Prof. Aditya, pria itu kini menatap ke arah Sasha dengan raut wajah tanpa ekspresi. Sudah biasa, Prof. Aditya pasti selalu melakukan hal itu kepadanya.
“Pintar sekali ngomongin saya di belakang. Mau tugasnya saya tambahkan?” tanya Prof. Aditya dengan satu tangan yang ia taruh di saku celananya.
“Eh …” Sasha tak menyangka, pria itu layaknya seorang jalangkung yang tiba-tiba saja sudah datang. Kini degup jantungnya berpacu karena khawatir. “Gak dong, Prof. Tadi itu saya bukan ngomongin Prof tetapi, ngomongin Prof universitas sebelah,” alibi Sasha.
“Alah! Pintar sekali berbohongnya!” sinis Prof. Aditya.
Parasnya yang tampan nan rupawan itu menatap Sasha dengan tak percaya. Suasana menjadi tegang akibat ulah Sasha sendiri yang mengatakan dan tak melihat setempat.
Sasha yang takut, ia menyenggol bahu Alya. Meliriknya berusaha memberikan kode untuk menyelamatkan dari pria itu. Alya hanya diam, dia tak bergeming dan hanya memandangi Prof. Aditya dengan tatapan memuja.
“Al, bantuin aku,” bisik Sasha pelan.
Alya mengangguk. “Maaf Prof, saya sama Sasha duluan ya. Mau mengikuti kelas lainnya,” ujar Alya.
“Matkul apa? Biar saya bilang ke dosennya untuk mengizinkan Sasha menghadap saya!” ujar Prof. Aditya.
“Hah?!” Sasha terkejut. Apa-apaan Prof ini, mengapa dia malah mengatakan itu, membuat Sasha semakin takut saja.
Lantas Alya termangu. Ia tak bisa mengatakan apapun lagi karena matkul hari ini adalah nanti setelah jam siang. Namun, Alya berbohong untuk menyelamatkan Sasha dari Prof.
“Kok diem?” tanya Prof. Aditya, penasaran. Ia tak mendapatkan jawaban apapun dengan Alya.
Kemudian, Alya segera melirik ke arah Sasha. Bibirnya bergerak mengucapkan kata maaf. Alya tak mau masuk kedalam urusannya, apalagi berurusan dengan Prof yang terkenal killer oleh kating mereka.
“Aduh! Prof, saya buru-buru. Duluan ya,” ringis Alya dan langsung pergi begitu saja. Langkahnya begitu terburu-buru membuat Prof. Aditya hanya menatapnya sekilas saja.
Prof. Aditya kembali menatap ke arah Sasha yang nampak terdiam ditempat. Wajah Sasha hanya cengegesan saja seolah-olah tak takut dengannya. Melihat hal itu membuat Prof. Aditya merasa sedikit kesal.
“Monyet! Kenapa Alya pakai ninggalin aku segala, sih! Dasar gak setia kawan!” gerutu Sasha di dalam hatinya.
Kini suasana lorong yang semula adem-ayem saja, malah menjadi khawatir. Sasha siap dengan apa yang ingin diungkapkan pria itu.
“Terserah deh, kalau Prof mau nambahin tugas saya juga,” pasrah Sasha begitu saja. “Prof, mau hukum saya juga gak apa-apa, deh.”
Ungkapan perkataan dari Sasha membuat dahinya berkerut kebingungan. Mengapa gadis itu, berpikir negatif tentang dirinya?
Lantas Prof. Aditya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Sedari tadi, para mahasiswa setempat yang berlalu-lalang melirik ke arah mereka. Beruntung tak ada satupun yang berbisik.
“Kamu.” Prof. Aditya menudingnya. “Pergilah, tugasnya esok pagi dikumpulkan! Harus pagi, jam tujuh sudah ada di meja. Lewat dari situ, tugas mu saya anggap gak clear dan yah, jangan joki!”
Setelah mengatakannya, Prof. Aditya malah melengos pergi meninggalkan Sasha. Segera Sasha meliriknya dengan tatapan yang begitu sinis. Bibirnya mengerecut sebal, hari ini benar-benar sial untuknya.
“Arghh!! Monyet sekali, kalau saja dia bukan Prof disini sudah ku cabik-cabik wajahnya. Biarin saya sumpahin, kamu dapat istri yang galak!” terang Sasha dengan suara pelan. Takut, jika Prof akan balik lagi ke arahnya.
