Illegitimate Child

Illegitimate Child

last updateLast Updated : 2022-10-11
By:  PuziyuuriCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
4 ratings. 4 reviews
103Chapters
5.1Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Sejak kecil Surtini diserahkan oleh ibunya kepada istri sah sang ayah. Sebagai anak hasil perselingkuhan, berbagai macam hinaan menjadi makanan sehari-hari. Namun, dia bertahan karena Rukmini, si ibu tiri bersikap baik. Meskipun begitu Hastuti, kakak tiri sangat membencinya. Suatu hari, keluarga mereka dihadapkan kepada pilihan sulit. Keluarga Hartono, keluarga konglomerat yang meminta ganti rugi karena kecurangan sang ayah membawa lari uang perusahaan. Rukmini harus merelakan anak gadisnya untuk melayani Eka, anak tidak sah yang baru masuk Keluarga Hartono. Keluarga ini dikenal penuh kemelut dan kejam. Hastuti jelas menolak dan memaksa Surtini yang masih belia untuk menggantikan. Surtini pun memulai kehidupan sebagai pelayan dari nona muda yang selalu diremehkan. Mampukah dia bertahan di tengah kemelut Keluarga Hartono? Terlebih, ketika cinta bersemi di hati kepada sosok yang sulit tergapai.

View More

Chapter 1

Bagian 1: Ibu

Apa yang kau pikir ketika mendengar kata ibu? Seseorang yang mengandung dan melahirkanmu atau sosok tegar yang tetap membesarkanmu dengan kasih sayang meski hati tertoreh luka.

~~~

Gadis kecil itu terseok-seok. Beberapa kali kaki mungilnya tersandung dan hampir tersungkur. Namun, wanita bergaun hitam yang tengah menarik kasar tangannya seolah tak peduli, tetap berjalan dengan cepat. Bibir berlipstik merah darah tak sedikit pun menyungingkan senyum, membuat si gadis kecil memasang wajah muram.

Surtini, begitulah nama yang diberikan wanita bergaun hitam untuk si gadis berusia 5 tahun. Nama itu diberikan dengan asal setelah mendengar berita korban pembunuhan di televisi. Tega, kejam, mungkin kata-kata itu pantas disematkan kepadanya. Namun, dia tak peduli. Anak semata wayangnya itu memang tak pernah diharapkan.

"Bu ... pelan-pelan jalannya," lirih Surtini. Dia melirik takut-takut. Bukan sekali dua kali, tubuh mungilnya dihantam dengan ikat pinggang.

Wanita bergaun hitam tak menyahut, hanya netra indahnya yang melirik tajam. Surtini seketika mengkerut dan tak berani lagi bertanya. Dia pun pasrah mengikuti ke mana saja sang ibu melangkah.

Surtini diam-diam mengembuskan napas lega begitu langkah kaki ibunya terhenti. Kini, mereka berdiri di depan rumah mungil bercat abu-abu. Wanita bergaun hitam mengetuk pintu dengan kasar. Untunglah, keadaan sekitar tampak sepi, sehingga mereka tidak menjadi pusat perhatian.

"Tunggu sebentar!" Terdengar sahutan dari dalam rumah.

Surtini merasakan kehangatan dari suara itu. Meskipun setengah berteriak, nadanya masih lembut sangat berbeda dengan ocehan ibunya. Tak lama kemudian, pintu terbuka. Wanita muda dengan daster bunga-bunga tampak terperanjat. Surtini seketika bersembunyi di balik punggung ibunya. Dia bisa melihat amarah di sorot mata perempuan pemilik rumah.

"Mau apa kamu ke sini! Tidak cukup kamu menghancurkan rumah tangga saya, hah! Mas Beno sudah lama tidak pulang! Percuma kamu cari ke sini!"

Wanita berdaster tampak mengepalkan tangan dengan air mata menuruni pipi. Surtini mencengkeram gaun ibunya. Perasaan gadis kecil itu bercampur aduk. Dia takut, tetapi juga merasa kasihan. Entah kenapa Surtini ingin sekali menyeka air mata wanita berdaster.

"Aku udah enggak perlu si Beno, kok. Aku udah dapat cowok baru. Emangnya kamu, lusuh begini sekali dibuang suami, ya, mana ada lagi yang mau."

"Kamu!"

