Share

Bab 50

Author: RiQueena
last update Last Updated: 2025-02-11 15:40:15

Setelah percakapan panjang mereka di kafe, Rey melirik jam tangannya. Hari sudah mulai gelap. Ia menatap Ira yang masih tampak tenggelam dalam pikirannya.

"Mas antar pulang, Yang," kata Rey tiba-tiba.

Ira menoleh, ragu sejenak. "Nggak usah, Mas. Aku bisa pulang sendiri."

Rey menghela napas, menatapnya serius. "Yang, ini sudah malam. Mas nggak akan tenang kalau kamu pulang sendirian."

Ira terdiam tidak menjawab.

Rey melirik meja di samping mereka, matanya menyapu permukaannya dengan cepat. Dahinya mengernyit. "Sayang ga bawa mobil, kan?" tanyanya pelan, tapi penuh arti.

Ira mengangkat bahu, berusaha tetap santai. "Memangnya kenapa?"

Rey menatapnya lebih lama, seolah mencoba membaca pikirannya. "Sayang selalu naruh kunci mobil di atas meja. Sekarang nggak ada." Ia berhenti sejenak sebelum melanjutkan, suaranya lebih pelan. "Berarti Sayang nggak bawa mobil, kan?"

Ira menelan ludah, tidak langsung menjawab. Rey masih mengingat kebiasaannya dengan baik.

Rey tersenyum kecil, sedikit menggel
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Istri Baru untuk Suamiku    Bab 1 : Awal dari Sebuah Perjuangan

    Aku duduk di sofa ruang tamu, mencoba menenangkan diriku. Tanganku gemetar, saling menggenggam erat di pangkuanku. Di depanku, Mas Rey duduk diam dengan kepala menunduk. Dia selalu begitu—terdiam ketika kami harus membahas sesuatu yang penting, terutama jika itu menyangkut ibunya. "Ibu … lagi-lagi membicarakan soal Citra," katanya akhirnya, suaranya terdengar lelah. Citra. Nama itu seperti belati yang menusuk dadaku setiap kali disebutkan. Aku tahu betul apa yang ingin disampaikan Mas Rey, bahkan sebelum dia membuka mulut. Citra adalah wanita yang dianggap ibu mertuaku sebagai istri ideal untuk Mas Rey. Dan aku? Aku hanyalah istri yang, menurut beliau, tidak pernah cukup baik. "Apa yang ibu katakan kali ini?" tanyaku, suaraku bergetar meskipun aku mencoba untuk tegar. Mas Rey menghela napas panjang, lalu berkata, "Ibu bilang … aku harus mempertimbangkan ulang pernikahan kita. Katanya, lima tahun tanpa anak adalah bukti bahwa … mungkin ada sesuatu yang salah." Aku terdiam. Kat

    Last Updated : 2024-12-24
  • Istri Baru untuk Suamiku    Bab2 : Bara di Balik Diamku

    Aku memandangi layar ponselku yang tergeletak di meja. Pesan dari Mas Rey masuk beberapa jam yang lalu, tapi aku belum membukanya. Pesan itu pasti berisi permintaan maaf atau alasan lain untuk mencoba menenangkan hatiku. Mas Rey selalu begitu. Suamiku bukan tipe laki-laki yang pandai berkonfrontasi, apalagi jika itu menyangkut ibunya. Namun kali ini, aku tidak yakin permintaan maafnya cukup. Aku merasa sendirian di medan perang ini, berjuang melawan ombak yang semakin besar tanpa pelindung. Aku mencintai Mas Rey, tapi aku tidak bisa terus-menerus bertahan sendirian. “Kalau aku lemah, apa artinya cinta ini?” gumamku pada diri sendiri. Kepalaku berdenyut memikirkan kejadian tadi pagi. Kehadiran Citra di ruang makan bukanlah kebetulan. Ibu mertua sengaja membawa dia ke rumah untuk mempermalukanku, untuk menunjukkan bahwa aku bisa digantikan kapan saja. Dan Mas Rey? Meski Mas Rey membelaku di depan ibunya, aku tahu suamiku tidak sepenuhnya mampu mengatasi ini. Aku mengambil ponsel

