Home / Romansa / Illegitimate Child / Bagian 2: Penghakiman

Share

Bagian 2: Penghakiman

Author: Puziyuuri
last update Last Updated: 2022-01-02 21:56:53

"Aduh, bagaimana kalau Pak Karta berbuat jahat sama anak itu?"

 

Surtini semakin resah. Berurusan dengan rentenir culas macam Karta hanya akan meninggalkan banyak masalah. Bukan hanya dia, Rukmini dan Hastuti bisa saja ikut terseret. Gadis itu pun mondar-mandir tak jauh dari gudang.

 

"Paman jahat! Tolong!" Jeritan anak kecil dari dalam gudang semakin memilukan.

 

"Argggh! Aku tidak bisa membiarkan ini!" 

 

Surtini meletakkan keranjang kue di  tanah. Dia bergegas menuju gudang. Sialnya, pintu gudang itu dikunci dari dalam.

 

"Tolong! Tolong! Huaaaa! Lepaskan aku, Paman Jahat!" Suara anak kecil di dalam gudang terdengar semakin memprihatinkan.

 

Surtini menghela napas berat. Dia segera memasang kuda-kuda. Satu tendangan belum berhasil menjebol pintu yang sudah mulai rapuh. Dia kembali mencoba berulang kali, hingga pintu ambruk pada tendangan kedua belas.

 

Seperti dugaan Surtini, Karta memang tengah memeluk gadis kecil yang gemetar ketakutan. Wajah lelaki paruh baya itu terlihat buas, layaknya harimau hendak menerkam mangsa. Surtini mengumpulkan keberanian, lalu menghadiahkan tendangan kuat pada si rentenir. Tubuh tambun lelaki itu pun terguling dan terhenti ketika membentur dinding.

 

Tangisan gadis kecil yang baru terlepas dari cengkeraman Karta memenuhi udara. Dia tampaknya masih ketakutan. Surtini memeluknya, mencoba menenangkan. 

 

"Ssstt ... ada Mbak di sini, tenanglah, Adik Manis ...."

 

"SURTINI!"

 

Namun, bahaya masih mengincar mereka. Karta bangkit sambil menyeka darah di sudut bibir. Surtini langsung pasang badan di depan si gadis kecil.

 

"Mbak hitung sampai tiga, habis itu kamu lari secepat mungkin, cari bantuan," bisiknya.

 

Gadis kecil mengangguk takut-takut. Surtini memasang kuda-kuda bersiap menghadapi serangan Karta. Dia mulai berhitung.

 

"Satu ... dua ... tiga! Lari!"

 

Bertepatan dengan serangan Karta ke arah Surtini, gadis kecil itu berhasil melarikan diri. Sementara Surtini menahan gerakan rentenir yang berbau alkohol. Untunglah, dia memang mempelajari ilmu silat, sehingga cukup imbang ketika berhadapan dengan Karta.

 

Buuuk! 

 

Karta melempar tubuh Surtini. Tenaga lelaki tinggi besar tentu tak sebanding dengan gadis beranjak remaja. Namun, Surtini tak ingin menyerah. Dia bangkit dengan segera. Guru silatnya mengajarkan bahwa meskipun kekuatan lawan lebih besar, jika menggunakan teknik tepat pasti akan bisa dirobohkan juga.

 

"Sial*n kau, Surti!"

 

Karta mulai mengumpat. Namun, kekesalannya tak bertahan lama. Dia mendadak menyeringai. Matanya menelisik tubuh sintal Surtini dengan buas.

 

"Sepertinya, kamu harus menggantikan mangsaku tadi, Surti, malah lebih bagus begini," desis Karta sambil menjilati bibir.

 

Surtini tersenyum miring.

 

"Tidak akan semudah itu, Paman. Langkahi dulu mayatku!"

 

Karta menggeram. Dia merangsek maju. Surtini kini lebih tenang, sehingga celah dari serangan Karta terlihat jelas. Dia pun bisa menghindar dengan mudah.

 

Brakk!

 

Serangan Karta meleset. Bukannya menyergap Surtini, dia malah menyeruduk dinding gudang, membuat lubang seukuran kepala. Saat rentenir kejam itu berbalik, Surtini tak kuasa menahan tawa melihat benjolan sebesar telur puyuh menghiasi kening Karta.