Rukmini, wanita berdaster bunga-bunga hampir saja mendaratkan tamparan. Namun, dia menurunkan kembali tangan yang terangkat, berusaha keras mengendalikan emosi begitu menyadari ada anak kecil bersembunyi di belakang si perusak rumah tangganya.

"Pergilah! Jangan ganggu hidup kami lagi!"

"Tentu saja, aku juga mana betah lama-lama di sini. Aku cuma mau mengembalikan titipin si Beno."

Rukmini mengerutkan kening. Wanita bergaun hitam menarik tangan putrinya, sehingga si gadis kecil sedikit terseok, lalu terjatuh ke arah Rukmini.

"Ma-maaf, Tante." Suara Surtini terdengar gemetar.

"Dia anaknya Beno. Calon suami aku enggak bisa nerima keberadaan dia. Yah, enggak penting-penting amat juga, jadi ya, mau aku kembaliin aja ke sini."

Belum sempat Rukmini menyahut, wanita bergaun hitam sudah melenggang pergi. Surtini termangu. Gadis kecil itu tampak kebingungan. Hening merayap perlahan membuat suasana menjadi sedikit mencekam.

"Ibuuu ... Ibu ...."

Tangisan Surtini memecahkan keheningan. Dia baru menyadari telah ditinggalkan sang ibu. Gadis kecil itu hanya bisa terisak. Mau mengejar, tetapi ibunya sudah menghilang dari pandangan.

Tubuh mungil itu gemetaran. Tangannya memeluk lutut. Surtini tidak mengerti kenapa sang ibu meninggalkannya di tempat asing, padahal dia sudah berusaha menjadi anak yang baik.

Surtini tidak pernah protes setiap dipukuli. Dia juga tetap tersenyum meskipun selalu diejek anak-anak lain atau bahkan orang dewasa. Gadis kecil itu juga menolak saat ada orang-orang berseragam berjanji akan membawanya ke tempat yang lebih baik.

Tidak! Surtini tidak mau berpisah dengan sang ibu. Dia tidak akan bisa tidur kalau tidak dipeluk. Setiap malam, gadis kecil itu memang selalu meringkuk di dada ibunya, tak peduli bau menyengat kadang membuat perutnya mual. Tetangga-tetangga bilang itu karena ibunya suka mabuk.

"Masuklah!" perintah Rukmini.

Surtini mendongak. Wajah wanita berdaster bunga-bunga itu terlihat dingin, membuatnya sedikit takut. Namun, dia juga bisa melihat sepercik kehangatan di sorot mata Rukmini.

"Ayo masuk!" pinta Rukmini lagi.

Surtini bergeming. Dia tahu Rukmini membenci ibunya, sehingga sedikit takut. Surtini juga masih berharap ibunya tidak benar-benar pergi, hanya meninggalkan sebentar dan akan kembali untuk menjemput. Namun, hujan tiba-tiba turun dengan lebat. Gadis kecil itu seketika menggigil. Rukmini menghela napas berat.

"Masuklah, Nak! Kamu bisa sakit jika terus di luar!" Meskipun masih terdengar seperti perintah, suara wanita itu terdengar lebih lembut.

Surtini mulai goyah. Dia melirik ke dalam rumah takut-takut. Namun, belum sempat buka suara, gadis yang tampak lebih tua darinya tiba-tiba keluar.

"Mak! Kenapa harus disuruh masuk, sih? Biarkan saja anak pelakor ini sakit, kalo perlu mati sekalian!" gerutu gadis itu. Dia adalah Hastuti, putri semata wayang Rukmini.

"Tuti! Jangan ngomong sembarangan kamu! Emak memang sakit hati dengan kelakuan ibu dan bapaknya, tapi dia tidak salah apa-apa!" sergah Rukmini.

Hastuti mendecakkan lidah.

"Terserah Emak deh! Cape aku ngomong sama Emak!" ketusnya sebelum kembali masuk ke rumah sambil menghentakkan kaki.

Rukmini tak memedulikan ocehan putrinya. Dia kembali membujuk Surtini. Sebenarnya, Rukmini bisa saja menyerahkan gadis kecil itu ke panti asuhan atau dinas sosial. Namun, hati nurani seorang ibu terketuk saat melihat dua bola bening Surtini berkaca-kaca.

Rukmini telah memutuskan untuk memelihara Surtini. Meskipun dia tahu wajah mirip pelakor itu pasti akan selalu menoreh luka.

"Ayo masuk, Nak ...."