    Last Updated : 2024-12-24
  • Istri Baru untuk Suamiku    Bab 3 : Pilihan yang Menyakitkan

    Pagi itu, mendung terlihat menggantung di langit, seolah ingin memberi peringatan bahwa hari ini tidak akan berjalan dengan baik. Aku duduk di sofa ruang tamu, secangkir kopi yang mulai dingin tergeletak di meja. Aku memandangi jam dinding yang berdetak perlahan, seperti mengejek kebingunganku. Mas Rey sudah berangkat lebih awal, seperti biasanya. Suamiku tidak berkata banyak, hanya sebuah statment, "Mas pergi" yang terdengar kaku sebelum menutup pintu. Aku tidak tahu apakah Mas Rey sadar aku terjaga sepanjang malam, menangis pelan di sampingnya. Keheningan di antara kami semakin hari semakin sulit untuk dijembatani, seperti jurang yang terus melebar. Aku menghela napas panjang, mencoba mengalihkan pikiranku dengan membereskan rumah. Namun, tak sampai setengah jam, ponselku bergetar. Sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak kukenal. "Bu Ira, saya dr. Laila dari klinik kesuburan yang Bapak Rey kunjungi kemarin. Kami ingin menjadwalkan pertemuan lanjutan untuk membahas hasil tes."

    Last Updated : 2024-12-24
  • Istri Baru untuk Suamiku    Bab 4 : Kepercayaan yang Terguncang

    Pagi itu terasa berat. Aku duduk di meja makan, menatap cangkir teh yang sudah dingin, mencoba mencari alasan untuk tidak berpikir terlalu banyak. Keheningan yang mengisi rumah tangga kami semakin mencekik, dan setiap detik terasa semakin berat. Mas Rey sudah pergi bekerja, meninggalkan aku dengan pikiran yang berlarian. Ke mana perginya kedamaian yang dulu kami miliki? Apa yang terjadi dengan kami? Rasanya aku sudah berusaha terlalu keras untuk mempertahankan hubungan ini, namun aku hanya semakin merasa jauh dari suamiku. Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari nomor yang sudah tidak asing lagi: dokter Laila dari klinik kesuburan. "Bu Ira, kami ingin mengonfirmasi jadwal pertemuan lanjutan untuk hasil tes. Mohon konfirmasi segera." Aku terdiam sejenak. Mas Rey belum memberitahuku apa-apa tentang hasil tes ini. Aku merasa seperti sebuah bagian dari hidupnya yang disembunyikan dariku, dan itu memicu rasa sakit yang kucoba untuk tidak rasakan. Aku menekan nomor Mas Rey. Panggilan

    Last Updated : 2024-12-24
  • Istri Baru untuk Suamiku    Bab 5 : Jalan Terpecah

    Hari ini terasa lebih panas dari biasanya. Aku berdiri di balkon rumah kami, menatap pemandangan kota yang tampak sibuk dengan rutinitas penduduknya. Udara terasa lembap, dan aroma aspal yang terkena paparan sinar matahari berhembus ke dalam ruangan. Hati ini penuh dengan prasangka, namun tak ada yang bisa kuungkapkan. Bahkan angin yang berhembus pun tidak bisa menenangkan pikiranku. Mas Rey belum pulang sampai saat ini. Pikiranku kembali berlarian, mencoba mencari cara agar semuanya kembali normal, tetapi setiap kali aku berpikir begitu, kenyataan datang seperti sebuah tamparan yang sangat keras. Hubungan kami yang dulu penuh dengan canda tawa, kini terasa hampa. Setiap percakapan terasa seperti adu argumen yang tak pernah selesai. Klinik kesuburan telah memberikan hasil tes terakhir, dan semuanya sudah jelas—kami berdua memiliki masalah. Namun, ada satu hal yang semakin menyakitkan, yang tak pernah kami bicarakan secara jujur: ibu mertuaku. Aku memikirkan kata-kata ibu mertuaku

