Beranda / Romansa / Illegitimate Child / Bagian 4: Tawaran

Share

Bagian 4: Tawaran

Penulis: Puziyuuri
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-04 22:04:44

"Sebelumnya, maaf dulu, saya tidak bermaksud menyinggung ...." Aris tak melanjutkan ucapannya, malah mengetuk-ngetuk meja dengan ujung jari, membuat Rukmini mengerutkan kening.

 

"Iya, Pak? Jadi, apa yang ingin di sampaikan?"

 

"Begini, saya dan istri sudah sepakat ingin memberikan tawaran untuk Surtini."

 

Aris mengatur napas sejenak. Amira mencolek lengannya karena tidak sabaran dengan tingkah sang suami yang memang suka tidak enakan. Rukmini menatap suami istri itu dengan perasaan serba salah, ingin bertanya tetapi takut dianggap tidak sopan. Namun, jika dia diam saja, obrolan akan terus  berputar-putar di tempat, tidak ada ujung pangkalnya.

 

Akhirnya, Amira angkat bicara, "Begini, Bu Rukmini, atas rasa terima kasih kami kepada Surtini, kami bermaksud untuk membantu biaya pendidikannya sampai lulus perguruan tinggi. Kebetulan, kami punya yayasan untuk bantuan pendidikan."

 

Raut wajah kebingungan Rukmini berubah semringah. Mata tuanya berbinar. Dia tentu tak menyangka kebaikan dan ketulusan hati Surtini akan berbuah manis.

 

Sebelumnya, Rukmini memang tengah resah memikirkan biaya sekolah sang anak tiri. Hastuti malah tega menyarankan agar Surtini dinikahkan saja dengan bandot tua untuk mengurangi tanggungan. Mereka sempat bertengkar karena hal itu. Kini, dia tak perlu lagi mencemaskan masalah uang sekolah Surtini.

 

"Maaf, jika tawaran kami ini menyinggung," ucap Aris hati-hati. Kadang, ada beberapa orang yang justru merasa direndahkan ketika mendapat bantuan.

 

Rukmini menggeleng.

 

"Tentu tidak, Pak. Saya justru sangat bersyukur. Surti tidak perlu menunda untuk lanjut sekolah sampai saya punya uang," sahutnya dengan suara sedikit bergetar karena haru.

 

"Syukurlah, Bu Rukmini. Tapi ... ada satu lagi, Bu. Ini terkait kebijakan dari yayasan kami."

 

"Iya, Pak?"

 

"Setiap anak yang mendapat bantuan dari yayasan akan ditempatkan di asrama khusus. Nanti di asrama, anak-anak akan mendapatkan pelatihan keterampilan lain, juga pendidikan karakter. Yayasan berharap anak-anak tidak hanya memiliki ilmu pengetahuan dari sekolah formal, tetapi juga akhlak yang baik dan soft skill," jelas Aris panjang lebar.

 

Raut wajah Rukmini sedikit berubah. Bukannya bermaksud tidak tahu diri, tetapi dia ragu Surtini mau berpisah darinya. Gadis itu bahkan tidak bisa tidur kalau tidak dikeloni dulu. Surtini memang selalu bersikap dewasa kepada anak yang lebih muda seperti Reina, tetapi sebenarnya suka bermanja-manja pada Rukmini.

 

"Maaf, Pak, Bu. Saya ragu soal asrama ...."

 

Khawatir Rukmini tidak setuju dengan tawaran mereka, Amira cepat menimpali, "Bu Rukmini tidak perlu khawatir akan ada pem-bully-an. Biasanya, orang tua takut anak asrama karena itu. Asrama di sana sangat kekeluargaan. Sebutannya saja asrama, tetapi lebih mirip rumah dengan banyak anggota keluarga. Kami saja suka menginap di sana juga." Dia berpikir sejenak. "Kalau Bu Rukmini masih ragu ... atau bagaimana kalau Surti tinggal di rumah kami saja, jadi anak asuh gitu. Reina pasti senang."