"Tapi, Ibu ...."

Rukmini menghela napas berat. Dengan tangan sedikit gemetar, dia mengusap kepala Surtini. Rambut sebahu milik gadis kecil itu sedikit basah karena terkena tempias hujan.

"Mulai sekarang, aku adalah ibumu, kamu bisa panggil Emak juga, seperti Mbak Tuti."

"Tapi, Tante ...."

"Sudahlah, ayo masuk. Ibumu tidak akan kembali ke sini."

Setelah berulang kali dibujuk, Surtini mau masuk ke rumah. Baru saja melangkah, tubuh mungilnya ambruk ke dalam pelukan Rukmini. Sebelum tak sadarkan diri, dia bisa merasakan kehangatan yang tidak biasa, juga tercium aroma menenangkan, jauh berbeda dengan bau menyengat ibunya.

Hastuti yang tengah duduk di sofa ruang tamu berdecih.

"Ck! Emak benar-benar deh! Anak pelakor malah dipeluk-peluk! Awas aja kamu, anak pelakor, aku akan pastikan hidupmu menderita!" desisnya tajam.

***

Surtini menyibak tirai jendela. Sinar mentari terasa hangat menyirami tubuh bongsornya. Ya, dia memang memiliki tinggi badan di atas rata-rata. Meskipun baru berusia 12 tahun, Surtini sudah terlihat seperti remaja 17 tahunan. Kadang, Hastuti yang kelas 3 SMA malah dikira adiknya karena bertubuh lebih mungil.

"Tanah airku tidak kulupakan. Kan terkenang selama hidupku. Biarpun saya pergi jauh. Tidak kan hilang dari kalbu. Tanahku yang kucintai. Engkau kuhargai."

Lagu nasional ciptaan Ibu Soed itu terus terlantun dari bibir Surtini. Besok, dia memang akan ada ujian praktik pelajaran kesenian. Oleh karena itu, Surtini mencoba latihan sambil mengerjakan tugas rumah tangga.Setelah seluruh tirai sudah dibuka, Surtini mengambil sapu dan mulai menyingkirkan debu-debu di lantai.

Sementara itu, Rukmini tengah sibuk di dapur, membuat kue-kue yang akan dititipkan di warung-warung. Sejak sang suami menghilang usai digondol pelakor, begitulah caranya mencukupi kebutuhan rumah tangga.

Waktu berlalu dengan cepat, Surtini sudah menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Dia segera mandi karena akan mengantarkan kue-kue sang ibu tiri ke warung-warung. Rukmini juga telah usai menata aneka kue dalam keranjang. Saat itulah, Hastuti keluar dari kamar sambil mengucek mata.

"Ya ampun, Tuti! Kok, baru bangun? Ini sudah jam berapa? Kamu ini libur itu, ya, bantu Emak," omel Rukmini hampir tanpa jeda.

"Kan, sudah ada si anak pelakor, Mak."

"Berhenti memanggil dia anak pelakor, Tuti!"

Hastuti berdecih. Dia tak mengindahkan omelan ibunya dan pergi ke kamar mandi. Hastuti mendelik tajam saat berpapasan dengan Surtini yang tengah mengeringkan rambut. Untunglah, dia sedang tak berselera mengganggu sang adik dan langsung masuk kamar mandi.

"Kuenya udah siap, Mak?" tanya Surtini ketika berada di dapur.

"Iya. Tapi, kamu sarapan dulu."

"Iya, Mak."

Surtini mencomot pisang goreng hangat dan melahapnya dengan semangat. Dia mengacungkan jempol.

"Pisang goreng buatan Emak paling enak sedunia."

"Surti, Surti, seperti pernah makan pisang goreng dari seluruh dunia saja kamu ini."

Surtini menyengir lebar. Tak lama kemudian, dia telah selesai sarapan. Setelah mencium tangan Rukmini, gadis itu langsung tancap gas sembari membawa keranjang kue.

"Terima kasih, Bu!" seru Surtini riang setiap kali selesai menitipkan kue.

Sebenarnya, dia hanya berusaha ceria. Hatinya malah lebih sering terluka. Ibu-ibu yang berkumpul di warung selalu melakukan hal sama setiap kedatangan gadis itu, berbisik-bisik dengan suara cukup keras.

"Kesian Bu Rukmini harus melihara anak haram suaminya sama pelakor."