    Last Updated : 2024-12-24
  • Istri Baru untuk Suamiku    Bab 6 : Pertemuan yang Membuka Luka

    Malam itu, udara terasa dingin menusuk. Hujan rintik-rintik menambah kesan muram yang menyelimuti hatiku. Aku duduk di ruang tamu sendirian, memandangi jendela kaca yang dipenuhi butiran air. Rasanya seperti melihat pantulan diriku—buram dan tak jelas. Mas Rey baru saja keluar rumah, pergi dengan alasan yang terdengar biasa, tapi entah mengapa, aku merasa ada sesuatu yang ganjil. Perasaan itu menghantui sejak beberapa hari terakhir, dan aku tak bisa mengabaikannya. Ketika waktu terus berlalu, pikiranku mulai dipenuhi oleh berbagai spekulasi. Ke mana Mas Rey pergi? Mengapa Mas Rey semakin sering keluar tanpa memberitahuku? Ponselku bergetar. Sebuah pesan masuk. "Ira, aku ingin bertemu denganmu. Ada sesuatu yang harus kita bicarakan." Pengirimnya adalah Karin, seorang wanita yang selama ini kerap disebut-sebut ibu mertua sebagai "pilihan yang lebih baik" untuk Mas Rey. Aku tak pernah benar-benar berurusan dengannya secara langsung, tetapi setiap kali nama itu muncul, hatiku ter

    Last Updated : 2024-12-24
  • Istri Baru untuk Suamiku    Bab 7 : Kebenaran yang Menyesakkan

    Aku duduk seorang diri didalam kamar, menatap kosong jendela yang buram oleh hujan. Rasanya seperti ada jurang pemisah antara aku dan Mas Rey sejak percakapan terakhir kami. Kata-kata Mas Rey terus terngiang di kepalaku, seperti potongan puzzle yang tak bisa kususun kembali. Hari ini, aku memutuskan untuk tidak membiarkan semua masalah ini hanya berputar di pikiranku. Aku harus mencari jawaban. Bukan hanya untuk diriku sendiri, tetapi untuk pernikahan kami yang perlahan mulai retak. Ditengah kebimbangan yang melanda, aku mendengar suara dering ponsel yang sangat familiar. Mas Rey meninggalkan ponselnya di meja ruang tamu sebelum berangkat bekerja. Aku tidak pernah punya kebiasaan mengutak-atik ponsel Mas Rey, tapi pagi ini ada sesuatu yang membuatku ragu. Nama pengirim pesan itu membuat tubuhku seketika menegang: Citra. Pesannya singkat, tapi cukup untuk membuat pikiranku liar. "Mas Rey, aku ingin bicara denganmu empat mata. Jangan lupa temui aku malam ini. Penting." Dadaku b

    Last Updated : 2024-12-25
  • Istri Baru untuk Suamiku    Bab 8 : Batas Kesabaran

    Hujan masih turun dengan deras, memberikan irama khas yang mengisi keheningan malam. Dingin mulai merambat masuk ke dalam rumah, seolah menyusup melalui setiap celah, mengiringi perasaan beku di relung hatiku. Sudah beberapa hari sejak percakapan terakhir yang terasa menyakitkan dengan suamiku, dan hingga kini ketegangan masih terasa di antara kami. Pagi ini, aku berdiri di dapur dengan tangan gemetar saat menuangkan air ke dalam cangkir. Suara dering ponsel Mas Rey di ruang tamu terdengar masuk ke telingaku, memecah konsentrasi pikiranku yang sudah penuh dengan prasangka. Aku melihatnya dari sudut jendela dapur, duduk di sofa dengan tatapan serius. Mas Rey menjawab panggilan itu dengan nada rendah dan berbisik. “Aku mengerti, aku akan mengurusnya. Jangan khawatir,” katanya sambil melirikku sekilas. Hati ini semakin tergores, dan aku tahu aku tidak bisa lagi berpura-pura semuanya baik-baik saja. Aku meletakkan cangkirku dengan kasar, membuat suara denting yang menarik perhatian M