 

"Ma ... dengar dulu penjelasan Bu Rukmini," tegur Aris ketika melihat wajah Rukmini malah tampak semakin tidak nyaman setelah mendengar celotehan istrinya.

 

Amira seketika terdiam. Rukmini mengusap punggung tangannya sendiri untuk menghilangkan kecanggungan. Setelah hening beberapa saat, dia baru berbicara.

 

"Saya sangat senang Surtini bisa mendapat kesempatan sebagus ini. Saya ragu bukan karena takut ada bully atau yang lainnya. Surtini punya ilmu silat yang cukup terlatih jadi tidak akan mudah diganggu, tapi dia hampir tidak pernah pisah sama saya. Tidur pun selalu minta peluk. Jadi, menurut saya, kita juga harus mendengar pendapat Surtini sendiri, 'kan?"

 

"Dia pasti juga akan senang saya rasa. Surtini anaknya mandiri dan dewasa, pasti bisa cepat beradaptasi," sahut Amira.

 

Aris menepuk pelan bahu istrinya.

 

"Mama ... benar kata Bu Rukmini, harus ditanya dulu orangnya. Apa yang kita rasa baik, belum tentu akan membuat Surtini sendiri bahagia."

 

"Iya, Pa, iya."

 

"Saya setuju dengan Bu Rukmini, kita tanya dulu, Surti maunya bagaimana. Tentunya, kami berharap Surti mau mengambil tawaran ini," timpal Aris cepat sebelum istrinya sempat berkomentar apa-apa lagi.

 

Amira sedikit cemberut. Namun, dia cepat-cepat tersenyum saat Rukmini menoleh dan menawarkan kue-kue yang tersaji di meja.

 

Selain penganan yang dibawa Keluarga Pratama, Rukmini memang juga menjamu para tamu dengan kue buatan sendiri. Aris mengambil sepotong risoles. Dia seketika terperanjat saat mencicipinya.

 

"Enak sekali ini, Bu Rukmini!" komentarnya.

 

Amira yang mendengar testimoni sang suami, ikut mencomot salah satu kue di piring. Bolu kukus menjadi pilihannya.

 

"Iya, Pa. Enak banget! Ini, sih, selevel di toko kue langganan kita."

 

"Terima kasih pujiannya, Pak, Bu. Kue buatan saya rasanya biasa-biasa saja, kok."

 

"Kami serius, Bu. Ibu bisa jadi bisnis kue lho," cetus Aris.

 

"Saya, kan, memang jualan kue. Biasanya, si Surti yang bantu nitipkan di warung-warung."

 

"Hanya dititip di warung?" Amira tampak kecewa.

 

"Iya, Bu."

 

Aris mengelus dagu, lalu bergumam, "Ini peluang bisnis yang cukup menjanjikan untuk Bu Rukmini. Jika Ibu bersedia, saya mungkin bisa membantu."

 

Selanjutnya, mereka hanya membicarakan tentang peluang bisnis dari keterampilan Rukmini. Aris berjanji untuk memberikan suntikan modal. Sementara Amira menawarkan Rukmini untuk mengikuti pelatihan-pelatihan agar bisa mendapatkan sertifikat khusus, sehingga kue buatannya bisa bernilai lebih tinggi. Suami istri itu menyayangkan kue Rukmini memiliki harga jual yang cukup rendah. Ketiganya pun larut dalam obrolan.

 

***

Tawa riang Reina membuat Surtini tersenyum. Gadis kecil yang selalu memanggilnya kakak peri itu tengah berlarian dengan telanjang kaki, mengejar Bagus. Beberapa kali dia terjatuh di hamparan rumput yang lembut, lalu bangkit lagi.

 

Mereka memang sedang bermain kejar-kejaran. Reina kena giliran jaga. Surtini dan Rehan sudah tertangkap. Surtini karena sengaja mengalah, sedangkan Rehan memang tidak lari ke mana-mana dan sibuk bermain ponsel. Akhirnya, hanya tersisa Bagus yang selalu berhasil meloloskan diri dari kejaran si gadis kecil.

 

"Awas, ya, Kak Bagus! Reina pasti nangkap Kakak!"