****
Jam sudah menunjukkan pukul 14.00 dan kini langit terlihat begitu cerah membuat semua mahasiswa dan mahasiswi yang tengah berada di taman segera masuk ke dalam kampus. Cuacanya terlihat sangat panas dan begitu mendominasi perasaan Sasha yang sudah kesal.
Tangannya bergerak, mengambil salah satu tepung dan telur yang sengaja ia beli di minimarket di depan sana. Sasha tersenyum ketika mendapati mobil milik Prof. Aditya.
“Lihatlah Prof aku akan membalas mu,” ujar Sasha dengan nafas yang memburu.
Sebelum melakukan aksinya, Sasha melirik kesana-kemari memperhatikan situasi yang memungkinkan. Ternyata terlihat sepi dan membuat Sasha lagi-lagi tersenyum merekah.
Segera Sasha melemparkan dua butir telur ke arah kaca mobil milik Prof. Aditya. Selanjutnya, Sasha menaburkan satu bungkus tepung terigu. Mobil hitam bermerek Toyota itu telah dipenuhi oleh telur dan tepung terigu.
Wajah Sasha terlihat sangat begitu bahagia. Tak bisa dipungkiri ke kejaman Prof. Aditya terhadapnya membuat Sasha seperti orang yang sudah gelap mata.
Sasha tertawa jahat. “Nah, gini kan bagus. Maaf banget ya, Prof. Gak bermaksud kok cuman habisnya Prof nyebelin banget, sayang banget kalau gak dibalas,” ujarnya.
Tangan Sasha yang kotor akibat tepung terigu itu, ia tepuk-tepuk tepat dihadapannya. Sasha melirik ke segala tempat takut ada seseorang yang memergokinya.
“Aman ternyata,” gumam Sasha seraya berjalan pergi. Ia menjauh dari mobil tersebut namun, tak disangka-sangka seseorang yang diyakini yaitu Prof. Aditya berjalan mendekat ke arah mobilnya.
Beruntung Sasha sudah lebih dulu melihat Prof. Aditya yang tengah berjalan mendekatinya. Dengan raut wajah yang begitu panik, Sasha langsung berlari ke arah berlawanan.
Sementara itu, Aditya yang sudah dekat. Dia mendapati mobilnya yang telah kotor. Telur yang mengenai kaca laminated dan juga tepung terigu di dekatnya menambahkan kesan seperti adonan bakwan dan hanya tinggal ditambahkan air saja.
“Astaghfirullah, ulah siapa ini?” gumam Aditya.
Dahinya mengerut merasa kebingungan dengan apa yang telah dilihat. Meskipun begitu, amarahnya nampak bergemuruh sebal. Wajahnya menjadi memerah dengan tangan terkepal kuat.
“Lihat saja, jika saya bertemu dengan pelakunya. Saya akan membuatnya merasa malu!” geramnya.
Matanya melirik kesana-kemari, mencari seseorang yang mencurigakan di area tempat ini. Bola matanya terhenti kala melihat Sasha, gadis yang tadi pagi diberikan hukuman olehnya itu berlari tergopoh-gopoh dengan raut wajah penuh kepanikan. Sontak pikiran negatif mulai muncul di benaknya.
Aditya menghela nafas, menyingkirkan pikiran negatif terhadapnya. Matanya langsung tertuju pada CCTV yang terpanjang di dekat sana. Tanpa menunggu lama, pria itu segera pergi menuju ruangan CCTV untuk mencari siapa pelakunya.
“Kena kamu!” geram Aditya.
Sampailah dia di ruangan CCTV. Aditya masuk dengan wajah yang terlihat emosi namun, tetap datar. Para satpam yang tengah bersantai di dalam ruangan langsung terkejut melihat kehadirannya.
Dua satpam tersebut langsung tersenyum, menyambut Aditya dengan ramah. Mereka berdiri tegak.
“Ada apa, Pak? Tumben sekali datang kesini?” tanya salah satu satpam tang biasanya dipanggil Jupri.
“Tolong lihat CCTV di gedung parkir, Pak,” pinta Aditya.