    Last Updated : 2024-12-25

Latest chapter

  • Istri Baru untuk Suamiku    Bab 50

    Setelah percakapan panjang mereka di kafe, Rey melirik jam tangannya. Hari sudah mulai gelap. Ia menatap Ira yang masih tampak tenggelam dalam pikirannya."Mas antar pulang, Yang," kata Rey tiba-tiba.Ira menoleh, ragu sejenak. "Nggak usah, Mas. Aku bisa pulang sendiri."Rey menghela napas, menatapnya serius. "Yang, ini sudah malam. Mas nggak akan tenang kalau kamu pulang sendirian."Ira terdiam tidak menjawab.Rey melirik meja di samping mereka, matanya menyapu permukaannya dengan cepat. Dahinya mengernyit. "Sayang ga bawa mobil, kan?" tanyanya pelan, tapi penuh arti.Ira mengangkat bahu, berusaha tetap santai. "Memangnya kenapa?"Rey menatapnya lebih lama, seolah mencoba membaca pikirannya. "Sayang selalu naruh kunci mobil di atas meja. Sekarang nggak ada." Ia berhenti sejenak sebelum melanjutkan, suaranya lebih pelan. "Berarti Sayang nggak bawa mobil, kan?"Ira menelan ludah, tidak langsung menjawab. Rey masih mengingat kebiasaannya dengan baik.Rey tersenyum kecil, sedikit menggel

  • Istri Baru untuk Suamiku    Bab 49

    Alnaira Riquina duduk di meja kerjanya, menatap dokumen-dokumen yang belum tersentuh. Namun, pikirannya melayang kepada sosok Reyvaldo Anggara, lelaki yang masih menghantuinya meskipun mereka tidak lagi tinggal seatap.Suara ponselnya bergetar di atas meja. Ia melirik layar—nama Karin muncul di sana. Dengan ragu, ia mengangkat telepon."Halo, assalamualaikum, Karin.""Waalaikumsalam, Ra, kamu sudah dengar kabar tentang Rey?" Suara Karin terdengar khawatir.Ira mengernyitkan dahi. "Kabar apa?""Rapat dewan direksi tadi pagi ... Aku dengar posisinya semakin terancam. Ada banyak pihak yang ingin menjatuhkannya."Ira menghela napas panjang. "Aku sudah menduga. Sejak masalah merger itu, semuanya pasti menjadi semakin sulit baginya.""Ya, tapi ini lebih dari sekadar merger. Ada pihak yang ingin menyingkirkannya secara permanen. Aku dengar beberapa pemegang saham mulai goyah."Ira menggigit bibirnya. "Rey itu orang yang sangat ambisius dalam pekerjaannya, tapi selalu profesional. Kalau sampa

  • Istri Baru untuk Suamiku    Bab 48

    Rapat yang berlangsung selama lebih dari dua jam akhirnya ditunda. Para direksi meninggalkan ruangan satu per satu, menyisakan Rey yang masih duduk sambil menatap layar laptopnya. Ia merasa lega karena merger tidak diputuskan secara tergesa-gesa, tetapi di sisi lain, ia tahu bahwa tekanan dari berbagai pihak akan semakin besar.Pintu ruangan terbuka pelan, dan Nia masuk sambil membawa secangkir kopi di atas nampan. Ia melangkah dengan hati-hati, lalu meletakkan kopi di meja kerja Rey.Nia tersenyum kecil. “Kopi hitam tanpa gula, seperti biasa.”Rey menoleh ke arah Nia, menghela napas panjang sebelum meraih cangkir itu. “Terima kasih."Nia memperhatikan wajah Rey yang tampak lelah. “Rapat tadi cukup berat, ya, Pak?”Rey mengangguk sambil mengaduk kopinya pelan. “Lebih dari itu. Aku sudah menduga kalau mereka akan berusaha menekanku, tapi tidak kusangka sampai seintens ini.”Nia menarik kursi dan duduk sebentar. “Sepertinya Pak Rendra dan beberapa direksi benar-benar ingin merger ini se