 

"Walah, Paman punya tanduk sekarang!" ejeknya.

 

"Surti! Awas kamu!" bentak Karta.

 

Dengkusan kasar terembus dari lubang hidungnya. Karta kembali menyerang, tak peduli pada tubuhnya yang sempoyongan. Pengaruh alkohol tentu menganggu keseimbangan. Surtini jelas berada di atas angin.

 

Krak!

 

"Argggh!"

 

Karta meraung. Surtini memelintir tangannya ke belakang. Setelah gagal menyerang sebanyak dua puluh kali, tenaga Karta hampir terkuras habis. Dia ambruk sendiri dan memudahkan Surtini untuk meringkusnya.

 

"Tolong! Tolong!"

 

Karta yang terdesak terpaksa berteriak-teriak. Surtini tak menghiraukannya. Dia malah memelintir tangan gempal itu lebih kuat, bermaksud memberikan efek jera.

 

Namun, keberuntungan berpihak kepada Karta. Teriakannya membuahkan hasil. Satu per satu warga berdatangan menyaksikan kejadian unik tersebut, seorang lelaki gempal dipelintir oleh remaja tanggung.

 

"Ada apa ini? Kamu apakan suamiku, anak haram?" Jeritan histeris membuat kerumunan warga menepi, memberi jalan. Seorang wanita bertubuh tambun mendekat. Dialah Sumi, istri Karta.

 

Surtini mencoba menjelaskan. "Saya hanya memberi pelajaran karena Pak Karta mau memper-"

 

"Dia mau merayuku, Sayang! Aku menolak, malah dipukuli," potong Karta.

 

Surtini mendelik tajam. Dia refleks memelintir tangan Karta dengan lebih kuat. Sialnya, hal tersebut malah dimanfaatkan Karta. Lelaki itu meringis dan memasang raut muka paling memelas seolah menjadi korban kekejaman Surtini.

 

Jika berpikir logis, kata-kata Karta tentu tidak masuk akal. Namun, ibu-ibu terutama istri Karta sudah terlanjur termakan stigma negatif tentang ibu kandung Surtini. Pepatah buah tak jauh dari pohonnya seolah tersemat dengan kuat. Mereka sering kali menaruh curiga dan merasakan kecemburuan tak berdasar terhadap Surtini.

 

"Kurang ajar kamu, Surtini!" bentak Sumi.

 

Dia merangsek maju, lalu menjambak rambut Surtini dengan ganas. Pelintiran di tangan Karta terlepas. Lelaki itu diam-diam menyeringai, tetapi cepat mengubah raut wajahnya agar terlihat memelas lagi.

 

"Aduh! Aduh, Bu Sumi! Saya tidak salah! Saya tidak merayu Pak Karta!" keluh Surtini.

"Eh, pelakor! Mana ada maling ngaku! Kamu itu pasti tidak ada bedanya sama ibu kamu yang lont* itu!"

 

"Saya tidak salah! Pak Karta yang mau melecehkan saya!"

 

"Halah! Mana mungkin suamiku mau sama anak bau kencur seperti kamu! Dasar jelek!"

 

Surtini mengepalkan tangan. Dia terpaksa menginjak kaki Sumi. Wanita itu menjerit kesakitan, sehingga jambakannya terlepas.

 

Namun, belum sempat Surtini melarikan diri, ibu-ibu lain sudah menghadangnya. Mereka memegangi gadis itu. Dia mencoba meronta, tetapi hanya berakhir sia-sia. Ilmu silatnya entah kenapa menjadi tak berguna di hadapan para wanita yang dikuasai api cemburu.

 

"Kita arak telanja*ng saja lont* ini!" seru Sumi.

 

"Setuju!"

 

"Biar tau rasa dia!"

 

"Lepaskan saya! Saya tidak salah!" Surtini masih mencoba membela diri.

 

"Diam kamu!" bentak Sumi.

 

"Arak!"

 

"Arak!"

 

"Arak!"

 

Salah seorang wanita sudah hampir menarik kemeja yang dikenakan Surtini.