Jupri langsung mengangguk. Segera ia duduk dan tangannya bergerak lincah di atas keyboard komputer. Hanya butuh waktu kurang lebih dua menit, Jupri langsung memperlihatkan isi rekaman CCTV itu kepada Aditya.
Aditya segera mendekati. Ia memperlihatkan setiap adegan kejadian yang tak terduga ini. Rupanya kecurigaannya benar ternyata orang yang melakukan aksi tersebut adalah Sasha.
“Nih maba kenapa berulah sekali,” gerutu Aditya seraya memijat pelipisnya. “Lihat saja, saya akan membalasnya!”
Sasha turun dari motornya, tangannya bergerak untuk melepaskan pengait helm. Ia menghela nafas sejenak seraya berjalan mendekati rumahnya yang tertutup. Wajahnya nampak gusar akibat pertemuan yang tak bagus oleh sang dosen. Langit sudah berubah menjadi berwarna jingga dan sebentar lagi, adzan magrib pun tiba. Sasha berjalan memasuki rumahnya. Ketika di depan pintu, Sasha meraih gagang pintu yang tergantung disana. Ia membukanya secara perlahan. “Assalamualaikum,” sapa Sasha ketika langkah kakinya memasuki rumah. “Waalaikumsalam,” sahut Ibu yang tengah terduduk di sofa panjang sembari menonton acara televisi kesayangannya. Sasha berjalan, menghampiri sang Ibu yang terduduk dengan santai. Diraihnya tangan sang ibu seraya menyalaminya dengan wajah tertekuk. “Kenapa wajah mu ditekuk seperti itu? Sudah kayak orang kehabisan diskon saja,” celetuk ibu yang menyadari sikap anaknya. Sasha diam. Ia duduk di sebelah sang ibu dengan kepala yang disenderkan ke arahnya. Disana Sasha bisa
“Hah? Prof. Aditya?” pekik Sasha.Ayah dan yang lainnya malah tersenyum, seolah-olah telah diberikan sein hijau untuk perjodohan ini. Sasha segera menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Dirinya butuh air untuk meremdamkan rasa terkejutannya ini.Beruntung, Bi Inah datang dan menyajikan minuman dengan cemilan yang terlihat sangat nikmat. Segera Sasha mengambilnya dari nampan Bi Inah. Sasha meminumnya dengan tandas.“Masyaallah nikmatnya,” celetuk Sasha ketika segelas minuman tersebut habis, tak ada sisa. Mungkin jika kalau gelas tersebut bukan terbuat dari kaca, Sasha akan segera menghabiskannya juga. “Kalian sudah saling kenal, ya?” tanya Tya sambil mengelus pundak Sasha dengan lembut. Ia juga tersenyum bahagia melihatnya. Sasha hanya diam, bingung beraksi seperti apa. Kemudian, Sasha langsung memberikan senyuman saja menampilkan deretan giginya yang putih. “Baguslah kalau sudah dekat. Kita bisa cepat mempersatukan mereka,” celetuk Bowo yang disebelahnya. Uhuk!!Sasha langsung terseda
“Bagaimana?” tanya Aditya dengan penuh ketegasan. Sasha seketika diam membisu, dirinya benar-benar tak bisa menjawab pertanyaan itu. Mata cantik itu melirik ke arah Aditya dengan tatapan sendu. Aditya seketika terkesima melihatnya. Ia tak sadar, bahwa mata Sasha ternyata sangat cantik.Segera Aditya membuang wajahnya sembarang, tak ingin menatapnya. Hatinya terasa melonjak begitu, detak jantung menjadi bersahutan mengiringi hatinya. Entah mengapa, perutnya kini bertaburan kupu-kupu yang berterbangan disana. “Prof gak mau memberikan pilihan lain?” tanya Sasha sambil menghela nafas panjang. Tangannya terulur, membenarkan anak-anak rambutnya yang tergerai dan menusuk ke matanya. “Tidak ada!” balas Aditya dengan tegas meskipun ia tak menatap lawan bicaranya. Sasha menarik nafas panjang. Pusing telah menghampirinya, bagaimana bisa Prof memberikan pertanyaan yang sulit untuk dijawab olehnya. Ingin sekali, Sasha memakai pemuda dihadapannya ini.“Oke, saya tahu. Kamu pasti tak akan mau ka