"Kalau aku, sudah kukasih ke panti asuhan. Amit-amit melihara anak pelakor!"

"Tapi, lumayan juga lho tenaganya bisa dipakai ha ha ha."

"Iya juga, ya, ha ha ha."

Surtini mengepalkan tangan dan pergi secepat mungkin dari sana. Untunglah, warung itu adalah warung terakhir. Dia tinggal pulang saja ke rumah. Namun, baru saja berjalan sepuluh langkah, Surtini melihat Karta, salah seorang tetangganya sedang menggandeng anak kecil yang tampak asing.

"Lho, adik kecil itu mau dibawa ke mana sama Pak Karta?"

Surtini mengelus dagu. Awalnya, dia ingin bersikap masa bodoh. Namun, hatinya tidak bisa tenang. Surtini pun memutuskan untuk mengikuti secara diam-diam. Ternyata, Karta membawa si gadis kecil ke dalam gudang tua.

"Kok perasaanku jadi enggak enak, nih," gumam Surtini.

"Huaaa! Lepas! Tolong! Paman, lepaskan saya!"

Teriakan dari dalam gudang membuat Surtini menelan ludah. Dia terjebak dilema, haruskah pergi seolah tak tahu apa pun atau menolong dengan resiko berurusan dengan Karta? Surtini mengigiti ujung jari.

***

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
D6ta
ceritanya bagus bangetttt ......
2023-10-05 12:41:23
1
user avatar
Yamakun
Semangat Kak....
2023-03-03 13:18:32
1
user avatar
IyoniAe
wah, ada lagi...... semangat kak
2022-09-19 18:16:09
1
user avatar
Saepul Anwar kaya
melebihi ekspetasi
2022-04-03 05:14:31
1
103 Chapters
Bagian 1: Ibu
Apa yang kau pikir ketika mendengar kata ibu? Seseorang yang mengandung dan melahirkanmu atau sosok tegar yang tetap membesarkanmu dengan kasih sayang meski hati tertoreh luka.~~~Gadis kecil itu terseok-seok. Beberapa kali kaki mungilnya tersandung dan hampir tersungkur. Namun, wanita bergaun hitam yang tengah menarik kasar tangannya seolah tak peduli, tetap berjalan dengan cepat. Bibir berlipstik merah darah tak sedikit pun menyungingkan senyum, membuat si gadis kecil memasang wajah muram.Surtini, begitulah nama yang diberikan wanita bergaun hitam untuk si gadis berusia 5 tahun. Nama itu diberikan dengan asal setelah mendengar berita korban pembunuhan di televisi. Tega, kejam, mungkin kata-kata itu pantas disematkan kepadanya. Namun, dia tak peduli. Anak semata wayangnya itu memang tak pernah diharapkan."Bu ... pelan-pelan jalannya," lirih Surtini. Dia melirik takut-takut. Bukan sekali dua kali, tubuh mungilnya dihantam dengan ikat
last updateLast Updated : 2022-01-01
Read more
Bagian 2: Penghakiman
"Aduh, bagaimana kalau Pak Karta berbuat jahat sama anak itu?" Surtini semakin resah. Berurusan dengan rentenir culas macam Karta hanya akan meninggalkan banyak masalah. Bukan hanya dia, Rukmini dan Hastuti bisa saja ikut terseret. Gadis itu pun mondar-mandir tak jauh dari gudang. "Paman jahat! Tolong!" Jeritan anak kecil dari dalam gudang semakin memilukan. "Argggh! Aku tidak bisa membiarkan ini!"  Surtini meletakkan keranjang kue di  tanah. Dia bergegas menuju gudang. Sialnya, pintu gudang itu dikunci dari dalam. "Tolong! Tolong! Huaaaa! Lepaskan aku, Paman Jahat!" Suara anak kecil di dalam gudang terdengar semakin memprihatinkan. 