 

"Tunggu! Tunggu! Ada apa ini?"

 

Suara bersahaja menghentikan keributan sejenak. Seorang lelaki tua mendekat. Pemilik wajah ramah itu adalah ketua RT. Dia mencoba menengahi masalah yang tengah terjadi.

 

"Sabar dulu, Ibu-ibu. Ada apa ini sebenarnya?"

 

"Ini Pak RT, si anak haram mau merayu suamiku!" adu Sumi menggebu-gebu. "Mau kami arak telanj*ng keliling kampung!" tambahnya lagi. Dia pun menceritakan apa yang terjadi. Karta bahkan ikut menimpali cerita istrinya.

 

"Jangan main hakim sendiri begini, Bu! Lagi pula itu, kan, kata-kata Pak Karta, belum terbukti kebenarannya."

 

"Oh jadi maksud Bapak suamiku bohong? Bapak lebih percaya omongan anak lont* ini!"

 

Sumi menunjuk-nunjuk wajah Surtini. Pak RT menghela napas berat. Lelaki itu adalah sosok yang bijak. Dia tentu bisa berpikir jernih siapa yang patut dipercaya, seorang rentenir tukang main perempuan atau remaja yang sangat santun dan berbakti kepada orang tua.

 

"Saya tidak mau menghakimi seseorang tanpa bukti dan saksi yang jelas."

 

Pak RT hendak berbicara lagi, tetapi Sumi malah mengompori kaum ibu. Mereka pun terbakar amarah, menuntut Surtini agar segera dihukum. Suasana semakin panas. Pak RT mengacak-acak rambutnya yang sudah menipis.

 

Keadaan bertambah kacau ketika Rukmini tiba di lokasi. "Ada apa ini? Kalian apakan anakku!" jeritnya histeris.

 

"Diam saja kamu, Bu Rukmini! Seharusnya, kamu merasa bersyukur, duri dalam keluarga kamu ini akan kami hukum!" geram Sumi.

 

Rukmini menarik Surtini ke dalam pelukannya.

 

"Tidak ada yang boleh menyentuh putriku!"

 

"Serahkan dia pada kami, Bu Rukmini!"

 

"Tidak!"

 

Rukmini berusaha melindungi putrinya. Sementara para warga mencoba merebut Surtini, sehingga terjadilah tarik-menarik. Suara-suara bernada tinggi juga bersahutan. Pak RT menggaruk-garuk kepala sampai-sampai beberapa helai rambut tipisnya tercabut.

 

Sialnya, Surtini malah terlepas dari pelukan Rukmini. Sumi yang tengah dikuasai nafsu amarah berhasil mencengkeramnya. Gadis malang itu kini berada dalam lautan amarah ibu-ibu yang tengah kesetanan.

 

Sraat!

 

Lengan baju Surtini sobek. Hanya menunggu waktu, pakaiannya akan menjadi korban keegoisan warga. Karta dan beberapa pria hidung belang menyeringai, seperti tak sabar hendak menikmati kemolekan tubuh gadis itu. Pak RT kembali berusaha mengendalikan keadaan, tetapi malah terdorong ke samping, hingga tersungkur di tanah berbatu. Rukmini hanya bisa menjerit-jerit histeris.

 

"Lepaskan putriku! Dia tidak mungkin bersalah!"

 

Surtini memejamkan mata dengan buliran bening menuruni pipi, "Ya Tuhan, tolong aku ...," lirih bibirnya melangitkan doa.

 

***

 

Related chapters

  • Illegitimate Child   Bagian 3: Hukuman

    "Kakak itu tidak bersalah!" Jeritan melengking seketika menghentikan keributan.Warga yang tadi berdesakan hendak menghakimi Surtini refleks menepi. Mereka kompak menoleh ke asal suara. Ada empat orang berdiri di sana, dua orang dewasa, seorang remaja, dan gadis kecil yang hampir menjadi korban Karta."Itu orangnya, Ma, Pa! Itu dia orangnya, paman jahat yang mau buka-buka baju aku!" adu si gadis kecil, sambil menunjuk Karta. Mata bundarnya melotot, seakan-akan bisa keluar dari tempatnya.Warga saling berpandangan, lalu berbisik-bisik. Mereka mulai meragukan kebenaran ucapan Karta. Surtini yang tadi dicengkeram bersama-sama tak sengaja terlepas. Rukmini tak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Dia cepat mengamankan putrinya."Penjarakan pam