“Karena Sasha sudah menerima perjodohannya ini dengan lapang dada, begitupula dengan Aditya. Bagaimana kalau kalian langsung menikah, dua minggu yang akan datang?” usul Bowo dengan senyuman manis yang khas. “Apa?!” Sasha langsung syok mendengarnya, tak menyangka dengan apa yang telah dikatakan oleh Bowo. Seketika Bowo dan yang lainnya melirik ke arah Sasha dengan tatapan bingung yang melanda, membuat suasana sekitar menjadi hening menyelimuti ruangan ini. “Om, yang benar saja? Dua minggu yang akan datang? Kenapa gak satu bulan atau dua bulan lagi aja, kita harus mengenal satu sama lain dahulu,” ungkap Sasha dengan mimik wajah yang kentara lucu nan membingungkan. “Untuk apa? Bukankah, kalian sudah mengenal di kampus. Jadi, buat apa menunggu lebih lama lagi?” celetuk Papa Wijaya dengan alis yang berkerut kebingungan. Sasha seketika memerah, ada kepanikan di dalam dirinya. Ia sangat ketakutan sekarang, melirik ke arah sang Abang yang sedari tadi diam saja dengan raut wajah lugu. Ane
Sontak Sasha membulatkan mata. Pagi-pagi seperti ini harusnya ia mendengarkan kabar baik namun, sepertinya dunia sedang tak berpihak pada Sasha sehingga menyebabkan keterkejutan yang mendalam. “Apa-apaan, Prof?! Kan Prof sendiri yang mengatakan bahwa, 'tugas yang saya berikan tidak usah kamu kerjakan jika menerima perjodohan ini'. Prof, gak pikun kan?,” sentak Sasha dengan wajah yang memerah.“Saya gak pikun tetapi, karena kamu sudah meminta pernikahannya di undur menjadi dua minggu yang akan datang, membuat saya berubah pikiran.” Wajah tampan dengan hidung mancung layaknya perosotan anak TK itu, kini menatap ke arah Sasha tajam. “Mana sini?” pintanya. Sasha langsung mendesah pelan. Bisa gila dia menghadapi Prof. Aditya dengan segala tingkahnya yang kurang ajar. Lantas Sasha tersenyum pasrah. “Wahai, Prof. Aditya yang tampan dan juga angkuh. Dengarkan saya, karena Prof sudah mengatakan bahwa tugas yang engkau berikan tidak usah dikerjakan. Jadi, saya menurut dan tidak mengerjakanny
“Anjani, turunkan tangan kamu, jangan sesekali memukulnya.”Suara itu langsung berdegung di telinga Sasha. Perlahan matanya terbuka dan menyaksikan tangan dosen tersebut yang bernama Anjani, lengannya tengah ditahan oleh Prof. Aditya. Wajah tampan dan menjengkelkan itu, berhasil membuat detak jantung Sasha melonjak keluar. Sasha mengerjap-erjapkan matanya, dia melongo, rencananya kali ini gagal lagi. “Pak Adit, kok anda berada disini?” ucap Anjani dengan suara yang mendayu dan melemah, seolah-olah menunjukkan sisinya yang lembut dan ramah. “Itu urusan saya! Mau saya berada disini, disana atau dimana pun, itu urusan saya, Anjani” tekan Prof. Aditya dengan raut wajah yang begitu datar. “Ngapain kamu mau memukul Sasha?” lanjutnya. “Tidak, Pak. Kamu salah paham, saya hanya ingin mengelus rambut Sasha dan mengajaknya masuk,” ungkap Anjani dengan senyuman yang khas. Sasha langsung menatap matanya, bola matanya langsung mendelik sebal. Rasa kesal memenuhi hatinya, terlebih Anjani malah