  • Istri Baru untuk Suamiku    Bab 47

    Pak Surya mengetuk meja layaknya pak hakim memutuskan perkara. "Setelah mendengar berbagai pertimbangan, saya rasa kita perlu waktu lebih banyak untuk menganalisis semua kemungkinan. Keputusan sebesar ini tidak bisa diambil dalam satu pertemuan.”Pak Arman mengangguk setuju. “Saya juga merasa kita terlalu terburu-buru. Ada terlalu banyak hal yang belum jelas. Saya usul kita menunda rapat ini selama satu minggu agar semua pihak bisa mengkaji ulang proposal merger dengan lebih mendalam.”Rey menyambut usulan itu dengan tenang. “Saya setuju. Dalam waktu satu minggu, saya dan tim keuangan akan menyusun proyeksi dampak merger ini dalam berbagai skenario, termasuk risiko jangka panjangnya.”Pak Rendra terlihat tidak senang, tetapi ia berusaha menyembunyikannya. “Baik, kalau itu keputusan mayoritas, kita tunda dulu.”Pak Surya menutup rapat dengan ketukan meja. “Baiklah, rapat ditunda dan akan dilanjutkan minggu depan. Saya harap semua tim bisa membawa analisis yang lebih detail.”---Seming

  • Istri Baru untuk Suamiku    Bab 46

    Rey berjalan menuju ruang rapat dengan langkah tegap. Di tangannya, ia membawa dokumen yang telah direvisi oleh timnya. Ia tahu, pertemuan ini akan menjadi momen krusial. Dewan direksi sudah menunggu, begitu juga dengan beberapa pemegang saham utama yang memiliki pengaruh besar dalam keputusan merger.Begitu Rey memasuki ruang rapat, ia langsung menangkap pemandangan yang membuatnya sedikit waspada. Pak Rendra, kepala divisi hukum, sedang berbisik dengan beberapa anggota direksi lainnya, terutama dari pembelian dan investasi. Sesekali, mereka melirik ke arahnya sebelum kembali berbisik.Pak Surya, ketua dewan direksi, mengetuk meja sebagai tanda rapat dimulai. “Baiklah, kita langsung ke pokok pembahasan. Pak Rendra, Anda ingin menyampaikan sesuatu sebelum kita mulai membahas revisi proposal merger?”Pak Rendra menyunggingkan senyum tipis sebelum menatap Rey. “Tentu, Pak Surya. Sebelum Pak Rey menyampaikan analisanya, saya ingin menekankan bahwa revisi ini dibuat dengan mempertimbangka

  • Istri Baru untuk Suamiku    Bab 45

    BAB 45Bab 77Di ruangan kantornya yang luas, Reyvaldo Anggara duduk dengan wajah tegang. Berkas-berkas berserakan di atas mejanya, dan layar laptopnya menampilkan laporan keuangan yang masih belum ia selesaikan. Kepalanya terasa berat. Masalah pribadinya dengan Alnaira Riquina, istrinya, sudah cukup menguras pikirannya, tapi kini pekerjaannya juga mulai terancam.Pintu diketuk. Rey mendongak dan melihat Nia, asistennya, masuk dengan ekspresi ragu.“Pak Rey, rapat dengan dewan direksi dimajukan satu jam lebih cepat. Dan … ada beberapa revisi dalam proposal merger yang harus segera Bapak tinjau,” ucap Nia setelah masuk ruangan.Rey mengerutkan kening, meletakkan pulpen yang sedari tadi ia putar-putar di jarinya. “Dimajukan? Kenapa?”Nia meletakkan dokumen di meja atasannya, kemudian menghela napas pelan. “Dari informasi yang saya dapat, ada tekanan dari beberapa pemangku saham utama. Mereka ingin merger ini segera dieksekusi tanpa hambatan, Pak."Rey menyandarkan punggungnya, menatap d

