Share

Tak menyangka

Sasha turun dari motornya, tangannya bergerak untuk melepaskan pengait helm. Ia menghela nafas sejenak seraya berjalan mendekati rumahnya yang tertutup.

Wajahnya nampak gusar akibat pertemuan yang tak bagus oleh sang dosen. Langit sudah berubah menjadi berwarna jingga dan sebentar lagi, adzan magrib pun tiba.

Sasha berjalan memasuki rumahnya. Ketika di depan pintu, Sasha meraih gagang pintu yang tergantung disana. Ia membukanya secara perlahan.

“Assalamualaikum,” sapa Sasha ketika langkah kakinya memasuki rumah.

“Waalaikumsalam,” sahut Ibu yang tengah terduduk di sofa panjang sembari menonton acara televisi kesayangannya.

Sasha berjalan, menghampiri sang Ibu yang terduduk dengan santai. Diraihnya tangan sang ibu seraya menyalaminya dengan wajah tertekuk.

“Kenapa wajah mu ditekuk seperti itu? Sudah kayak orang kehabisan diskon saja,” celetuk ibu yang menyadari sikap anaknya.

Sasha diam. Ia duduk di sebelah sang ibu dengan kepala yang disenderkan ke arahnya. Disana Sasha bisa merasakan kenyamanan yang sebenarnya.

“Aku itu kesal banget, Bu! Tadi pagi kan aku terlambat karena macet dan habis berdebat dengan ayah. Terus, setelahnya aku dihukum sama dosen yang menyebalkan itu! Gak sampai disitu, aku diberikan tugas untuk buat artikel dan yang paling menjengkelkannya, besok pagi, jam 7 tugasku harus sudah ada di mejanya!” gerutu Sasha.

Wajahnya seketika memerah ketika membayangkan wajah Prof. Aditya yang begitu menjengkelkan. Namun, ketika mengingat bahwa dirinya sudah membalas dendam. Ekspresinya berubah menjadi senyuman yang merekah.

Saat ini Sasha membayangkan wajah Prof. Aditya yang kesal karena mobilnya telah kotor oleh perbuatannya. Membayangkannya saja sudah membuat Sasha senang apalagi jika dirinya melihat secara langsung. Bisa-bisa Sasha sudah tertawa puas.

“Pantesan, itu mah salah kamu. Harusnya jangan sampai telat lah! Sudah tahu dosennya galak tapi, masih saja telat!” cibir Ibu.

Sasha seketika merenggut kesal. Padahalkan jika dipikir-pikir semua itu ulah ayahnya yang mengajak berdebat tadi pagi karena pembahasan perjodohan yang tak jelas itu.

“Apasih ibu! Itukan karena Ayah ngajak berdebat tadi pagi, kok malah marahin aku sih? Bukannya belain atau apa gitu?!” sentak Sasha seraya memutar bola matanya malas.

“Alah kamu mah banyak alasan,” sahut seorang pria yang baru saja keluar dari area dapur.

Seketika Sasha langsung menegok, menatap pemili suara itu dengan tatapan sinis. Dia adalah Ariz Wibawa, kakak kandung Sasha. Ariz kini berprofesi menjadi CEO di salah satu perusahaan ayahnya. Meskipun seorang CEO, Ariz belum mempunyai pasangan.

Padahal pria itu terlihat tampan dengan rambut ala opa-opa Korea, matanya yang berwarna hijau muda, dan kulitnya pun terlihat putih nampak seperti orang Korea asli. Akan tetapi, Ariz tak mempunyai pasangan karena katanya terlalu ribet.

“Dih! Nyambung aja kayak kabel!” Sasha berdiri, mendekat ke arahnya. “Ngapain abang pulang? Tumben banget,” cibir Sasha.

“Ayah minta abang pulang buat liat calon jodoh kamu!” ujar Ariz sambil menatap Sasha penuh keseriusan.

“Idih! Apansih, aku kan udah bilang gak mau dijodohin ... Abang pasti bohong nih, malas lah aku!” sentak Sasha.

Gadis itu berjalan menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Meskipun rumahnya ini terlihat sederhana dari luar namun, jika dimasuki nampak seperti elegan dan sangat cantik ditambah dekorasi rumahnya tak kaleng-kaleng.

Satu kakinya menginjak anak tangga pertama. Namun, suara decitan pintu membuat Sasha melirik ke arah luar. Ia mengeritkan dahinya kebingungan.

“Assalamualaikum,” sapa Ayah dengan dua orang pria dan satu wanita yang berumur hampir sama dengan ibu.

Sontak ibu segera bangun dan menyambut hangat mereka. Akan tetapi, mata Sasha langsung tertuju pada pria yang terlihat sangat mirip dengan dosennya.

“Ayo silahkan masuk,” ujar ibu mempersilahkam mereka masuk.