Tanpa sadar, bibirnya Sasha langsung menyungging. Mengikuti senyuman pria tersebut. Aura pria itu begitu kuat hingga membuat Sasha mengikuti senyumannya. “Salam kenal juga. Aku Sasha,” ucap Sasha dengan ramah dan lembut. Mata gadis itu berbinar cantik membuat Raffi menjadi terkesima. “Saya tahu nama kamu. Sasha Wijaya, bukankah seperti itu namamu?” kata Raffi diikuti senyuman kecil yang begitu sempurna. Sasha segera mengangguk kepalanya. “Namamu sangat cantik, seperti wajahmu,” lanjut Raffi memberi pujian. Sontak Sasha tertawa pelan. Gombalan yang terlontarkan oleh Raffi membuat tubuh meremang, bulu kuduknya berdiri merasa ngeri dengan ucapan yang dikatakan olehnya. “Aku baru melihatmu. Apakah pertemuan kemarin dengan dosen kemarin, kamu tidak datang?” tanya Sasha kebingungan. Meskipun Sasha baru pertama kali memasuki kelas dan ini adalah yang kedua kalinya, Sasha langsung familiar dengan wajah temen sekelasnya. Bahkan beberapa nama temannya, Sasha mengetahuinya. Raffi te
Mulut Prof. Aditya memang harus dikunci rapat-rapat menggunakan solatip hitam. Pria itu secara gamblangnya mengungkapkan semua yang terjadi pada malam hari membuat Sasha merasa kesal. “Apasih?! Prof halu nih,” cetus Sasha seraya meraih kedua tangan Raffi dan Alya bersamaan. Ia tak mau membuat kedua temannya mendengar ucapan dari Prof. Aditya lagi dan membuat gosip terbaru di kalangan kampus hingga membuat namanya langsung terkenal dimana-mana. Kakinya melangkah sambil menarik-narik Raffi dan Alya secara bersamaan menuju kantin yang berada di ujung kampus. Ia tak mau mendengar kalimat apapun lagi dari mulut Prof. Aditya dan malah membuatnya kesal setengah mati. Di area kampus begitu banyak sekali orang di setiap penjuru. Tatapan demi tatapan dilayangkan oleh orang-orang berada di sekitar mereka dengan tatapan aneh namun, ketiganya tetap berjalan dan mengabaikan semuanya. Mereka beranggapan bahwa orang-orang itu hanyalah seorang makhluk halus yang datang dan memperhatikannya.Sampai
Sesaat, Sasha langsung tertegun dengan ucapannya. Pria yang berada di hadapannya seakan menyimpan luka yang membuatnya kebingungan. Apa maksudnya dari perkataannya? Sasha yakin, Aditya mengatakan itu untuk seseorang yang mungkin pernah singgah di kehidupannya. "Tolong, peluk aku," gumamnya dengan mata yang masih terpejam. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Padahal suhu udara sudah masuk ke maksimal. Sehingga membuat Sasha bergerak namun, Aditya langsung menghentikan pergerakanya dan berakhir mengunci Sasha untuk tidak pergi. "Nih, Om-om, kenapa sih?" gerutu Sasha secara gamblangnya. Sontak Sasha mengganti posisi menjadi tertidur agar lebih nyaman. Mata yang masih belum mengantuk, menatap tiap inci wajah Aditya yang terlihat ketakutan di dalam mimpinya. Tanpa sadar, tangan Sasha beranjak, membelai rambut Aditya agar lebih tenang. Dan dalam sekejap—seperti sihir yang berada di tangannya, Aditya perlahan mulai tenang. Keringat yang membanjiri sudah mereda dan digantikan oleh suara
"Eh! Maaf, Sa, Prof. Aku gak sengaja." Alya tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar Sasha tanpa sengaja. Gadis itu begitu lupa dengan temannya yang sudah menikah pada hari ini. Ia meruntuki sikapnya yang cerobos dan menganggu kenyamanan kedua pasutri yang ingin melakukan malam pertama, mungkin. "Aku akan pergi! Kalian lanjutkan aja," ucap Alya terburu-buru, ia langsung mundur ke belakang dan berniat menutup pintu. "Tunggu dulu," celetuk Aditya seraya bangkit dari tempatnya. Pria itu mendekati Alya yang berhenti di tempatnya, nampak gadis itu tengah bergeming di tempat dengan kepala yang tertunduk menahan rasa malu yang menyergap hatinya. "Kalian kalau mau mengobrol silakan saja, saya akan pergi keluar sebentar," lanjut Aditya seraya melangkahkan kakinya menuju luar kamar. "Eh! Nggak perlu, Prof! Saya cuman mau ngasih tahu Sasha, kalau saya mau pulang. Nah, karena saya sudah ngasih tahu, kalian lanjutin aja," ucap Alya seraya memundurkan langkahnya dan langsung menutup pintu ken