 

"Ayo coba sini! Ha ha ha! Kaki kamu pendek makanya lambat."

 

"Ih, Kak Bagus!"

 

Kejar-kejaran terus berlanjut, hingga Bagus yang terlalu meledek Reina tak sengaja menendang batu. Tak ayal, dia tersandung, lalu jatuh terguling-guling. Surtini refleks menjerit panik dan menghampir iBagus, memastikan anak laki-laki itu tidak terluka parah. Wajahnya tampak sangat khawatir.

 

Rehan seketika berhenti bermain ponsel. Ada rasa panas menjalar di dadanya. Sekali lihat, bisa dipastikan Surtini menyimpan perasaan khusus terhadap Bagus.

 

Sementara itu, Reina berlari kecil menghampiri Bagus dan Surtini. Dia menepuk pelan bahu Bagus dan berseru, "Akhirnya, Kak Bagus ketangkep! Horeee!"

 

Bagus terkekeh. Dia mengacak-acak rambut Reina.

 

"Iya, iya. Reina menang. Reina hebat! Sebagai hadiah kemenangan Reina, Kakak punya sesuatu."

 

"Hadiah?"

 

Mata Reina membulat lebar. Bagus kembali terkekeh. Dia tiba-tiba mencabuti beberapa tangkai bunga liar, lalu merangkainya menjadi mahkota cantik. Bagus memakaikan mahkota bunga di kepala Reina. Keakraban yang terjalin tanpa sengaja di antara keduanya, membuat Surtini perlahan mundur.

 

"Ini cantik sekali, Kak!" seru Reina dengan mata berbinar.

 

"Iya cantik sekali," lirih Bagus sembari menatap Reina dengan pipi bersemu.

 

 

Surtini menyentuh pelan dadanya. Ada sedikit perih menyelinap di sana saat melihat sorot mata Bagus yang terus terpaku kepada Reina. Dia menghela napas berat. Cinta pertamanya ternyata tak seindah kisah-kisah romantis di buku cerita. Sementara itu di bawah pohon akasia,

Rehan tanpa sadar mengepalkan tangan ketika melihat luka di mata Surtini.

 

***

 

Bab terkait

  • Illegitimate Child   Bagian 5: Keraguan

    "Kakak Peri! Kakak Peri! Coba liat, sekarang Reina jadi tuan putri!"Seruan Reina membuat Surtini gelagapan. Namun, dia cepat-cepat tersenyum hangat, tak ingin gadis kecil itu khawatir. Surtini mencubit pelan ujung hidung Reina."Ada apa, Anak Manis?""Ini lho, Kak, mahkota bunga buatan Kak Bagus, cantik banget, bikin aku jadi kayak putri-putri Disny gitu," celoteh Reina sambil berputar-putar, membuat roknya mengembang ala-ala tuan putri.Meskipun sedikit cemburu, Surtini tak ingin rasa itu meracuni hati. Dia menyengir lebar sembari mengacungkan jempol."Iya, Reina jadi cantiiik sekaliii, seperti Putri Salju yang ada dalam dongeng," komentarnya.Surtini memang menjadi teringat Dongeng Putri Salju saat melihat Reina. Rambut berkucir kuda yang hitam pekat seperti kayu eboni, kulit putih cerah, juga bibir mungil kemerahan milik si gadis kecil cocok sekali dengan deskripsi sang putri. Seandainya, ada live action dongeng tersebut versi Indo

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-06
  • Illegitimate Child   Bagian 6: Keputusan