last updateLast Updated : 2022-01-02
Read more
Bagian 3: Hukuman
"Kakak itu tidak bersalah!" Jeritan melengking seketika menghentikan keributan. Warga yang tadi berdesakan hendak menghakimi Surtini refleks menepi. Mereka kompak menoleh ke asal suara. Ada empat orang berdiri di sana, dua orang dewasa, seorang remaja, dan gadis kecil yang hampir menjadi korban Karta. "Itu orangnya, Ma, Pa! Itu dia orangnya, paman jahat yang mau buka-buka baju aku!" adu si gadis kecil, sambil menunjuk Karta. Mata bundarnya melotot, seakan-akan bisa keluar dari tempatnya. Warga saling berpandangan, lalu berbisik-bisik. Mereka mulai meragukan kebenaran ucapan Karta. Surtini yang tadi dicengkeram bersama-sama tak sengaja terlepas. Rukmini tak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Dia cepat mengamankan putrinya. "Penjarakan pam
last updateLast Updated : 2022-01-03
Read more
Bagian 4: Tawaran
"Sebelumnya, maaf dulu, saya tidak bermaksud menyinggung ...." Aris tak melanjutkan ucapannya, malah mengetuk-ngetuk meja dengan ujung jari, membuat Rukmini mengerutkan kening. "Iya, Pak? Jadi, apa yang ingin di sampaikan?" "Begini, saya dan istri sudah sepakat ingin memberikan tawaran untuk Surtini." Aris mengatur napas sejenak. Amira mencolek lengannya karena tidak sabaran dengan tingkah sang suami yang memang suka tidak enakan. Rukmini menatap suami istri itu dengan perasaan serba salah, ingin bertanya tetapi takut dianggap tidak
last updateLast Updated : 2022-01-04
Read more
Bagian 5: Keraguan
"Kakak Peri! Kakak Peri! Coba liat, sekarang Reina jadi tuan putri!" Seruan Reina membuat Surtini gelagapan. Namun, dia cepat-cepat tersenyum hangat, tak ingin gadis kecil itu khawatir. Surtini mencubit pelan ujung hidung Reina."Ada apa, Anak Manis?""Ini lho, Kak, mahkota bunga buatan Kak Bagus, cantik banget, bikin aku jadi kayak putri-putri Disny gitu," celoteh Reina sambil berputar-putar, membuat roknya mengembang ala-ala tuan putri.Meskipun sedikit cemburu, Surtini tak ingin rasa itu meracuni hati. Dia menyengir lebar sembari mengacungkan jempol."Iya, Reina jadi cantiiik sekaliii, seperti Putri Salju yang ada dalam dongeng," komentarnya.Surtini memang menjadi teringat Dongeng Putri Salju saat melihat Reina. Rambut berkucir kuda yang hitam pekat seperti kayu eboni, kulit putih cerah, juga bibir mungil kemerahan milik si gadis kecil cocok sekali dengan deskripsi sang putri. Seandainya, ada live action dongeng tersebut versi Indo
last updateLast Updated : 2022-01-06
Read more
Bagian 6: Keputusan
Ruang tamu rumah Rukmini kembali dipenuhi gelak tawa anak-anak. Reina terus berceloteh riang. Berkali-kali dia mengungkapkan keinginannya agar Surtini mau tinggal bersama keluarga mereka. Sementara Rehan hanya melirik diam-diam dengan sorot mata penuh harap. Keluarga Pratama memang datang lagi seminggu dari kedatangan yang pertama untuk mendengar keputusan Surtini atas tawaran mereka.Aris berdeham, lalu kembali berbicara, "Jadi, bagaimana, Nak? Kamu mau menerima tawaran kami?"Surtini tampak menelan ludah. Dia terdiam dalam waktu yang cukup lama sebelum bersuara. "Tawaran Om dan Tante adalah kesempatan besar bagi saya, tapi ...," Surtini menunduk dalam sebelum melanjutkan, " maaf, Om, Tante, saya tidak bisa menerima." Semua yang ada di ruang tamu tampak terperanjat. Rukmini sendiri bahkan menatap anak tirinya dengan sorot mata tak percaya. Selama seminggu sejak mendapat tawaran bantuan dari Keluarga Pratama, Surtini memang tidak pernah membic
last updateLast Updated : 2022-01-08
Read more
Bagian 7: Tentang Kejujuran