Hal yang begitu menakutkan untuk Sasha akhirnya tiba. Dengan nafas yang begitu tercekat, Sasha meraih ganggang pintu yang nampak tertutup di sana. Jantungnya berdebar kencang untuk menemui Aditya yang telah berada di dalam sana. Sasha bahkan cukup ketakutan untuk membukanya. Takut hal aneh akan terjadi pada malam ini, ingin sekali Sasha merengek pada sang ibu yang telah menaruh Aditya di kamarnya. "Nak ...!" Sasha langsung terkejut dengan suara yang tiba-tiba saja datang. Detak jantungnya langsung berhenti berdetak, dan melirik ke arah ibu mertuanya. Sasha langsung tersenyum kecil. "Eh, Tante. Lagi apa disini, Tan?" tanya Sasha basa-basi . "Panggil mama sekarang, Sa. Sekarang 'kan kamu sudah menjadi mantu ku, masa masih panggil tante," jawabnya dengan helaan nafas yang begitu panjang. Sasha tertawa, tangannya terangkat, menggaruk tengkuknya yang tak merasa gatal. Begitu canggung dirinya untuk mengatakan hal tersebut pada ibu mertuanya. "Saya coba, Tan— eh, maksudnya,
Tiga hari kemudian .... Tak pernah terbayangkan dalam hidup Sasha untuk menikah muda dengan sosok pria yang menjadi dosennya di kampus. Sasha tak pernah tahu tentang takdir Tuhan yang direncanakan untuknya tetapi, rasanya begitu pusing untuk menghadapi semuanya. Padahal jarak mereka cukup jauh, Sasha hanyalah gadis yang baru beranjak usia 19 tahun. Sedangkan, Aditya berumur 27 tahun, mungkin bisa jadi lebih. Lantas Sasha harus bagaimana dengan pernikahan ini nantinya? "Sasha ...!" teriak Alya yang baru masuk ke dalam kamar rias pengantin. Sontak Sasha sedikit terkejut, ia melirik ke arah Alya yang tengah berdiri dengan pakaian berwarna merah maroon, itu adalah kain yang Sahsa berikan untuk dikenakan oleh Alya dan menjadikan sebagai briedesmaid. "Jangan berisik, nanti MUA yang meriah wajahku terperanjat dan malah mencoret wajah cantik ku ini!" desis Sasha. "Maaf, maaf, habisnya aku terlalu excited. Kok, kamu sudah menikah saja sedangkan kamu gak pernah bilang kalau kamu
Sasha terkejut mendengar kalimat yang telah dilontarkan oleh sang Ayah. Ia bahkan mematung di tempatnya dengan ponsel yang sengaja ia jauhkan dari telinganya. Prof. Aditya seperti mempermainkannya bahkan hingga membuat keputusan sendiri yang membuatnya merasa kesal. Tanpa mengatakan apapun pada sang Ayah, Sasha langsung mematikan ponsel sepihak. Rasa kesal menghingapinya membuat Sasha bangkit dari tempat duduknya. Ia segera pergi dari kantin yang semakin sepi, meninggalkan Raffi dan juga Alya. Sasha benar-benar tak berpamitan sepatah-katapun yang dipikirannya kini hanya ingin menemui Prof. Aditya. "Woi?!" Alya berteriak ketika kakinya menginjak di tempat mereka duduk semula. Namun, Sasha malah pergi layaknya seorang jailangkung. "Makanan kamu gimana, ini? Kok ditinggal?!" teriak Alya cukup kencang. Sasha memilih untuk tak mendengarkannya. Dia tak mendengarkan apapun dan memilih untuk tetap pergi dengan raut wajah memerah. Langkah kakinya terus menelusuri tiap-tiap sudut ruangan ka