    Ruang tamu rumah Rukmini kembali dipenuhi gelak tawa anak-anak. Reina terus berceloteh riang. Berkali-kali dia mengungkapkan keinginannya agar Surtini mau tinggal bersama keluarga mereka. Sementara Rehan hanya melirik diam-diam dengan sorot mata penuh harap. Keluarga Pratama memang datang lagi seminggu dari kedatangan yang pertama untuk mendengar keputusan Surtini atas tawaran mereka.Aris berdeham, lalu kembali berbicara, "Jadi, bagaimana, Nak? Kamu mau menerima tawaran kami?"Surtini tampak menelan ludah. Dia terdiam dalam waktu yang cukup lama sebelum bersuara."Tawaran Om dan Tante adalah kesempatan besar bagi saya, tapi ...," Surtini menunduk dalam sebelum melanjutkan, " maaf, Om, Tante, saya tidak bisa menerima."Semua yang ada di ruang tamu tampak terperanjat. Rukmini sendiri bahkan menatap anak tirinya dengan sorot mata tak percaya. Selama seminggu sejak mendapat tawaran bantuan dari Keluarga Pratama, Surtini memang tidak pernah membic

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-08
  • Illegitimate Child   Bagian 7: Tentang Kejujuran

    Mata Surtini berbinar. Usahanya belajar dengan rajin membuahkan hasil. Soal-soal di kertas ujian sesuai dengan materi yang telah dipelajari."Berkat doa Emak ini," gumamnya dalam hati.Sebelum mengerjakan soal ujian, Surtini berdoa lebih dulu. Tak lama kemudian, dia pun menyelesaikan soal-soal dengan penuh semangat. Berbeda dengan murid-murid lain yang resah dan gelisah, gadis itu sama sekali tidak mengalami kesulitan.Waktu berlalu dengan cepat. Satu per satu soal ujian telah dijawab Surtini. Saat sedikit lupa materi, dia mengetuk-ngetukkan pulpen di kening untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari. Kini, gadis itu telah sampai pada soal terakhir."Hmm ... ini ada di bab 6 kalo enggak salah ... jawabannya antara A dan B hmm ...." Surtini menggigiti ujung pulpen. "Ah, iya aku tau!"Surtini hendak menuliskan jawaban. Namun, punggungnya tiba-tiba dicolek. Dia seketika menghela napas berat.Murid yang duduk di belakang

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-09
  • Illegitimate Child   Bagian 8: Pertolongan

    Bu Nina sudah siap merobek lembar jawaban Surtini. Namun, gerakannya terhenti saat pria tua berkacamata tiba-tiba masuk ke kelas, Pak Gunawan, kepala sekolah. Beliau tampak terheran-heran dengan kondisi kelas yang tidak biasa."Ada apa ini, Bu Nina? Surtini, kenapa duduk di lantai?"Mendengar suara bersahaja Pak Gunawan, Surtini merasakan secercah harapan. Dia mendapatkan kekuatan untuk berdiri lagi. Andini diam-diam menghela napas lega. Sementara Ira dan Ria duduk dengan gelisah. Namun, Bu Nina masih jemawa."Maaf, Pak, ini karena Surtini membuat masalah. Dia mau menyontek jawaban Andini. Jadi, saya akan menyobek lembar jawabannya."Pak Gunawan mengerutkan kening. Meskipun sejak menjadi kepala sekolah sudah tidak mengajar, tetapi beliau lumayan dekat dengan murid-murid. Pria tua itu tahu betul reputasi Surtini, siswi berprestasi yang berbakti, jujur, dan suka menolong. Dia tentu tak mungkin melakukan kecurangan seperti menyontek."Sabar dulu

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-11
  • Illegitimate Child   Bagian 9: Kecemasan Surtini

    "Argggh!"Erangan menyayat membuat Rukmini yang tengah mengaduk-aduk adonan bakwan tersentak. Gerakan tangannya terhenti sejenak. Dia mengerutkan kening, juga menajamkan pendengaran."Argggh! Ugh! Saya mohon Anda harus lari! Lari!"Kebingungan Rukmini berubah menjadi kecemasan. Dia bisa mengenali jelas suara yang tengah menjerit-jerit itu, Surtini. Rukmini melepaskan sendok pengaduk adonan bakwa, lalu mengelap tangan dengan cepat."Argggh! Lari!" Teriakan Surtini kembali terdengar.Rukmini bergegas menuju kamar. Pintu hampir saja dibantingnya. Kecemasan semakin bertambah saat melihat Surtini bergerak-gerak gelisah di kasur dengan daster basah oleh keringat. Gadis itu tampak memegangi perut sambil terus mengerang."Ya ampun, Surti! Kamu kenapa, Nak! Nyebut, Surti! Nyebut!" jerit Rukmini panik.Dia duduk di tepian tempat tidur sembari terus memanggil Surtini. Namun, gadis itu tidak juga membuka mata, malah mengerang lebih keras. Napasny