    Last Updated : 2022-01-03
  • Illegitimate Child   Bagian 4: Tawaran

    "Sebelumnya, maaf dulu, saya tidak bermaksud menyinggung ...." Aris tak melanjutkan ucapannya, malah mengetuk-ngetuk meja dengan ujung jari, membuat Rukmini mengerutkan kening."Iya, Pak? Jadi, apa yang ingin di sampaikan?""Begini, saya dan istri sudah sepakat ingin memberikan tawaran untuk Surtini."Aris mengatur napas sejenak. Amira mencolek lengannya karena tidak sabaran dengan tingkah sang suami yang memang suka tidak enakan. Rukmini menatap suami istri itu dengan perasaan serba salah, ingin bertanya tetapi takut dianggap tidak

    Last Updated : 2022-01-04
  • Illegitimate Child   Bagian 5: Keraguan

    "Kakak Peri! Kakak Peri! Coba liat, sekarang Reina jadi tuan putri!"Seruan Reina membuat Surtini gelagapan. Namun, dia cepat-cepat tersenyum hangat, tak ingin gadis kecil itu khawatir. Surtini mencubit pelan ujung hidung Reina."Ada apa, Anak Manis?""Ini lho, Kak, mahkota bunga buatan Kak Bagus, cantik banget, bikin aku jadi kayak putri-putri Disny gitu," celoteh Reina sambil berputar-putar, membuat roknya mengembang ala-ala tuan putri.Meskipun sedikit cemburu, Surtini tak ingin rasa itu meracuni hati. Dia menyengir lebar sembari mengacungkan jempol."Iya, Reina jadi cantiiik sekaliii, seperti Putri Salju yang ada dalam dongeng," komentarnya.Surtini memang menjadi teringat Dongeng Putri Salju saat melihat Reina. Rambut berkucir kuda yang hitam pekat seperti kayu eboni, kulit putih cerah, juga bibir mungil kemerahan milik si gadis kecil cocok sekali dengan deskripsi sang putri. Seandainya, ada live action dongeng tersebut versi Indo

    Last Updated : 2022-01-06
  • Illegitimate Child   Bagian 6: Keputusan

    Ruang tamu rumah Rukmini kembali dipenuhi gelak tawa anak-anak. Reina terus berceloteh riang. Berkali-kali dia mengungkapkan keinginannya agar Surtini mau tinggal bersama keluarga mereka. Sementara Rehan hanya melirik diam-diam dengan sorot mata penuh harap. Keluarga Pratama memang datang lagi seminggu dari kedatangan yang pertama untuk mendengar keputusan Surtini atas tawaran mereka.Aris berdeham, lalu kembali berbicara, "Jadi, bagaimana, Nak? Kamu mau menerima tawaran kami?"Surtini tampak menelan ludah. Dia terdiam dalam waktu yang cukup lama sebelum bersuara."Tawaran Om dan Tante adalah kesempatan besar bagi saya, tapi ...," Surtini menunduk dalam sebelum melanjutkan, " maaf, Om, Tante, saya tidak bisa menerima."Semua yang ada di ruang tamu tampak terperanjat. Rukmini sendiri bahkan menatap anak tirinya dengan sorot mata tak percaya. Selama seminggu sejak mendapat tawaran bantuan dari Keluarga Pratama, Surtini memang tidak pernah membic