Mulut Prof. Aditya memang harus dikunci rapat-rapat menggunakan solatip hitam. Pria itu secara gamblangnya mengungkapkan semua yang terjadi pada malam hari membuat Sasha merasa kesal. “Apasih?! Prof halu nih,” cetus Sasha seraya meraih kedua tangan Raffi dan Alya bersamaan. Ia tak mau membuat kedua temannya mendengar ucapan dari Prof. Aditya lagi dan membuat gosip terbaru di kalangan kampus hingga membuat namanya langsung terkenal dimana-mana. Kakinya melangkah sambil menarik-narik Raffi dan Alya secara bersamaan menuju kantin yang berada di ujung kampus. Ia tak mau mendengar kalimat apapun lagi dari mulut Prof. Aditya dan malah membuatnya kesal setengah mati. Di area kampus begitu banyak sekali orang di setiap penjuru. Tatapan demi tatapan dilayangkan oleh orang-orang berada di sekitar mereka dengan tatapan aneh namun, ketiganya tetap berjalan dan mengabaikan semuanya. Mereka beranggapan bahwa orang-orang itu hanyalah seorang makhluk halus yang datang dan memperhatikannya.Sampai
Tanpa sadar, bibirnya Sasha langsung menyungging. Mengikuti senyuman pria tersebut. Aura pria itu begitu kuat hingga membuat Sasha mengikuti senyumannya. “Salam kenal juga. Aku Sasha,” ucap Sasha dengan ramah dan lembut. Mata gadis itu berbinar cantik membuat Raffi menjadi terkesima. “Saya tahu nama kamu. Sasha Wijaya, bukankah seperti itu namamu?” kata Raffi diikuti senyuman kecil yang begitu sempurna. Sasha segera mengangguk kepalanya. “Namamu sangat cantik, seperti wajahmu,” lanjut Raffi memberi pujian. Sontak Sasha tertawa pelan. Gombalan yang terlontarkan oleh Raffi membuat tubuh meremang, bulu kuduknya berdiri merasa ngeri dengan ucapan yang dikatakan olehnya. “Aku baru melihatmu. Apakah pertemuan kemarin dengan dosen kemarin, kamu tidak datang?” tanya Sasha kebingungan. Meskipun Sasha baru pertama kali memasuki kelas dan ini adalah yang kedua kalinya, Sasha langsung familiar dengan wajah temen sekelasnya. Bahkan beberapa nama temannya, Sasha mengetahuinya. Raffi te
“Anjani, turunkan tangan kamu, jangan sesekali memukulnya.”Suara itu langsung berdegung di telinga Sasha. Perlahan matanya terbuka dan menyaksikan tangan dosen tersebut yang bernama Anjani, lengannya tengah ditahan oleh Prof. Aditya. Wajah tampan dan menjengkelkan itu, berhasil membuat detak jantung Sasha melonjak keluar. Sasha mengerjap-erjapkan matanya, dia melongo, rencananya kali ini gagal lagi. “Pak Adit, kok anda berada disini?” ucap Anjani dengan suara yang mendayu dan melemah, seolah-olah menunjukkan sisinya yang lembut dan ramah. “Itu urusan saya! Mau saya berada disini, disana atau dimana pun, itu urusan saya, Anjani” tekan Prof. Aditya dengan raut wajah yang begitu datar. “Ngapain kamu mau memukul Sasha?” lanjutnya. “Tidak, Pak. Kamu salah paham, saya hanya ingin mengelus rambut Sasha dan mengajaknya masuk,” ungkap Anjani dengan senyuman yang khas. Sasha langsung menatap matanya, bola matanya langsung mendelik sebal. Rasa kesal memenuhi hatinya, terlebih Anjani malah
Sontak Sasha membulatkan mata. Pagi-pagi seperti ini harusnya ia mendengarkan kabar baik namun, sepertinya dunia sedang tak berpihak pada Sasha sehingga menyebabkan keterkejutan yang mendalam. “Apa-apaan, Prof?! Kan Prof sendiri yang mengatakan bahwa, 'tugas yang saya berikan tidak usah kamu kerjakan jika menerima perjodohan ini'. Prof, gak pikun kan?,” sentak Sasha dengan wajah yang memerah.“Saya gak pikun tetapi, karena kamu sudah meminta pernikahannya di undur menjadi dua minggu yang akan datang, membuat saya berubah pikiran.” Wajah tampan dengan hidung mancung layaknya perosotan anak TK itu, kini menatap ke arah Sasha tajam. “Mana sini?” pintanya. Sasha langsung mendesah pelan. Bisa gila dia menghadapi Prof. Aditya dengan segala tingkahnya yang kurang ajar. Lantas Sasha tersenyum pasrah. “Wahai, Prof. Aditya yang tampan dan juga angkuh. Dengarkan saya, karena Prof sudah mengatakan bahwa tugas yang engkau berikan tidak usah dikerjakan. Jadi, saya menurut dan tidak mengerjakanny