mimik wajah yang kentara lucu nan membingungkan. “Untuk apa? Bukankah, kalian sudah mengenal di kampus. Jadi, buat apa menunggu lebih lama lagi?” celetuk Papa Wijaya dengan alis yang berkerut kebingungan. Sasha seketika memerah, ada kepanikan di dalam dirinya. Ia sangat ketakutan sekarang, melirik ke arah sang Abang yang sedari tadi diam saja dengan raut wajah lugu. Ane
Sontak Sasha membulatkan mata. Pagi-pagi seperti ini harusnya ia mendengarkan kabar baik namun, sepertinya dunia sedang tak berpihak pada Sasha sehingga menyebabkan keterkejutan yang mendalam. “Apa-apaan, Prof?! Kan Prof sendiri yang mengatakan bahwa, 'tugas yang saya berikan tidak usah kamu kerjakan jika menerima perjodohan ini'. Prof, gak pikun kan?,” sentak Sasha dengan wajah yang memerah.“Saya gak pikun tetapi, karena kamu sudah meminta pernikahannya di undur menjadi dua minggu yang akan datang, membuat saya berubah pikiran.” Wajah tampan dengan hidung mancung layaknya perosotan anak TK itu, kini menatap ke arah Sasha tajam. “Mana sini?” pintanya. Sasha langsung mendesah pelan. Bisa gila dia menghadapi Prof. Aditya dengan segala tingkahnya yang kurang ajar. Lantas Sasha tersenyum pasrah. “Wahai, Prof. Aditya yang tampan dan juga angkuh. Dengarkan saya, karena Prof sudah mengatakan bahwa tugas yang engkau berikan tidak usah dikerjakan. Jadi, saya menurut dan tidak mengerjakanny
“Anjani, turunkan tangan kamu, jangan sesekali memukulnya.”Suara itu langsung berdegung di telinga Sasha. Perlahan matanya terbuka dan menyaksikan tangan dosen tersebut yang bernama Anjani, lengannya tengah ditahan oleh Prof. Aditya. Wajah tampan dan menjengkelkan itu, berhasil membuat detak jantung Sasha melonjak keluar. Sasha mengerjap-erjapkan matanya, dia melongo, rencananya kali ini gagal lagi. “Pak Adit, kok anda berada disini?” ucap Anjani dengan suara yang mendayu dan melemah, seolah-olah menunjukkan sisinya yang lembut dan ramah. “Itu urusan saya! Mau saya berada disini, disana atau dimana pun, itu urusan saya, Anjani” tekan Prof. Aditya dengan raut wajah yang begitu datar. “Ngapain kamu mau memukul Sasha?” lanjutnya. “Tidak, Pak. Kamu salah paham, saya hanya ingin mengelus rambut Sasha dan mengajaknya masuk,” ungkap Anjani dengan senyuman yang khas. Sasha langsung menatap matanya, bola matanya langsung mendelik sebal. Rasa kesal memenuhi hatinya, terlebih Anjani malah
Tanpa sadar, bibirnya Sasha langsung menyungging. Mengikuti senyuman pria tersebut. Aura pria itu begitu kuat hingga membuat Sasha mengikuti senyumannya. “Salam kenal juga. Aku Sasha,” ucap Sasha dengan ramah dan lembut. Mata gadis itu berbinar cantik membuat Raffi menjadi terkesima. “Saya tahu nama kamu. Sasha Wijaya, bukankah seperti itu namamu?” kata Raffi diikuti senyuman kecil yang begitu sempurna. Sasha segera mengangguk kepalanya. “Namamu sangat cantik, seperti wajahmu,” lanjut Raffi memberi pujian. Sontak Sasha tertawa pelan. Gombalan yang terlontarkan oleh Raffi membuat tubuh meremang, bulu kuduknya berdiri merasa ngeri dengan ucapan yang dikatakan olehnya. “Aku baru melihatmu. Apakah pertemuan kemarin dengan dosen kemarin, kamu tidak datang?” tanya Sasha kebingungan. Meskipun Sasha baru pertama kali memasuki kelas dan ini adalah yang kedua kalinya, Sasha langsung familiar dengan wajah temen sekelasnya. Bahkan beberapa nama temannya, Sasha mengetahuinya. Raffi te
Sesaat, Sasha langsung tertegun dengan ucapannya. Pria yang berada di hadapannya seakan menyimpan luka yang membuatnya kebingungan. Apa maksudnya dari perkataannya? Sasha yakin, Aditya mengatakan itu untuk seseorang yang mungkin pernah singgah di kehidupannya. "Tolong, peluk aku," gumamnya dengan mata yang masih terpejam. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Padahal suhu udara sudah masuk ke maksimal. Sehingga membuat Sasha bergerak namun, Aditya langsung menghentikan pergerakanya dan berakhir mengunci Sasha untuk tidak pergi. "Nih, Om-om, kenapa sih?" gerutu Sasha secara gamblangnya. Sontak Sasha mengganti posisi menjadi tertidur agar lebih nyaman. Mata yang masih belum mengantuk, menatap tiap inci wajah Aditya yang terlihat ketakutan di dalam mimpinya. Tanpa sadar, tangan Sasha beranjak, membelai rambut Aditya agar lebih tenang. Dan dalam sekejap—seperti sihir yang berada di tangannya, Aditya perlahan mulai tenang. Keringat yang membanjiri sudah mereda dan digantikan oleh suara