    Last Updated : 2022-01-08
  • Illegitimate Child   Bagian 7: Tentang Kejujuran

    Mata Surtini berbinar. Usahanya belajar dengan rajin membuahkan hasil. Soal-soal di kertas ujian sesuai dengan materi yang telah dipelajari."Berkat doa Emak ini," gumamnya dalam hati.Sebelum mengerjakan soal ujian, Surtini berdoa lebih dulu. Tak lama kemudian, dia pun menyelesaikan soal-soal dengan penuh semangat. Berbeda dengan murid-murid lain yang resah dan gelisah, gadis itu sama sekali tidak mengalami kesulitan.Waktu berlalu dengan cepat. Satu per satu soal ujian telah dijawab Surtini. Saat sedikit lupa materi, dia mengetuk-ngetukkan pulpen di kening untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari. Kini, gadis itu telah sampai pada soal terakhir."Hmm ... ini ada di bab 6 kalo enggak salah ... jawabannya antara A dan B hmm ...." Surtini menggigiti ujung pulpen. "Ah, iya aku tau!"Surtini hendak menuliskan jawaban. Namun, punggungnya tiba-tiba dicolek. Dia seketika menghela napas berat.Murid yang duduk di belakang

    Last Updated : 2022-01-09
  • Illegitimate Child   Bagian 8: Pertolongan

    Bu Nina sudah siap merobek lembar jawaban Surtini. Namun, gerakannya terhenti saat pria tua berkacamata tiba-tiba masuk ke kelas, Pak Gunawan, kepala sekolah. Beliau tampak terheran-heran dengan kondisi kelas yang tidak biasa."Ada apa ini, Bu Nina? Surtini, kenapa duduk di lantai?"Mendengar suara bersahaja Pak Gunawan, Surtini merasakan secercah harapan. Dia mendapatkan kekuatan untuk berdiri lagi. Andini diam-diam menghela napas lega. Sementara Ira dan Ria duduk dengan gelisah. Namun, Bu Nina masih jemawa."Maaf, Pak, ini karena Surtini membuat masalah. Dia mau menyontek jawaban Andini. Jadi, saya akan menyobek lembar jawabannya."Pak Gunawan mengerutkan kening. Meskipun sejak menjadi kepala sekolah sudah tidak mengajar, tetapi beliau lumayan dekat dengan murid-murid. Pria tua itu tahu betul reputasi Surtini, siswi berprestasi yang berbakti, jujur, dan suka menolong. Dia tentu tak mungkin melakukan kecurangan seperti menyontek."Sabar dulu

    Last Updated : 2022-01-11
  • Illegitimate Child   Bagian 9: Kecemasan Surtini

    "Argggh!"Erangan menyayat membuat Rukmini yang tengah mengaduk-aduk adonan bakwan tersentak. Gerakan tangannya terhenti sejenak. Dia mengerutkan kening, juga menajamkan pendengaran."Argggh! Ugh! Saya mohon Anda harus lari! Lari!"Kebingungan Rukmini berubah menjadi kecemasan. Dia bisa mengenali jelas suara yang tengah menjerit-jerit itu, Surtini. Rukmini melepaskan sendok pengaduk adonan bakwa, lalu mengelap tangan dengan cepat."Argggh! Lari!" Teriakan Surtini kembali terdengar.Rukmini bergegas menuju kamar. Pintu hampir saja dibantingnya. Kecemasan semakin bertambah saat melihat Surtini bergerak-gerak gelisah di kasur dengan daster basah oleh keringat. Gadis itu tampak memegangi perut sambil terus mengerang."Ya ampun, Surti! Kamu kenapa, Nak! Nyebut, Surti! Nyebut!" jerit Rukmini panik.Dia duduk di tepian tempat tidur sembari terus memanggil Surtini. Namun, gadis itu tidak juga membuka mata, malah mengerang lebih keras. Napasny

    Last Updated : 2022-01-16
  • Illegitimate Child   Bagian 10: Ancaman

    "Sur? Surti?"Bagus menepuk-nepuk pundak Surtini. Namun, gadis itu tak menyahut. Dia asyik menggigiti sendok es krim."Surti!" panggil Bagus dengan suara lebih keras.Surtini tersentak. Dia refleks melemparkan cup es krim dan mendarat tepat di wajah Bagus. Bukannya minta maaf, gadis itu malah mendelik."Kena karma, kan, kamu. Suka ngagetin sih," omelnya.Untunglah, Bagus bukan teman yang mudah emosian. Dia malah terkekeh sambil membersihkan wajah dari lelehan es krim."Bukannya ngagetin, Sur. Kamunya yang suka ngelamun. Hati-hati loh, entar kesambet lagi, kita semua repot.""Bukan ngelamun, aku tuh lagi cemas, Gus, takut nilaiku jelek. Aku enggak mau bikin Emak malu."Surtini memilin-milin ujung rok merahnya. Bagus lagi-lagi terkekeh. Gadis itu memajukan bibirnya."Kalo yang rajin kayak kamu nilainya jelek, aku pasti merah semua."Surtini mencubit lengan Bagus dengan sadis. Anak laki-laki itu hanya bisa meri