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-16
  • Illegitimate Child   Bagian 10: Ancaman

    "Sur? Surti?"Bagus menepuk-nepuk pundak Surtini. Namun, gadis itu tak menyahut. Dia asyik menggigiti sendok es krim."Surti!" panggil Bagus dengan suara lebih keras.Surtini tersentak. Dia refleks melemparkan cup es krim dan mendarat tepat di wajah Bagus. Bukannya minta maaf, gadis itu malah mendelik."Kena karma, kan, kamu. Suka ngagetin sih," omelnya.Untunglah, Bagus bukan teman yang mudah emosian. Dia malah terkekeh sambil membersihkan wajah dari lelehan es krim."Bukannya ngagetin, Sur. Kamunya yang suka ngelamun. Hati-hati loh, entar kesambet lagi, kita semua repot.""Bukan ngelamun, aku tuh lagi cemas, Gus, takut nilaiku jelek. Aku enggak mau bikin Emak malu."Surtini memilin-milin ujung rok merahnya. Bagus lagi-lagi terkekeh. Gadis itu memajukan bibirnya."Kalo yang rajin kayak kamu nilainya jelek, aku pasti merah semua."Surtini mencubit lengan Bagus dengan sadis. Anak laki-laki itu hanya bisa meri

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-17
  • Illegitimate Child   Bagian 11: Keputusan

    Rukmini menggigit ujung kuku. Dia terus mengeluarkan ponsel, lalu menyimpannya lagi di saku. Setelah mondar-mandir hampir sepuluh kali, Rukmini kembali mengambil ponsel. "Semoga Bu Amira bisa membantu," doanya lirih saat menghubungi Amira. Namun, tiga panggilan tak mendapat jawaban. Keberanian Rukmini menyusut. Akhirnya, dia kembali ke dapur untuk menggarap kue dan berpura-pura ceria agar Surtini tidak curiga. "Mak, soal hutang Bapak ...." Brak! Surtini tersentak. Dia tak menyangka kata-katanya membuat Rukmini sampai menjatuhkan pengaduk adonan kue. Lantai menjadi sedikit kotor. "Kamu tidak usah pikirkan itu, ya. Kamu ini masih kecil, jangan banyak pikiran!" "Tapi, Mak ...." "Sudah, sudah, mending bantu Emak lanjut bikin kuenya!" "Iya, Mak." Rukmini memungut kembali pengaduk adonan kue, lalu mencucinya. Sementara Surtini membersihkan lantai dari ceceran adonan. Setelah itu, mereka pun sibuk membuat kue. Tepat saat kue telah dibungkus rapi, ponsel di saku Rukmini berdering. J

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-18
  • Illegitimate Child   Bagian 12: Kamu Terlalu Polos

    Surtini merinding. Dia tanpa sadar merapatkan jaket. Entah kenapa ruangan tersebut mendadak terasa dingin seperti hawa kulkas ketika dibuka. Keheningan sesaat yang membekukan. "Anda bisa kembali bertugas, Pak Rivan." Suara dingin Mirna memecahkan keheningan. Surtini sempat tersentak. Untung saja, dia bisa menahan diri, sehingga tidak meloncat ke belakang dengan tiba-tiba. "Baik, Bu." Rivan menoleh kepada Surtini. "Tugas saya terkait kamu sudah selesai. Selanjutnya, kamu akan ada di bawah bimbingan Bu Mirna." Surtini sempat termangu cukup lama sebelum menyahut, "Baik, Pak. Terima kasih." Rivan hanya mengangguk kecil. Dia berpamitan dengan Mirna, lalu keluar dari ruangan. Surtini mengiringi kepergian laki-laki itu dengan sorot mata takut-takut. Meskipun Rivan juga membuatnya takut, ditinggalkan bersama wanita asing berwajah datar tentu lebih mengancam. "Duduklah, ada beberapa hal yang harus kita bicarakan lebih dulu!"