"Eh! Maaf, Sa, Prof. Aku gak sengaja." Alya tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar Sasha tanpa sengaja. Gadis itu begitu lupa dengan temannya yang sudah menikah pada hari ini. Ia meruntuki sikapnya yang cerobos dan menganggu kenyamanan kedua pasutri yang ingin melakukan malam pertama, mungkin. "Aku akan pergi! Kalian lanjutkan aja," ucap Alya terburu-buru, ia langsung mundur ke belakang dan berniat menutup pintu. "Tunggu dulu," celetuk Aditya seraya bangkit dari tempatnya. Pria itu mendekati Alya yang berhenti di tempatnya, nampak gadis itu tengah bergeming di tempat dengan kepala yang tertunduk menahan rasa malu yang menyergap hatinya. "Kalian kalau mau mengobrol silakan saja, saya akan pergi keluar sebentar," lanjut Aditya seraya melangkahkan kakinya menuju luar kamar. "Eh! Nggak perlu, Prof! Saya cuman mau ngasih tahu Sasha, kalau saya mau pulang. Nah, karena saya sudah ngasih tahu, kalian lanjutin aja," ucap Alya seraya memundurkan langkahnya dan langsung menutup pintu ken
Hal yang begitu menakutkan untuk Sasha akhirnya tiba. Dengan nafas yang begitu tercekat, Sasha meraih ganggang pintu yang nampak tertutup di sana. Jantungnya berdebar kencang untuk menemui Aditya yang telah berada di dalam sana. Sasha bahkan cukup ketakutan untuk membukanya. Takut hal aneh akan terjadi pada malam ini, ingin sekali Sasha merengek pada sang ibu yang telah menaruh Aditya di kamarnya. "Nak ...!" Sasha langsung terkejut dengan suara yang tiba-tiba saja datang. Detak jantungnya langsung berhenti berdetak, dan melirik ke arah ibu mertuanya. Sasha langsung tersenyum kecil. "Eh, Tante. Lagi apa disini, Tan?" tanya Sasha basa-basi . "Panggil mama sekarang, Sa. Sekarang 'kan kamu sudah menjadi mantu ku, masa masih panggil tante," jawabnya dengan helaan nafas yang begitu panjang. Sasha tertawa, tangannya terangkat, menggaruk tengkuknya yang tak merasa gatal. Begitu canggung dirinya untuk mengatakan hal tersebut pada ibu mertuanya. "Saya coba, Tan— eh, maksudnya,
Tiga hari kemudian .... Tak pernah terbayangkan dalam hidup Sasha untuk menikah muda dengan sosok pria yang menjadi dosennya di kampus. Sasha tak pernah tahu tentang takdir Tuhan yang direncanakan untuknya tetapi, rasanya begitu pusing untuk menghadapi semuanya. Padahal jarak mereka cukup jauh, Sasha hanyalah gadis yang baru beranjak usia 19 tahun. Sedangkan, Aditya berumur 27 tahun, mungkin bisa jadi lebih. Lantas Sasha harus bagaimana dengan pernikahan ini nantinya? "Sasha ...!" teriak Alya yang baru masuk ke dalam kamar rias pengantin. Sontak Sasha sedikit terkejut, ia melirik ke arah Alya yang tengah berdiri dengan pakaian berwarna merah maroon, itu adalah kain yang Sahsa berikan untuk dikenakan oleh Alya dan menjadikan sebagai briedesmaid. "Jangan berisik, nanti MUA yang meriah wajahku terperanjat dan malah mencoret wajah cantik ku ini!" desis Sasha. "Maaf, maaf, habisnya aku terlalu excited. Kok, kamu sudah menikah saja sedangkan kamu gak pernah bilang kalau kamu
Sasha terkejut mendengar kalimat yang telah dilontarkan oleh sang Ayah. Ia bahkan mematung di tempatnya dengan ponsel yang sengaja ia jauhkan dari telinganya. Prof. Aditya seperti mempermainkannya bahkan hingga membuat keputusan sendiri yang membuatnya merasa kesal. Tanpa mengatakan apapun pada sang Ayah, Sasha langsung mematikan ponsel sepihak. Rasa kesal menghingapinya membuat Sasha bangkit dari tempat duduknya. Ia segera pergi dari kantin yang semakin sepi, meninggalkan Raffi dan juga Alya. Sasha benar-benar tak berpamitan sepatah-katapun yang dipikirannya kini hanya ingin menemui Prof. Aditya. "Woi?!" Alya berteriak ketika kakinya menginjak di tempat mereka duduk semula. Namun, Sasha malah pergi layaknya seorang jailangkung. "Makanan kamu gimana, ini? Kok ditinggal?!" teriak Alya cukup kencang. Sasha memilih untuk tak mendengarkannya. Dia tak mendengarkan apapun dan memilih untuk tetap pergi dengan raut wajah memerah. Langkah kakinya terus menelusuri tiap-tiap sudut ruangan ka