    Last Updated : 2022-01-17

Latest chapter

  • Illegitimate Child   Bagian 103: Akhir Cerita Kita (END)

    Untuk Apa lagi kamu ke sini? Hah? Pergi! Pergi!" usir Hastuti dengan mata melotot.Dia begitu emosi. Suaminya sampai kewalahan menyabarkan. Awalnya, mereka hendak mengunjungi Rukmini. Kebetulan, tiba bersamaan dengan kedatangan Eka. Jadilah, Hastuti mengamuk.Keributan itu terdengar sampai ke dalam rumah. Rukmini dan Surtini ke luar rumah dengan tergopoh-gopoh. Melihat gadis yang dicintainya, Eka sempat-sempatnya mengerling nakal. Hastuti langsung berdiri menghalangi.Rukmini menghela napas berat. "Saya mohon pergilah, Nak Eka. Sudah cukup kamu menyakiti putri saya. Tolong jangan ke sini lagi," pintanya.Eka malah mengenggam tangan Rukmini. "Tapi, Ibu ... saya tidak berniat menyakitinya. Saya justru ingin membahagiakannya."Hastuti merangsek maju, melepaskan paksa genggaman tangan Eka. "Dasar gila! Kau pikir kami bodoh! Pulang sana! Pulang!" bentaknya dengan dada turun naik.Dia mendorong Eka dengan kasar. Sebenarnya, dorongan itu tidak terlalu kuat. Namun, Eka memang banyak akalnya d

  • Illegitimate Child   Bagian 102: Pembalasan

    Hanya dalam 6 bulan, Mahardika berhasil mengakuisisi perusahaan utama milik Hartono Group. Seperti perkiraan Eka, ayahnya memang tidak kompeten. Gilang mudah sekali memberikan tanda tangannya, sehingga aset juga bisa diambil alih dengan cepat. Hari ini, Bambang datang ke perusahaan. Namun, tindakannya sudah sangat terlambat. Dia hanya bisa murka kepada sang putra dan menggeram galak ke arah Mahardika yang tersenyum licik. Sementara Eka tentu saja ikut berakting marah."Kenapa Om Dika tega melakukan ini? Padahal, aku percaya Om benar-benar membantu kami!" serunya."Kau itu murid jenius, Eka. Kenapa masalah sepele begini saja malah tertipu?" ejeknya, tentu juga berpura-pura. Mereka justru sudah merencanakan kehancuran Bambang Hartono sejak awal.Brak!Bambang tiba-tiba menggebrak meja. "Puas kau, Mahardika! Ternyata kau sama busuknya dengan ayahmu!" umpatnya.Mahardika tertawa lepas. "Saya sedikit koreksi ucapan Anda, Pak Bambang. Ayah dari Mahardika sama sekali tidak busuk. Tapi, kala

  • Illegitimate Child   Bagian 101: Perangkap

    "Jadi, solusi apa yang kau tawarkan, Eka?""Menjalin kerja sama dengan perusahaan lain yang mumpuni dan mendapat simpati publik. Kita juga bisa menjaminkan beberapa aset," sahut Eka sembari menunjukkan beberapa dokumen.Gilang mengambil dokumen. Dia mengernyitkan kening saat membaca nama perusahaan yang tertulis di kertas. Keraguan menyusup di hati. Perusahaan Keluarga Pratama memang tidak akan menimbulkan masalah. Gilang hanya khawatir Bambang tidak akan menyetujui kerja sama dengan pihak Prasetya. Namun, Eka juga benar. Kedua perusahaan tersebut besar, keuangan stabil, dan mendapat simpati publik karena bersih dari kecurangan dan sering melakukan kegiatan amal. Gilang memijat-mijat keningnya yang mendadak berdenyut."Eka, kakekmu mungkin tidak akan setuju untuk Mahardika Group. Kamu tahu, kan, pendirinya bekas orang kepercayaan Om Danu.""Iya, Pak Gilang. Saya tahu benar perselisihan tak habis-habisnya antara Pak Bambang Hartono dan Pak Langit Prasetya. Tapi, bukankah generasi suda