  • Istri Baru untuk Suamiku    Bab 44

    Bab 76Ira duduk di sofa ruang tamu apartemen miliknya, jemarinya sibuk memijat pelipisnya yang terasa pusing. Semua perkataan Reyvaldo Anggara masih terngiang di pikirannya, membuatnya sulit berpikir jernih. Sidang pengadilan agama terakhir akan segera berlangsung, keputusan akhir ada di tangannya—melanjutkan perceraian atau memberi kesempatan untuk mediasi kembali.Mata wanita cantik itu terpejam mengingat percakapan tadi malam antara dirinya dan suaminya, Rey, melalui telepon."Sayang, kita harus bicara sebelum sidang terakhir," ajak laki-laki di seberang telepon dengan nada lembut tapi tegas.Ira menghela napas, suaranya datar, “Apa lagi yang perlu dibicarakan, Mas? Semuanya sudah jelas.”“Belum tentu. Kita masih bisa mencoba mediasi lagi. Mas yakin, kita bisa memperbaiki semuanya ini satu-persatu.” Suara Rey terdengar meyakinkan.Ira tertawa sinis, “Kita? Memperbaiki? Mas Rey, kita sudah sampai di titik ini bukan karena aku tidak mencoba. Aku sudah cukup lelah berusaha sendirian.

  • Istri Baru untuk Suamiku    Bab 43

    Bab 71Ira masih terdiam, memikirkan kata-kata Rizal."Aku tidak bisa terus seperti ini, Rizal. Aku butuh jawaban, tapi aku juga takut."Rizal tersenyum. "Takut bahwa jawaban itu bukan yang ingin kamu dengar?"Ira menatapnya dengan mata bimbang. "Aku takut, Rizal. Takut kalau pada akhirnya Mas Rey akhirnya memilih mendengarkan ibunya.""Maksudmu?" Rizal bertanya, meskipun ia sudah bisa menebak arah pembicaraan ini.Ira menggigit bibirnya, menunduk. "Ibunya selalu ingin dia bersama wanita yang bisa memberinya anak. Aku ... aku tidak tahu apakah Mas Rey cukup kuat untuk melawan keinginan ibunya."Rizal mengangguk pelan. "Dan kamu takut dia menyerah dan memilih wanita lain?"Ira mengangguk. "Aku takut dia memilih Erica. Dia pintar, datang dari keluarga sukses, dan sekarang bahkan membantu Mas Rey di bisnisnya. Itu seperti pasangan sempurna di mata ibunya."Rizal menarik napas panjang, mencoba memilih kata-kata yang tepat. "Ira, kamu tahu bahwa kebahagiaan sebuah pernikahan tidak hanya be

  • Istri Baru untuk Suamiku    Bab 42

    Bab 42Ira dan Rizal masih duduk berhadapan di dalam cafe. Percakapan mereka mengalir dengan mudah, membahas banyak hal, mulai dari pekerjaan hingga kenangan masa lalu."Jadi, bagaimana rasanya menjadi penasihat keuangan?" Rizal bertanya sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi.Ira tersenyum tipis, menatap cangkir kopinya sebelum akhirnya menjawab. "Awalnya, aku tidak pernah berpikir akan sampai di titik ini. Dulu, aku hanyalah seorang manajer keuangan di perusahaan tempat aku dan Mas Rey bekerja."Rizal mengangkat alis, tertarik. "Oh? Jadi kamu dan Rey dulu satu kantor?"Ira mengangguk. "Iya. Aku dulu adalah atasan suamiku. Dia masih seorang staf keuangan waktu itu, dan aku yang membimbingnya dalam banyak hal. Aku ingat betul betapa keras kepalanya saat itu."Rizal terkekeh. "Jadi sejak awal kamu sudah terbiasa menghadapi sifat keras kepala Rey?"Ira tertawa kecil. "Bisa dibilang begitu. Tapi justru karena itulah kami semakin dekat. Aku melihat bagaimana dia berusaha membuktikan diriny

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status