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-02

Bab terbaru

  • Illegitimate Child   Bagian 103: Akhir Cerita Kita (END)

    Untuk Apa lagi kamu ke sini? Hah? Pergi! Pergi!" usir Hastuti dengan mata melotot.Dia begitu emosi. Suaminya sampai kewalahan menyabarkan. Awalnya, mereka hendak mengunjungi Rukmini. Kebetulan, tiba bersamaan dengan kedatangan Eka. Jadilah, Hastuti mengamuk.Keributan itu terdengar sampai ke dalam rumah. Rukmini dan Surtini ke luar rumah dengan tergopoh-gopoh. Melihat gadis yang dicintainya, Eka sempat-sempatnya mengerling nakal. Hastuti langsung berdiri menghalangi.Rukmini menghela napas berat. "Saya mohon pergilah, Nak Eka. Sudah cukup kamu menyakiti putri saya. Tolong jangan ke sini lagi," pintanya.Eka malah mengenggam tangan Rukmini. "Tapi, Ibu ... saya tidak berniat menyakitinya. Saya justru ingin membahagiakannya."Hastuti merangsek maju, melepaskan paksa genggaman tangan Eka. "Dasar gila! Kau pikir kami bodoh! Pulang sana! Pulang!" bentaknya dengan dada turun naik.Dia mendorong Eka dengan kasar. Sebenarnya, dorongan itu tidak terlalu kuat. Namun, Eka memang banyak akalnya d

  • Illegitimate Child   Bagian 102: Pembalasan

    Hanya dalam 6 bulan, Mahardika berhasil mengakuisisi perusahaan utama milik Hartono Group. Seperti perkiraan Eka, ayahnya memang tidak kompeten. Gilang mudah sekali memberikan tanda tangannya, sehingga aset juga bisa diambil alih dengan cepat. Hari ini, Bambang datang ke perusahaan. Namun, tindakannya sudah sangat terlambat. Dia hanya bisa murka kepada sang putra dan menggeram galak ke arah Mahardika yang tersenyum licik. Sementara Eka tentu saja ikut berakting marah."Kenapa Om Dika tega melakukan ini? Padahal, aku percaya Om benar-benar membantu kami!" serunya."Kau itu murid jenius, Eka. Kenapa masalah sepele begini saja malah tertipu?" ejeknya, tentu juga berpura-pura. Mereka justru sudah merencanakan kehancuran Bambang Hartono sejak awal.Brak!Bambang tiba-tiba menggebrak meja. "Puas kau, Mahardika! Ternyata kau sama busuknya dengan ayahmu!" umpatnya.Mahardika tertawa lepas. "Saya sedikit koreksi ucapan Anda, Pak Bambang. Ayah dari Mahardika sama sekali tidak busuk. Tapi, kala

  • Illegitimate Child   Bagian 101: Perangkap

    "Jadi, solusi apa yang kau tawarkan, Eka?""Menjalin kerja sama dengan perusahaan lain yang mumpuni dan mendapat simpati publik. Kita juga bisa menjaminkan beberapa aset," sahut Eka sembari menunjukkan beberapa dokumen.Gilang mengambil dokumen. Dia mengernyitkan kening saat membaca nama perusahaan yang tertulis di kertas. Keraguan menyusup di hati. Perusahaan Keluarga Pratama memang tidak akan menimbulkan masalah. Gilang hanya khawatir Bambang tidak akan menyetujui kerja sama dengan pihak Prasetya. Namun, Eka juga benar. Kedua perusahaan tersebut besar, keuangan stabil, dan mendapat simpati publik karena bersih dari kecurangan dan sering melakukan kegiatan amal. Gilang memijat-mijat keningnya yang mendadak berdenyut."Eka, kakekmu mungkin tidak akan setuju untuk Mahardika Group. Kamu tahu, kan, pendirinya bekas orang kepercayaan Om Danu.""Iya, Pak Gilang. Saya tahu benar perselisihan tak habis-habisnya antara Pak Bambang Hartono dan Pak Langit Prasetya. Tapi, bukankah generasi suda