  • Illegitimate Child   Bagian 100: Titik Balik

    Aula Hotel Blue Sky mulai ramai. Para tamu dari kelas atas saling berbincang. Bisnis atau barang mewah yang menjadi bahan obrolan. Eka tersenyum. Proyek yang telah menyita waktunya sebulan terakhir sukses besar dan pesta hari ini adalah untuk merayakannya.Namun, rasa bangga Eka dengan cepat berubah menjadi kecemasan. Dia tak sengaja melihat sosok familiar di antara para tamu. Gadis yang selama ini dirindu itu tak seharusnya berada di sana. Ya, Surtini tampak sedang sibuk menata kue-kue di meja.Eka memanggil salah seorang staf bagian makanan. "Setahu saya, gadis itu bukan bagian dapur, kenapa ada di sana?" tanyanya sambil menunjuk Surtini."Ah, itu karena Bu Sylvia, Pak. Beliau menambahkan menu kue dari toko kue favoritnya. Gadis itu dari toko kue tersebut," jelas staf."Oh begitu, terima kasih penjelasannya. Kamu bisa kembali bekerja."Staf bagian makanan itu membungkukkan badan, lalu pamit pergi. Eka seketika mendecakkan lidah. Mau seenak apa pun kue di toko Rukmini, mustahil seora

  • Illegitimate Child   Bagian 99: Setia

    Usaha toko kue Rukmini berkembang semakin pesat. Dia bahkan sudah membuka dua cabang. Hastuti sampai mengundurkan diri dari pekerjaannya demi mengelola cabang pertama. Sementara cabang satunya lagi dipegang oleh Surtini. Sudah 3 minggu berlalu sejak hari pembukaan cabang kedua toko kue Rukmini. Pelanggan semakin bertambah setiap harinya. Bahkan, mereka juga sudah menerima pesanan besar beberapa kali. Akibatnya, Surtini menjadi sangat sibuk. Namun, anehnya, dia sering melihat ke jalan raya, sedikit berharap Eka akan tiba-tiba datang. "Ada apa, Mbak Sur?" tegur salah seorang karyawan saat Surtini lagi-lagi tanpa sadar menatap sendu kaca jendela yang menghadap ke jalan raya."Eh, iya, Dek? Apa?""Aku liat dari tadi Mbak Surti liat ke luar terus, kirain ada apaan?"Surtini menyengir lebar. "Aku cuma berharap seseorang datang, tapi kayaknya enggak bakal datang deh."Karyawan itu mengangguk-angguk meskipun masih penasaran. Dia tak mungkin mengorek-ngorek informasi atasan sembarangan. Akhi

  • Illegitimate Child   Bagian 98: Salah Sandera

    Hastuti terlempar menghantam dinding. Surtini menjerit kaget. Tenaga laki-laki dan perempuan secara normal jelas memiliki perbedaan signifikan. Beno tentu bisa dengan mudah membanting putrinya."Mbak Tuti!"Surtini menghambur ke arah Hastuti, mencoba melakukan pertolongan pertama. Namun, baru berhasil menghentikan pendarahan di kening sang kakak, tubuhnya sudah ditarik dengan kasar. Beno mencengkeram kuat lengan Surtini dan menyeretnya paksa."Tunjukan di mana uang yang disimpan Rukmini! Atau kamu akan kujual!" desis Beno tajam di telinga Surtini.Brak!Pintu dibuka paksa dari luar. Lima petugas berseragam merangsek masuk. Beno mengumpat, lalu mencengkeram lengan Surtini dengan lebih kuat. Kuku-kukunya yang panjang dan kehitaman menggores luka di kulit gadis itu."Saudara Beno, menyerahlah! Anda sudah terkepung!" seru salah seorang polisi.Bukannya takut, Beno malah terbahak-bahak. Para polisi mengarahkan moncong senjata, memberikan ancaman. Namun, hal tersebut tidak juga menyurutkan