Mata Surtini berbinar. Usahanya belajar dengan rajin membuahkan hasil. Soal-soal di kertas ujian sesuai dengan materi yang telah dipelajari. "Berkat doa Emak ini," gumamnya dalam hati.Sebelum mengerjakan soal ujian, Surtini berdoa lebih dulu. Tak lama kemudian, dia pun menyelesaikan soal-soal dengan penuh semangat. Berbeda dengan murid-murid lain yang resah dan gelisah, gadis itu sama sekali tidak mengalami kesulitan.Waktu berlalu dengan cepat. Satu per satu soal ujian telah dijawab Surtini. Saat sedikit lupa materi, dia mengetuk-ngetukkan pulpen di kening untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari. Kini, gadis itu telah sampai pada soal terakhir."Hmm ... ini ada di bab 6 kalo enggak salah ... jawabannya antara A dan B hmm ...." Surtini menggigiti ujung pulpen. "Ah, iya aku tau!"Surtini hendak menuliskan jawaban. Namun, punggungnya tiba-tiba dicolek. Dia seketika menghela napas berat. Murid yang duduk di belakang
last updateLast Updated : 2022-01-09
Read more
Bagian 8: Pertolongan
Bu Nina sudah siap merobek lembar jawaban Surtini. Namun, gerakannya terhenti saat pria tua berkacamata tiba-tiba masuk ke kelas, Pak Gunawan, kepala sekolah. Beliau tampak terheran-heran dengan kondisi kelas yang tidak biasa."Ada apa ini, Bu Nina? Surtini, kenapa duduk di lantai?" Mendengar suara bersahaja Pak Gunawan, Surtini merasakan secercah harapan. Dia mendapatkan kekuatan untuk berdiri lagi. Andini diam-diam menghela napas lega. Sementara Ira dan Ria duduk dengan gelisah. Namun, Bu Nina masih jemawa."Maaf, Pak, ini karena Surtini membuat masalah. Dia mau menyontek jawaban Andini. Jadi, saya akan menyobek lembar jawabannya."Pak Gunawan mengerutkan kening. Meskipun sejak menjadi kepala sekolah sudah tidak mengajar, tetapi beliau lumayan dekat dengan murid-murid. Pria tua itu tahu betul reputasi Surtini, siswi berprestasi yang berbakti, jujur, dan suka menolong. Dia tentu tak mungkin melakukan kecurangan seperti menyontek."Sabar dulu
last updateLast Updated : 2022-01-11
Read more
Bagian 9: Kecemasan Surtini
"Argggh!"Erangan menyayat membuat Rukmini yang tengah mengaduk-aduk adonan bakwan tersentak. Gerakan tangannya terhenti sejenak. Dia mengerutkan kening, juga menajamkan pendengaran."Argggh! Ugh! Saya mohon Anda harus lari! Lari!"Kebingungan Rukmini berubah menjadi kecemasan. Dia bisa mengenali jelas suara yang tengah menjerit-jerit itu, Surtini. Rukmini melepaskan sendok pengaduk adonan bakwa, lalu mengelap tangan dengan cepat."Argggh! Lari!" Teriakan Surtini kembali terdengar.Rukmini bergegas menuju kamar. Pintu hampir saja dibantingnya. Kecemasan semakin bertambah saat melihat Surtini bergerak-gerak gelisah di kasur dengan daster basah oleh keringat. Gadis itu tampak memegangi perut sambil terus mengerang."Ya ampun, Surti! Kamu kenapa, Nak! Nyebut, Surti! Nyebut!" jerit Rukmini panik.Dia duduk di tepian tempat tidur sembari terus memanggil Surtini. Namun, gadis itu tidak juga membuka mata, malah mengerang lebih keras. Napasny
last updateLast Updated : 2022-01-16
Read more
Bagian 10: Ancaman
"Sur? Surti?"Bagus menepuk-nepuk pundak Surtini. Namun, gadis itu tak menyahut. Dia asyik menggigiti sendok es krim."Surti!" panggil Bagus dengan suara lebih keras.Surtini tersentak. Dia refleks melemparkan cup es krim dan mendarat tepat di wajah Bagus. Bukannya minta maaf, gadis itu malah mendelik."Kena karma, kan, kamu. Suka ngagetin sih," omelnya.Untunglah, Bagus bukan teman yang mudah emosian. Dia malah terkekeh sambil membersihkan wajah dari lelehan es krim."Bukannya ngagetin, Sur. Kamunya yang suka ngelamun. Hati-hati loh, entar kesambet lagi, kita semua repot.""Bukan ngelamun, aku tuh lagi cemas, Gus, takut nilaiku jelek. Aku enggak mau bikin Emak malu." Surtini memilin-milin ujung rok merahnya. Bagus lagi-lagi terkekeh. Gadis itu memajukan bibirnya."Kalo yang rajin kayak kamu nilainya jelek, aku pasti merah semua."Surtini mencubit lengan Bagus dengan sadis. Anak laki-laki itu hanya bisa meri
last updateLast Updated : 2022-01-17
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status