  • Illegitimate Child   Bagian 100: Titik Balik

    Aula Hotel Blue Sky mulai ramai. Para tamu dari kelas atas saling berbincang. Bisnis atau barang mewah yang menjadi bahan obrolan. Eka tersenyum. Proyek yang telah menyita waktunya sebulan terakhir sukses besar dan pesta hari ini adalah untuk merayakannya.Namun, rasa bangga Eka dengan cepat berubah menjadi kecemasan. Dia tak sengaja melihat sosok familiar di antara para tamu. Gadis yang selama ini dirindu itu tak seharusnya berada di sana. Ya, Surtini tampak sedang sibuk menata kue-kue di meja.Eka memanggil salah seorang staf bagian makanan. "Setahu saya, gadis itu bukan bagian dapur, kenapa ada di sana?" tanyanya sambil menunjuk Surtini."Ah, itu karena Bu Sylvia, Pak. Beliau menambahkan menu kue dari toko kue favoritnya. Gadis itu dari toko kue tersebut," jelas staf."Oh begitu, terima kasih penjelasannya. Kamu bisa kembali bekerja."Staf bagian makanan itu membungkukkan badan, lalu pamit pergi. Eka seketika mendecakkan lidah. Mau seenak apa pun kue di toko Rukmini, mustahil seora

  • Illegitimate Child   Bagian 99: Setia

    Usaha toko kue Rukmini berkembang semakin pesat. Dia bahkan sudah membuka dua cabang. Hastuti sampai mengundurkan diri dari pekerjaannya demi mengelola cabang pertama. Sementara cabang satunya lagi dipegang oleh Surtini. Sudah 3 minggu berlalu sejak hari pembukaan cabang kedua toko kue Rukmini. Pelanggan semakin bertambah setiap harinya. Bahkan, mereka juga sudah menerima pesanan besar beberapa kali. Akibatnya, Surtini menjadi sangat sibuk. Namun, anehnya, dia sering melihat ke jalan raya, sedikit berharap Eka akan tiba-tiba datang. "Ada apa, Mbak Sur?" tegur salah seorang karyawan saat Surtini lagi-lagi tanpa sadar menatap sendu kaca jendela yang menghadap ke jalan raya."Eh, iya, Dek? Apa?""Aku liat dari tadi Mbak Surti liat ke luar terus, kirain ada apaan?"Surtini menyengir lebar. "Aku cuma berharap seseorang datang, tapi kayaknya enggak bakal datang deh."Karyawan itu mengangguk-angguk meskipun masih penasaran. Dia tak mungkin mengorek-ngorek informasi atasan sembarangan. Akhi

  • Illegitimate Child   Bagian 98: Salah Sandera

    Hastuti terlempar menghantam dinding. Surtini menjerit kaget. Tenaga laki-laki dan perempuan secara normal jelas memiliki perbedaan signifikan. Beno tentu bisa dengan mudah membanting putrinya."Mbak Tuti!"Surtini menghambur ke arah Hastuti, mencoba melakukan pertolongan pertama. Namun, baru berhasil menghentikan pendarahan di kening sang kakak, tubuhnya sudah ditarik dengan kasar. Beno mencengkeram kuat lengan Surtini dan menyeretnya paksa."Tunjukan di mana uang yang disimpan Rukmini! Atau kamu akan kujual!" desis Beno tajam di telinga Surtini.Brak!Pintu dibuka paksa dari luar. Lima petugas berseragam merangsek masuk. Beno mengumpat, lalu mencengkeram lengan Surtini dengan lebih kuat. Kuku-kukunya yang panjang dan kehitaman menggores luka di kulit gadis itu."Saudara Beno, menyerahlah! Anda sudah terkepung!" seru salah seorang polisi.Bukannya takut, Beno malah terbahak-bahak. Para polisi mengarahkan moncong senjata, memberikan ancaman. Namun, hal tersebut tidak juga menyurutkan