  • Illegitimate Child   Bagian 97: Keputusan Surtini

    "Aku sangat berterima kasih atas perhatian Mas Rehan, tapi perasaan tidak bisa dipaksakan. Maaf, Mas, aku tidak bisa menerima perasaanmu," tutur Surtini dengan perasaan tak enak hati. Dia tak menyangka perkataan Amira beberapa waktu lalu terbukti kebenarannya. Ternyata, Rehan memang memendam rasa bahkan sejak mereka masih remaja. Menolak cinta pemuda baik tentu menyisakan rasa bersalah dan kecanggungan yang sungguh mencekik. Namun, Surtini juga tidak akan pernah coba-coba dengan perasaan orang lain. Dia tidak mau menerima Rehan dengan masih menyimpan Eka di hati. Hal seperti itu sangat kejam dan tidak adil. Pemuda dengan kualitas sekelas Rehan tak seharusnya menjadi pelarian.Sorot mata Rehan jelas memancarkan kekecewaan, tetapi pemuda itu berusaha tersenyum tegar. "Baiklah, Mas mengerti.”Meskipun menjawab seperti itu, harapan Rehan belum pupus. Dia berpikir Surtini hanya masih terluka. Jika suatu saat gadis itu sudah move on, pasti akan membuka hatinya lagi untuk cinta yang baru.

  • Illegitimate Child   Bagian 96: Menjauh

    Waktu berlalu dengan cepat. Sylvia telah benar-benar masuk ke tim proyek terbaru. Perlahan, dia menjalin keakraban dengan Eka. Taktik yang digunakannya adalah tampil sebagai wanita cerdas dan kreatif. Sylvia berusaha menunjukkan dirinya sudah berubah, tidak akan ada lagi anak manja sombong.Sayangnya, semua itu palsu. Ide-ide brilian yang sering diajukan dan mendapat pujian dari Eka tidak orisinil. Secara rutin, Sylvia berkomunikasi dengan asisten kakeknya yang juga dikenal sebagai jenius.Seperti hari ini, Sylvia kembali datang ke kantor Eka. Dia membawa beberapa dokumen. Surtini sempat melirik sinis, tetapi cepat berpura-pura mengerjakan laporan ketika Eka memberi peringatan lewat isyarat mata."Kalo begini bagaimana, Ka?" tanya Sylvia saat sudah duduk di hadapan Eka. Dia menunjukkan lembar kedua dari dokumen yang dibawanya.Eka membaca isi dokumen. Mata elangnya menelaah setiap baris kalimat. Beberapa kali, dia mengelus dagu. Sylvia mencuri kesempatan untuk memandangi wajah tampan i

  • Illegitimate Child   Bagian 95: Kondisi Memanas

    Ruang wakil direktur Hartono Group terasa mencekam. Dua pria berhadapan dengan topik pembicaraan yang pelik. Eka mengetuk meja dengan ujung pulpennya beberapa kali. Sementara lelaki paruh baya di depannya terus menjelaskan kesalahan-kesalahan yang dilakukan pihak perusahaan mereka, sehingga permasalahan semakin membesar dan dapat menyebabkan proyek harus ditunda atau bahkan dihentikan.“Surti, mana laporan yang kuminta kemarin!” titah Eka dengan wajah dingin.Surtini segera mencarikan laporan yang diminta dan segera menyerahkannya. Eka membuka lembaran dokumen. Mata elangnya tiba-tiba mendelik. Dia mendecakkan lidah."Ini sudah yang ketiga kalinya, Surti! Kenapa mengerjakan ini saja kamu tidak bisa!" bentak Eka sembari menghempaskan dokumen di meja.Sudah seminggu berlalu sejak masalah menimpa proyek yang tengah ditangani Eka. Dia mudah menjadi emosional dan jauh lebih sensitif dibandingkan biasanya. Hampir tak ada karyawan yang lolos dari amukannya. Hari-hari yang lalu, Surtini selal

DMCA.com Protection Status