Mulut Prof. Aditya memang harus dikunci rapat-rapat menggunakan solatip hitam. Pria itu secara gamblangnya mengungkapkan semua yang terjadi pada malam hari membuat Sasha merasa kesal. “Apasih?! Prof halu nih,” cetus Sasha seraya meraih kedua tangan Raffi dan Alya bersamaan. Ia tak mau membuat kedua temannya mendengar ucapan dari Prof. Aditya lagi dan membuat gosip terbaru di kalangan kampus hingga membuat namanya langsung terkenal dimana-mana. Kakinya melangkah sambil menarik-narik Raffi dan Alya secara bersamaan menuju kantin yang berada di ujung kampus. Ia tak mau mendengar kalimat apapun lagi dari mulut Prof. Aditya dan malah membuatnya kesal setengah mati. Di area kampus begitu banyak sekali orang di setiap penjuru. Tatapan demi tatapan dilayangkan oleh orang-orang berada di sekitar mereka dengan tatapan aneh namun, ketiganya tetap berjalan dan mengabaikan semuanya. Mereka beranggapan bahwa orang-orang itu hanyalah seorang makhluk halus yang datang dan memperhatikannya.Sampai
Tanpa sadar, bibirnya Sasha langsung menyungging. Mengikuti senyuman pria tersebut. Aura pria itu begitu kuat hingga membuat Sasha mengikuti senyumannya. “Salam kenal juga. Aku Sasha,” ucap Sasha dengan ramah dan lembut. Mata gadis itu berbinar cantik membuat Raffi menjadi terkesima. “Saya tahu nama kamu. Sasha Wijaya, bukankah seperti itu namamu?” kata Raffi diikuti senyuman kecil yang begitu sempurna. Sasha segera mengangguk kepalanya. “Namamu sangat cantik, seperti wajahmu,” lanjut Raffi memberi pujian. Sontak Sasha tertawa pelan. Gombalan yang terlontarkan oleh Raffi membuat tubuh meremang, bulu kuduknya berdiri merasa ngeri dengan ucapan yang dikatakan olehnya. “Aku baru melihatmu. Apakah pertemuan kemarin dengan dosen kemarin, kamu tidak datang?” tanya Sasha kebingungan. Meskipun Sasha baru pertama kali memasuki kelas dan ini adalah yang kedua kalinya, Sasha langsung familiar dengan wajah temen sekelasnya. Bahkan beberapa nama temannya, Sasha mengetahuinya. Raffi te
“Anjani, turunkan tangan kamu, jangan sesekali memukulnya.”Suara itu langsung berdegung di telinga Sasha. Perlahan matanya terbuka dan menyaksikan tangan dosen tersebut yang bernama Anjani, lengannya tengah ditahan oleh Prof. Aditya. Wajah tampan dan menjengkelkan itu, berhasil membuat detak jantung Sasha melonjak keluar. Sasha mengerjap-erjapkan matanya, dia melongo, rencananya kali ini gagal lagi. “Pak Adit, kok anda berada disini?” ucap Anjani dengan suara yang mendayu dan melemah, seolah-olah menunjukkan sisinya yang lembut dan ramah. “Itu urusan saya! Mau saya berada disini, disana atau dimana pun, itu urusan saya, Anjani” tekan Prof. Aditya dengan raut wajah yang begitu datar. “Ngapain kamu mau memukul Sasha?” lanjutnya. “Tidak, Pak. Kamu salah paham, saya hanya ingin mengelus rambut Sasha dan mengajaknya masuk,” ungkap Anjani dengan senyuman yang khas. Sasha langsung menatap matanya, bola matanya langsung mendelik sebal. Rasa kesal memenuhi hatinya, terlebih Anjani malah
Sontak Sasha membulatkan mata. Pagi-pagi seperti ini harusnya ia mendengarkan kabar baik namun, sepertinya dunia sedang tak berpihak pada Sasha sehingga menyebabkan keterkejutan yang mendalam. “Apa-apaan, Prof?! Kan Prof sendiri yang mengatakan bahwa, 'tugas yang saya berikan tidak usah kamu kerjakan jika menerima perjodohan ini'. Prof, gak pikun kan?,” sentak Sasha dengan wajah yang memerah.“Saya gak pikun tetapi, karena kamu sudah meminta pernikahannya di undur menjadi dua minggu yang akan datang, membuat saya berubah pikiran.” Wajah tampan dengan hidung mancung layaknya perosotan anak TK itu, kini menatap ke arah Sasha tajam. “Mana sini?” pintanya. Sasha langsung mendesah pelan. Bisa gila dia menghadapi Prof. Aditya dengan segala tingkahnya yang kurang ajar. Lantas Sasha tersenyum pasrah. “Wahai, Prof. Aditya yang tampan dan juga angkuh. Dengarkan saya, karena Prof sudah mengatakan bahwa tugas yang engkau berikan tidak usah dikerjakan. Jadi, saya menurut dan tidak mengerjakanny