  • Illegitimate Child   Bagian 97: Keputusan Surtini

    "Aku sangat berterima kasih atas perhatian Mas Rehan, tapi perasaan tidak bisa dipaksakan. Maaf, Mas, aku tidak bisa menerima perasaanmu," tutur Surtini dengan perasaan tak enak hati. Dia tak menyangka perkataan Amira beberapa waktu lalu terbukti kebenarannya. Ternyata, Rehan memang memendam rasa bahkan sejak mereka masih remaja. Menolak cinta pemuda baik tentu menyisakan rasa bersalah dan kecanggungan yang sungguh mencekik. Namun, Surtini juga tidak akan pernah coba-coba dengan perasaan orang lain. Dia tidak mau menerima Rehan dengan masih menyimpan Eka di hati. Hal seperti itu sangat kejam dan tidak adil. Pemuda dengan kualitas sekelas Rehan tak seharusnya menjadi pelarian.Sorot mata Rehan jelas memancarkan kekecewaan, tetapi pemuda itu berusaha tersenyum tegar. "Baiklah, Mas mengerti.”Meskipun menjawab seperti itu, harapan Rehan belum pupus. Dia berpikir Surtini hanya masih terluka. Jika suatu saat gadis itu sudah move on, pasti akan membuka hatinya lagi untuk cinta yang baru.

  • Illegitimate Child   Bagian 96: Menjauh

    Waktu berlalu dengan cepat. Sylvia telah benar-benar masuk ke tim proyek terbaru. Perlahan, dia menjalin keakraban dengan Eka. Taktik yang digunakannya adalah tampil sebagai wanita cerdas dan kreatif. Sylvia berusaha menunjukkan dirinya sudah berubah, tidak akan ada lagi anak manja sombong.Sayangnya, semua itu palsu. Ide-ide brilian yang sering diajukan dan mendapat pujian dari Eka tidak orisinil. Secara rutin, Sylvia berkomunikasi dengan asisten kakeknya yang juga dikenal sebagai jenius.Seperti hari ini, Sylvia kembali datang ke kantor Eka. Dia membawa beberapa dokumen. Surtini sempat melirik sinis, tetapi cepat berpura-pura mengerjakan laporan ketika Eka memberi peringatan lewat isyarat mata."Kalo begini bagaimana, Ka?" tanya Sylvia saat sudah duduk di hadapan Eka. Dia menunjukkan lembar kedua dari dokumen yang dibawanya.Eka membaca isi dokumen. Mata elangnya menelaah setiap baris kalimat. Beberapa kali, dia mengelus dagu. Sylvia mencuri kesempatan untuk memandangi wajah tampan i

  • Illegitimate Child   Bagian 95: Kondisi Memanas

    Ruang wakil direktur Hartono Group terasa mencekam. Dua pria berhadapan dengan topik pembicaraan yang pelik. Eka mengetuk meja dengan ujung pulpennya beberapa kali. Sementara lelaki paruh baya di depannya terus menjelaskan kesalahan-kesalahan yang dilakukan pihak perusahaan mereka, sehingga permasalahan semakin membesar dan dapat menyebabkan proyek harus ditunda atau bahkan dihentikan.“Surti, mana laporan yang kuminta kemarin!” titah Eka dengan wajah dingin.Surtini segera mencarikan laporan yang diminta dan segera menyerahkannya. Eka membuka lembaran dokumen. Mata elangnya tiba-tiba mendelik. Dia mendecakkan lidah."Ini sudah yang ketiga kalinya, Surti! Kenapa mengerjakan ini saja kamu tidak bisa!" bentak Eka sembari menghempaskan dokumen di meja.Sudah seminggu berlalu sejak masalah menimpa proyek yang tengah ditangani Eka. Dia mudah menjadi emosional dan jauh lebih sensitif dibandingkan biasanya. Hampir tak ada karyawan yang lolos dari amukannya. Hari-hari yang lalu, Surtini selal

DMCA.com Protection Status