“Terimakasih banyak. Bagaimana kabarmu, Lusi?” tanya salah satu wanita itu kepada ibu.

“Alhamdulillah saya baik, Ris. Kalian kok sudah sampai saja? Kenapa gak kabarin saya dahulu? Saya kan bisa mempersiapkan makanan untuk kalian.” Ibu melirik ke arah ayahnya yang hanya cengegesan saja. “Ayah juga, kenapa gak w******p ibu sih?!”

Mereka yang berada disana hanya tertawa kecil. Kemudian segera melangkah kakinya menuju sofa yang berada di ruang tamu. Hal itu tak luput dari pandangan Sasha yang malah terdiam di tempat dengan mata yang terus tertuju pada seorang pria yang diyakini olehnya adalah Prof. Aditya.

Ariz yang melihat Sasha hanya diam segera mendekatinya. Derap langkah kaki Ariz tak menyadarkan Sasha dari kebingungannya dan membuat Ariz menatapnya lekat. Seketika Ariz tertawa melihat tingkahnya.

Dengan satu tangan yang terangkat, Ariz malah mendorong Sasha pelan. “Hayoloh! Kamu pasti salah fokus dengan kegantengannya kan?!” goda Ariz.

Sasha tersadar. Bibirnya langsung mengerecut sebal. “Apasih! Asal aja, aku itu bingung. Kok pria yang disebelah ayah mirip banget sama dosenku yang ngeselinnya naudzubillah itu sih!” ungkapnya sambil mendelikkan mata sebal.

“Alah! Kamu pasti berbohong! Bilang aja kamu terkesima dengan ketampannya!” ejek Ariz. Detik berikutnya, Ariz malah memperhatikan pria tersebut dengan mata yang terlihat sinis. Ia melipatkan tangannya. “Tapi ya, kalau dilihat-lihat gantengan abang gak sih? Dia mah gak ada apa-apanya!”

Sasha segera meliriknya dengan tatapan horor. Namun, disisi lain Sasha juga terlihat menahan tawanya. “Kok pede banget sih, bang? Gantengan juga mas-mas komplek sebelah!” cerocos Sasha.

“Sasha … Ariz … Kalian ngapain disitu? Mari sini bergabung, biar sekalian ayah perkenalkan dengan calon suami mu, Sa,” panggil ayah.

Sasha dan Ariz seketika saling melemparkan tatapan. Nampak dari wajah Sasha ia terlihat kecewa namun, Ariz malah menarik lengan Sasha agar bergabung dengan mereka.

Sasha hanya pasrah saja, mengikuti langkah kaki Ariz. Sesampainya di dekat mereka, Sasha dengan Ariz menyalami tangan kedua orang yang terlihat asing itu. Kemudian, Sasha disuruh duduk dekat dengan wanita asing tersebut. Sasha menghela nafas kuat-kuat namun, lagi-lagi Sasha hanya menurutinya saja.

“Muka mu jangan di tekuk seperti itu,” bisik ibu yang kebetulan berada di sebelahnya.

Sasha dihempit oleh ibunya dengan wanita asing itu. Didepannya nampak pria yang terlihat mirip Prof. Aditya, disisi kirinya adalah pria asing yang mungkin saja itu ayahnya dan disisi kanannya ada Ayah dengan Ariz yang duduk berdekatan.

Pria itu nampak menatap Sasha dengan tatapan datar, benar-benar sangat persis dengan Prof. Aditya.

“Nah, karena sudah berkumpul. Ayah akan memperkenalkan kamu dengan calon suami mu dan teman masa SMA Ayah, Sa, Riz,” ujar ayah.

Sasha hanya menganggukkan kepalanya tak minat. Malas untuk menanggapi perkataan ayahnya, kalau bukan karena Ariz yang menariknya mungkin Sasha sudah kabur menuju kamarnya.

“Dia adalah Sasha,” ujar Ayah sambil menunjuk ke arahnya, Sasha hanya tersenyum saja. Kemudian, ayah menujuk ke arah Ariz yang duduk di sebelahnya. “Dan dia adalah Ariz, anak pertama ku,” imbuh ayah yang langsung diangguki oleh Ariz.

“Wah, ganteng dan cantik ya anakmu,” puji pria paruh baya tersebut. “Oh iya, perkenalkan saya Bowo teman SMA ayahmu. Dan disebelah Sasha adalah Tya, istri saya.”

Sasha dan Ariz mengangguk-anggukkan kepalanya saja.

“Dan calon suami Sasha ini namanya adalah Aditya, dia dosen di kampus mu tahu. Gak cuman itu saja, Aditya juga punya bisnis Cafe di kota. Lalu, Aditya mengurus perusahaan ayahnya,” ujar Bowo penuh dengan antusias sambil memegang pundak Aditya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status